• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Teologi Biblika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Membangun Teologi Biblika"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

For videos, study guides and other resources, visit Third Millennium Ministries at thirdmill.org.

Membangun

Teologi Biblika

Untuk video, pedoman studi, dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

P ELAJARAN EMPAT

K ONTUR

T EOLOGI B IBLIKA

P ERJANJIAN B ARU

(2)

ii.

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

dalam bentuk apa pun atau dengan cara apa pun untuk diperjualbelikan, kecuali dalam bentuk kutipan-kutipan singkat untuk digunakan sebagai tinjauan, komentar, atau

pendidikan akademis, tanpa izin tertulis dari penerbit: Third Millennium Ministries, Inc., P.O. Box 300769, Fern Park, Florida 32730-0769.

Kecuali disebutkan, semua kutipan Alkitab diambil dari ALKITAB BAHASA

INDONESIA TERJEMAHAN BARU, © 1974 LEMBAGA ALKITAB INDONESIA.

T

ENTANG

T

HIRD

M

ILLENNIUM

M

INISTRIES

Didirikan pada tahun 1997, Third Millennium Ministries adalah sebuah organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk menyediakan Pendidikan Alkitab.

Bagi Dunia. Secara cuma-cuma. Dalam menyikapi kebutuhan global yang semakin berkembang akan pelatihan kepemimpinan Kristen yang benar dan berdasarkan Alkitab, kami membuat kurikulum seminari multimedia yang mudah digunakan dan didukung oleh donasi dalam lima bahasa (Inggris, Spanyol, Rusia, Mandarin, Arab) dan membagikannya secara cuma-cuma kepada mereka yang paling memerlukannya, terutama bagi pemimpin-pemimpin Kristen yang tidak memiliki akses untuk atau mengalami kendala finansial untuk dapat mengikuti pendidikan tradisional. Semua pelajaran ditulis, dirancang dan diproduksi oleh organisasi kami sendiri, serta memiliki kemiripan dalam gaya dan kualitas dengan pelajaran-pelajaran yang ada di History Channel©. Metode pelatihan yang tidak ada bandingannya dan hemat-biaya untuk para pemimpin Kristen ini telah terbukti sangat efektif di seluruh dunia. Kami telah memenangkan Telly Awards untuk produksi video yang sangat baik dalam Pendidikan dan Penggunaan Animasi, dan kurikulum kami ini baru-baru ini telah digunakan di lebih dari 150 negara. Materi Third Millennium ada dalam bentuk DVD, cetakan, streaming internet, pemancar televisi satelit, siaran radio serta televisi.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai pelayanan kami dan untuk mengetahui bagaimana Anda bisa mengambil bagian di dalamnya, silakan kunjungi

http://thirdmill.org.

(3)

iii.

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

II. Orientasi...2

A. Wahyu Ganda 2

B. Struktur Teologis 3

1. Struktur Level Dasar 3

2. Struktur Level Menengah 4

3. Struktur Level Kompleks 5

C. Perkembangan Diakronis 6

1. Karakter Diakronis 6

2. Hambatan 7

3. Arah Baru 8

III. Perkembangan dalam Eskatologi ...9

A. Tradisional 10

B. Perjanjian Lama 11

1. Adam 11

2. Nuh 11

3. Abraham 12

4. Musa 12

5. Daud 13

C. Eksatologi Kristen Mula-Mula 16

1. Yudaisme Abad Pertama 16

2. Yohanes dan Yesus 18

IV. Eskatologi Perjanjian Baru ...20

A. Signifikansi 21

B. Kristologi 23

1. Teologi Sistematika 23

2. Teologi Biblika 23

C. Soteriologi 25

1. Teologi Sistematika 25

2. Teologi Biblika 26

V. Kesimpulan ...29

(4)

Kontur Teologi Biblika Perjanjian Baru

-1-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

INTRODUKSI

Seorang teman saya membeli sebuah buku bekas di toko loak untuk dibaca pada suatu perjalanan panjang. Ia bercerita bahwa selama lebih dari seminggu, novel

compang-camping di tangannya itu menjadi teman akrabnya dalam perjalanannya; dia benar-benar tidak bisa melepaskan buku itu dari tangannya. Saya berkata kepadanya bahwa dia pasti sangat menyukai buku itu. Jawabnya, “Ya, saya memang sangat menyukainya, tetapi begitu saya sampai di halaman terakhir, saya mendapati bahwa seseorang telah merobeknya. Saya sangat kecewa,” katanya, “karena baru setelah saya pulang ke rumah dan membeli edisi barunya itulah saya dapat mengetahui akhir ceritanya.” Saya pikir, memang mengecewakan jika kita menggunakan waktu untuk membaca sebuah novel yang bagus, tetapi kemudian mendapati bahwa halaman terakhirnya hilang.

Dalam pengertian tertentu, hal ini juga berlaku untuk Alkitab. Kita memperoleh manfaat ketika kita membaca bagian-bagian awal dari Alkitab tanpa mengetahui

bagaimana akhirnya. Namun, jika kita tidak mempelajari juga bagian akhir dari Alkitab, yaitu Perjanjian Baru, maka itu bagaikan tidak pernah membaca halaman terakhir dari sebuah novel. Perjanjian Lama memunculkan pertanyaan, masalah, dan harapan, tetapi jawaban, resolusi, dan penggenapannya muncul di bagian akhir Alkitab, yaitu di dalam Perjanjian Baru.

Ini adalah pelajaran keempat di dalam seri kita, Membangun Teologi Biblika.

Pelajaran ini telah diberi judul “Kontur Teologi Biblika Perjanjian Baru.” Dalam pelajaran ini, kita akan melihat beberapa fitur esensial dari teologi biblika menjelang akhir dari kisah Alkitab, kulminasi wahyu Allah di dalam Perjanjian Baru.

Kita perlu mengambil waktu untuk mengulangi apa yang telah kita pelajari di dalam seri ini. Kami telah belajar bahwa orang Kristen cenderung mengikuti tiga strategi utama dalam eksegesis atau penafsiran terhadap Alkitab: analisis sastra, yang

memandang Alkitab sebagai potret sastra yang dirancang untuk menekankan perspektif teologis tertentu; analisis tematik, yang memandang Alkitab sebagai cermin yang merefleksikan perhatian serta pertanyaan tradisional maupun kontemporer kita; dan analisis historis, yang memandang Alkitab sebagai jendela kepada peristiwa historis yang dijelaskannya. Kita selalu menggunakan ketiga pendekatan ini sampai taraf tertentu ketika kita membaca Alkitab, tetapi disiplin teologi biblika menganggap Alkitab terutama sebagai sebuah jendela, dengan berfokus pada analisis historis Alkitab, yang secara khusus melihat bagaimana Allah terlibat di dalam peristiwa-peristiwa historis yang dilaporkan dalam Alkitab. Karena alasan inilah, kami mendefinisikan disiplin teologi biblika demikian:

Teologi biblika adalah refleksi teologis yang diambil dari analisis historis terhadap tindakan-tindakan Allah yang dilaporkan di dalam Alkitab.

(5)

-2-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Teologi biblika berfokus pada catatan Alkitab tentang apa yang telah Allah lakukan di dalam sejarah dan menarik kesimpulan-kesimpulan bagi teologi Kristen dari peristiwa- peristiwa itu.

Dalam dua pelajaran terakhir dari seri ini, kita telah mengamati bagaimana para teolog biblika memperlakukan Perjanjian Lama. Dalam pelajaran ini, kita ingin berfokus pada kontur teologi biblika di dalam Perjanjian Baru. Seperti yang akan kita lihat, ada banyak kemiripan di antara cara-cara teologi biblika memperlakukan Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, tetapi ada juga perbedaan-perbedaan yang signifikan.

Pelajaran kita akan berfokus pada tiga isu utama. Pertama, kita akan memperoleh orientasi tentang topik kita. Kedua, kita akan melihat perkembangan pengajaran Alkitab tentang eskatologi, atau zaman akhir, suatu isu krusial di dalam teologi biblika Perjanjian Baru. Dan ketiga, kita akan menyelidiki bagaimana teolog biblika telah membahas eskatologi Perjanjian Baru itu sendiri. Mari kita mulai dengan orientasi dasar mengenai topik kita.

ORIENTASI

Salah satu cara terbaik untuk memahami inti dari teologi biblika Perjanjian Baru adalah dengan membandingkan dan mengontraskannya dengan apa yang telah kita pelajari di dalam seri ini tentang teologi biblika Perjanjian Lama. Pertama, kita akan melihat fakta bahwa teologi biblika Perjanjian Lama dan teologi biblika Perjanjian Baru memiliki perhatian yang sama kepada wahyu ganda dari Allah. Kedua, kita akan melihat bagaimana kedua disiplin ini telah memahami apa yang kita sebut sebagai struktur- struktur teologis. Dan ketiga, kita akan menelusuri bagaimana masing-masing telah berfokus pada perkembangan diakronis. Mari kita amati terlebih dahulu wahyu ganda.

W

AHYU

G

ANDA

Ingatlah bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya selama masa Perjanjian Lama dengan dua cara utama: melalui wahyu tindakan dan wahyu firman. Konsep wahyu ganda ini telah menjadi ciri dari teologi biblika Perjanjian Baru juga. Di satu sisi, Perjanjian Baru melaporkan banyak tindakan pewahyuan Allah, seperti pelayanan Kristus di bumi, dan pelayanan Roh Kudus di dalam gereja abad pertama. Perjanjian Baru juga

menubuatkan tindakan-tindakan Allah yang akan terjadi di masa depan, seperti

kedatangan Kristus kembali dalam kemuliaan. Namun, di sisi lain, Perjanjian Baru juga melaporkan wahyu-wahyu firman yang terkait dengan tindakan-tindakan Allah. Allah Bapa berfirman; Kristus juga berfirman, dan kadang-kadang malaikat dan manusia, oleh Roh Allah, juga menyatakan firman Allah.

Inilah sebabnya narasi-narasi Perjanjian Baru melaporkan tindakan sekaligus kata-kata dari Yesus, para rasul, dan orang-orang Kristen lainnya di dalam Perjanjian Baru; karena Allah mewahyukan diri-Nya melalui tindakan dan perkataan mereka. Hal

(6)

-3-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

ini tidak hanya berlaku untuk bagian-bagian narasi dalam Perjanjian Baru, tetapi juga berlaku untuk surat-surat. Narasi dan surat secara berkala merujuk kepada atau

menyebutkan tindakan Allah untuk kepentingan umat-Nya dan melaporkan firman Allah kepada umat-Nya.

Ingatlah bahwa para teolog biblika Perjanjian Lama juga menarik perhatian kepada asosiasi temporal di antara wahyu tindakan dan wahyu firman. Beberapa tindakan Allah diikuti oleh wahyu firman sesudahnya, sebagian diasosiasikan dengan wahyu firman yang bersamaan, dan yang lainnya lagi didahului oleh wahyu firman.

Para teolog biblika telah menunjukkan bahwa Perjanjian Baru memuat ketiga jenis wahyu firman juga. Kitab-Kitab Injil melaporkan bagaimana Allah berfirman melalui perkataan-perkataan Yesus untuk merefleksikan tindakan-tindakan Yesus

sebelumnya. Kitab-Kitab Injil juga melaporkan saat ketika pengajaran Yesus menjelaskan tindakan-Nya yang simultan, seperti juga ketika Yesus menubuatkan tindakan-Nya yang akan datang. Hal yang sama berlaku untuk para penulis dan tokoh-tokoh dalam kitab Kisah Para Rasul dan kitab Wahyu, dan juga surat-surat dalam Perjanjian Baru. Di sepanjang Perjanjian Baru, Allah menyatakan diri-Nya melalui persinggungan di antara tindakan-Nya dan perkataan-Nya.

Seperti halnya para teolog biblika Perjanjian Lama, para teolog biblika Perjanjian Baru telah mengarahkan perhatian kepada dua cara Allah untuk mewahyukan diri-Nya.

Teologi biblika Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru sama-sama berfokus pada wahyu tindakan dan wahyu firman Allah.

S

TRUKTUR

T

EOLOGIS

Selain berfokus pada wahyu tindakan dan wahyu firman dari Allah, teologi biblika Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru memiliki pemahaman yang mirip tentang struktur teologis. Anda ingat bahwa teologi biblika Perjanjian Lama mengidentifikasi perspektif teologis dengan menyebutkan berbagai cara wahyu tindakan dan wahyu firman Allah saling bersinggungan. Mereka memperhatikan saling keterkaitan logis di antara apa yang Allah lakukan dan firmankan. Struktur-struktur ini berkisar dari susunan yang paling sederhana sampai yang cukup rumit dan para teolog biblika Perjanjian Baru telah melihat jenis-jenis struktur-struktur teologis yang sama di dalam Perjanjian Baru.

Dengan mengikuti pola pembahasan kitayang sebelumnya tentang teologi

Perjanjian Lama, kita akan menyinggung tiga level dari struktur teologis di dalam teologi Perjanjian Baru: pertama, contoh dari struktur level dasar; kedua, contoh dari strukur level menengah; dan ketiga, contoh dari struktur level kompleks. Marilah kita perhatikan terlebih dahulu struktur-struktur teologis level dasar di dalam Perjanjian Baru.

Struktur Level Dasar

Struktur-struktur teologis dasar muncul dalam Perjanjian Baru melalui persinggungan-persinggunan logis yang relatif sederhana dari wahyu-wahyu ilahi.

Firman Allah menjelaskan tindakan Allah; tindakan-tindakan spesifik Allah menjelaskan

(7)

-4-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

makna firman-Nya. Wahyu tindakan yang berbeda juga saling terkait secara logis; dan wahyu firman yang berbeda juga saling bersinggungan. Ketika struktur-struktur logis semacam ini muncul dalam skala kecil, struktur-struktur itu membentuk apa yang kita sebut sebagai struktur atau perspektif teologis level dasar.

Sebagai ilustrasi, di dalam Matius 2:1-12, Matius melaporkan bagaimana tindakan Allah di dalam kelahiran Yesus bersinggungan dengan tindakan dan perkataan orang- orang Majus dari bangsa lain. Kelahiran Yesus diumumkan kepada dunia ini dengan sebuah bintang di langit. Orang Majus memahami bahwa bintang ini mengumumkan kelahiran seorang raja baru, dan mereka menghabiskan berbulan-bulan, bahkan mungkin sampai dua tahun, mengikuti bintang itu demi mencari raja yang baru itu. Dan ketika mereka akhirnya menjumpai anak itu, mereka menyembah Dia. Catatan Matius

mengindikasikan perspektif yang koheren mengenai signifikansi teologis yang benar dari kelahiran Yesus: Yesus adalah raja Israel yang telah lama dinantikan yang disembah oleh orang-orang asing ini.

Pada saat yang sama, dalam Matius 2:16-18, penulis kitab Injil menciptakan struktur teologis lainnya dengan menyebutkan persinggungan logis di antara kelahiran Yesus dengan tindakan dan perkataan Raja Herodes. Orang Majus memberitahu Herodes kapan Sang Mesias telah lahir, dan para penasihat raja memberitahunya bahwa Perjanjian Lama telah menubuatkan bahwa Sang Mesias akan lahir di Betlehem. Dalam usaha untuk membunuh Yesus, Herodes memberi perintah agar setiap bayi laki-laki yang berumur dua tahun ke bawah di Betlehem harus dibunuh. Matius kemudian melaporkan kematian Herodes yang mengerikan di bawah penghakiman Allah.

Penjelasan Matius tentang persinggungan antara tindakan dan perkataan ini, menciptakan suatu struktur teologis yang mengindikasikan perspektif lainnya terhadap kelahiran Yesus: Yesus adalah raja Israel yang telah lama dinantikan, yang berusaha dibinasakan oleh Herodes. Dalam catatan Matius, dua rangkaian struktur teologis ini membentuk suatu kontras yang mencolok dengan satu sama lain, sehingga berkontribusi bagi tema yang muncul beberapa kali di dalam kitabnya. Reaksi Herodes terhadap kelahiran Yesus menjadi bayang-bayang bagi fakta bahwa banyak orang di Israel akan menolak Yesus sebagai Mesias mereka dan bahkan berusaha membunuh-Nya. Namun, secara kontras, reaksi orang Majus kepada kelahiran Yesus menjadi bayang-bayang bagi fakta bahwa banyak orang bukan Yahudi akan menyambut sang raja orang Yahudi yang dijanjikan itu dan akan menyembah Dia dengan pengabdian dan sukacita yang besar.

Setelah melihat beberapa struktur teologis level dasar di dalam Perjanjian Baru, mari kita lihat beberapa contoh dari apa yang kita sebut sebagai struktur-struktur teologis level menengah.

Struktur Level Menengah

Ketika kita memperluas pandangan kita untuk mencakup lebih dari satu struktur teologis level dasar, kita sering melihat bahwa struktur-struktur itu membentuk perspektif teologis yang lebih besar dan lebih rumit. Salah satu yang paling penting di antara

struktur-struktur teologis yang cukup kompleks ini adalah susunan perjanjian pada teologi Perjanjian Baru.

(8)

-5-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Sebagai contoh, kita menyebut kumpulan kitab-kitab dari Injil Matius hingga Wahyu Yohanes sebagai “Perjanjian Baru.” Di sini, kata “perjanjian (testamen)” dipakai dengan makna yang sama seperti “perjanjian (covenant).” Kita menyebut bagian Alkitab ini sebagai Perjanjian Baru persis karena bagian ini diasosiasikan dengan Perjanjian yang Baru yang dinubuatkan oleh para nabi Perjanjian Lama. Beberapa nabi Perjanjian Lama menubuatkan bahwa setelah pembuangan Israel, Allah akan mengadakan perjanjian final dengan umat Israel. Yesaya 54:10 dan Yehezkiel 34:25 dan 37:26 merujuk kepada

perjanjian ini sebagai “perjanjian damai.” Yeremia 31:31 merujuk kepada perjanjian yang sama ini sebagai “perjanjian yang baru.”

Struktur-struktur teologis level menengah yang terkait dengan Perjanjian yang Baru memainkan peran yang sangat penting di dalam teologi Perjanjian Baru. Ingatlah bahwa kita telah melihat bagaimana perjanjian-perjanjian di dalam Perjanjian Lama mengorganisasi sebagian besar teologi Perjanjian Lama dalam kerangka dinamika kemurahan dan kebaikan Allah, kesetiaan manusia, dan konsekuensi berupa berkat dan kutuk. Dengan cara yang serupa, keempat dinamika ini mengatur kehidupan di dalam Perjanjian yang Baru dan mengorganisasi berbagai persinggungan logis dari banyak rangkaian perspektif teologis yang lebih luas di dalam Perjanjian Baru.

Struktur Level Kompleks

Selain semua jenis struktur teologis level dasar dan level menengah, Perjanjian Baru juga menyajikan berbagai struktur level kompleks. Seperti yang dapat kita lihat dari pelajaran-pelajaran kita tentang Perjanjian Lama di dalam seri ini, struktur teologis Perjanjian Baru yang paling rumit dan komprehensif adalah kerajaan Allah, yaitu perspektif Alkitab tentang sasaran dari sejarah yaitu transformasi bumi dari pencemaran dosa menjadi tempat kehadiran dan pemerintahan Allah yang mulia. Marilah kita gambarkan beberapa kontur dari struktur teologis yang sangat rumit ini di dalam Perjanjian Baru.

Di awal Perjanjian Baru, Yohanes Pembaptis dan Yesus mengumumkan bahwa kerajaan Allah sudah dekat. Khotbah dan pengajaran Yesus secara konstan merujuk kepada kerajaan Allah. Bahkan, berita injil Yesus paling sering disebut sebagai “kabar baik tentang Kerajaan”, seperti yang kita baca di dalam Matius 4:23; 9:35; dan 24:14, dan juga Lukas 4:43; 8:1; 16:16; serta Kisah Para Rasul 8:12.

Bersama dengan para penulis Perjanjian Lama, Yesus dan para penulis Perjanjian Baru percaya bahwa sejak semula, sasaran sejarah adalah agar Allah dimuliakan dengan menegakkan pemerintahan-Nya atas seluruh bumi melalui pelayanan dari gambar-Nya yang kudus. Mereka yakin bahwa karya Allah di dalam kedatangan Kristus yang pertama mengawali tahap final dari kerajaan Allah di seluruh dunia, dan bahwa pada akhirnya, seluruh bumi akan ditransformasi menjadi kerajaaan Allah pada saat kedatangan kembali Kristus, yang adalah gambar Allah yang paling kudus. Kita membaca tentang

pengharapan ini di dalam Wahyu 11:15:

(9)

-6-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Kerajaan dunia ini telah menjadi kerajaan Tuhan kita dan Mesias- Nya, dan Ia akan memerintah sampai selama-lamanya (Wahyu 11:15, diterjemahkan dari NIV).

Seperti yang akan kita lihat nanti di dalam pelajaran ini, teologi kerajaan Allah

memperhitungkan setiap aspek dari teologi Perjanjian Baru. Sistem yang koheren dari seluruh Perjanjian Baru dapat dirangkum di bawah rubrik kedatangan kerajaan Allah ke bumi melalui Kristus.

Jadi, kita melihat bahwa teologi biblika Perjanjian Baru sangat mirip dengan teologi biblika Perjanjian Lama, baik di dalam fokusnya kepada wahyu tindakan dan wahyu firman, serta di dalam identifikasinya terhadap struktur-struktur teologis. Namun, terlepas dari kemiripan ini, kita perlu menyadari adanya suatu kontras yang penting: cara para teolog biblika Perjanjian Baru membahas perkembangan-perkembangan diakronis.

P

ERKEMBANGAN

D

IAKRONIS

Kita akan menelusuri aspek teologi biblika ini dengan menyentuh tiga isu:

Pertama, karakter diakronis dari teologi Perjanjian Baru; kedua, hambatan-hambatan bagi studi diakronis terhadap Perjanjian Baru; dan ketiga, arah baru yang ditekankan oleh para teolog biblika Perjanjian Baru untuk menggantikan analisis diakronis. Pertama-tama, perhatikan karakter diakronis dari perkembangan-perkembangan teologis di dalam Perjanjian Baru.

Karakter Diakronis

Dalam pelajaran kita sebelumnya, kita telah melihat bahwa ada perhatian yang besar kepada proses perkembangan dari teologi Perjanjian Lama seiring waktu. Setiap kali Allah memberikan lebih banyak wahyu tentang diri-Nya dengan bertindak atau berfirman di dalam sejarah, sampai batas tertentu, wahyu-Nya yang baru mengubah struktur-struktur teologis yang telah ada.

Hal yang sama juga berlaku untuk sejarah Perjanjian Baru. Saat sejarah Perjanjian Baru bergerak maju, struktur-struktur teologis mengalami perubahan-perubahan

diakronis. Misalnya, di akhir periode Perjanjian Lama, firman Allah melalui para nabi menantikan berkat-berkat Allah ketika Israel kembali dari pembuangan. Ketika Kristus muncul, fokus teologis pada kepulangan kembali dari pembuangan ini bergeser ke arah pemahaman tentang bagaimana Allah telah mulai mencurahkan berkat-berkat ini di dalam Kristus. Pelayanan Kristus di bumi membawa harapan akan pengampunan dosa yang kekal di dalam penyaliban-Nya; Ia mengukuhkan pengharapan Perjanjian Lama akan kebangkitan menuju kehidupan yang baru di dalam kebangkitan-Nya; dan kenaikan- Nya ke surga telah mewujudkan pencurahan Roh Kudus yang dinubuatkan oleh nabi-nabi Perjanjian Lama. Terlebih lagi, saat para rasul meneruskan pekerjaan Kristus,

pengharapan Perjanjian Lama untuk memperluas kemurahan Allah kepada bangsa-bangsa lain setelah pembuangan menjadi kenyataan melalui penyebaran injil. Dan tentu saja,

(10)

-7-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

nubuat-nubuat Perjanjian Baru tentang kedatangan Kristus kembali dalam kemuliaan menunjuk kepada hari ketika pengharapan-pengharapan Perjanjian Lama akan suatu ciptaan yang sepenuhnya baru itu akan hadir di dalam Kristus.

Hambatan

Perkembangan-perkembangan teologis diakronis seperti ini muncul di dalam periode Perjanjian Baru, tetapi sejarah Perjanjian Baru menampilkan setidaknya tiga hambatan utama bagi analisis diakronis yang ekstensif. Pertama-tama, bila dibandingkan dengan Perjanjian Lama, Perjanjian Baru mencakup periode sejarah yang sangat singkat.

Bandingkan sejenak panjang sejarah di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Tanpa memperhitungkan zaman prasejarah dalam sebelas pasal pertama kitab Kejadian, Perjanjian Lama membahas sejarah selama lebih dari 1600 tahun yang membentang dari zaman Abraham yang hidup pada sekitar tahun 2000 sM sampai kepada nabi terakhir yang melayani pada sekitar tahun 400 sM. Sebagai perbandingan, sejarah Perjanjian Baru sangat singkat. Seluruh Perjanjian Baru hanya mewakili sejarah selama sekitar 100 tahun.

Sekalipun Perjanjian Baru memperkenalkan perkembangan diakronis yang paling signifikan sejauh ini di dalam sejarah — pelayanan Kristus di bumi —Perjanjian Baru sama sekali tidak mencakup periode sejarah yang cukup panjang yang memungkinkan adanya suatu perkembangan diakronis yang besar di dalam periode itu sendiri.

Kedua, kebanyakan situasi di dalam Perjanjian Baru sangat mirip satu sama lain.

Sebagai kontras, Perjanjian Lama menampilkan situasi-situasi yang sangat beragam dalam sejarahnya. Di dalam periode para bapa leluhur, umat Allah adalah keluarga seminomaden di Kanaan. Selanjutnya, mereka menjadi budak di Mesir. Kemudian mereka menjadi suatu bangsa yang baru di bawah kepemimpinan Musa. Setelah itu, mereka menaklukkan Kanaan selama periode Hakim-Hakim. Situasi mereka berubah lagi ketika monarki Israel mula-mula membawa bangsa ini kepada kemegahan kerajaan, dan berubah sekali lagi ketika para raja dan para pemimpin yang belakangan terombang- ambing di antara ketaatan dan pemberontakan. Situasi mereka memburuk ketika Allah mengirim mereka ke dalam pembuangan. Dan situasi itu membaik ketika Ia akhirnya mulai memulihkan kerajaan itu melalui orang-orang yang kembali ke Tanah Perjanjian dari pembuangan.

Sementara umat Allah mengalami situasi yang berbeda-beda ini, Ia bertindak dan berfirman kepada mereka dengan cara-cara yang cocok dengan situasi mereka, Ia

berusaha menyesuaikan diri-Nya dengan kebutuhan mereka. Akomodasi diakronis dengan keadaan Israel ini menghasilkan banyak variasi di dalam perkembangan teologis Perjanjian Lama.

Namun, sebagai perbandingan, situasi umat Allah cukup konsisten selama sejarah Perjanjian Baru. Yang pasti, situasinya tidak selalu sama persis. Yesus, para rasul, dan gereja menghadapi tipe orang yang berbeda dalam situasi yang berbeda pula dan wahyu Allah mengakomodasi perbedaan-perbedaan itu. Sekalipun demikian, di sepanjang periode sejarah ini, orang Kristen mula-mula tidak menghadapi jenis-jenis perubahan ekstrem seperti yang terjadi dengan umat Allah di dalam Perjanjian Lama. Di dalam Perjanjian Baru, orang-orang Kristen secara konsisten disisihkan dan dianiaya. Mereka

(11)

-8-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

tidak mengalami periode kekayaan yang luar biasa dan kemiskinan yang mengerikan.

Mereka tidak bepergian dalam kelompok, dari satu tempat ke tempat lain. Mereka juga tidak mengalami masa-masa ketaatan dan ketidaktaatan berskala luas. Akibatnya, wahyu- wahyu Allah yang telah dicatat dalam Perjanjian Baru tidak mencakup keragaman situasi yang sama luasnya seperti wahyu-Nya di dalam Perjanjian Lama. Kestabilan ini telah membuat perkembangan diakronis kurang signifikan di dalam teologi Perjanjian Baru.

Ketiga, tidak seperti Perjanjian Lama, Perjanjian Baru hanya membahas satu perjanjian ilahi. Seperti telah kita lihat, perjanjian-perjanjian di dalam Perjanjian Lama menandai pergeseran zaman di dalam teologi. Perjanjian-perjanjian dengan Adam, Nuh, Abraham, Musa, dan Daud, cukup berbeda satu sama lain. Akibatnya, terjadi perubahan- perubahan teologis yang sangat signifikan saat sejarah bergerak melalui setiap periode perjanjian ini.

Sebagai kontras, Perjanjian Baru hanya mewakili satu perjanjian, yaitu Perjanjian yang Baru di dalam Kristus. Perjanjian ini mulai berkembang ketika sejarah Perjanjian Baru bergerak dari kedatangan Kristus yang pertama ke dalam sejarah gereja. Dan seluruh kisaran sejarah ini dicirikan oleh dinamika kemurahan dan kebaikan Allah, kesetiaan manusia, dan konsekuensi berkat dan kutuk dari satu perjanjian saja. Tidak adanya lebih dari satu perjanjian dalam Perjanjian Baru juga memperkecil signifikansi dari perkembangan diakronis di dalam Perjanjian Baru.

Arah Baru

Karena perubahan-perubahan diakronis di dalam sejarah Perjanjian Baru tidak sedramatis perubahan-perubahan dalam Perjanjian Lama, para teolog biblika Perjanjian Baru telah mengalihkan perhatian mereka ke arah yang baru. Mereka tidak lagi berfokus pada periode-periode sejarah yang berbeda, mereka cenderung memperlakukan seluruh periode sejarah Perjanjian Baru sebagai satu kesatuan.

Seperti yang telah kami katakan, ada perkembangan-perkembangan diakronis di dalam Perjanjian Baru. Ada perubahan-perubahan signifikan di antara pelayanan Yesus di bumi, sejarah gereja, dan kedatangan kembali Kristus dalam kemuliaan. Sekalipun demikian, dapat dikatakan bahwa Perjanjian Baru cenderung memperlakukan

perkembangan-perkembangan ini sebagai suatu kesatuan yang utuh, sebagai bagian dari gambaran tunggal tentang Kristus dan karya-Nya. Sebagai contoh, Kitab-Kitab Injil tidak hanya memberitahu kita tentang kehidupan Yesus, tetapi juga banyak kali mengacu kepada pelayanan gereja yang terus berlangsung setelah kenaikan Yesus, dan juga mengacu kepada kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan. Kitab Kisah Para Rasul dan surat-surat tidak hanya membicarakan peristiwa-peristiwa setelah pelayanan Yesus, tetapi juga mengacu kembali kepada masa hidup Yesus dan menantikan kedatangan-Nya

kembali. Kitab Wahyu tidak hanya membahas kedatangan kembali Yesus di masa depan, tetapi juga melihat ke belakang kepada kehidupan-Nya dan kepada sejarah gereja setelah Ia naik ke surga.

Kesatuan teologis yang diciptakan oleh sejarah singkat Perjanjian Baru, situasi yang seragam, dan keberadaan perjanjian tunggal menyulitkan kita untuk melakukan studi diakronis yang ekstensif. Jadi, para teolog biblika telah mengalihkan mayoritas

(12)

-9-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

perhatian mereka ke arah yang baru. Ketimbang membagi sejarah wahyu tindakan dan wahyu firman Allah di dalam Perjanjian Baru ke dalam segmen-segmen kecil, mereka telah berfokus pada cara setiap penulis Perjanjian Baru menyajikan perspektif yang berbeda di dalam seluruh periode itu.

Sebenarnya, Perjanjian Baru menyediakan banyak penilaian teologis yang berbeda bagi kita mengenai seluruh sejarah dari periode ini. Sebagai contoh, perhatikan bahwa satu sejarah kehidupan Yesus digambarkan dengan empat cara yang berbeda oleh empat penulis injil: Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Sekalipun para penulis injil tidak saling berkontradiksi, kitab-kitab mereka menawarkan perspektif yang sangat berbeda tentang peristiwa-peristiwa historis di dalam kehidupan Kristus. Mereka mewakili empat perspektif teologis yang berbeda. Hal yang sama berlaku untuk Kisah Para Rasul; surat-surat yang ditulis oleh Paulus, Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Yudas;

seperti juga kitab Ibrani dan kitab Wahyu. Semuanya menyajikan perspektif teologis yang bervariasi mengenai seluruh wahyu Perjanjian Baru. Bagian-bagian Perjanjian Baru ini tidak saling berkontradiksi, tetapi memperlihatkan sejumlah kosakata, kategori, dan penekanan teologis yang berbeda.

Karena alasan ini, para teolog biblika Perjanjian Baru telah menerapkan disiplin mereka menurut arah yang telah terbukti sangat berhasil. Mereka telah membandingkan cara masing-masing penulis Perjanjian Baru menyampaikan pemahaman teologis yang khas tentang periode historis yang membentang dari kehidupan Kristus sampai

kedatangan-Nya kembali. Mereka mengajukan pertanyaan seperti: Bagaimana Paulus menafsirkan tindakan-tindakan Allah yang dahsyat di dalam sejarah Perjanjian Baru?

Bagaimana Lukas dan Yohanes melakukan hal ini? Perbedaan apakah yang ada di antara mereka? Perspektif apakah yang sama-sama mereka miliki? Arah ini telah menuntun para teolog biblika Perjanjian Baru kepada banyak wawasan penting.

Setelah kita memiliki orientasi umum tentang kontur-kontur teologi biblika Perjanjian Baru, kita perlu beralih kepada topik utama kedua kita di dalam pelajaran ini, perkembangan-perkembangan di dalam eskatologi, ajaran Alkitab tentang zaman akhir.

Seperti yang akan kita lihat, tidak ada topik lain yang lebih dominan di dalam cara teolog biblika telah membahas teologi Perjanjian Baru. Namun, untuk memahami mengapa teologi biblika memiliki penekanan ini, kita harus menangkap cara pandang Perjanjian Baru tentang zaman akhir, yang berkembang dari sudut pandang yang sebelumnya.

PERKEMBANGAN DALAM ESKATOLOGI

Kita akan menggunakan tiga cara. Pertama, sebagai persiapan, kita akan

menyinggung tentang eskatologi tradisional, yaitu bagaimana topik ini telah dibahas di dalam teologi sistematika. Kedua, kita akan mencermati eskatologi Perjanjian Lama untuk melihat perkembangan-perkembangan dari pandangan Perjanjian Lama tentang zaman akhir. Dan ketiga, kita akan mempelajari perspektif tentang eskatologi di permulaan zaman Perjanjian Baru. Mari kita mulai dengan melihat eskatologi di dalam teologi sistematika tradisional.

(13)

-10-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

T

RADISIONAL

Istilah “eskatologi” diambil dari kata sifat bahasa Yunani eskhatos yang biasanya berarti “terakhir,” “final,” atau “akhir.” Kata ini muncul sekitar lima puluh dua kali di dalam Perjanjian Baru dan berulang kali di dalam Septuaginta, terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani kuno. Di dalam Perjanjian Baru, istilah eskhatos setidaknya lima belas kali merujuk kepada “zaman akhir”, “hal-hal terakhir” atau “akhir zaman”.

Jadi, eskatologi adalah istilah teknis teologis yang berarti “doktrin tentang zaman akhir, hal-hal terakhir, atau akhir zaman.”

Selama berabad-abad eskatologi telah menjadi kategori utama dalam teologi sistematika tradisional. Para teolog sistematika umumnya telah membahas ajaran-ajaran Alkitab dalam lima kategori utama: doktrin Allah, antropologi, soteriologi, eklesiologi, dan akhirnya eskatologi. Dalam teologi sistematika, seperti halnya dalam sejumlah konfesi dan pengakuan iman yang signifikan, eskatologi biasanya telah menjadi topik utama yang terakhir karena fokus utamanya kepada masa depan, secara khusus kepada peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kedatangan kembali Kristus.

Selama berabad-abad, kebanyakan orang Kristen telah menyadari bahwa Alkitab berbicara sangat jelas tentang aspek-aspek dari akhir zaman. Mereka telah sepenuhnya sepakat tentang beberapa isu dasar seperti kedatangan kembali Kristus dalam kemuliaan, kebangkitan tubuh, dan penghakiman terakhir yang mendatangkan penghukuman bagi mereka yang terhilang, dan kehidupan kekal bagi mereka yang ada di dalam Kristus.

Namun, di luar ajaran-ajaran dasar ini, pembahasan tradisional tentang eskatologi telah menghasilkan perpecahan yang serius di antara orang-orang percaya. Sebagai contoh, isu tentang milenium yang berpusat pada penafsiran Wahyu 20, nubuat Yohanes tentang pemerintahan Kristus selama seribu tahun di atas bumi. Orang-orang percaya yang tulus selama berabad-abad telah memilih berbagai posisi interpretasi: Apakah pasal ini merujuk kepada pemerintahan 1000 tahun secara harfiah, atau tidak? Apakah

pemerintahan ini akan diawali dengan tanda-tanda tertentu yang dapat dikenali? Apakah kerajaan itu sudah dimulai? Para pengikut Kristus yang berpengetahuan luas telah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan cara yang berbeda-beda. Mereka telah mengikuti lebih dari satu orientasi tentang eskatologi karena ajaran Alkitab tentang hal- hal semacam ini tidak langsung dapat dipahami dengan jelas.

Di sinilah teologi biblika Perjanjian Baru menjanjikan hal yang luar biasa. Para teolog biblika telah membahas eskatologi dengan cara-cara yang tidak mengikuti perdebatan tradisional. Mereka telah memperkenalkan strategi-strategi yang baru dan membawa wawasan yang segar bagi pemahaman tradisional tentang eskatologi. Dan ini telah memimpin banyak orang Kristen dari semua orientasi eskatologis kepada suatu kesatuan yang lebih mendalam dengan satu sama lain.

Untuk memahami bagaimana para teolog biblika Perjanjian Baru telah memahami zaman akhir dengan cara-cara yang telah melampaui pendekatan-pendekatan tradisional, kita perlu lebih mengenal latar belakang dari eskatologi Perjanjian Lama.

(14)

-11-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

P

ERJANJIAN

L

AMA

Seperti yang telah kita lihat di sepanjang seri ini, ketika Allah menyatakan diri- Nya melalui wahyu tindakan dan wahyu firman, Ia menimbulkan perkembangan di dalam teologi. Eskatologi, yaitu apa yang Alkitab ajarkan tentang hal-hal terakhir, tidak kebal terhadap perkembangan-perkembangan diakronis semacam ini. Sama seperti topik-topik lainnya, ajaran-ajaran Perjanjian Lama tentang zaman akhir juga berkembang dengan cara-cara yang signifikan seiring waktu. Perkembangan-perkembangan diakronis di dalam Perjanjian Lama ini menjadi persiapan bagi apa yang telah ditemukan oleh para teolog biblika Perjanjian Baru tentang eskatologi di dalam Perjanjian Baru juga.

Di dalam bagian ini, kita akan membahas secara singkat tentang bagaimana eskatologi telah berkembang berdampingan dengan administrasi-administrasi perjanjian yang utama dalam Perjanjian Lama, yang telah kita pelajari di dalam seri ini. Dimulai dengan perjanjian Adam, kita akan meneruskan secara kronologis kepada Nuh, Abraham, Musa, dan Daud. Masing-masing tahap ini menyumbangkan elemen-elemen yang

esensial untuk eskatologi Perjanjian Lama.

Adam

Di permulaan sejarah Alkitab, Allah telah mewahyukan dua elemen krusial dari eskatologi Perjanjian Lama. Elemen yang pertama terkandung di dalam penciptaan itu sendiri. Umat manusia diciptakan dalam gambar Allah. Dan kita dipanggil untuk bekerja sebagai imam rajani-Nya, yang memenuhi bumi dan menguasainya. Melalui aspek-aspek penciptaan ini, Allah mewahyukan bahwa sasaran-Nya bagi sejarah adalah agar seluruh bumi menjadi tempat di mana kemuliaan-Nya akan tinggal bersama umat-Nya.

Dengan adanya dosa Adam dan Hawa, serta kutuk yang menimpa mereka, Allah mewahyukan elemen krusial yang kedua dari eskatologi Perjanjian Lama: Sejak saat itu akan ada dua kelompok manusia yang bersaing untuk mengendalikan dunia. Kejadian 3:15 menyatakan bahwa keturunan perempuan itu dan keturunan ular itu akan bertarung memperebutkan kekuasaan atas dunia. Keturunan perempuan itu adalah mereka yang tetap setia kepada Allah, sedangkan keturunan ular itu adalah mereka yang mengikuti jalan-jalan Iblis. Sampai akhir zaman, kedua kelompok ini akan berperang untuk memperoleh kuasa atas dunia. Namun, Allah telah berjanji bahwa kemenangan pada akhirnya akan menjadi milik-Nya dan milik keturunan perempuan itu yang setia.

Setelah melihat dua elemen yang diperkenalkan selama zaman Adam, mari kita mengalihkan perhatian kepada perjanjian Nuh.

Nuh

Setelah air bah yang melanda seluruh dunia di dalam Kejadian 7, Allah mengikat perjanjian dengan Nuh. Perjanjian ini menjamin stabilitas alam agar umat manusia tidak perlu takut akan dimusnahkan, ketika mereka melaksanakan rencana Allah bagi dunia ini.

Di dalam Kejadian 8:22, Allah berkata bahwa musim, siang, dan malam tidak akan

(15)

-12-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

berhenti “selama bumi masih ada.” Dengan janji ini, Ia meyakinkan para ‘keturunan perempuan’ yang setia itu bahwa mereka akan memiliki lingkungan alam yang dibutuhkan untuk mewujudkan sasaran Allah bagi mereka. Tanah yang telah dikutuk melalui kejatuhan, tidak akan mengalahkan mereka. Dan bahkan, stabilitas yang diberikan melalui perjanjian Nuh akan terus ada sampai sasaran sejarah telah dicapai.

Sampai di sini, susunan perjanjian yang baru untuk alam akan mengambil alih.

Setelah melihat visi dasar tentang akhir sejarah yang diberikan selama perjanjian universal dengan Adam dan Nuh, kita perlu beralih kepada perkembangan diakronis utama dari eskatologi Perjanjian Lama yang terjadi pada zaman Abraham, orang pertama yang dengannya Allah mengikat suatu perjanjian nasional.

Abraham

Perjanjian Allah dengan Abraham dicatat di dalam Kejadian pasal 15 dan 17.

Namun, tema-tema perjanjian itu telah diperkenalkan sebelumnya di dalam Kejadian 12:1-3. Di dalam ayat-ayat ini, Allah memilih Abraham dari semua keluarga di bumi, untuk menjadi orang yang melaluinya Ia akan memenuhi janji-janji-Nya yang diberikan kepada Adam dan Nuh. Berkat-berkat yang diberikan kepada Abraham dan keluarganya harus disalurkan ke seluruh dunia melalui mereka. Bahkan, Allah menjanjikan

kesuksesan kepada Israel, dalam skala kecil, dalam menggenapi panggilan yang Allah berikan kepada Adam dan Hawa di Taman itu. Karena itu, eskatologi Perjanjian Lama menyempit untuk berfokus kepada Abraham dan keluarganya. Sasaran akhir dari sejarah akan disampaikan ke seluruh dunia melalui mereka.

Musa

Selanjutnya kita siap untuk membahas perjanjian kedua yang Allah adakan dengan Israel, yaitu perjanjian dengan Musa. Pada zaman Musa, eskatologi Perjanjian Lama berkembang lebih jauh lagi. Perkembangan-perkembangan diakronis dari eskatologi di bawah perjanjian Musa agak kompleks. Jadi, kita akan menyelidikinya dalam dua langkah: pertama, kutuk pembuangan; dan kedua, berkat-berkat pemulihan dari pembuangan.

Seperti yang telah kita pelajari, perjanjian Musa berfokus pada hukum Allah sebagai panduan bagi pelayanan khusus Israel dalam memperluas kerajaan-Nya ke seluruh dunia. Orang Israel ditawari banyak berkat jika mereka menaati taurat, tetapi mereka juga diancam dengan banyak kutuk jika mereka menyimpang dari Taurat Musa.

Bahkan, di dalam sejumlah nas, Musa mengantisipasi bahwa generasi-generasi masa depan Israel akan menyimpang dari jalan-jalan Allah. Ia memperingatkan mereka akan banyaknya konsekuensi yang mengerikan untuk ketidaktaatan, tetapi ancaman

terbesarnya bagi pelanggaran yang mencolok dan terus-menerus terhadap hukum Allah adalah dibuangnya bangsa itu dari Tanah Perjanjian. Dengarkan cara Musa

menyatakannya di dalam Ulangan 4:27-28:

(16)

-13-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

TUHAN akan menyerakkan kamu di antara bangsa-bangsa dan hanya dengan jumlah yang sedikit kamu akan tinggal di antara bangsa-bangsa, ke mana TUHAN akan menyingkirkan kamu.

Maka di sana kamu akan beribadah kepada allah, buatan tangan manusia, dari kayu dan batu, yang tidak dapat melihat, tidak dapat mendengar, tidak dapat makan dan tidak dapat mencium (Ulangan 4:27-28).

Ancaman pembuangan Israel bukan hanya suatu prospek yang mengerikan bagi orang Israel, tetapi juga bagi seluruh umat manusia. Kita ingat bahwa sejak zaman Abraham, sasaran Allah bagi sejarah harus dicapai melalui Israel. Pembuangan akan membuat jumlah orang Israel berkurang drastis dan akan menyingkirkan mereka dari negeri itu, sehingga menyebabkan janji-janji kepada Abraham dan panggilan kepada Adam dan Hawa jauh lebih sulit untuk dipenuhi.

Dengan mengingat komplikasi negatif dari pembuangan ini, kita harus beralih kepada tema pemulihan dari pembuangan yang Allah janjikan melalui Musa. Dengan gembira, Musa menjelaskan bahwa terlepas dari pembuangan Israel di masa depan, Allah tidak akan meninggalkan Israel sebagai umat pilihan-Nya. Di dalam Ulangan 4:30-31, Allah berjanji bahwa ketika Israel bertobat dari dosa-dosanya dan kembali kepada Allah dengan ketaatan yang setia, Ia akan mendengarkan mereka serta mengembalikan mereka ke negeri itu. Bahkan lebih dari itu, di dalam Ulangan 30:5, Allah berjanji bahwa di dalam pemulihan ini, mereka akan dibuat bertambah banyak dan lebih makmur ketimbang yang pernah ada sebelumnya.

Satu fitur utama dari eskatologi Musa adalah caranya mendeskripsikan zaman pertobatan Israel ini dan kembalinya mereka ke negeri itu. Dengarkan apa yang ia katakan di dalam Ulangan 4:30:

Ketika engkau dalam kesesakan dan semua hal ini menimpa engkau maka di kemudian hari, engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu dan menaati Dia (Ulangan 4:30, diterjemahkan dari NIV).

Pernyataan Musa di sini bersifat krusial bagi perkembangan diakronis eskatologi Perjanjian Lama, karena Musa menggunakan terminologi yang diterjemahkan sebagai

“di kemudian hari”. Frasa ini diterjemahkan di dalam Septuaginta, Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani, dengan istilah eskhatos dan mencirikan masa kepulangan Israel yang gemilang dari pembuangan. Pilihan kata-kata Musa di sini telah menjadi dasar bagi para nabi Perjanjian Lama dan para penulis Perjanjian Baru untuk menggambarkan tahap terakhir sejarah dunia sebagai “zaman akhir”, “hari-hari terakhir”, atau “eskhaton”. Sejak saat itu dan seterusnya, kepulangan kembali Israel dari pembuangan memainkan peran yang krusial di dalam ajaran Alkitab tentang eskatologi.

Daud

Kini kita siap untuk beralih kepada perkembangan-perkembangan eskatologi yang muncul selama periode perjanjian Daud. Perkembangan-perkembangan dalam periode ini

(17)

-14-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

juga relatif kompleks. Jadi, kita akan menelusurinya dengan tiga langkah: pertama, zaman bersatunya kerajaan; kedua, zaman nabi-nabi Israel mula-mula; dan ketiga, zaman nabi-nabi Israel yang belakangan. Perhatikan terlebih dahulu bagaimana wahyu-wahyu Allah mentransformasi eskatologi pada masa bersatunya kerajaan di Israel.

Seperti yang telah kita lihat di dalam seri ini, perjanjian Allah dengan Daud khususnya berfokus pada peneguhan keluarga Daud sebagai dinasti Israel yang

permanen. Di dalam perjanjian ini, keturunan Daud dan Yerusalem dengan bait sucinya memainkan peran sentral di dalam seluruh teologi Israel, termasuk pemahamannya tentang akhir zaman. Mulai saat itu dan seterusnya, akhir sejarah dilekatkan dengan kesuksesan keluarga kerajaan Daud yang memerintah dari Yerusalem. Bahkan, di dalam Mazmur 72:8-11 kita mendengar bahwa seorang putra Daud di masa depan akan

memerintah atas seluruh bumi.

Ia akan memerintah dari laut ke laut, dari Sungai itu sampai ke ujung bumi! Suku-suku di padang belantara akan sujud di

hadapannya, dan musuh-musuhnya akan menjilat debu. Raja-raja dari Tarsis dan dari negeri yang jauh akan membawa persembahan kepadanya; Raja-raja Syeba dan Seba akan memberikan hadiah kepadanya! Semua raja akan sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa akan melayani dia! (Mazmur 72:8-11, diterjemahkan dari NIV).

Dan penglihatan tentang masa yang akan datang ini dikembangkan lebih jauh di dalam Mazmur 72:17-19.

Biarlah namanya tetap selama-lamanya, kiranya namanya terus ada selama ada matahari. Segala bangsa akan diberkati melalui dia, dan mereka akan menyebut dia berbahagia. Terpujilah TUHAN, Allah Israel, yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri!

Terpujilah kiranya nama-Nya yang mulia selama-lamanya, dan seluruh bumi dipenuhi dengan kemuliaan-Nya. Amin dan amin (Mazmur 72:17-19, diterjemahkan dari NIV).

Sejak saat itu dan seterusnya, akhir sejarah dilekatkan dengan kesuksesan keluarga kerajaan Daud yang memerintah dari Yerusalem atas seluruh dunia.

Selanjutnya kita perlu beralih kepada para nabi Israel yang mula-mula. Nabi-nabi Israel yang mula-mula menerapkan dinamika perjanjian Musa di dalam perjanjian kerajaan Daud. Mereka menjelaskan lebih jauh bagaimana kondisi keluarga Daud akan berkaitan dengan zaman akhir. Para nabi yang mula-mula memperingatkan anak-anak Daud yang tidak setia bahwa Allah tidak akan menolerasi pelanggaran yang mencolok terhadap taurat-Nya, dan bahwa Allah akan mengirim seluruh bangsa itu ke pembuangan.

Ancaman-ancaman ini akhirnya digenapi dengan kejatuhan Yerusalem di tangan bangsa Babel pada tahun 587 atau 586 sM.

Namun, untuk meyakinkan Israel bahwa mereka masih memiliki pengharapan, para nabi Israel yang mula-mula juga mengingat bagaimana Musa mengaitkan antara

(18)

-15-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

keajaiban-keajaiban di zaman akhir dengan kembalinya Israel dari pembuangan. Para nabi menyatakan bahwa dalam pemulihan dari pembuangan, seorang putra Daud yang agung, di ibu kotanya di Yerusalem, akan menjadi fokus dari suatu tatanan yang baru.

Dengarkan bagaimana nabi Amos menyatakannya di dalam Amos 9:11-12:

“Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya kembali seperti di zaman dahulu kala, supaya mereka menguasai sisa-sisa bangsa Edom dan segala bangsa yang Kusebut milik-Ku,"

(Amos 9:11-12).

Sejalan dengan ayat itu, Yesaya menulis kata-kata ini di dalam Yesaya 2:2:

Pada hari-hari terakhir, gunung bait TUHAN akan ditegakkan sebagai puncak di antara gunung-gunung; dan akan dijunjung tinggi di atas bukit-bukit; dan segala bangsa akan berduyun-duyun ke sana (Yesaya 2:2, diterjemahkan dari NIV).

Amos mengumumkan bahwa “kemah” Daud akan didirikan kembali supaya segala bangsa di bumi akan menyandang nama Tuhan, dan Yesaya berkata bahwa “pada hari- hari terakhir,” dengan kata lain, hari-hari setelah pembuangan, Yerusalem akan menjadi kota teragung di bumi dan semua orang dari segala bangsa akan berduyun-duyun datang ke sana untuk memperoleh keselamatan. Dengan harapan-harapan yang setinggi ini terhadap kemuliaan keluarga Daud dan Yerusalem setelah masa pembuangan, tidak heran jika nabi Yeremia meyakinkan Israel bahwa masa pembuangan itu hanya akan

berlangsung selama 70 tahun. Di dalam Yeremia 25:11 dan 29:10, nabi itu berbicara tentang 70 tahun masa pembuangan — suatu cara yang lazim di dalam dunia kuno untuk berbicara tentang masa penghakiman ilahi. Yeremia dan nabi-nabi lain yang mula-mula sering mengumumkan bahwa pada zaman akhir, ketika umat Allah kembali dari

pembuangan, akan ada kemuliaan yang mendunia bagi keluarga Daud dan Yerusalem.

Berdasarkan pelayanan nabi-nabi Israel yang mula-mula, Allah mewahyukan perkembangan diakronis yang lebih lanjut di dalam eskatologi melalui nabi-nabi yang belakangan. Keterlibatan Allah di dalam sejarah menghasilkan setidaknya dua perubahan besar di dalam konsep Perjanjian Lama tentang zaman akhir. Di satu sisi, masa

pembuangan diperpanjang karena orang Israel di dalam pembuangan tidak bertobat dari dosa-dosa mereka. Di dalam Daniel pasal 9, Daniel melaporkan bahwa selama

pembuangan, ia membaca nubuat-nubuat Yeremia tentang 70 tahun masa pembuangan, tetapi ia merasa didesak untuk mengakui bahwa orang Israel di dalam pembuangan belum bertobat dari dosa-dosa mereka. Namun, ia masih meminta Allah untuk mengembalikan Israel ke negeri itu dan untuk memulihkan Yerusalem. Sebagaimana kita baca selanjutnya di dalam Daniel pasal 9, malaikat Gabriel menyampaikan jawaban Allah kepada Daniel.

Masa pembuangan Israel tidak akan berakhir seperti yang dinubuatkan oleh Yeremia.

Karena umat Allah telah gagal untuk bertobat, masa pembuangan itu akan diperpanjang tujuh kali lipat, menjadi tujuh puluh kali tujuh masa. Sebagaimana Allah telah

(19)

-16-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

menetapkan sejak dari Imamat pasal 26, Ia akan merespons dosa yang terus-menerus dengan kutuk yang tujuh kali lebih besar. Secara sederhana, Daniel mengerti bahwa Allah telah menunda pemulihan kejayaan Israel selama sekitar 490 tahun.

Di sisi lain, nabi-nabi yang kemudian juga menyatakan bahwa Allah telah menunjukkan belas kasihan yang besar kepada umat-Nya dengan memberi mereka kesempatan untuk mempersingkat masa pembuangan mereka. Di tahun 539 sM, Allah menggenapi firman-Nya melalui Yeremia dengan cara yang tidak terduga. Ia membuat raja Persia yang berkuasa, Koresy, melepaskan orang Israel untuk membangun kembali bait Allah di Yerusalem. Pada waktu itu, sejumlah kecil orang Israel kembali ke Tanah Perjanjian di bawah kepemimpinan Zerubabel, seorang keturunan Daud.

Nabi Hagai dan nabi Zakharia, dan juga penulis kitab Tawarikh, mendorong kelompok kecil yang pulang ini untuk terus maju di dalam berkat Allah dengan membangun kembali Yerusalem. Namun, sayangnya pada zaman Ezra dan Nehemia, komunitas yang telah dipulihkan itu telah secara sengaja mengabaikan hukum Allah sekali lagi. Jadi, nabi Maleakhi mengumumkan bahwa permulaan dari pengharapan eskatologis Israel yang gemilang ditunda sampai suatu waktu yang masih jauh di masa depan, kira-kira mirip dengan apa yang sebelumnya telah dipahami oleh Daniel.

Perjanjian Lama berakhir dengan penundaan yang menyedihkan ini terhadap zaman eskatologis.

Jadi kita melihat bahwa eskatologi Perjanjian Lama berkembang secara diakronis.

Perkembangan ini dimulai dalam bentuk awalnya pada zaman Adam dan lebih

disempurnakan pada zaman Nuh. Di zaman Abraham, berkat Israel kepada dunia menjadi sarana yang dipakai Allah untuk membawa sejarah ke titik puncaknya. Musa mengaitkan pengharapan ini dengan kepulangan kembali Israel yang gemilang dari pembuangan.

Perjanjian dengan Daud menempatkan dinastinya dan Yerusalem sebagai pusat dari zaman akhir yang cemerlang ini setelah pembuangan. Dan sekalipun ada masa

pengharapan yang singkat ketika sejumlah orang Israel kembali ke negeri itu dari Babel, pemberontakan Israel yang tetap berlanjut menyebabkan Perjanjian Lama berakhir dengan pengharapan eskhaton yang ditunda ke masa depan yang masih jauh.

Sambil mengingat perkembangan-perkembangan diakronis dari eskatologi di dalam Perjanjian Lama, kita kini siap untuk melihat bagaimana doktrin tentang zaman akhir berkembang lebih jauh di dalam era Perjanjian Baru.

E

SKATOLOGI

K

RISTEN

M

ULA

-M

ULA

Kita akan menyentuh dua isu. Pertama, perspektif terhadap zaman akhir yang dimiliki oleh kebanyakan orang Yahudi abad pertama; dan kedua, revisi eskatologi yang dramatis di dalam pelayanan Yohanes Pembaptis dan Yesus.

Yudaisme Abad Pertama

Mayoritas yang sangat luas dari orang Yahudi Palestina di abad pertama mempertahankan pandangan-pandangan tentang zaman akhir yang mirip dengan

(20)

-17-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

pandangan Perjanjian Lama. Seperti yang telah dinubuatkan oleh nabi Daniel, Israel telah menderita di bawah tirani bangsa asing selama berabad-abad. Bangsa Babel, bangsa Media-Persia, bangsa Yunani, dan akhirnya bangsa Roma, telah memperpanjang masa pembuangan Israel selama ratusan tahun.

Selama abad-abad ini, orang Yahudi yang setia rindu untuk melihat penggenapan dari pengharapan Perjanjian Lama tentang pemulihan dan kejayaan bagi Israel di zaman akhir. Banyak rabi mengekspresikan pengharapan ini dengan pandangan ganda tentang sejarah. Di satu pihak, mereka merujuk pada situasi terkini mereka sebagai “zaman ini”.

Zaman ini mencakup naik turunnya sejarah Israel, hingga ke titik nadir kehancuran Yerusalem dan masa pembuangan Israel yang diperpanjang. Jelasnya kemenangan kejahatan atas kebaikan ini menyebabkan mereka mencirikan zaman ini dengan istilah- istilah yang sebagian besar negatif. Zaman ini merupakan zaman kegagalan, dukacita, dan kematian.

Di pihak lain, banyak rabi juga berbicara tentang periode kedua di dalam sejarah, yaitu masa kejayaan Israel yang akan datang. Mereka menyebut periode masa depan ini sebagai “zaman yang akan datang”. Masa ini di dalam sejarah akan menjadi zaman ketika Israel selamanya menikmati berkat dan kemenangan atas kejahatan. Pada masa itu, Allah akan mengumpulkan semua umat-Nya dari pembuangan, menghakimi orang yang tidak setia di Israel, menghakimi orang fasik di antara bangsa-bangsa, memuliakan Yerusalem dan rajanya, serta menyebarkan berkat-berkat Abraham sampai ke ujung-ujung bumi.

Selama dekade-dekade sebelum dan di sepanjang masa kehidupan Yesus, ada banyak faksi religius di antara orang Yahudi di Palestina. Faksi-faksi ini memegang pandangan yang berbeda tentang bagaimana transisi dari zaman ini ke zaman yang akan datang akan terjadi. Sekte-sekte apokaliptik percaya bahwa eskhaton akan datang melalui suatu intervensi ilahi yang mendadak dan penuh malapetaka. Aliran lain, yang sering disebut kaum Zelot, percaya bahwa zaman yang akan datang itu akan muncul ketika orang Yahudi secara militer bangkit melawan para penguasa Romawi dan melihat dukungan Allah untuk usaha-usaha mereka. Partai-partai yang disebut kaum Nomis, seperti orang-orang Farisi dan Saduki, berpandangan bahwa zaman akhir hanya akan datang ketika Israel telah terbukti setia kepada taurat Musa.

Sekalipun ada banyak perbedaan pendapat tentang bagaimana persisnya zaman ini akan beralih ke zaman yang akan datang, dapat dikatakan kebanyakan orang Yahudi percaya bahwa zaman itu akan tiba pada saat kedatangan Mesias, sang Anak Daud yang agung, yang telah dijanjikan di dalam Perjanjian Lama. Sang Mesias akan mendatangkan titik balik yang menentukan di dalam sejarah dunia, transisi final dari dunia kegelapan kepada terang, dari dunia kekalahan kepada kemenangan, dari dunia kejahatan kepada kebenaran, dari dunia kematian kepada kehidupan.

Walaupun pandangan-pandangan yang umumnya dipegang oleh orang Yahudi di abad pertama kebanyakan sejalan dengan pengajaran Perjanjian Lama, perkembangan- perkembangan diakronis yang penting dalam eskatologi terjadi melalui wahyu ilahi di dalam pelayanan Yohanes Pembaptis dan pelayanan Yesus.

(21)

-18-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Yohanes dan Yesus

Yohanes Pembaptis dan Yesus sama-sama memberitakan bahwa kedatangan kerajaan Allah di zaman akhir sudah dekat. Dengarkan pemberitaannya yang dijelaskan dalam Markus 1:15:

Kata-Nya: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat.

Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Markus 1:15).

Frasa “kerajaan Allah”, tidak muncul di dalam Perjanjian Lama, tetapi pengumuman tentang kerajaan ini berasal dari asosiasi antara pemerintahan Allah dan apa yang oleh Musa dan para nabi disebut sebagai “zaman akhir” atau berakhirnya masa pembuangan Israel. Dengarkan bagaimana Yesaya mengacu kepada pemerintahan Allah setelah masa pembuangan di dalam Yesaya 52:7-10:

“Allahmu bertakhta!” Dengarlah! Para penjagamu mengangkat suara mereka; mereka bersorak-sorai bersama-sama. Ketika Tuhan kembali ke Zion, mereka akan melihatnya dengan mata mereka sendiri... TUHAN telah menunjukkan tangan-Nya yang kudus di hadapan semua bangsa dan seluruh ujung bumi akan melihat keselamatan dari Allah kita (Yesaya 52:7-10, diterjemahkan dari NIV).

Yesaya menggambarkan kepulangan dari pembuangan dengan gambaran tentang Allah yang memimpin umat-Nya kembali ke Yerusalem. Kabar baik yang diberitakan kepada puing-puing reruntuhan Yerusalem adalah, “Allahmu bertakhta.” Artinya, Yesaya mengumumkan bahwa ketika Allah memulihkan umat-Nya pada hari-hari terakhir, Ia akan mendemonstrasikan bahwa Ia memerintah dengan penuh kemenangan atas semua bangsa dan segala berhala mereka.

Dalam pengertian tertentu, Yohanes Pembaptis mempertahankan pandangan tentang akhir zaman yang sangat mirip dengan pandangan orang-orang Yahudi

sezamannya. Ia percaya bahwa tahap terakhir sejarah, yaitu kerajaan Allah di bumi, akan datang melalui Mesias yang akan bertindak dengan cepat dan tegas, dengan

melaksanakan penghakiman terhadap orang-orang berdosa dan mencurahkan berkat yang melimpah ruah kepada umat Allah yang bertobat. Dengarkan perkataannya di dalam Lukas 3:9:

Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, akan ditebang dan dibuang ke dalam api (Lukas 3:9).

Kita melihat di sini bahwa Yohanes Pembaptis mengaitkan kedatangan kerajaan Allah bukan hanya dengan berkat-berkat bagi umat Allah, tetapi juga dengan penghakiman terhadap musuh-musuh Allah.

(22)

-19-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Sekalipun demikian, pandangan Yohanes Pembaptis tentang zaman akhir ini mewakili perkembangan yang sangat signifikan. Ia telah melampaui orang-orang Yahudi sezamannya dengan mengenali Yesus sebagai sang Mesias, Anak Daud yang agung, yang akan segera menghadirkan Kerajaan Allah di zaman akhir. Namun, Yohanes Pembaptis memiliki masalah. Saat pelayanan Yesus berkembang tanpa menampilkan secara penuh penghakiman dan juga berkat, Yohanes bertanya-tanya apakah Yesus memang benar- benar sang Mesias. Di dalam Lukas 7:20, kita membaca bahwa Yohanes Pembaptis mengutus dua muridnya kepada Yesus dengan suatu pertanyaan:

Yohanes Pembaptis menyuruh kami bertanya kepada-Mu:

“Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” (Lukas 7:20).

Tidak heran jika Yohanes mengajukan pertanyaan ini. Yesus belum menggenapi segala sesuatu yang menurut perkataan dari Perjanjian Lama, orang Yahudi abad pertama, dan juga Yohanes sendiri, akan dilakukan oleh sang Mesias.

Akan tetapi, dengarkan cara Yesus menanggapi Yohanes Pembaptis di dalam Lukas 7:22-23:

Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku (Lukas 7:22-23)

Di dalam nas ini, Yesus secara tidak langsung merujuk kepada sejumlah nubuat dari Yesaya tentang pemulihan Israel pada zaman akhir setelah pembuangan. Dengan merujuk kepada hal-hal ini, Ia mengukuhkan fakta bahwa wahyu tindakan dan wahyu firman di dalam pelayanan-Nya menunjukkan bahwa Ia sedang dalam proses untuk menggenapi nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang zaman akhir.

Namun, Yesus juga memperingatkan Yohanes Pembaptis dan semua orang yang lain agar tidak “menjadi kecewa dan menolak” Dia. Yesus menguatkan Yohanes agar tidak kehilangan pengharapan karena cara yang Ia gunakan untuk menggenapi kerajaan Allah di zaman akhir. Singkatnya, Yesus memberitahu Yohanes Pembaptis, “Aku telah menggenapi cukup banyak pengharapan akhir zaman tentang kerajaan Allah agar engkau dapat percaya bahwa Aku akan menggenapi sisanya.” Jika memakai istilah dalam

pelajaran ini, perkataan Yesus secara tidak langsung merujuk kepada perkembangan diakronis utama yang sedang terjadi. Perspektif Perjanjian Lama tentang zaman akhir berubah secara dramatis sejak zaman Adam sampai Maleakhi. Dan dengan cara yang sama, wahyu-wahyu Allah melalui Yesus sedang menghadirkan perubahan eskatologis yang lain.

Yesus mengumumkan bahwa zaman yang akan datang tidak akan muncul secara tiba-tiba seperti yang diharapkan selama ini. Sebaliknya, eskhaton itu akan digenapi selama rentang waktu yang sangat panjang. Di dalam sejumlah perumpamaan tentang kerajaan yang disampaikan-Nya di dalam Matius pasal 13-25, Yesus menjelaskan bahwa

(23)

-20-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

kerajaan Allah akan datang dalam tiga fase. Kerajaan Allah akan dimulai dengan

kedatangan-Nya yang pertama secara sederhana, bertumbuh selama periode waktu yang tidak didefinisikan, dan mencapai kepenuhannya hanya ketika Ia datang kembali di dalam kemuliaan. Pelayanan Yesus di bumi akan menginaugurasi zaman yang akan datang bersama dengan sejumlah berkat dan penghakiman dari zaman akhir. Zaman yang akan datang itu akan terus berlangsung berdampingan dengan zaman ini selama beberapa waktu sementara Kristus bertakhta di surga dan gereja-Nya bertumbuh. Kemudian, pada kedatangan Kristus yang kedua, zaman yang akan datang itu akan mencapai

penyempurnaannya dan zaman dosa dan maut ini akan berakhir.

Para teolog biblika sering merujuk kepada perkembangan eskatologi ini dalam beberapa cara. Mereka menyebutnya sebagai “sudah, tetapi belum”, “sekarang, tetapi belum”, dan “tumpang tindih di antara kedua zaman.” Terkadang, mereka sekadar

menyebutnya sebagai “eskatologi yang sudah diinaugurasi,” Apa pun peristilahannya, ide dasarnya tetap sama.

Para nabi Perjanjian Lama, orang Yahudi abad pertama, dan bahkan Yohanes Pembaptis memahami datangnya zaman akhir kurang lebih sebagai satu langkah historis.

Yesus juga memandang transisi kepada zaman akhir sebagai langkah terakhir dari sejarah, tetapi pertimbangkan analogi ini: Kita semua tahu bahwa langkah manusia yang normal dapat dilihat sebagai satu gerakan, satu langkah. Namun, apabila kita meneliti lebih dalam, tidaklah sulit untuk melihat bahwa langkah itu dapat dibagi menjadi

setidaknya tiga fase: mengangkat kaki Anda dari tanah, mengayunkan kaki itu ke udara, dan menurunkan kaki Anda ke tanah. Dengan cara serupa, Yesus menjelaskan bahwa zaman akhir atau eskhaton itu akan datang secara bertahap. Ia mengumumkan bahwa zaman itu diinaugurasikan pada kedatangan-Nya yang pertama, bahwa zaman itu akan terus berkembang untuk jangka waktu tertentu, dan zaman itu akhirnya akan mencapai penyempurnaannya pada kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan.

Dengan mengingat cara perkembangan eskatologi biblika dari zaman Adam sampai ke zaman Yesus, kita siap untuk melihat bagaimana para teolog biblika membahas eskatologi di dalam Perjanjian Baru.

ESKATOLOGI PERJANJIAN BARU

Sebagai para pengikut Kristus di masa kini, kita memasuki iman Kristen dengan latar belakang kebudayaan modern. Kita semua datang kepada Kristus dengan pandangan hidup yang sangat berbeda dengan latar belakang para penulis Perjanjian Baru. Dan karena perbedaan-perbedaan ini, kita sering harus berusaha keras untuk memahami cara berpikir, worldview yang mengatur cara para penulis Perjanjian Baru memahami iman mereka. Ini adalah salah satu manfaat yang penting dari teologi biblika. Teologi biblika telah memberi pencerahan tentang beberapa perspektif dasar yang berulang kali dirujuk oleh para penulis Perjanjian Baru ketika mereka mengekspresikan iman Kristen mereka.

Untuk memahami bagaimana teologi biblika telah membahas hal-hal ini, kita akan mengamati tiga isu. Pertama, kita akan membahas sekilas pentingnya eskatologi di dalam Perjanjian Baru. Kedua, kita akan menyelidiki konsep Perjanjian Baru tentang

(24)

-21-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Kristus, atau Kristologi, sebagai penggenapan dari eskhaton. Dan ketiga, kita akan melihat bagaimana soteriologi Perjanjian Baru, doktrin keselamatan itu, dibentuk oleh eskatologi. Mari pertama-tama kita melihat pentingnya eskatologi.

S

IGNIFIKANSI

Sekalipun awalnya mungkin terdengar berlebihan, eskatologi tiga fase dari Yesus ini begitu penting di hati orang Kristen mula-mula sehingga kita menemukannya entah secara eksplisit atau implisit di setiap halaman Perjanjian Baru. Tentu saja kita tahu, Perjanjian Baru menyentuh banyak topik teoretis dan praktis lainnya. Namun, para teolog biblika telah mendemonstrasikan bahwa bagaimanapun juga, setiap ajaran Perjanjian Baru dibentuk oleh pandangan Yesus tentang tiga fase zaman akhir.

Secara turun-temurun, mayoritas yang sangat luas dari orang Yahudi di Palestina telah merindukan agar Mesias menghadirkan zaman akhir — zaman kemenangan, keselamatan, dan hidup kekal. Dengan kemungkinan pengecualian Lukas, setiap penulis Perjanjian Baru adalah orang Yahudi. Dan setiap penulis, termasuk Lukas, telah sangat mendalami teologi Yahudi. Akibatnya, perhatian teologis orang Yahudi kepada zaman akhir Mesianis memberikan pengaruh yang penting bagi kerangka teologis dasar dari para penulis Perjanjian Baru.

Eskatologi khususnya penting bagi Perjanjian Baru karena ajaran Yesus tentang zaman akhir mewakili salah satu hal yang paling menentukan, yang memisahkan orang Kristen dengan Yudaisme abad pertama. Para pemimpin agama Yahudi dan masyarakat Yahudi secara umum sangat marah terhadap Kekristenan, persis karena pandangan Kristen tentang zaman akhir Mesianis. Orang Kristen percaya bahwa Mesias sudah datang, tetapi dengan cara yang tidak terduga. Ia telah menderita dan mati di tangan orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi; Ia telah dibangkitkan dan telah naik ke surga, di mana Ia memerintah atas semua; dan Ia akan datang kembali suatu hari nanti untuk menghakimi seluruh umat manusia, termasuk orang yang tidak percaya di tengah Israel.

Skenario mesianis yang demikian itu sepenuhnya bertentangan dengan apa yang

dipercayai oleh kebanyakan orang Yahudi pada zaman itu. Dan karena alasan-alasan itu, para penulis Perjanjian Baru sangat terpaku pada eskatologi tiga fase dari Yesus. Dan keterpakuan ini direfleksikan di dalam segala sesuatu yang mereka tulis.

Satu cara sederhana untuk melihat luasnya pengaruh eskatologi bagi para penulis Perjanjian Baru adalah dengan memperhatikan bahwa mereka menyebut seluruh periode Perjanjian Baru sebagai “zaman akhir”. Pertama, para penulis Perjanjian Baru menyebut zaman Yesus dan para rasul-Nya sebagai “zaman akhir” atau eskhaton, seperti yang kita baca di dalam Ibrani 1:1-2:

Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi- nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta (Ibrani 1:1-2).

(25)

-22-

Untuk video, pedoman studi dan bahan-bahan lainnya, silakan kunjungi Third Millennium Ministries di thirdmill.org.

Di sini, penulis surat Ibrani merujuk kepada zaman para pembacanya sebagai “zaman akhir.” Dengan melakukannya, sang penulis tidak bermaksud untuk menunjuk kepada masa yang akan datang tepat sebelum kedatangan kembali Yesus, tetapi kepada fakta bahwa melalui Yesus, Allah telah berbicara secara final dan pasti. Dengan inaugurasi kerajaan itu oleh Yesus, zaman akhir yang telah dijanjikan dalam Perjanjian Lama telah datang ke bumi.

Kedua, para penulis Perjanjian Baru menyebut periode sejarah gereja yang diperpanjang sebagai hari-hari terakhir di dalam nas-nas seperti 2 Timotius 3:1-5:

Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu! (2 Timotius 3:1-5).

Daftar dosa yang Paulus sebutkan akan dilakukan selama “hari-hari terakhir” ini adalah dosa-dosa yang muncul pada zaman Paulus, dan ia memperingatkan Timotius terhadap dosa-dosa tersebut. Namun, dosa-dosa ini juga tetap ada di sepanjang sejarah bahkan sampai di zaman kita sekarang. Bahwa Paulus bukan sedang merujuk kepada masa yang akan datang dapat dilihat dalam nasihatnya “jauhilah mereka itu.” Orang-orang fasik pada “hari-hari terakhir” adalah ancaman bagi Timotius karena “hari-hari terakhir”

tersebut telah datang ke dunia melalui Yesus.

Ketiga, para penulis Perjanjian Baru menggambarkan penyempurnaan kerajaan pada kedatangan Kristus kembali sebagai “zaman akhir”. Kita dapat membacanya di dalam Yohanes 6:39:

Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman (Yohanes 6:39).

Di sini Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang hubungan-Nya dengan Bapa. Rujukan- Nya kepada “akhir zaman” menunjuk ke depan kepada hari terakhir yang final ketika Ia datang kembali dalam kemuliaan, ketika orang mati akan bangkit dan Allah akan menghakimi dunia.

Sebagaimana yang didemonstrasikan oleh nas-nas ini dan nas lainnya, para penulis Perjanjian Baru percaya bahwa semua wahyu dari Allah dari masa pelayanan Yesus di dunia hingga kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan terjadi pada zaman

Referensi

Dokumen terkait