• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika. paling pokok dan sangat penting. Prof. Moeljatno, S.H memakai suatu istilah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika. paling pokok dan sangat penting. Prof. Moeljatno, S.H memakai suatu istilah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Narkotika 1. Pengertian Tindak Pidana

Masalah tindak pidana dalam ilmu hukum pidana merupakan bagian yang paling pokok dan sangat penting. Prof. Moeljatno, S.H memakai suatu istilah perbuatan pidana dan dirumuskan sebagai berikut : "perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut". Beliau mengemukakan menurut wujudnya ataupun sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana adalah perbuatan-perbuatan melawan hukum.

Perbuatan-perbuatan ini merugikan banyak masyarakat yang berarti bertentangan atau menghambat akan terlaksanakannya tata pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. Kesimpulannya suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana jika perbuatan tersebut Melawan hokum, Merugikan masyarakat, Dilarang oleh peraturan pidana, Pelakunya akan diancam dengan pidana.11

Istilah tindak pidana adalah dimaksudkan sebagai dalam bahasa Indonesia untuk istilah bahasa Belanda “Strafbaarfeit” atau “Delict” untuk terjemahan tersebut didalam bahasa Indonesia disamping istilah “Tindak Pidana” dipakai dan beredar sebutan lain baik dalam buku atau dalam peraturan tertulis antara lain :

a. Perbuatan yang dapat dihukum b. Perbuatan yang boleh dihukum c. Peristiwa pidana

11 M.Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bandung, 1986, Hlm. 2.

(2)

19 d. Pelanggaran pidana

e. Perbuatan pidana

Perundang-undangan di Indonesia sudah mempergunakan istilah-istilah, dalam berbagai undang-undang. Para sarjana Indonesia mempergunakan beberapa atau adanya salah satu istilah tersebut di atas dengan memberikan sandaran masing-masing bahkan pengertian dari istilah itu.

Dikemukakan juga mengenai rumusan definisi tindak pidana menurut pandangan para sarjana Indonesia.

a. Moeljatno, memberi arti istilah “Strafbaarfeit” untuk “Perbutan pidana”.

Pengertian pidana adalah: “Perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barangsiapa melanggar pelanggaran tersebut”. Perbuatan harus benar-benar dirasakan masyarakat sebagai perbuatan yang tidak diperbolehkan atau menghalangi tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita- citakan oleh masyarakat itu. Maka perbuatan pidana secara mutlak harus mengandung unsur formil yaitu mencocokan rumusan undang-undang dan unsur materiil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek, sifat melawan hukum.

b. R. Tresna, mengemukakan istilah “Starfbaarfeit” untuk “Peristiwa pidana”.

Peristiwa pidana yaitu: “Suatu perbuatan atau serangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang lainnya, terhadap perbuatan diadakan penghukuman.

c. Wirjono Prodjodikoro mengartikan “Strafbaarfeit” sebagai “Tindak pidana”.

Tindak pidana ialah: “Suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelakunya itu dapat dikatakan merupakan subjek tinda pidana”.12

12 S R Sianturi and E Y Kanter, „Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapan‟, Storia Grafika, 2002, 507–11.

(3)

20 2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana narkotika memiliki definisi yakni suatu bentuk dari tindak pidana sangat urgent dan perlu mendapatkan keperdulian terkhusus dari aparat penegak hukum, pemerintah atupun masyarakat. Umumnya, tindak pidana narkotika tidak dilakukan secara perorangan akan tetapi dilakukan oleh sindikat rahasia yang terorganisir dan juga sudah berpengalaman menjalankan pekerjaan dalam bidang tersebut. Kejahatan ini sudah termasuk dalam kejahatan transnasional yang memanfaatkan kecanggihan teknologi dan kemudahan transportasi dalam melancarkan pekerjaannya sehingga dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun. Tingginya kejahatan narkotika mengakibatkan pemerintah membuat dan juga mengeluarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pengartian narkotika dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetise ataupun semisintetis, dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan juga dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan kedalam golongan- golongan sebagaimana terlampir didalam Undang-Undang inii. 13

Aturan terkait narkotika tentu memiliki tujuan yang sangat mendasari eksistensi Undang-Undang No. 35 Tahun 2009. Hal itu diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 sebagai berikut, Undang-Undang tentang Narkotika memiliki tujuan:

a. Menjaminiketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

13 UU No. 35 Tahun 2009

(4)

21 b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari

penyalahgunan Narkotika.

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah

Guna dan pecandu Narkotika.14

B. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim 1. Pengertian Putusan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi putusan diartikan sebagai kesudahan, pengabsahan, sesudah yang sudah ditentukan setelah dipertimbangkan, dipikirkan, hasil memutuskan. Namun didalam Kamus Hukum definisi dari putusan merupakan hasil pemeriksaan suatu perkara. Penjelasan pada pasal 60 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 memberikan pengertian terkait putusan yakni keputusan pengadilan atas perkara dari suatu gugatan berdasarkan adanya sengketa.

Istilah putusan didalam literatur lainnya yaitu suatu pernyataan dari hakim yang dituangkan dalam bentuk tulis lalu dikatakaan oleh hakim dalam persidangan terbuka untuk umum, untuk suatu produk Pengadilan sebagai hasil pemeriksaan gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa.

Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan adalah suatu pernyataan yang diberikan oleh Hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu dan diucapkan di dalam persidangan yang terbuka untuk umum dengan tujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak yang berperkara.

14 Andi Suci Anita, Edward Zubir, and Mukhyar Amani, „Hari Sasangka. Narkotika Dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk Mahasiswa Dan Praktisi Serta Penyuluhan Masalah Narkoba. Mandar Maju. Bandung. 2003. Hlm 68‟, 2 (2019), 55–73.

(5)

22 Dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian putusan yaitu hasil persetujuan dari majelis hakim, musyawarah dari majelis terhadap perkara gugatan yang dicurahkan dengan berbentuk tulisan dan diucapkan didalam sidang terbuka untuk umum.

2. Macam-Macam Putusan

Macam-macam putusan Pengadilan Perkara Pidana :15 a. Putusan pengadilan yang berupa pemidanaan

Putusan pengadilan pemidanaan adalah putusan yang dikeluarkan berdasarkan pemeriksaan di persidangan pengadilan, majelis hakim berpendapat bahwa terdakwa terbukti secara syah dan meyakinkan bersalan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana sebagaimana ditentukan dalam pasal 193 ayat (1) KUHAP.

b. Putusan pengadilan yang berupa pembebasan dari segala dakwaan (vrijspraak)

Putusan pengadilan yakni pembebasan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan dengan didasarkan pemeriksaan didalam persidangan pengadilan, majelis hakim memiliki pendapat bahwa seorang terdakwa tidak terbukti secara sah dan juga meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan, maka dari itu pengadilan membebaskan dari segala bentuk dakwaan sebagaimana yang sudah ditentukan didalam pasal 191 ayat (1) Kitab Undang – undang Hukum Acara Pidana.

15 „Https://Yuridis.Id/Jenis-Putusan-Pengadilan-Perkara-Pidana/ Diakses Pada 21 April 2022 Pukul 09.47 WIB‟.

(6)

23 c. Putusan pengadilan yang lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van

rechts vervolging)

Putusan pengadilan yang lepas dari tuntutan ialah suatu putusan yang dikeluarkan dengan didasarkannya pemeriksaan dalam persidangan dipengadilan, majelis hakim memiliki pendapat bahwasanya terdakwa secara sah terbukti dan juga meyakini bersalah telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana sehingga pengadilan memberikan suatu putusan lepas dari segala tuntutan pidana sebagaimana yang telah tertuang didalam pasal 191 ayat (2) KUHAP atau seorang terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan dikarenakan adanya suatu alasan pemaaf ataupun alasan pembenar.

3. Kekuatan Putusan Hakim

Dalam hal putusan pengadilan telah mempunyai berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijs de zaak) tidak dilaksanakan secara suka rela oleh pihak yang dikalahkan, sudah tentu hal tersebut menimbulkan persoalan.16

Putusan yang sudah incracht atau sudah berkekuatan hukum tetap mempunyai beberapa kekuatan hukum yang sudah pasti, yakni kekuatan yang mengikat, pembuktian dan juga eksekutorial. Kekuatan yang Mengikat, memiliki arti putusan yang sudah dijatuhkan harus dihormati, dipatuhi dan juga dilaksanakan para pihak. Masing-masing dari pihak tidak diperbolehkan bertentangan dengan suatu putusan. Kekuatan Pembuktian memiliki arti bahwa

16 „Syprianus Aristeus, “Ekisekusi Ideal Perkara Perdata Berdasarkan Asas Keadilan Korelasinya Dalam Upaya Mewujudkan Peradilan Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan”, Jakarta. Vol 20, No 3. (2020). 379‟.

(7)

24 putusan Hakim adalah suatu akta otentik, sehingga dapat dipergunakan sebagai suatu alat bukti didalam mengajukan alat bukti atau dalam mengajukan banding, kasasi ataupun pelaksanaan dari putusan. Akan tetapi Kekuatan Eksekutorial, berarti sejak putusan incracht, putusan itu mempunyai kekuatan untuk dilaksanakannya secara paksa oleh negara.

C. Tinjauan Umum Tentang SEMA No 4 Tahun 2010 Tentang Rehabilitasi Medis dan Sosial bagi Pelaku Penyalahgunaan Narkotika.

1. Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung dalam Hukum Poisitif Indonesia.

Teori Hierarki merupakan teori yang mengenai sistem hukum yang diperkenalkan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang.

Pertama kali Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dibuat berdasarkan ketentuan dari pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1950 tentang Susunan, Kekuasaan Dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia.

Mahkamah Agung merupakan sebuah lembaga peradilan yang berkewenangan melaksanakan pengawasan terhadap lembaga peradilan dibawahnya.

Dalam perjalanannya karena Undang-Undang masih sangat sedikit maka Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) mengalami sedikit mengalami pergeseran fungsi, yang dimana Surat Edaran Mahkamah Agung tidak sebagai pengawasan saja tetapi terjadi perluasan fungsi itu sendiri yakni pengaturan, administrasi, dan lain-lain. Surat Edaran Mahkama Agung jika dilihat dari subjek penggunanya dapat digolongkan dalam peraturan kebijakan atau bleidsregel

(8)

25 dikarenakan Surat Edaran Mahkamah Agung biasanya di tunjukan teruntuk hakim, panitera, serta jabatan yang lain dipengadilan.

Dasar hukum menjadi suatu pedoman bahwa kedudukan suatu Surat Edaran Mahkamah Agung yaitu pada Pasal 79 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 mengenai Mahkamah Agung. Yang berbunyi sebagai berikut : “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini”17

Secara teori sangatlah sulit menentukan kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung didalam hierarki suatu perundang-undangan. Kesulitan disebabkan oleh tidak adanya aturan baku yang dapat menjadi acuan. Dalam menentukan kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung didalam hierarki perundang-undangan harus di dasari oleh isi tiap-tiap Surat Edaran Mahkamah Agung bahwa tidak semua Surat Edaran Makamah Agung dapat dikategorikan untuk menjalankan fungsi rule making power. Hanya Surat Edaran Makamah Agung yang berisi mengatur hukum acara dan juga mengisi kekosongan hukum.

Dengan mengacu pada ketentuan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, Surat Edaran Makamah Agung yang didasari ketentuan pasal 79 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan dapat dikategorikan peraturan perundang-undangan.18

17 „Vestwansan Dipa Prasetya. Kedudukan Surat Edaran Mahkamah Agung Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. JOM Fakultas Hukum Universitas Riau. Vol, VII No, I. (2020). 9‟.

18 „Agung, Irwan Adi Cahyadi. Skripsi : “Kedudukan Hukum Surat Edaran Mahkamah Dalam Hukum Positif Di Indonesia.” (Malang, UB, 2014) 15‟.

(9)

26 2. Meninjau SEMA No 4 Tahun 2010 Tentang Rehabilitasi Medis dan

Sosial

Dari politik pembetukan SEMA Nomor 04 Tahun 2010 dikeluarkan untuk melaksanakan suatu ketentuan Pasal 103 huruf a dan b Undang-Undang Narkotika, menjelaskan suatu pedoman bagi hakim yang memeriksa perkara seorang pecandu narkotika dapat (i)memutus untik memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotika terseebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika dan (ii)menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjailani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika pecandu narkotuka tersebut tidak terbukti bersalah maelakukan tindak pidana narkotika. Surat Edaran Mahkamah Agung hanyalah menitikberatkan pada dua kondisi, yakni jika terbukti bersalah dan apabila tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, yang dimana setelah proses pemeriksaan di sidang pengadilan telah selesai dilaksanakan. Tidak ditemukaannya pengaturan tentang penempatan pecandu narkotika kedalam lembaga rehabilitasi mulai dari tahap penyidikan, penuntitan, sampai dengan proses pemeriksaan di sidang pengadilan.i

Ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 04 Tahun 2010 mempunyai beberapa kualifikasi yang harus terpenuhi untuk dapat digolongkan sebagai seorang penyalahguna, korban penyalahguna, dan pecandu narkotika maka dapat ditempatkan kedalam rehabilitasi. Kualifikasi itu bersifat terbatas (limitatif), yaitu :19

19 „Lihat SEMA No 4 Tahun 2010‟.

(10)

27 a. Penangkapan terhadap terdakwa dilakukan secara tertangkap tangan;

b. Pada saat tertangkap tangan tersebut ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari narkotika dengan jenis dan bobot tertentu;

c. Terdapat surat uji laboratorium dengan hasil pemeriksaan positif menggunakan narkotika atas permintaan penyidik;

d. Diperlukan surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim; dan

e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika.

Jenis dan bobot narkotika dalam poin (ii) ditentukan secara terperinci dan spesifik, yaitu:

a. Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram

b. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir c. Kelompok Heroin : 1,8 gram

d. Kelompok Kokain : 1,8 gram

e. Kelompok Ganja : 5 gram

f. Daun Koka : 5 gram

g. Meskalin : 5 gram

h. Kelompok Psilosybin : 3 gram

i. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) : 2 gram j. Kelompok PCP (phencylidine) : 3 gram

k. Kelompok Fentanil : 1 gram l. Kelompok Metadon : 0,5 gram m. Kelompok Morfin : 1,8 gram

(11)

28 n. Kelompok Petidin : 0,96 gram

o. Kelompok Kodein : 72 gram

p. Kelompok Bufrenorfin : 32 mg

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 adalah cerminan dari perspektif Mahkamah Agung teruntuk seorang pengguna narkotika dengan melakukan pendekatan yang akan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat. Sifat limitatif Surat Edaran Makamahh Agung tersebut, mengakibatkan peran dari aparat peneagak hukum dan juga hakim akan sangatlah penting, terutakma penyuidik dan juga penuntut umum. Seluruh syarat dan ketentuan yang diatur didalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2010 dapat terpenuhi dengan ditekankan pada paradigma yang dipakai oleh penyidik juga penuntut umum.20

3. Definisi Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial

KBBI mengartikani rehabilitasi sebagai bentuk pemulihan kepada kedudukan yang dahulu. Perawatan atau Perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misalnya pasien rumah sakit, korban bencana) agar menjadi manusia yang senantiasa berguna dan memiliki tempat secara normal di masyarakat.21

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa Rehabilitasi Medis merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan seorang pecandu narkotika dari ketergantungan Narkotika.. Rehabilitasi Sosial merupakan suatu proses kegiatan pemulihan atau perawatan secara terpadu, baik

20 Supriyadi Widodo Eddyono, Erasmus Napitupulu, and Anggara, Meninjau Rehabilitasi Pengguna Narkotika Dalam Praktek Peradilan, 2016.

21 „Http://Kbbi.Web.Id/Rehabilitasi. Diakses Pada Kamis 24 Maret 2022 Pukul 03.45 WIB.‟

(12)

29 dari segi fisik, mental ataupun dari segi sosial, agar mantan pecandu Narkotika dapat kembali secara bebas melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan bermasyarakat22

Seorang pecandu narkoba harus melaporkan diri atau dilaporkan oleh pihak keluarga kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL), atau pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan juga rehabilitasi sosial yang sudah ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapat perawatan serta pengobatan melalui rehabilitasi. Pecandu dapat melaporkan diri dengan cara mendaftar dan mengisi formulir secara lengkap disitus resmi Sistem Informasi Rehabilitasi Indonesia (SIRENA) milik BNN.

Rehabilitasi medis adalah tahap utama yang harus dijalani seorang pecandu narkotika agar terbebas dari ketergantungan narkotika. Ditahap ini, dokter memeriksa kesehatan seorang pecandu, baik kesehatan dari segi fisik maupun dari segi mental. Setelah dilakukannya pemeriksaan, dokter menentukan jenis pengobatan apa yang akan diberikan demi mengurangi gejala putus obat yang dialami oleh pecandu. Pemberian obat tersebut tergantung dari jenis narkoba yang sudah pernah digunakan dan tingkat keparahan dari gejala yang dirasakan. 23

Selain rehabilitasi medis, seorang pecandu narkotika akan mengikuti bermacam-macam agenda pemulihan secara sistematis, mulai dari mendapatkan konseling, terapi perkelompok, sampai dengan pembinaan spiritual ataupun keagamaan. Konseling akan membantu seorang pecandu narkotika mengenali masalah dan perilaku yang memicu ketergantungan yang disebabkan narkotika.

Dengan ini, seorang pecandu menemukan metode yang tepat agar terbebas dari

22 „UU No 35 Tahun 2009‟,

23 „Https://Www.Alodokter.Com/Tahapan-Rehabilitasi-Narkoba. Diakses Pada Kamis 24 Maret 2022 Pukul 03.58 WIB‟.

(13)

30 narkotika. Terapi kelompok (therapeutic community) ialah forum berdiskusi yang beranggotakan sesama pecandu narkotika. Terapi tersebut memiliki tujuan agar anggotanya bisa saling berbagi dan memberi motivasi, semangat, dan dukungan agar sama-sama terlepas dari belenggu narkotika.24

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwasanya rehabilitasi ialah suatu bentuk usaha memperbaiki dan mmbuat seorang pecandu narkotika dapat hidup secara sehat jasmani & rohani maka dapat disesuaikan dan tingkatkan lagi ketrampilan, pengetahuan, kepandaian di lingkungan kehidupan secara normal.

4. Penyalahguna Narkotika, Korban Penyalahguna, dan Pecandu Narkotika Dalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa definisi dari Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Dan Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.25 Sedangkan definisi dari korban penyalahguna adalahg orang yang menggunakan atau mengkonsumsi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya diluar proses pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang. Pandangan dan persepsi para penegak hukum dari BNN, Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Negeri, terhadap penyalahguna dan korban penyalahguna narkotika sebagai pihak korban dan bukan pelaku kriminal. Masih banyak aparat penegak hukum yang memperlakukan pengguna ataupun penyalahguna narkotika sebagai pelaku kriminal dan bukan sebagai korban.

24 „Ibid‟.

25 „UU No 35 Tahun 2009‟.

(14)

31 D. Tinjauan Umum Tentang Teori Treatment dan Sistem Pemidanaan Dua

Jalur “Double Track System”

1. Definisi teori treatment.

Teori ini mengemukakan bahwa pemidanaan sangat pantas diarahkan kepada pelaku kejahatan, bukan kepada perbuatannya. Teori ini memiliki keistimewaan dari segi proses resosialisasi pelaku sehingga diharapkan mampu memulihkan kualitas sosial dan moral masyarakat agar dapat berintegrasi lagi ke dalam masyarakat. Aliran ini beranggapan bahwa manusia tidak memiliki kehendak yang bebas, perilakunya dipengaruhi oleh nilai-nilai dan kondisi sosial lingkungannya. Manusia tidak mempunyai kehendak bebas dan dibatasi oleh berbagai faktor, baik watak pribadinya, faktor biologis, maupun faktor lingkungan Oleh karena itu, sanksi yang diberikan harus bersifat mendidik, dalam hal ini seorang pelaku kejahatan membutuhkan sanksi yang bersifat treatment. Treatment ini berupa perawatan untuk merekonsiliasi pelaku kejahatan agar menjadi manusia yang baik. 26

Treatment telah menguntungkan bagi penyembuhan penjahat, sehingga tujuan dari sanksi bukanlah menghukum melainkan memperlakukan atau membina pelaku kejahatan. Oleh karena itu pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dipidana, melainkan harus diberikan perlakuan (treatment) untuk resosialisasi perbaikan si pelaku.

2. Teori Treatment Berdasarkan Aliran Positif

Aliran positif melihat kejahatan secara empiris dengan menggunakan metode ilmiah untuk mengkonfirmasi fakta-fakta di lapangan dalam kaitannya

26 Dafit Supriyanto Daris Warsito, „Penyalahguna Narkotika, Rehabilitasi Medis Dan Social‟, 1.1 (2018), 38.

(15)

32 dengani terjadinya bentuk kejahatan. Alirani tersebut berlandaskan paham determinisme dan menyatakan seseorang melakuakan suatu tindak kejahatan bukan berdasarkan keinginannya karena manusia tidak memiliki kemauan bebas dan dibatasi oleh berbagai macam faktor, baik watak, faktori biologis, hingga faktori lingkungan. Olehi karnanya, pelaku kejahatan tidak dapat dipersalahkan dan dituntut pidana. Akan tetapi haruslah diberi perlakuan (treatment) resosialisasi dan perbkaikan bagi si pelaku.27

Gerber & Mc Anany menyatakan bahwasanya munculnya paham rehabilitasionis dalam ilmu pemidanaan beriringan dengan gerakan reformasi penjara. Dengan dasar keilmuan, aliran rehabilitasi memiliki usaha dan membuat jelas dmelahirkan suatu dorongan dalam hal memperbaiki pelaku kejahatan untuk tema sentral mengesampingkan seluruh tujuan lain pemidanaan. Sehingga rehabilitionist adalah paham yang menentang suatu sistem pemidanaan dimasa lalu, untuk tujuan retributif, ataupun tujuan deterrrence. 28

Strategi treatment untuk pengganti pemidanaan yang dirintis oleh aliran positif, sehingga pendekatan medis menjadi model yang sangat digemari didalam kriminologi. Pengamatan terkait dengan bahaya sosial yang begitu potensial dan perlindungan sosial menjadi standart dalam keadilan. Aliran positif menolak setiap dasar pemikiran aliran hukum pidana klasik dan menurut aliran ini masyarakat perlu menganti standar hukum, pertanggungjawaban moral dan kehendak bebas (free will) dengan treatment dan perhatian digeser dari perbuatan ke pelakunya.

27 „Mahmud Mulyadi, Revitalisasi Alas Filosofis Tujuan Pemidanaan Dalam Penegakan Hukum Pidana Indonesia. (Medan, USU, 2006)‟.

28 „Ibid‟.

(16)

33 3. Rehabilitasi Medis Dan Sosial Berdasarkan Teori Treatment.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment sebab rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan.

Implementasi pidana penjara bagi seorang penyalahguna khususnya seorang pecandu narkotika tidak akan pernah mampu menyelesaikan akar permasalahan jika pelaku tidak diberikan suatu perawatan hingga mampu melepaskan diri dari ketergantungan narkotika. Seorang pecandu narkotika membutuhkan treatment khusus baik medis ataupun sosial agar kembali ke dalam masyarakat seperti biasa. 29

Tindakan rehabilitasi untuk pecandu narkotika merupakan pendekatan humanistic didalam penegakan hukum pada penyalahguna narkotika. Undang- Undang tersebut menghendaki Hakim agar dengan seksama mempertimbangkan suatu keadaan dan kepentingan bagi pelaku. Sanksi hukum tidak hanya dijadikan alat pembalasan akan tetapi juga mampu mengembalikan pelaku ke dalam masyarakat secara normal, Undang-Undang tersebut harus berorientasi kepada perlindungan kepentingan dari pelaku.30

Teori treatment sendiri termasuk kedalam Sistem Tindakan dalam Double Track System yang dimana sesuai dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teori treatment yaitu untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).

29 „Dafit Supriyanto Daris Warsito, “Penyalahguna Narkotika, Rehabilitasi Medis Dan Social”, 1.1 (2018), 36.‟

30 „Ibid‟.

(17)

34 4. Sistem Pemidanaan Dua Jalur “Double Track System”

Double track system adalah sistem dua jalur yang menjelaskan mengenai sanksi dalam hukum pidana, yaitu jenis sanksi pidana dan jenis sanksi tindaka.

Kedua sanksi itu berasal dari ide berbeda. Sanksi pidana sendiri memiliki sumber ide dasar : “mengapa diadakan pemidanaan”. Dalam sanksi tindakan sama dengan ide dasar itu sendiri : “untuk apa diadakan pemidanaan itu”. Sanksi pidana yang sebenarnya memiliki sifat yang reaktif dalam suatu perbuatan, sedangkan di dalam sanksi tindakan memiliki sifat mengantisipasi dari perbuatannya tersebut.

Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan yang tidak benar dan telah dilakukannya oleh seseorang melalui sebuah penderitaan agar yang bersangkutan tidak mengalami perbuatan tersebut. Fokus dari sanksi tindakan lebih pada terarahnya dan upaya memberikan pertolongan kepada pelaku agar ia dapat kembali normal seperti biasa. Jelas, apabila sanksi pidana melebihi tekanan dari unsur pembalasan. Itu merupakan penderitaan dengan sengaja dibebankan kepada seseorang pelanggar.

Namun dalam sanksi tindakan lahir dari ide dasar perlindungan kepada masyarakat juga pembinaan atau perawatan diri untuk si pelaku. 31

Double track system didalam perumusannya sanksi terhadap penyalahgunaan narkotika ialah kebijakan dari hukum pidana didalam formulasi ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang sanksi yang diberikan pada pelaku penyalahgunaan narkotika, berupa sanksi pidana dan juga sanksi tindakan mengingat seorang pelaku penyalahgunaan narkotika berada di posisi yang begitu sedikit berbeda dengan pelaku tindak pidana yang lain. Di salah satu sisi yakni seorang pelaku tindak pidana yang harus mendapatkan hukuman, akan tetapi di

31 „J.E Jonkers, 1987, Buku Pedoman Pidana Hindia Belanda, Bina Aksara, Jakarta, h. 350‟.

(18)

35 sisi yang lain yakni korban dari tindak pidana yang dilakukannya itu sendiri, maka perlu dilakukannya suatu tindakan berupa rehabilitasi. Penentuan dari sanksi terhadap seorang pecandu narkotika, apakah akan tetap diterapkan sanksi pidana ataupun sanksi tindakan, penentuannya adalah hakim.32

Berbicara mengenai ide dasar “Double Track System” mempunyai makna bahwa berbicara tentang gagasan dasar Sistem Sanksi yang menjadi landasan kebijakan dan penggunaan Sanksi dalam hukum pidana. Dalam hal ini sistem dua jalur mengenai Sanksi dalam hukum pidana.ide dasar system ini adalah

“Kesetaraan Antara Sanksi Pidana Dan Sanksi Tindakan“.

Perbedaan dari Sanksi Pidana Dan juga Sanksi Tindakan adalah berikut:

a. Sanksi Pidana lahir dari dasar “ Mengapa diadakan pemidanaan” sedangkan Sanksi Tindakan bertolak dari ide dasar itu sendiri “ Untuk apa diadakan Pemidanaan itu”

b. Sanksi Pidana sebenarnya memiliki sifatyang lebih reaktif dari suatu perbuatan. Sanksi Tindakan bersifat antipatif kepada seorang pelaku.

c. Sanksi Pidana akan lebih mencermati unsur pembalasan. Ia adalah seorang penderita yang memang sengaja untuk dibebankan terhadap yang melakukan kejahatan. Sanksi Tindakan sangatlah menekankan terhadap ide dasar pelindungan dalam masyarakat dan juga pembinaan ataupun perwatan kepada si pembuat.

d. Sanksi Pidana di titikberatkan teruntuk pidana dan diimplementasikan terhadap kejahatan yang telah dilkukan. Sanksi Tindakan memiliki sifat sosial.

32 „Adi Ariandi, “Analisis Pertimbangan Hakim Terhadap Pengguna Narkotika Jenis Shabu (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 758 K/Pid.Sus/2020)” Volume 21, Nomor 2. (2020) 199‟.

(19)

36 Double track system menghenaki unsur pencelaan dan unsur pembinaan sama-sama diakomodasi kedalam sistem sanksi dari hukum pidana. Ini yang menjadi dasar dari penjelasan mengapa didalam doubele track system dituntut adanya suatu kesetaraan Sanksi Pidana dan juga sanksi tindakan hal tersebut dapat diterapkan untuk pelaku penylahguna narkotika hingga efek jera dan juga suatu proses penyembuhan dari pelaku kejahatan narkotika itu dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

Ide dari Double Track System dituntut harus adanya kesetaraan antara Sanksi Pidana dan juga sanksi tindakan hal tersebut dapat diterapkan bagi seorang pelaku penyalahguna narkotika sehingga jera atau proses penyembuhian dan perawatan dari pelaku kejahatan narkotika dapat berjalan dengan baik, sehingga para si pelaku kejahatan narkotika dan dengan proses inilah dilaksanakan akan mampu dan dapat sembuh dari ketergantungan penggunaan Narkotika dan efek jera dikarenakan adanya sanksi pidana.33

5. Konsep Sanksi Pidana dan Sanksi Tindakan dalam RKUHP

Bentuk-bentuk sanksi dapat juga berbentuk punishment (Huku-man/

pidana) dan treatment (Tindakan). Pidana merupakan pembalasan (pengimba-lan) terhadap kesalahan si pembuat. Sedangkan tindakan adalah untuk melindungi masyarakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat.34

Sanksi pidana yang pokok merupakan hukuman didalam hukum pidana yang tidak bisa digbung diantara sejenisnya (terkcuali sudah diatur khusus dalam

33 Merry Natalia Sinaga, „IDE DASAR DOUBLE TRACK SYSTEM : SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN SEBAGAI SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA‟, JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN SOSIAL HUMANIORA, 3.1 (2018), 337–45.

34 „Gatot Sugiharto, Jurnal Novelty, Volume 7 Nomor 1, Februari 2016, Hlm. 89‟.

(20)

37 aturan pidana yang jelas) dan memiliki sifat mandiri . Sanksi pidana tambahan adalah hukuman didalam hukum pidana yang mempunyai sifat fakultatif. Serta tidak dapat berdiri dengan sendirinya pada saat penjatuhannya dikarenakan haruslah diberikan adanya sanksi pideana pokok.

Definisi dari tindakan itu sendiri adalah perlakuan yang akan dikasihkan pada pelaku tindak pidana melalui putusan dari Hakim serta memiliki fungsi sebagai prevensi yang khusus. Pmberian sanksi pidana dan tindakan didalam suatu putusan pemidanaan disebut dengan double track system, dimana sistem tersebut berkembang sebagai saran atas perbedaan pandangan aliran klasik berdasarkan pada keadilan retributive, perspektif aliran modern yang berlandaskan perlindungan masyarakat.

Ketentuan pada Pasal 10 Kitab Undang – undang Hukum Pidana diatur sanksi pidana pokok dan juga sanksi pidana tambahan. Sedangkan sanksi tindakan belum diatur secara tegas didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan hanya akan terlihat sebagai sanksi tindakan dalam hal hakim yang barwenang.

Didalam penjelasan Pasal 64 Rancanga Kitab Undang – undang Hukum Pidana September 2019 mengatur mengenai jenis sanksi pidana dan berkembang menjadi 3 macam :

a. Pidanai pokok ;

b. Pidanai tambahan ; dan

c. Pidana yang bersifat khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam uu.

(21)

38 Sanksi tindakan didalam RKUHP Septemberi 2019 mengatur secara menyeluruh kepada subjek hukum manusia (termasuk anak) dan juga korporasi didalam Pasali 103 sampai dengan Pasali 131 .

Berikut berisikan terkait sanksi pidana didalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana dan Rancanga Kitab Undang- undang Hukum Pidana September 2019.

Tabel 2.1

Jenis dari Sanksi Pidana didalam Kitab Undang – undang Hukum Pidana Pidana Pokok

( Pasal 10 )

Pidana Tambahan ( Pasal 10 ) 1. Pidana mati (Pasal 11 yang telah diganti

dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964);

2. Pidana penjara (Pasal 12 - Pasal 17, Pasal 20, Pasal 22 - Pasal 29, Pasal 32 - Pasal 33, Pasal 42)

3. Pidana kurungan (Pasal 18 - Pasal 29, Pasal 31 - Pasal 33, Pasal 42);

4. Pidana denda (Pasal 30 - Pasal 33, Pasal 42);

5. Pidana tutupan

1. Pencabutan hak hak tertentu (Pasal 34 - Pasal 38);

2. Penyitaan benda benda tertentu (Pasal 39 - 42);

3. Pengumuman dari putusan Hakim (Pasal 43).

Tabel 2.2

Jenis dari Sanksi Pidana didalam RKUHP September 2019 : Pidana Pokok (Pasal

65)

Pidana Tambahan (Pasal 66) Pidana yang Bersifat Khusus untuk Tindak Pidana Tertentu yang Ditentukan dalam

Undang-Undang (Pasal 67) a. pidana penjara

(Pasal 68 - Pasal 73);

b. pidana tutupan (Pasal 74)

c. pidana pengawasan (Pasal 75 - Pasal 77);

d. pidana denda (Pasal 78 - Pasal 84, Pasal 620);

e. pidana kerja sosial ( Pasal 85 )

a. pencabutan hak tertentu (Pasal 86 - Pasal 90);

b. perampasan barang tertentu dan/atau tagihan (Pasal 91 - Pasal 92);

c. pengumuman putusan Hakim (Pasal 93);

d. pembayaran ganti rugi (Pasal 94)

e. pencabutan izin tertentu (Pasal 95)

f. pemenuhan kewajiban adat setempat (Pasal 96 - Pasal 97).

pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 98 - Pasal 102).

(22)

39 Sanksi pidana alternatif didalam RKUHP masih sangat minim, baru sebatas pidana pengwasan, pidana kerja sosial dan memuat syarat begitu sangat limitatif (hanya untuk tindak pidana yang diancam dibawah 5 tahun), masih ada 20 jenis pidana alternatif lain yang harusnya bisa digunakan oleh perumus, dan syarat yang sangat limitatif harus dihilangkan.

Pidana Pengawasan juga Pidana Kerja Sosial dalam RKUHP. Dari sanksi pidana itu adalah pilihan lain dari sanksi pidana penjara . Sanksi pidana pengawasan (probation) berdasarkan pendapat dari Muladi yaitu “suatu sistem yang berusaha untuk mengadakan rehabilitasi terhadap seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, dengan cara mengembalikannya ke masyarakat selama suatu periode pengawasan”. 35 Sedangkan pengertian dari kerja sosial yang sudah ditentukan pihak berwenang supaya pelaku dapat memperbaiki diri mereka supaya memberi manfaat bagi masyarakat disekitar.

Kedua dari sanksi pidana itu adalah hukuman pidana pokok dimana baru diperkenalkan didalam Rancanga Kitab Undang – undang Hukum Pidana September 2019. Berdasarkan tujuan pemidanaan dalam Pasal 51 samai 52 Rancanga Kitab Undang – undng Hukum Pidana, pidana pengawasan dan pidana kerja sosialmerupakan jenis snksi pidana pokok yang dapat memenuahinya.

Keduanya adalah alternatif dari pidana penjara dibawah lima tahun.

Didalam pasal 57 Rancangan Kitab Undang – undang Hukum Pidana September 2019 menegaskan “Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan harus lebih diutamakan jika hal itu dipertimbangkan telah sesuai dan dapat menunjang

35 „I Made Ardian Prima Putra, Jurnal Kertha Wicara, Volume 6 Nomor 4, Oktober 2017, Hlm. 3.‟

(23)

40 tercapainya tujuan pemidanaan.”36 Dari hali tersebut sangat menetukan supaya prinsip dari ultimum remedium dapat dilaksanakan dikarenakan sanksi pidana bukan merupakan obat untuk seluruh kasus tindak pidanai, hingga apabila memungkinkan menggunakan sanksii yang lebih ringan maka mengeapa harus memberikan sanksi yang lebih berat atau bahkan terberat.i

36 „Lihat RKUHP September 2019‟.

Referensi

Dokumen terkait

Dari definisi diatas dapat kita lihat bahwa tujuan dari Public Relations adalah menciptakan hubungan yang baik dan harmonis dengan public di luar lembaga, sehingga

Hasil penelitian ini adalah (1) kesalahan yang dilakukan siswa pada saat mengerjakan soal materi kubus dan balok menurut Newman yaitu (a) kesalahan

Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Minahasa Menurut Jenis Pendapatan (juta rupiah), 2012-2015. Sumber: Kabupaten Minahasa Dalam Angka

 Dibutuhkan input maupun output atau library untuk Arduino yang secara tidak menentu karena disesuaikan dengan kondisi atau permintaan dari user atau orang –

Berdasarkan penjelasan pada bagian latar belakang dan hasil identifikasi masalah maka berikut ini adalah rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti: “Bagaimana profil

[r]

Puji syukur Alhamdulilah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan