[0]
MODUL MATA KULIAH
TEORI POLA
PEMIKIRAN ARSITEKTUR
RB053 – 2 SKS
N
FAKULTAS TEKNIK
U N I V E R S I T A S BUDI L UHUR J AKART A
VERSI 1.0
TIM PENYUSUN
DODY KURNIAWAN, S.T., M.T.
PUTRI SURYANDARI,
S.T., M.Ars.
[1]
[2]
Kata Pengantar
Puji syukur dan hormat, kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Modul matakuliah Teori Pola Pemikiran Arsitektur ini.
Penghargaan tertinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh sivitas akademika Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur, yang telah memberikan bantuan serta dukungan dalam menyusun Modul matakuliah ini.
Tim penyusun telah menyusun Modul Matakuliah ini semaksimal mungkin, namun kami menyadari bahwa penyusun tentunya tidak lepas dari salah dan khilaf semata. Tim penyusun sangat terbuka untuk berbagai masukan, ide dan saran dari berbagai pihak agar modul matakuliah ini bisa lebih baik lagi.
Besar harapan kami Modul matakuliah ini dapat bermanfaat sebagai bahan Ajar bagi mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Budi Luhur.
Jakarta, April 2020
Tim Penyusun
[3]
Daftar Isi
Halaman Sampul
Halaman Pengesahan ... 1
Kata Pengantar ... 2
Daftar Isi ... 3
PERTEMUAN 1. KONTRAK PERKULIAHAN ... 6
1.1. Materi Perkuliahan ... 7
1.2. Nilai-nilai Kebudiluhuran ... 9
PERTEMUAN 2. PRINSIP DAN TEORI ARSITEKTUR ... 11
2.1. Materi Perkuliahan ... 12
2.2. Tugas dan Diskusi ... 22
PERTEMUAN 3. PRINSIP DAN TEORI ARSITEKTUR (LANJUTAN) ... 24
3.1. Materi Perkuliahan ... 25
3.2. Tugas dan Diskusi ... 32
PERTEMUAN 4. TEORI FENOMENOLOGI ... 33
4.1. Materi Perkuliahan ... 34
4.2. Tugas dan Diskusi ... 41
PERTEMUAN 5. TEORI FENOMENOLOGI (LANJUTAN) ... 42
5.1. Materi Perkuliahan ... 43
5.2. Tugas dan Diskusi ... 51
PERTEMUAN 6. PROSES PEMBUATAN TEMA, DAN PROSES PERUMUSAN KONSEP ... 52
6.1. Materi Perkuliahan ... 53
6.2. Tugas dan Diskusi ... 61
PERTEMUAN 7. PROSES PEMBUATAN TEMA, DAN PROSES PERUMUSAN KONSEP (LANJUTAN) ... 63
7.1. Materi Perkuliahan ... 64
7.2. Tugas dan Diskusi ... 70
PERTEMUAN 8. UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS) ... 72
8.1. Soal Ujian ... 73
[4]
PERTEMUAN 9. BENTUK-BENTUK GEOMETRI, BENTUK-BENTUK NON GEOMETRI,
POLA-POLA PEMBENTUKAN OBYEK ... 74
9.1. Materi Perkuliahan ... 75
9.2. Tugas dan Diskusi ... 82
PERTEMUAN 10. KOMPOSISI BENTUKAN GEOMETRI ... 83
10.1. Materi Perkuliahan ... 84
10.2. Tugas dan Diskusi ... 92
PERTEMUAN 11. KAJIAN MENGENAI TIPE ... 93
11.1. Materi Perkuliahan ... 94
11.2. Tugas dan Diskusi ... 101
PERTEMUAN 12. KAJIAN TIPE BANGUNAN (LANJUTAN) ... 102
12.1. Materi Perkuliahan ... 103
12.2. Tugas dan Diskusi ... 108
PERTEMUAN 13. KONSEP PERANCANGAN BERDASARKAN FUNGSI BANGUNAN ... 109
13.1. Materi Perkuliahan ... 110
13.2. Tugas dan Diskusi ... 116
PERTEMUAN 14. KONSEP PENATAAN SEBUAH KOTA ... 117
14.1. Materi Perkuliahan ... 118
14.2. Tugas dan Diskusi ... 124
PERTEMUAN 15. KONSEP PENATAAN SEBUAH KOTA (LANJUTAN) ... 126
15.1. Materi Perkuliahan ... 127
15.2. Tugas dan Diskusi ... 134
PERTEMUAN 16. UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)... 136
16.1. Soal Ujian ... 137
[5]
PERTEMUAN TOPIK CAPAIAN PEMBELAJARAN
1 Kontrak Perkuliahan
& Pengantar Teori Pola Pemikiran Arsitektur
Mampu menerapkan nilai-nilai kebudiluhuran dalam mempelajari pola berpikir yang kaitannya dengan proses perancangan arsitektur dan proses pembuatan tema serta konsep dalam proses rancangan sesuai dengan fungsi bangunan yang akan dibuat
2 Prinsip dan Teori
Arsitektur Mahasiswa memahami faktor-faktor dan tahap-tahap yang diperlukan dalam merancang
3 Prinsip dan Teori
Arsitektur (Lanjutan) Mahasiswa memahami faktor-faktor dan tahap-tahap yang diperlukan dalam merancang
4 Teori Fenomenologi Mahasiswa mengetahui dan memahami teori fenomenologi
5 Teori Fenomenologi (Lanjutan)
Mahasiswa mengetahui dan memahami teori fenomenologi
6 Proses Pembuatan
Tema, dan Proses Perumusan Konsep
Mahasiswa mengetahui dan memahami penerapan tema dan konsep dalam proses perancangan arsitektur
7 Proses Pembuatan
Tema, dan Proses Perumusan Konsep (Lanjutan)
Mahasiswa mengetahui dan memahami penerapan tema dan konsep dalam proses perancangan arsitektur
8 Ujian Tengah
Semester (UTS) Mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam soal.
9 Bentuk-Bentuk Geometri, Bentuk-
Bentuk Non
Geometri, Pola-Pola Pembentukan Obyek
Mahasiswa mengetahui dan memahami karakter setiap bentuk dalam arsitektur
10 Komposisi Bentukan Geometri
Mahasiswa mengerti proses pembentukan gubahan massa majemuk berdasar bentuk-bentuk dasar
11 Kajian Mengenai
Tipe
Mahasiswa memahami dan dapat membuat tipe-tipe bangunan sesuai fungsinya
12 Kajian Tipe Bangunan (Lanjutan)
Mahasiswa memahami dan dapat membuat tipe-tipe bangunan sesuai fungsinya
13 Konsep Perancangan Berdasarkan Fungsi Bangunan
Mahasiswa memahami dan dapat merumuskan konsep perancangan berdasarkan fungsi bangunan
14 Konsep Penataan
Sebuah Kota Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa konsep penataan kota sesuai dengan persepsi dan pengetahuannya masing-masing
15 Konsep Penataan
Sebuah Kota
(Lanjutan)
Mahasiswa dapat memahami dan menganalisa konsep penataan kota sesuai dengan persepsi dan pengetahuannya masing-masing
16 Ujian Akhir Semester
(UAS) Mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam soal.
[6]
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
FAKULTAS TEKNIK
PERTEMUAN 1
KONTRAK PERKULIAHAN
Capaian
Pembelajaran : Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang tujuan dan maksud perkuliahan teori pola pemikiran arsitektur serta tugas-tugas yang akan diberikan
Sub Pokok Bahasan
: 1.1. Materi Kuliah
1.1.1. Deskripsi Mata Kuliah
1.1.2. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah 1.1.3. Perkuliahan
1.1.4. Waktu Perkuliahan 1.1.5. Prosentase Penilaian 1.1.6. Materi Tugas
1.1.7. Format Tugas 1.1.8. Materi Ujian
1.2. Nilai-nilai Kebudiluhuran Daftar
Pustaka : 1. Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
2. Rencana Tugas Mahasiswa (RTM)
[7]
ISI MODUL 1.1. Materi Perkuliahan
1.1.1. Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah Teori Arsitektur Pola Pemikiran Arsitektur mempelajari pola berpikir dalam kaitannya dengan proses perancangan arsitektur dan proses pembuatan tema serta konsep dalam proses rancangan sesuai dengan fungsi bangunan yang akan dibuat. Isu terakhir terkait dunia arsitektur diberikan sebagai pengayaan wawasan mahasiswa. Latihan secara individu dan kelompok sebagai pendukung materi yang sedang dibahas.
1.1.2. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
a. Mahasiswa memahami faktor-faktor dan tahap-tahap yang diperlukan dalam merancang
b. Mahasiswa mengenal dan memahami pemikiran-pemikiran yang lahir dari pengetahuan perancangan
c. Mahasiswa melatih kepekaan terhadap karakter suatu benda dengan metode fenomenologi
d. Mahasiswa dapat membuat tema dan konsep dalam proses perancangan arsitektur
e. Mahasiswa dapat mengenal berbagai macam pola pikir yang mendukung proses perancangan
f. Mampu menerapkan nilai-nilai kebudiluhuran dalam mempelajari pola berpikir yang kaitannya dengan proses perancangan arsitektur dan proses pembuatan tema serta konsep dalam proses rancangan sesuai dengan fungsi bangunan yang akan dibuat
1.1.3. Perkuliahan
1. Pertemuan 1 (tatap muka) : Kontrak kuliah & Pengantar Arsitektur Kota 2. Pertemuan 2 (tatap muka) : Prinsip dan Teori Arsitektur
3. Pertemuan 3 (online) : Prinsip dan Teori Arsitektur (Lanjutan) 4. Pertemuan 4 (tatap muka) : Teori Fenomenologi
5. Pertemuan 5 (tatap muka) : Teori Fenomenologi (Lanjutan)
[8]
6. Pertemuan 6 (online) : Proses Pembuatan Tema, dan Proses Perumusan Konsep 7. Pertemuan 7 (tatap muka) : Proses Pembuatan Tema, dan
Proses Perumusan Konsep (Lanjutan) 8. Pertemuan 8 : Ujian Tengah Semester
9. Pertemuan 9 (tatap muka) : Bentuk-Bentuk Geometri, Bentuk Non Geometri, Pola-Pola Pembentukan Obyek 10. Pertemuan 10 (tatap muka) : Komposisi Bentukan Geometri
11. Pertemuan 11 (online) : Kajian Mengenai Tipe
12. Pertemuan 12 (tatap muka) : Kajian Tipe Bangunan (Lanjutan)
13. Pertemuan 13 (tatap muka) : Konsep Perancangan Berdasarkan Fungsi Bangunan
14. Pertemuan 14 (online) : Konsep Penataan Sebuah Kota
15. Pertemuan 15 (tatap muka) : Konsep Penataan Sebuah Kota (Lanjutan) 16. Pertemuan 16 : Ujian Akhir Semester
1.1.4. Waktu Perkuliahan
Hari : sesuai jadwal yang ditentukan Waktu : sesuai jadwal yang ditentukan a. Absensi
b. Review materi sebelumnya
c. Penyampaian materi kuliah & tanya jawab d. Asistensi & penilaian tugas
e. Resume materi kuliah
Keterlambatan : Maksimum 30 menit untuk absen Sakit : Membawa surat dokter
Ijin : Maksimum 2x Konfirmasi : Nomor HP dosen
Kehadiran 80% : Sebagai syarat mengikuti UAS
[9]
1.1.5. Prosentase Penilaian a. UTS : 30%
b. Tugas : 30%
c. UAS : 40%
1.1.6. Materi Tugas
Materi tugas disesuaikan dengan pembahasan masing-masing sub bab
1.1.7. Format Tugas
a. Makalah diberikan sebagai tugas mingguan
b. Makalah dikerjakan di kertas A4, minimum 15 halaman c. Presentasi dalam setiap pengumpulan
1.1.8. Materi Ujian
a. Ujian Tengah Semester
Materi : Materi Ujian Tengah Semester (UTS) adalah materi yang telah diberikan pada pertemuan 1 (satu) sampai dengan pertemuan 7 (tujuh)
Waktu : Sesuai jadwal ujian b. Ujian Akhir Semester
Materi : Materi Ujian Akhir Semester (UAS) adalah materi yang telah diberikan pada pertemuan 9 (sembilan) sampai dengan pertemuan 15 (lima belas)
Waktu : Sesuai jadwal ujian
1.2. Nilai-nilai Kebudiluhuran
Ada 9 macam nilai kebudiluhuran, yaitu:
1. Sabar Mensyukuri 2. Cinta Kasih
3. Suka Menolong 4. Jujur
5. Tanggung Jawab
[10]
6. Rendah Hati 7. Toleransi 8. Kerja Sama 9. Sopan Santun
Rangkuman
Pemahaman mahasiswa tentang tujuan dan maksud Teori Arsitektur Pola Pemikiran Arsitektur serta tugas-tugas yang akan diberikan
Latihan -
[11]
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
FAKULTAS TEKNIK
PERTEMUAN 2
PRINSIP DAN TEORI ARSITEKTUR
Capaian
Pembelajaran : Mahasiswa memahami faktor-faktor dan tahap-tahap yang diperlukan dalam merancang
Sub Pokok Bahasan
: 2.1. Materi Perkuliahan
2.1.1. Definisi Teori dalam Ilmu Pengetahuan 2.1.2. Teori Arsitektur
2.1.3. Arsitektur sebagai ‘Wacana’
2.1.4. Pengertian Teori Arsitektur 2.2. Tugas dan Diskusi
Daftar
Pustaka : 1. Johnson, Paul Alan, The Teory of Architecture, Van Nostrand Reinhold, New York, 1994
2. White, Edward T, Tata Atur, Pengantar Merancang
Arsitektur, Penerbit ITB, Bandung, 1986
[12]
ISI MODUL
2.1. Materi Perkuliahan
2.1.1. Definisi Teori dalam Ilmu Pengetahuan
Teori secara umum memiliki banyak arti. Beberapa pengertian dan fungsi teori antara lain adalah merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan (misal, dalam ilmu Fisika: Teori Relativitas Einstein dan dalam ilmu Ekonomi:
Teori Ekonomi Makri dan Mikro). Seperangkat proporsi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu: mengikuti atauran tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Suatu sistem tentang ide/ gagasan atau pernyataan (berupa skema mental) yang diyakini dapat menerangkan dan menjelaskan suatu fenomena/ gejala atau sekelompok gejala, baik yang telah diuji maupun tanpa uji (idealnya menggunakan pengujian bermetoda ilmiah).
Untuk sebagian ahli menyatakan bahwa pada hakekatnya teori-teori bukanlah pernyataan-pernyataan yang absolut benar melainkan kebenaran yang bermanfaat dalam kurun waktu tertentu. Teori-teori yang berupa spekulasi-spekulasi yang sampai saat ini tidak ditolak kebenarannya dan memiliki manfaat bagi kehidupan kita, kita anggap sebagai pengetahuan yang sahih, kalaupun nantinya terbukti tidak benar, bagi kita tidak terlalu penting selama ia mempunyai kegunaan. Oleh karena itu ilmu pengetahuan sebetulnya tidak dilandasi oleh teori melainkan paradigma (baca kembali:
Apakah itu Ilmu? Chalmer, 1977). Teori dalam Praktek Keilmuan Dalam prakteknya disamping pandangan-pandangan diatas berkaitan dengan pengembangan ilmu pengetahuan, berkembang dua aliran. Aliran pertama mengatakan bahwa ilmu pengetahuan itu identik dengan praktek para ilmuwan, sedangkan aliran ke dua mengatakan bahwa di dalam ilmu pengetahuan berlaku prinsip “everything goes‟.
[13]
2.1.2. Teori Arsitektur
Pengertian Teori dalam Arsitektur Jika arsitek lebih menaruh perhatian terhadap pemikiran-pemikiran yang berada diluar jangkauan bidang tradisionalnya (master builder dan tukang) sebenarnya adalah merupakan fenomena baru, arsitek mulai berteori. Diawali pada abad pencerahan arsitek yang dahulunya bungkam (karena porsi teori dan ilmu pengetahuan didominasi filsuf) mulai berubah menjadi sosok yang memperhatikan 5 posisinya dalam masyarakat sebagai “arsitek” yang terpelajar dan intelektual. Penjelasan-penjelasan dalam pemahaman baru ini berupa konsep-konsep yang pada dasarnya sudah merupakan dasar bagi tradisi penyusunan teori yang makin mempengaruhi perkembangan arsitektur dan sebagai awal kesadaran dalam usaha meletakan landasan dunia arsitektur kedalam kelompok ilmu pengetahuan. Tradisi ini ditandai oleh empat alasan penting (Ven, 1991, XV): (a) dengan ditandainya kemunduran peran agama, (b) adanya pengakuan masyarakat terhadap kedudukan arsitek secara independen, (c) adanya perubahan sikap antara Clien dan arsitek sehingga tercipta dialog kultural yang kuat (sikap clien tidak memaksakan kehendak) dan (d) adanya revolusi industri. Dalam pandangan umum. Pada dasarnya tidak ada arsitek yang melontarkan sebuah teori setelah menyelesaikan karyanya yang pertama. Bila kita perhatikan, bahkan tidak setiap arsitek berani menyusun teori kecuali beberapa diantaranya. Teori arsitektur dikemukakan oleh para arsitek yang telah menghasilkan banyak karya. Kebanyakan teori-teori tersebut baru diakui setelah para arsiteknya tiada, yaitu ketika karya-karya mereka diakui keberhasilannya karena mampu bertahan terhadap waktu. Pengakuan itupun tidak mutlak, juga tidak abadi. Di lain waktu, pada lain kesempatan karya-karya mereka dijadikan titik tolak untuk menolak teori arsitektur yang mereka ajukan.
Suatu teori dalam arsitektur digunakan untuk mencari apa yang sebenarnya harus dicapai dalam arsitektur dan bagaimana cara yang baik untuk merancang. Teori dalam arsitektur cenderung tidak seteliti dan secermat dalam ilmu pengetahuan yang lain (obyektif), satu ciri penting dari teori
[14]
ilmiah yang tidak terdapat dalam arsitektur ialah pembuktian yang terperinci. Desain arsitektur sebagaian besar lebih merupakan kegiatan merumuskan dari pada kegiatan menguraikan. Arsitektur tidak memilahkan bagian-bagian, ia mencernakan dan memadukan bermacam ramuan unsur dalam cara-cara baru dan keadaan baru. Sehingga hasil seluruhnya tidak dapat diramalkan. Teori dalam arsitektur adalah hipothesa, harapan dan dugaan-dugaan tentang apa yang terjadi bila semua unsur yang menjadikan bangunan dikumpulkan dalam suatu cara, tempat, dan waktu tertentu.
Dalam teori arsitektur tidak terdapat rumusan atau cara untuk meramalkan bagaimana nasib rancangannya. Misalnya: tidak terdapatnya cara untuk meramalkan bahwa menara Eifel mulanya dianggap sebagai suatu cela di kaki langit Paris dan kemudian menjadi lambang kota yang langgeng dan asasi. Pada paparan arsitektur yang lebih luas harus diperhatikan lebih lanjut berkaitan dengan kedudukan teori-teori yang sering dipakai.
Pemahaman ini menjelaskan bahwa ada tiga kategori teori dalam lingkup disiplin arsitektur:
a. Teori Arsitektur,
Dalam hal ini dipahami sebagai pengandaian teori-teori yang tersusun sebagai unsur-unsur yang membentuk arsitektur sebagai ilmu pengetahuan.
b. Teori tentang Arsitektur,
Teori ini berusaha menyusun definisi dan deskripsi medan pengetahuan yang tercakup dalam sebutan “arsitektur‟. Sasarannya adalah menjelaskan kedudukan arsitektur dalam taksonomi ilmu pengetahuan yang berlaku pada periode yang bersangkutan. Contoh yang paling terkenal adalah teori arsitektur yang dikemukakan oleh Vitruvius berikut semua modifikasi dan tiruannya. Teori-teori yang berkaitan dengan arsitektur dikemukakan untuk memperlihatkan kelemahan, ketergantungan atau kelebihan arsitektur dari bidang ilmu pengetahuan lainnya. Teori-teori dari jenis inilah yang paling banyak dijumpai sehingga memperumit pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan teori arsitektur. Sebagai contoh, teori bahasa arsitektur,
[15]
fenomenologi arsitektur, pendekatan sistem, dan seterusnya. Tiap teori jenis ini dapat dilacak ke sumber ilmu pengetahuan masing-masing yang berada diluar arsitektur itu sendiri.
c. Teori Perancanaan dan Perancangan Arsitektur,
yaitu teori yang secara aplikatif membantu didalam proses dan pelaksanaan perancangan. Misalnya adalah: teori pengolahan bentuk dan ruang. Dalam pada ini perlu dibedakan antara konsep dan metode.
Konsep bisa dipahami sebagai teori yang tanpa perlu dibuktikan (sebagai landasan perancangan) sedangkan metode merupakan cara untuk membuktikan dan metode sendiri memerlukan teori sebagai alat ujinya (tidak ada metode tanpa teori). Teori, Sejarah dan Kritik Sebelum membahas lebih jauh kiranya perlu adanya penjelasan secara singkat mengenai perbedaan antara teori, sejarah dan kritik dalam arsitektur.
Sejarah Arsitektur, lebih bersifat deskriptif terhadap karya-karya masa silam. Kritik arsitektur, merupakan kegiatan yang berupa penghakiman dan penafsiran terhadap suatu karya dari sisi timbang bakuan yang dikemukakan oleh arsitek atau kritikus yang menyampaikan kritik tadi.
Dalam hal ini teori arsitektur berhadapan dengan solusi alternatif yang didasarkan pada observasi atas keadaan masa sekarang disiplin arsitektur, atau menawarkan paradigma pemikiran yang bertitik tolak pada isu-isu.
Sifat teori spekulatif, antisipatorik dan katalistik telah membedakan teoritik dari kegiatan sejarah dan kritik. Masih dalam penandingan dengan sejarah dan kritik, teori melakukan kegiatannya pada keseluruhan abstraksi yang berbeda dari kedua hal tersebut. Yakni pada pengevaluasian profesi arsitektur, intensi (niatan) arsitektur, dan kegayutan kultural dalam arti yang luas. Teori berkepentingan dengan aspirasi maupun keberhasilan dari arsitektur.
Kedudukan Arsitektur Dalam Hubungannya dengan Ilmu Pengetahuan Arsitektur sebagai iIlmu Pengetahuan Arsitektur pada dasarnya tersusun dari seperangkat teori dan pernyataan yang membentuk cakupan tersendiri
[16]
dan penalaran tersendiri. Dalam pemahaman ini nilai kebenaran dari teori di arsitektur dapat dikatakan sangat tidak mutlak tidak seperti halnya ilmu pengetahuan alam atau matematika. Meskipun demikian dalam pandangan ilmu pengetahuan arsitektur dapat didekatkan pada paradigma. Dimana teori arsitektur merupakan kumpulan yang kadang-kadang terkait atau didasarkan pada bidang keilmuwan lain. Arsitektur sendiri tersusun dari kesepakatan-kesepakatan bagi para ilmuwannya terhadap teori-teori dan pernyataan yang membentuknya. Arsitektur sebagai Praktek Keilmuwanan Bila uraian pada penjelasan mengenai Pandangan Pembenaran Teori sebagai penyusun ilmu pengetahuan dan Praktek keilmuan diproyeksikan ke Arsitektur, maka yang paling mendekati adalah pandangan yang mengutamakan peran ilmuwan dan “metodologi program penelitian ilmiah‟.
Pandangan tersebut mengedepankan peran arsitek dan pekerjaan utamanya, yaitu merancang. Jadi kegiatan perancangan arsitektur identik dengan sebagai ilmuwan dengan proses “metodologi program penelitian‟.
Hal ini dapat dilihat dalam tahapan berikut: Arsitek pada saat merancang tidak bertitik tolak pada teori tertentu tetapi pada keyakinan masing-masing dan berspekulatif terlebih dahulu. Kegiatan merancang tidak ada standart bakunya, setiap arsitek memiliki cara masing-masing. Hard Core arsitek berbeda-beda. Ada proses falsifikasi di arsitektur biasanya disebut kritik.
Ada upaya penyempurnaan diri dengan mengacu pada teori, pernyataan yang lain. Positif Heuristic dilakukan lewat pembandingan karya dengan melihat karya arsitek lain, buku-buku, majalah atau studi terhadap proyek sejenis. Penjabaran kerja arsitek ini dapat dijabarkan dalam penjelasan sebagai berikut. Para arsitek pada dasarnya tidak bertitik tolak dari sebuah teoroi tertentu ketika merancang melainkan dari keyakinannya masing- masing. Sekalipun sudah meninjau tapak dan situasi disekitarnya serta mempelajari peraturan bangunan dan berbagai standart tipe bangunan yang bersangkutan, mereka berspekulasi dulu saat memulai perancangannya dengan membuat maket-maket studi serta sketsa-sketsa gagasan. Setelah itu mereka mencari dalih yang tepat untuk memilih salah
[17]
satu dari berbagai pilihan tadi. Ketika mulai membuat pra-rancangan, gagasan-gagasan awal tadi boleh jadi tidak tepat lagi. Akan tetapi mereka tidak akan membuangnya begitu saja melainkan menyempurnakannya dengan jalan melihat berbagai kasus serupa pada berbagai majalah atau jurnal arsitektur. Ketika mencapai tahap pengembangan rancangan, pr- rancangan tadi boleh jadi tidak tepat lagi. Disinipu gagasan awalnya tidak langsung dibuang melainkan diamankan dengan jalan memakai berbagai pemecahan teknis yag mendukung. Dari situ mereka mencari landasan teoritis pemecahan teknis tersebut untuk melengkapi gagasan awal tadi.
Itulah sebabnya tidak ada satu karyapun buatan arsitek yang sama bahkan ketika mereka saling meniru, karena “metodologi program perancangan‟
mereka saling berbeda. Para arsitek baru bersedia membuang seluruh programnya ketika dalam proses perancangan tersebut mereka melihat contoh karya sejenis yang mereka nilai jauh lebih baik daripada yang tengah dikerjakan, yaitu mereka yang benar-benar ingin menghasilkan sebuah maha karya arsitektur (unik atau orisinil).
2.1.3. Arsitektur sebagai ‘Wacana’
Arsitektur sebagai ilmu pengetahuan yang pada dasarnya memperlihatkan keterkaitan berbagai macam pernyataan-pernyataan/ teori-teori, bahkan dari berbagai disiplin ilmu, yang terpaut dalam suatu formasi pola-pola yang bersifat diskurtif. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa setiap teori arsitektur tidak pernah berdiri sendiri. Sifat ini dapt dilihat dalam pemahaman bahwa suatu teori arsitektur: Posisi dan Lokasi (ketika teori tersebut diturunkan) selalu terkait dengan posisi dan lokasi sebelumnya.
Bila dilacak maka pertalian teori-teori ini akan membentuk sebuah formasi yang memperlihatkan pola-pola khas. Pemahaman terhadap perngertian diatas dapat juga diperlihatkan pada kegiatan perancangan seorang arsitek.
Kegiatan perancangan arsitektur dapat disejajarkan dalam kaitannya dengan proses “metodologi Kegiatan Ilmiah‟. Pada awalnya sebelum kegiatan perancangan dimulai, arsitek selalu mencari karya-karya yang sama (sesuai dengan proyeknya) pada situasi yang sama. Proses ini seperti
[18]
mencari teori pendukung untuk memperkuat dan melandasi sesuatu permasalahan yang akan dipecahkan. Selanjutnya baru dilakukan proses programing, yang analog dengan metode kegiatan ilmiah. Dengan demikian proses didalam kegiatan arsitektur tersebut memiliki ciri yang sama dengan proses-proses yang ada pada Rumpun Ilmu Pengetahuan yang cenderung diskursif. Pemahaman tersebut juga menunjukan bahwa sebenarnya teori arsitektur dapat dikatakan tidak absolut dan berdiri sendiri. Cara pandang ini menunjukan juga bahwa sebenarnya tidak ada yang dinamakan teori arsitektur yang ada adalah “Teori Wacana Arsitektur‟ (Sukada, 1999), dimana teori lebih merupakan sekumpulan pernyataan dari berbagai disiplin ilmu yang terkait pada masanya masing-masing. Kaitan antar disiplin ilmu yang di dalam konteks pernyataan dan waktu ini yang dipandang sebagai
“wacana‟, yang membentuk suatu ilmu pengetahuan. Cara pandang ini, teori wacana arsitektur, pada dasarnya bukan jenis teori baru mealinkan
“sudut pandang baru‟ yang selama ini sebenarnya mewakili teori arsitektur, karena semua metodologi dan metoda terkait masih tetap berlaku namun dengan wawasan yang berbeda. Dengan demikian ada cara pandang baru yang dapat mendorong meunculnya teori baru yang berbeda dan pada akhirnya mempengaruhi karya-karya arsitektur yang berbeda dengan masa sebelumnya. (Sukada, 1999). Arsitektur sebagai Ilmu Pengetahuan yang Normatif, Ilmu Pengetahuan Normatif pada dasarnya mengarah pada penerapan-penerapan secara langsung. Teori-teori yang ada dalam arsitektur dapat juga dipahami dari sisi ilmu pengetahuan normatif, ini karena sebagian besar teori yang ada diarahkan pada penerapan proses penciptaan bangunan dalam kegiatan perencanaan dan perancangan.
Penjelasan terhadap pendapat ini Jon Lang (dalam Johnson, 1994) menyebutkan bahwa teori dalam pendidikan arsitektur lebih difokuskan kepada pengertian bahwa perancang adalah pencipta dan pada “perolehan rumusan-rumusan dalam melakukan tindakan merancang‟. Selanjutnya ditegaskan bahwa teori adalah suatu perangkat aturan-aturan yang memandu arsitek dalam membuat keputusan tentang persoalan-persoalan yang muncul saat menterjemahkan suatu informasi ke dalam desain
[19]
bangunan.
2.1.4. Pengertian Teori Arsitektur
Kata Arsitek berasal dari bahasa Yunani “Architekton” Archi = Pemimpin Tekton = Membangun Jadi arsitek adalah pemimpin pembangunan (Master – Builder) Teori paling kuno tentang arsitektur berasal dari Marcus Vitruvius Pollio (abad 1 SM) dalam bukunya The Ten Books Of Architecture. Vitruvius menyimpulkan 3 aspek atau syarat yang harus dipenuhi dalam arsitektur yaitu: a. Firmitas (Kekuatan); b. Utilitas (Kegunaan); c. Venustas (Keindahan). Teori arsitektur adalah ungkapan umum tentang apakah arsitektur, apa yang harus dicapai dengan arsitektur, dan bsgaimana cara yang paling baik untuk merancang. Teori dalam arsitektur adalah hipotesa, harapan & dugaan-dugaan tentang apa yang terjadi bila semua unsur yang dijadikan bangunan di kumpulkan dalam suatu cara, tempat, dan waktu tertentu. Desain dalam arsitektur sebagian besar lebih merupakan kegiatan merumuskan dan bukan menguraikan. Arsitektur menganalisa dan mengadukan bermacam-macam dalam cara-cara baru dan keadaan- keadaan baru, sehingga hasilnya tidak seluruhnya dapat diramalkan. Teori dalam arsitektur mengemukakan arah, tetapi tidak dapat menjamin kepastian hasilnya. Teori tentang apakah sebenarnya arsitektur meliputi identifikasi variable-variabel penting seperti ruang, struktur, atau proses- proses kemasyarakatan. Dengan pengertian-pengertian tersebut bangunan-bangunan seharusnya dilihat, dinikmati, atau dinilai.
Para ahli teori arsitektur seringkali mendasarkan diri pada analogi-analogi dalam menganjurkan cara-cara khusus untuk memandang arsitektur.
Analogi-analogi digunakan memberikan jalan untuk mengatur tugas-tugas desain dalam tatanan hirarki, sehingga arsitek dapat mengetahui hal-hal mana yang harus dipikirkan dan hal-hal mana yang dapat dibiarkan pada tahap berikutnya dalam proses perancangan. Beberapa analogi yang sering digunakan oleh para ahli teori untuk menjelaskan arsitektur adalah:
a. Analogi Matematis. Beberapa ahli teori berpendapat bahwa matematika dan geometri merupakan dasar penting bagi
[20]
pengambilan keputusan dalam arsitektur. Contoh: Sistem proporsi
“golden section” yang berasal dari arsitektur zaman yunani sering disebut sebagai tuntunan yang tepat dalam rancangan arsitektur.
Golden section adalah perbandingan 1 : 1,618 2.
b. Analogi Biologis. Ada 2 bentuk teori arsitektur yang berdasarkan analogi biologis yaitu:
a. Arsitektur Oraganik: memusatkan perhatian pada hubungan antara bagian-bagian bangunan atau anta bangunan dan lingkungannya. Kota organic menunjukkan keterpaduan secara keseluruhan dari semua bagian. Perintis dari arsitektur organic adalah F.L. Wright, yang mempunyai karakteristik:
Berkembang ke luar dari dalam dan selera dengan kondisi-kondisi keadaannya
Konstruksi mengikuti sifat bahan
Keterpaduan unsur-unsur bangunan
Menggambarkan waktu, tempat dan tujuan masyarakat yang membuatnya.
b. Arsitektur Biomorfik: memusatkan perhatian pada proses- proses pertumbuhan dan kemampuan bergerak yang berkaitan dengan organism-organisme. Arsitektur biomorfik memiliki kemampuan untuk tumbuh dan berubah melalui perluasan, penggandaan, pemisahan, regenerasi dan perbanyakan. Contoh:
Kota yang dapat dimakam (Rudolf Doemech)
Struktur Preunatik bersel banyak (Fisher, Conolly dan Neumarik)
Kota berjalan (Run Herron)
c. Analogi Romantik Ciri pokok dari arsitektur romantik ialah bersifat mengemban tujuan mendatangkan atau melancarkan tenggapan emosional dalam diri si pengamat. Hal ini dapat dicapai dengan:
[21]
Menimbulkan asosiasi Rancangan romantic memahami rujukan pada alam, masa lalu, tempat-tempat khusus, benda-benda primitive, asosiasi pada denah, dll
Menggunakan sesuatu yang dilebih-lebihkan.
Pengamat akan mesa takut, khawatir, atau kagum dengan penggunaan kontras, situasi yang berlebihan, ukuran yang tidak biasa, dan bentuk-bentuk yang tidak lazim digunakan oleh arsitek.
d. Analogi Linguistik Analogi ini menganut pandangan bahwa bangunan adalah sarana penyampaian informasi kepada para pengamat:
Model sintaksis (data bahasa)
Arsitektur dianggap terdapat unsur-unsur (kata-kata) yang didata menurut aturan tertentu, yang memungkinkan masyarakatdalam suatu kebudayaan tertentu, cepat memahami dan menafsirkan apa yang disampaiakn oleh banguna tersebut.
Model semiotic. Semiotic merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari arti-arti kata dan hubungan antara tanda- tanda atau simbol-simbol yang menyertainya
Model expresionis Bangunan dianggap sebagai suatu wahana yang digunakan arsitek untuk mengungkapkan sikapnya terhadap proyek bangunan tersebut. Ekapresi bangunan dapat mengungkapkan keadaan, lokasi, konstruksi, pemakai, perbedaan fungsi, dll.
e. Analogi Mekanik Pernyataan Le Corbusier bahwa: “a home is machine to live in” (rumah adalah sebuah mesin untuk dihuni) adalah contoh penggunaan analogi mekanik dalam arsitektur.
Bangunan seperti hasilnya sebuah mesin seharusnya hanya menyatakan apa sesungguhnya bangunan tersebut dan apa fungsi didalamnya. Bangunan harusnya tidak menyembunyikan fakta- fakta ini dengan hiasan hiasan yang tak relevan dalam bentuk
[22]
gaya-gaya sebuah bangunan modern harus apa adanya, transparan, dan bersih dari kebohongan-kebohongan atau hal-hal yang tidak prinsipil, untuk menyesuaikan dengan dunia mekanisasi dan transportasi cepat saat ini. Dengan hanya menyatakan apakah meralat dan apakah yang dilakukan, maka keindahan akan dating dengan sendirinya.
f. Analogi Adhocisme Pandangan mengenai arsitektur menurut pendekatan Adhocis adalah menanggapi kebutuhan langsung dengan menggunakan bahan-bahan yang mudah diperoleh, tanpa membuat tujuan pada suatu cita-cita tertentu. Tidak ada pedoman baku dari luar untuk mengukur rancangan tersebut.
g. Analogi Dramaturgi Lingkungan buatan dapt dianggap sebagai sebuah pentas panggung. Manusia memainkan peran dan bangunan-bangunan merupakan panggung dan perlengkapn yang menunjang pentas. Arsitek dapat menyebabkan orang bergerak ke suatu arah atau dari arah lain dengan memberikan petunjuk- petunjuk visual. Dalam analogi dramenturgi arsitek bertindak seperti dalang yang mengatur aksi dan menunjangnya.
2.2. Tugas dan Diskusi
Sesuai dengan pengetahuan yang anda kuasai tentang prinsip dan teori arsitektur, Anda diminta untuk membuat tulisan mengenai penerapan dan contoh-contoh tentang prinsip dan teori arsitektur . Tugas dan Diskusi yang dikerjakan adalah:
1. Tugas individu
2. Mahasiswa mencari penerapan dan contoh-contoh tentang prinsip dan teori arsitektur
3. Format tugas paper dan PPT
4. Tugas dipresentasikan dan didiskusikan di kelas
[23]
Rangkuman
Beberapa pengertian dan fungsi teori antara lain adalah merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.
Teori arsitektur adalah ungkapan umum tentang apakah arsitektur, apa yang harus dicapai dengan arsitektur, dan bsgaimana cara yang paling baik untuk merancang.
Teori dalam arsitektur adalah hipotesa, harapan & dugaan-dugaan tentang apa yang terjadi bila semua unsur yang dijadikan bangunan di kumpulkan dalam suatu cara, tempat, dan waktu tertentu.
[24]
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
FAKULTAS TEKNIK
PERTEMUAN 3
PRINSIP DAN TEORI ARSITEKTUR (LANJUTAN)
Capaian
Pembelajaran : Mahasiswa memahami faktor-faktor dan tahap-tahap yang diperlukan dalam merancang
Sub Pokok
Bahasan : 3.1. Materi Perkuliahan
3.1.1. Teori Arsitektur (Lanjutan)
3.1.2. 7 Prinsip Dasar Desain Arsitektur 3.2. Tugas dan Diskusi
Daftar
Pustaka : 1. Johnson, Paul Alan, The Teory of Architecture, Van Nostrand Reinhold, New York, 1994
2. White, Edward T, Tata Atur, Pengantar Merancang
Arsitektur, Penerbit ITB, Bandung, 1986
[25]
ISI MODUL
3.1. Materi Perkuliahan
3.1.1. Teori Arsitektur (Lanjutan)
Pada paparan arsitektur yang lebih luas harus diperhatikan lebih lanjut berkaitan dengan kedudukan teori-teori yang sering digunakan. Dalam hal ini perlu sekali dibedakan adanya perbedaan antara konsep dan metode.
Konsep bisa difahami sebagai teori yang tanpa perlu dibuktikan (sebagai landasan perancangan), sedangkan kalau Metode merupakan cara untuk membuktikan dan metode sendiri memerlukan teori sebagai alat untuk mengujinya (tidak ada metode tanpa teori).
Dalam pandangan lain, teori dalam arsitektur dapat dikaitkan dengan
‘pokok–pokok pikiran’ yang berkaitan dengan pemikiran terhadap arsitektur.
a. Theory in Architecture (what architecture is),
Teori arsitektur yang umumnya mengamati aspek formal, tektonik, structural, representasional dan prinsip – prinsip estetika yang melandasi gubahan arsitektur. Teori yang tergolong dalam kelompok ini cende-rung bersifat superficial, deskriptif dan persepektif
b. Theory of Architecture (how best to design!)
Teori yang berusaha menjelaskan bagaimana para arsitek mengembangkan prinsip-prinsip dan meng gunakan pengetahuan, teknik dan gambar-gambar dalam proses disain dan produksi bangunan. Isu pokok di sini bukan prinsip-prinsip umum yang memandu disain, tetapi bagaimana dan mengapa arsitek mendesain , menggunakan media serta mengapa di antara arsitek bisa terjadi keaneka keragaman historis maupun budaya
c. Theory about Architecture (the achievement of Architecture) Teori yang bertujuan untuk menjelaskan makna dan pengaruh arsitek, mendudukan arsitek dalam konteks sosial-budayanya, memberikan bagaimana arsitek bekerja sebagai produser budaya,
[26]
atau memahami bagaimana arsitek digunakan dan diterima oleh masyarakat. Dengan kata lain teori ini berusaha menjelaskan bagaimana arsitektur berfungsi, dipahami dan diproduksi secara sosial-budaya.
3.1.2. 7 Prinsip Dasar Desain Arsitektur
Meskipun saat mewujudkan desain arsitektur pada rumah impian kita akan dibantu oleh tenaga profesional dari arsitek, sebagai pemilik rumah tentu kamu akan terlibat dalam diskusi dan juga secara tak langsung ikut mengambil peran dalam mewujudkan desain arsitektur terbaik dan paling pas untuk rumah impianmu. Untuk itu, penting untuk kamu memahami sedikit dasar-dasar dari desain arsitektur agar bisa mengkomunikasikan desain arsitektur yang kamu kehendaki dalam proses desain yang dilakukan arsitek professional. Apa saja prinsip dasar arsitektur?
a. Proporsi Desain Arsitektur (Proportion)
Prinsip desain arsitektur terakhir adalah proporsi desain. Proporsi merupakan kesesuaian dimensi dari elemen arsitektur dengan lingkungan sekitar dan juga fungsi serta aspek arsitektural lainnya seperti lokasi, posisi, dan juga dimensi obyek lainnya. Ini berlaku pada semua desain arsitektur bangunan. Prinsip desain arsitektur satu ini akan lebih mudah diterapkan, karena kamu bisa mengikuti standar umum yang sudah ditetapkan sehingga kamu bisa meminimalisir terjadinya proporsi yang nggak estetis pada desain arsitektur rumah impianmu
Sumber: google.com
Gambar 3.1. Proporsi dalam Detail Arsitektur
[27]
b. Irama (Accentuation & Rhythm)
Dalam desain arsitektur, yang dimaksud irama adalah penataan dari sebuah elemen yang harmonis. Elemen inipun bisa bervariasi mulai dari bentuk, warna, hingga perabot dan dekor ruangan.
Prinsip irama dalam desain arsitektur sendiri dibagi menjadi dua jenis irama. Pertama adalah irama statis. Dalam desain arsitektur, irama statis merupakan pengulangan dengan pola yang sama dan konsisten. Contohnya bisa seperti peletakkan kolom dengan jarak setiap 3 meter secara konsisten. Pengaplikasian lainnya bisa dalam bentuk pengaplikasian dekorasi hiasan dinding seperti bingkai foto dengan posisi dan jarak yang sama secara konsisten.
Prinsip desain arsitektur irama yang kedua adalah irama dinamis, di mana faktor penentu pengulangan irama bisa lebih dari satu aspek dan bervariasi. Dalam desain arsitektur, contoh dari pengaplikasian prinsip irama dinamis adalah pola warna pada fasad rumah atau fasad bangunan yang diselang-seling secara teratur dan konsisten. Contoh dalam warna misalnya coklat-putih- hijau. Penerapan lain dalam desain arsitektur bisa seperti penataan perabot kursi – meja – kursi – kursi – meja – kursi dan seterusnya
Sumber: google.com
Gambar 3.2. Irama dalam Detail Arsitektur
[28]
c. Komposisi (Sequence)
Komposisi atau sequence dalam desain arsitektur adalah penataan elemen secara keseluruhan agar alur menjadi lebih nyaman.
Contoh penerapan komposisi pada desain arsitektur yang paling mudah dipahami adalah penataan denah komposisi ruang, seperti saat ingin menata interior ruang tamu.
Dalam desain arsitektur, setiap ruang umumnya terbagi menjadi tiga fungsi zona yaitu public, private, dan service. Zona public menyangkut fungsi-fungsi di mana ruang tersebut lebih mungkin digunakan oleh orang di luar dari anggota inti pengguna rumah seperti ruang tamu atau teras. Zona private dalam desain arsitektur adalah zona di mana fungsinya secara eksklusif hanya diperuntukkan bagi keluarga inti penghuni rumah seperti kamar tidur. Sedangkan zona service merupakan area dimana fungsinya lebih diperuntukkan untuk kegiatan bersifat maintenance dan perawatan rumah seperti dapur, gudang, atau ruang laundry.
Setiap ruangan perlu diatur sesuai dengan alur zona dan fungsi ini. Seperti ruang tamu yang berada paling depan dan kamar tidur yang tidak berhadapan atau bersebelahan langsung dengan zona service seperti dapur.
Sumber: google.com
Gambar 3.3. Komposisi dalam Detail Arsitektur
[29]
d. Keseimbangan (Balance)
Desain arsitektur yang baik adalah desain yang seimbang. Untuk itulah prinsip dalam desain arsitektur selanjutnya adalah balance.
Keseimbangan dalam desain arsitektur sendiri dibagi menjadi dua.
Prinsip keseimbangan desain arsitektur adalah keseimbangan yang simetris. Menentukan komposisi keseimbangan yang simetris terbilang cukup mudah. Cukup imajinasikan terdapat garis pada bagian tengah-tengah objek arsitektur dan apakah kedua sisi memilik visual yang serupa atau seperti reflektif. Hal ini bisa berlaku dalam penataan perabot dan furnitur, dekorasi dinding, fasad, serta penataan denah bangunan.
Selain desain arsitektur yang simetris, keseimbangan juga bisa dicapai dengan komposisi desain arsitektur asimetris, di mana penataan sengaja dibentuk tak seimbang dengan menitikberatkan kontras pada salah satu titik atau sisi dalam ruang. Prinsip desain arsitektur asimetris terbilang cukup beresiko karena diperlukan sense of art yang tinggi untuk bisa membuat komposisi desain arsitektur asimetris yang terlihat estetis dan baik.
Sumber: google.com
Gambar 3.4. Keseimbangan dalam Detail Arsitektur
[30]
e. Point of Interest atau Contrast
Prinsip desain arsitektur satu ini juga sering disebut sebagai focal point. Sederhananya, prinsip desain arsitektur ini adalah membuat sebuah elemen kontras yang menjadi perhatian utama dari sebuah desain. Baik itu dalam interior maupun secara arsitektural.
Ada banyak cara mengimplementasikan prinsip ini pada desain arsitektur rumah ataupun interiormu. Berbagai elemen mulai dari bentuk, warna, ukuran, posisi, hingga tekstur ataupun visual.
Contoh penerapan sederhananya adalah penggunaan sofa unik berwarna mencolok seperti merah atau kuning di tengah-tengah ruangan yang didominasi warna putih. Contoh lain pengaplikasian prinsip desain arsitektur ini dalam hal bentuk adalah dengan membuat desain jendela unik dengan bentuk persegi panjang di antara rangkaian jendela dengan bentuk melingkar.
f. Skala (Scale)
Pernahkah kamu memasuki ruangan yang sangat luas namun memiliki tinggi langit-langit yang sangat rendah? Ruang-ruang seperti ini bisa memberikan suasana dan kesan tersendiri seperti rasa tertekan atau pengap. Hal inilah yang membuat pemahaman
Sumber: google.com
Gambar 3.5. Contrast dalam Detail Arsitektur
[31]
skala sangat penting untuk menghadirkan desain arsitektur yang baik.
Skala adalah perbandingan dari ruang atau bangunan dengan lingkungan atau elemen arsitektural lainnya. Pada dasarnya, skala pada desain arsitektur tak ada aturan khusus karena skala bisa disesuaikan dengan nuansa atau kesan yang diinginkan. Misalkan untuk mendapatkan kesan megah, kamu bisa membuat ruangan dengan tinggi yang lebih tinggi daripada ruang lainnya atau standar pada umumnya.
g. Kesatuan Desain (Unity)
Desain arsitektur bisa saja bermacam-macam, namun bagaimana berbagai elemen arsitektural tersebut bisa terlihat harmonis saat disatukan menjadi sebuah produk desain arsitektur? Saat itulah dibutuhkan prinsip kesatuan dalam desain atau unity dalam merancang sebuah produk.
Memberikan keserasian pada setiap unsur dalam desain arsitektur bisa dilakukan dengan berbagai hal seperti dengan penggunaan warna, bentuk, pola, material hingga gaya spesifik desain.
Misalkan kamu memiliki berbagai jenis kursi dengan gaya desain yang berbeda-beda pada ruang makan, dengan memberikan
Sumber: google.com
Gambar 3.6. Skala dalam Detail Arsitektur
[32]
elemen khusus, misalnya bantal, dengan warna yang sama sebagai warna dominan. Komposisi dari susunan kursi tersebut kini akan terlihat lebih harmonis.
3.2. Tugas dan Diskusi
Sesuai dengan pengetahuan yang anda kuasai tentang prinsip dan teori arsitektur, Anda diminta untuk membuat tulisan mengenai penerapan dan contoh-contoh tentang prinsip dan teori arsitektur . Tugas dan Diskusi yang dikerjakan adalah:
5. Tugas individu
6. Mahasiswa mencari penerapan dan contoh-contoh tentang prinsip dan teori arsitektur
7. Format tugas paper dan PPT
8. Tugas dipresentasikan dan didiskusikan di kelas
Rangkuman
Konsep bisa difahami sebagai teori yang tanpa perlu dibuktikan (sebagai landasan perancangan), sedangkan kalau Metode merupakan cara untuk membuktikan dan metode sendiri memerlukan teori sebagai alat untuk mengujinya (tidak ada metode tanpa teori). Dalam pandangan lain, teori dalam arsitektur dapat dikaitkan dengan
‘pokok–pokok pikiran’ yang berkaitan dengan pemikiran terhadap arsitektur.
Sumber: google.com
Gambar 3.7. Kesatuan dalam Detail Arsitektur
[33]
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
FAKULTAS TEKNIK
PERTEMUAN 4
TEORI FENOMENOLOGI
Capaian
Pembelajaran : Mahasiswa mengetahui dan memahami teori fenomenologi
Sub Pokok
Bahasan : 4.1. Materi Perkuliahan
4.1.1. Pengertian Fenomenologi
4.1.2. Fenomenologi sebagai Disiplin Ilmu 4.1.3. Fenomenologi dan epistemology 4.1.4. Tipe-tipe Tradisi Fenomenologi 4.2. Tugas dan Diskusi
Daftar
Pustaka : 1. Johnson, Paul Alan, The Teory of Architecture, Van Nostrand Reinhold, New York, 1994
2. Alexander, Christopher, Notes On The Synthesis of Form, Harvard University Press, London, 1994 3. White, Edward T, Tata Atur, Pengantar Merancang
Arsitektur, Penerbit ITB, Bandung, 1986
[34]
ISI MODUL 4.1. Materi Perkuliahan
4.1.1. Pengertian Fenomenologi
Istilah fenomenologi dalam bahasa Yunani disebut dengan phainomenon yang berarti “apa yang tampak” dan logos yang berarti studi. Sedangkan, istilah fenomenologi dalam bahasa Latin disebut dengan phenomenologia yang dikenalkan oleh Christoph Friedrich Oetinger (1736). Kemudian, Johann Heinrich Lambert mengenalkan istilah fenomenologi dalam bahasa Jerman dengan nama phanomenologia. Pada abad ke-18, fenomenologi dimaksudkan sebagai teori dasar penampakan untuk mengkaji secara empiris mengenai pengetahuan penampakan sensori. (Baca juga: Internet sebagai Media Komunikasi). Fenomenologi secara umum dipahami sebagai bidang disiplin filsafat dan atau sebagai sebuah pergerakan dalam sejarah filsafat.
4.1.2. Fenomenologi sebagai Disiplin Ilmu
Terdapat beberapa kerangka fenomenologi sebagai suatu disiplin ilmu, diantaranya:
a. Fenomenologi sebagai Bidang Disiplin Filsafat
Sebuah studi mengenai struktur pengalaman atau kesadaran.
Secara literal, fenomenologi adalah studi tentang fenomena atau gejala yang mencakup penampilan sesuatu atau sesuatu sebagaimana mereka tampil dalam pengalaman manusia, atau cara manusia dalam mengalami sesuatu termasuk didalamnya arti dari sesuatu tersebut yang dimiliki oleh manusia dalam pengalamannya. Fenomenologi mempelajari kesadaran pengalaman manusia sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman dari sudut pandang orang pertama. Bidang disiplin fenomenologi kemudian dibedakan dan berhubungan dengan bidang utama filsafat yaitu ontologi, epistemologi, logika, dan etika.
[35]
b. Fenomenologi sebagai Sebuah Pergerakan dalam Sejarah Filsafat Tradisi filsafat yang berkembang pada awal abad ke-20 di benua Eropa, khususnya di Jerman yang dipelopori oleh Edmund Gustav Albrecht Husserl, Karl Jaspers, dan Martin Heidegger, serta di Perancis yang dipelopori oleh Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, dan Simone de Beauvoir. Dalam pergerakan itu, bidang disiplin fenomenologi dipandang sebagai dasar bagi semua filsafat.
Richard L. Lanigan dalam tulisannya berjudul The Phenomenology of Human Communication as a Rhetorical Ethic (1977:5) menyatakan bahwa fenomenologi sebagai pergerakan dalam sejarah filsafat meletakkan tujuan dan arah dalam teori dan praksis yang disebut dengan pengalaman sadar misalnya hubungan antara manusia dan tempat ia hidup. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa fenomenologi sebagai sebuah teori menekankan dirinya dengan alam dan fungsi kesadaran.
Ketika kesadaran disebut sebagai fenomena manusia maka fenomenologi digambarkan secara jelas sebagai sebuah sikap atau filsafat manusia. Sedangkan, fenomenologi sebagai praksis beroperasi sebagai sebuah metodologi investigatif yang menjelaskan berbagai pengalaman. Penerapan metodologi memiliki jangkauan yang sama dengan jangkauan penjelasan tentang permasalahan yang dimiliki oleh pengalaman tersebut.
Dengan demikian, fenomenologi adalah sebuah pergerakan bersejarah, tradisi filsafat eksisensial, dan metodologi penelitian yang mencontoh filsafat ilmu (Lanigan, 1977:5).
c. Fenomenologi sebagai Metode
Dalam sejarah ilmu manusia dan filsafat, salah satu pendekatan yang terbaik untuk memahami ruang lingkup pengalaman kesadaran manusia adalah fenomenologi. Tidak seperti hewan
[36]
atau mesin, manusia memiliki fungsi dalam tiga tingkatan simultan kesadaran yang mengintegrasikan ekspresi dan persepsi dari afeksi atau emosi, kognitif atau pikiran, dan konatif atau tindakan yang bertujuan. (baca juga: Literasi Media)
Para peneliti filsafat menyebutnya dengan istilah Latin yaitu capta, data, dan acta. Ketiga deskripsi proses analitik tersebut mengikuti model metodologi penelitian standar dari fenomenologi semiotika yang terdiri dari deskripsi, reduksi, dan intepretasi (Lanigan, 2015:2). (Baca juga: Sejarah Jurnalistik di Indonesia). Menurut Jurgen Ruesch (1972) ketiga tahapan prosedur yang terdiri dari deskripsi, reduksi dan intepretasi, mengacu pada proses dasar dari komunikasi, yaitu understanding atau memahami, acknowledging atau mengakui, dan agreeing atau menyetujui. Sebagai sebuah praksis, fenomenologi berjalan dengan menggunakan metodologi investigatif untuk menjelaskan pengalaman manusia.
Fenomenologi sebagai sebuah metodologi dikenalkan oleh Richard L. Lanigan. Menurutnya, fenomenologi sebagai metodologi memiliki tiga tahapan proses yang saling bersinergi, yaitu:
1. Deskripsi fenomenologis
Para ahli fenomenologi berpendapat bahwa kata sifat fenomenologis digunakan untuk mengingatkan jika kita berhubungan dengan capta yaitu pengalaman sadar. (Baca juga: Peran Media Komunikasi Politik)
2. Reduksi fenomenologis
Tujuan dari reduksi fenomenologis adalah untuk menentukan bagian mana dari deskripsi yang penting dan bagian mana yang tidak penting. Dalam artian, reduksi fenomenologis bertujuan untuk melakukan isolasi suatu objek dari kesadaran yang masuk ke dalam pengalaman yang dimiliki. Teknik yang umum dilakukan dalam reduksi fenomenologis adalah variasi
[37]
bebas imajinatif. Prosedur ini terdiri dari refleksi berbagai bagian dari pengalaman dan membayangkan setiap bagian sebagai kehadiran atau ketiadaan dalam pengalaman secara sistematis. (Baca juga: Efek Media Sosial)
3. Intepretasi fenomenologis
Pada umumnya dimaksudkan untuk menjelaskan pemaknaan yang lebih khusus atau yang penting dalam reduksi dan deskripsi dari pengalaman kesadaran yang tengah diselidiki.
Secara teknis, intepretasi disebut secara beragam dengan semiotik atau analisis hermeneutik. Semiologi adalah studi yang mempelajari sistem lambang atau kode-kode. Dengan demikian hermeneutik semiologi adalah hubungan khusus yang menyatukan deskripsi dan reduksi.
d. Fenomenologi sebagai Bidang Disiplin Filsafat
Fenomenologi sebagai bidang disiplin tidak dapat disamakan dengan filsafat namun berkaitan dengan berbagai disiplin kunci dalam filsafat seperti ontologi, epistemologi, logika, dan etika.
Masing-masing disiplin kunci filsafat memiliki domain studi yang berbeda satu sama lain. (Baca juga: Media Komunikasi Modern).
Begitu pula dengan fenomenologi. Walaupun terdapat perbedaan dalam domain studi, fenomenologi berkaitan dengan masing- masing disiplin kunci filsafat. Berikut adalah keterkaitan antara fenomenologi dengan ontologi, epistemologi, logika, dan etika.
(Baca juga: Pengaruh Media Sosial)
4.1.3. Fenomenologi dan epistemologi
Berdasarkan epistemologi modern, fenomenologi membantu mendefinisikan suatu fenomena yang diklaim oleh pengetahuan. Di lain pihak, fenomenologi sendiri mengklaim untuk mencapai pengetahuan tentang sifat kesadaran manusia dilakukan melalui sebuah bentuk intuisi.
Lalu ada pengertian fenomenologi lain, diantaranya:
a. Fenomenologi dan logika: Teori makna logika mengantarkan
[38]
Husserl kepada teori intensionalitas yang merupakan jantung fenomenologi
b. Fenomenologi dan ontologi: Fenomenologi mempelajari sifat kesadaran manusia yang menjadi isu sentral dalam metafisis atau ontology
c. Fenomenologi dan etika: Fenomenologi memainkan peran dalam etika dengan menawarkan analisis struktur keinginan, penilaian, kebahagiaan, dan kepedulian terhadap sesama.
Penelitian fenomenologis bertujuan untuk mengekspresikan diri secara murni tanpa adanya gangguan dari peneliti. Terdapat beberapa tahapan harus yang dilalui ketika melakukan penelitian yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing.
Bracketing – proses mengidentifikasi dan menahan setiap keyakinan serta pendapat yang sebelumnya telah terbentuk yang mungkin saja ada dan mengenai fenomena atau gejala yang sedang diteliti
Intuiting – proses yang terjadi ketika peneliti bersikap terbuka terhadap makna yang terkait dengan fenomena oleh mereka yang pernah mengalaminya sehingga menghasilkan pemahaman umum mengenai fenomena yang sedang diteliti. (Baca juga: Proses Interaksi Sosial)
Analyzing – proses yang melibatkan proses lainnya yang meliputi coding, kategorisasi dan memahami arti dari fenomena tersebut.
(Baca juga: Komunikasi Pembelajaran)
Describing – pada tahapan ini, peneliti menjadi mengerti, memahami, dan mendefinisikan fenomena yang diteliti. Tujuannya adalah mengkomunikasikan dan menawarkan perbedaan, atau deskripsi kritis dalam bentuk tertulis atau verbal.
Fenomenologi sebagai bidang disiplin filosofis memiliki beberapa asumsi dasar yang berakar dari asumsi epistemologis serta asumsi ontologi.
Keduanya memberikan kontribusi dalam menjelaskan dasar-dasar
[39]
pendekatan filosofis untuk memahami berbagai fenomena sosial. (Baca:
Komunikasi Sosial). Menurut Mark P. Orbe melalui Encyclopedia of Communication Theory (2009:751-752), fenomenologi memiliki 5 (lima) asumsi dasar, yaitu:
a. Asumsi pertama adalah penolakan terhadap gagasan bahwa para peneliti dapat bersikap objektif. Para ahli fenomenologi percaya bahwa pengetahuan mengenai esensi hanya dapat dilakukan dengan cara mengasah berbagai asumsi yang telah ada sebelumnya melalui suatu proses-yang dalam fenomenologi dikenal dengan istilah epoche. (Baca juga: Jenis-jenis Interaksi Sosial)
b. Asumsi kedua adalah bahwa pemahaman yang mendalam terhadap sifat dan arti dari hidup terletak pada analisis praktik kehidupan yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya c. Asumsi ketiga adalah eksplorasi manusia yang bertentangan
dengan individu adalah hal sangat penting dalam fenomenologi.
Manusia dipahami melalui berbagai cara yang unik sebagaimana mereka merefleksikannya melalui keadaan sosial, budaya, dan sejarah kehidupannya
d. Asumsi keempat adalah bagaimana manusia dikondisikan dalam sebuah proses penelitian. Para peneliti fenomenologi tertarik untuk mengumpulkan berbagai pengalaman sadar manusia yang dianggap penting melalui intepretasi seorang individu dibandingkan dengan pengumpulan data secara tradisional
e. Asumsi kelima berkaitan dengan proses. Fenomenologi adalah sebuah metodologi yang berorientasi pada penemuan yang secara spesifik tidak menentukan sebelumnya apa yang akan menjadi temuannya.
4.1.4. Tipe-tipe Tradisi Fenomenologi
Terdapat berbagai macam tradisi fenomenologi, yaitu:
a. Fenomenologi eksistensial (existential phenomenology), adalah
[40]
suatu studi yang menitikberatkan pada kehadiran manusia termasuk didalamnya pengalaman manusia dalam kebebasan untuk menentukan pilihan ataupun tindakan dalam suatu situasi b. Fenomenologi historis generatif (generative historicist
phenomenology), adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana memaknai segala sesuatu yang ditemui dalam pengalaman manusia kemudian digeneralisasikan ke dalam proses historis kumpulan pengalaman sepanjang waktu
c. Fenomenologi genetik (genetic phenomenology), adalah studi yang mempelajari asal mula makna dari berbagai hal yang berada dalam pengalaman sendiri
d. Fenomenologi hermeneutik (hermeneutical phenomenology), adalah studi yang mempelajari struktur intepretatif pengalaman, bagaimana kita memahami dan mengikutsertakan berbagai hal di sekitar kita ke dalam dunia manusia kita termasuk diri kita sendiri dan orang lain
e. Fenomenologi konstitutif naturalistik (naturalistic constitutive phenomenology), adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana kesadaran mengambil berbagai hal dalam dunia alam dengan asumsi bahwa sikap alami kesadaran adalah bagian dari alam f. Fenomenologi realistik (realistic phenomenology), adalah suatu
studi yang menitikberatkan pada pencarian esensi universal dari berbagai hal termasuk tindakan manusia, motif, dan diri sendiri.
Selain itu, beberapa ahli menambahkan berbagai hal lainnya yang meliputi filsafat hukum fenomenologis (Adolf Reinach); etika, teori nilai, agama, dan filosofi antropologis (Max Scheler); estetika, arsitektur, musik, sastra, dan film (Roman Ingarden); filosofi ilmu pengetahuan manusia dan gender (Edith Stein)
g. Fenomenologi konstitutif transendental (transcendental constitutive phenomenology), adalah suatu studi yang mempelajari bagaimana suatu objek dikonstitusikan ke dalam kesadaran transendental
[41]
4.2. Tugas dan Diskusi
Sesuai dengan pengetahuan yang anda kuasai tentang teori fenomenologi, Anda diminta untuk membuat tulisan mengenai aplikasi teori. Tugas dan Diskusi yang dikerjakan adalah:
1. Tugas individu/ Perorangan
2. Mahasiswa mencari penerapan teori fenomenologi di Indonesia 3. Format tugas paper dan PPT
4. Tugas dipresentasikan dan didiskusikan di kelas
Rangkuman
Sebagai salah satu tradisi teori komunikasi, fenomenologi mengkonseptualisasikan komunikasi sebagai pengalaman diri dan orang lain dalam sebuah dialog.
Fenomenologi memandang masalah komunikasi, sebagaimana semiotika, berkembang dalam kesenjangan antara berbagai sudut pandang subjektif bahwa seseorang tidak dapat secara langsung mengalami kesadaran lainnya dan potensi memahami intersubjektif adalah terbatas. Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat dua pendekatan yang berbeda yaitu semiotika dan fenomenologi.
Pendekatan semiotika melihat pemaknaan berbagai perlambang. Sementara itu, fenomenologi melihat cara manusia dalam mengalami diri dan orang lain. Hambatan- hambatan komunikasi dapat berkembang karena adanya ketidakpedulian diri, tidak adanya penerimaan terhadap berbagai perbedaan, atau strategi yang digunakan dapat menghalangi keterbukaan kepada yang lain. Fenomenologi menekankan kebutuhan bagi manusia untuk berpaling satu sama lain dan pengalaman diri dan lainnya dalam dialog yang tulus.
[42]
UNIVERSITAS BUDI LUHUR
FAKULTAS TEKNIK
PERTEMUAN 5
TEORI FENOMENOLOGI (LANJUTAN)
Capaian
Pembelajaran : Mahasiswa mengetahui dan memahami teori fenomenologi
Sub Pokok Bahasan
: 5.1. Materi Perkuliahan
5.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Fenomenologi 5.1.2. Manfaat Mempelajari Teori Fenomenologi 5.1.3. Tokoh Fenomenologi
5.2. Tugas dan Diskusi Daftar
Pustaka : 1. Johnson, Paul Alan, The Teory of Architecture, Van Nostrand Reinhold, New York, 1994
2. Alexander, Christopher, Notes On The Synthesis of Form, Harvard University Press, London, 1994
3. White, Edward T, Tata Atur, Pengantar Merancang
Arsitektur, Penerbit ITB, Bandung, 1986
[43]
ISI MODUL
5.1. Materi Perkuliahan
5.1.1. Kelebihan dan Kekurangan Fenomenologi
Fenomenologi sebagai bidang disiplin filsafat dan sebagai metodologi ilmu manusia telah diakui kemampuannya dalam mempelajari suatu fenomena sosial. Para peneliti komunikasi kontemporer menggunakan kelebihan fenomenologi sebagai prinsip dasar yang kuat dalam penelitian komunikasi. Selain itu, fenomenologi juga memberikan penawaran kepada para peneliti komunikasi suatu pendekatan ilmu manusia untuk mempelajari fenomena dengan cara yang tetap peka terhadap keunikan orang yang diteliti.
Disamping kelebihannya, fenomenologi juga tidak lepas dari kritik para peneliti lainnya, salah satunya adalah Daniel Dennett. Daniel Dennet menyatakan bahwa pendekatan orang pertama dalam fenomenologi memiliki keterbatasan dalam meneliti keberadaan manusia secara efektif. Pendekatan orang pertama dipandang sebagai pendekatan subyektif yang merujuk pada terminologi autofenomenologi. Selain itu, fenomenologi juga memiliki keterbatasan dalam ketidakmampuannya untuk menghasilkan suatu intepretasi reduksi yang lengkap atau kecenderungan untuk mempromosikan sebuah konseptualisasi esensialis dari suatu fenomena.
5.1.2. Manfaat Mempelajari Teori Fenomenologi
Mempelajari fenomenologi dapat memberikan manfaat dalam membantu memahami fenomenologi yang mencakup sejarah, varian, serta penerapannya dalam ilmu komunikasi secara umum.
[44]
5.1.3. Tokoh Fenomenologi a. Edmud Husserl
Edmund Husserl (1859-1938) merupakan tokoh terpenting dalam metode fenomenologi mengingat ialah yang untuk pertama kalinya mempopulerkan nama fenomenologi sebagai metode atau cara berpikir baru dalam ranah keilmuan sosial-humaniora.
Beberapa pemikiran Edmund Husserl terkait teori fenomonologi, sebagai berikut:
Fenomenologi Sebagai Metode untuk Membangun Disiplin dasar Pendiri fenomenologi sebagai sebuah gerakan filosofis, Edmund Husserl (1859-1938) memiliki tujuan fundamental, yang diperlukan untuk memiliki kejelasan dalam pikiran dalam menilai pekerjaannya dan relevansinya bagi psikologi. Tujuan ini adalah untuk memberikan dasar yang pasti untuk disiplin ilmiah yang berbeda dengan membentuk makna konsep-konsep mereka yang paling dasar. Hal ini harus dilakukan dengan klarifikasi struktur- struktur esensial penting dari pengalaman yang membedakan satu disiplin dari yang lain dan mengatur sifat dari masing-masing konsep disiplin itu.
b. Alfred Scrutz
Ahli teori sosiologi-fenomenologi yang paling menonjol adalah Alfred Schutz, seorang murid Husserl yang berimigrasi ke Amerika Serikat setelah munculnya fascism di Eropa, melanjutkan karirnya sebagai bankir dan guru penggal-waktu (part-time). Dia muncul di bawah pengaruh filsafat pragmatis dan interaksionisme-simbol;
barngkali cara terbaik untuk mendekati karyanya adalah melihatnya sebagai bentuk interaksionisme yang lebih sistematik dan tajam. Akan tetapi, dalam karya klasiknya yang berjudul The Phenomenology of the Social World, bagaimanapun, dia tertarik dengan penggabungan pandangan fenomenologi dengan sosiologi
[45]
melalui suatu kritik sosiologi terhadap karya Weber. Dia mengatakan bahwa reduksi fenomenologis, pengesampingan pengetahuan kita tentang dunia, meninggalkan kita dengan apa yang ia sebut sebagai suatu “arus-pengalaman” (stream of experience).
Sebutan fenomenologis berarti studi tentang cara dimana fenomena hal-hal yang kita sadari muncul kepada kita, dan cara yang paling mendasar dari pemunculannya adalah sebagai suatu aliran pengalaman-pengalaman inderawi yang berkesinambungan yang kita terima melalui panca indera kita. Fenomenologi tertarik dengan pengidentifikasian masalah ini dari dunia pengalaman inderawi yang bermakna, suatu hal yang semula yang terjadi di dalam kesadaran individual kita secara terpisah dan kemudian secara kolektif, di dalam interaksi antara kesadaran-kesadaran.
Bagian ini adalah suatu bagian dimana kesadaran bertindak (acts) atas data inderawi yang masih mentah, untuk menciptakan makna, didalam cara yang sama sehingga kita bisa melihat sesuatu yang bersifat mendua dari jarak itu, tanpa masuk lebih dekat, mengidebtifikasikannya melalui suatu proses dengan menghubungkannya dengan latar belakangnya.
Menurut Schutz, cara kita mengkonstruksikan makna diluar dari arus utama pengalaman ialah melalui proses tipikasi. Dalam hal ini termasuk membentuk penggolongan atau klasifikasi dari pengalaman dengan melihat keserupaannya. Jadi dalam arus pengalaman saya, saya melihat bahwa objek-objek tertentu pada umumnya memiliki ciri-ciri khusus, bahwa mereka bergerak dari tempat ke tempat, sementara lingkungan sendiri mungkin tetap diam.