• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PROFIL SANITASI SAAT INI

2.1 Gambaran Wilayah

2.1.1 Geografis

Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 1070 22’ – 1080 50’ Bujur Timur dan 60 41’ – 70 19’ Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung merupakan dataran tinggi berbentuk cekungan di mana sungai Citarum sebagai sentral cekungan menjadi muara bagi anak-anak sungai dari utara, selatan, dan timur. Kondisi geografis tersebut menyebabkan tingkat kerentanan bencana alam di Kabupaten Bandung cukup tinggi.

Ditinjau berdasarkan geologi wilayah, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang berada dalam Kawasan Cekungan Bandung. Sekeliling kawasan cekungan bandung tersebut dikelilingi oleh deretan pegunungan sebagai berikut:

 Di Utara terdapat Bukit Tunggul dengan tinggi 2.200 m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi 2.076 m, yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta.

 Di Selatan terdapat Gunung Patuha dengan tinggi 2.334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2.321 m, Gunung Papandayan dengan tinggi 2.262 m, dan Gunung Guntur dengan tinggi 2.249 m, yang berbatasan dengan Kabupaten Garut.

 Dibagian barat Kawasan Cekungan Bandung, terdapat sederetan intrusi andesit dan dasit yang membentuk punggung- punggung tidak teratur.

 Adapun di bagian timur Kawasan Cekungan Bandung di apit oleh Gunung Krenceng dan Gunung Mandalawangi.

Morfologi Kabupaten Bandung yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung tersebut menjadikan Kabupaten Bandung tergolong potensial sebagai tempat akumulasi air tanah.

Kondisi geografis Kabupaten Bandung yang berupa dataran tinggi berbentuk cekungan dikombinasikan dengan banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi baik dari pertanian dan daerah resapan menjadi permukiman maupun kawasan hutan menjadi lahan pertanian musiman menyebabkan tingginya sedimentasi dan bencana banjir. Selain itu, terganggunya sistem jaringan irigasi dan drainase juga berakibat pada timbulnya genangan dan banjir di beberapa titik lokasi

(2)

terutama wilayah permukiman seperti banjir di Cieunteung-Baleendah, Dayeuhkolot serta jalan terusan Kopo.

Kabupaten Bandung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara 1.500 mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12oC sampai 24oC dengan kelembaban antara 75 % pada musim hujan dan 87 % pada musim kemarau.

Dalam konstelasi Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung berbatasan secara langsung dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Batas wilayah administratif Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:

2.1.2 Topografis

Berdasakan topografinya, sebagian wilayah Kabupaten Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan ketinggian yang bervariasi antara 500 m hingga 1.812 di atas permukaan laut. Secara tidak langsung, kondisi topografi Kabupaten Bandung inilah yang mempengaruhi iklim Kabupaten Bandung yang cenderung sejuk dengan suhu berkisar antara 180C hingga 240C. Secara umum topografi Kabupaten Bandung dapat dibedakan ke dalam tiga jenis topografi yaitu dataran, lereng/ punggung bukit dan lembah/ DAS. Topografi tersebut cendrung bervariatif untuk setiap wilayah.

2.1.3 Kondisi Administratif Kabupaten Bandung

Secara Administratif, Kabupaten Bandung berbatasan dengan beberapa daerah kabupaten/ kota lainnya, yaitu:

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang;

 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut;

 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur;

 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi.

Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Bandung Nomor 23 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Dengan Tahun 2027 Kabupaten Bandung terdiri dari 31 kecamatan yang terbagi ke dalam 8 wilayah pengembangan adapun kecamatan serta luas wilayah administratif masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.1. dan Peta 1.1. berikut :

(3)

Tabel 2.1

Luas Daerah Kabupaten Bandung Menurut Kecamatan Tahun 2014

No. Pengembangan Wilayah Kecamatan Luas

Jumlah Desa/ Ha % Kelurahan 1 WP Soreang 1 Kec, Soreang 2.550,68 1,45 10 2 Kec, Kutawaringin 4.730,26 2,68 11 3 Kec, Katapang 1.572,46 0,89 7 4 Kec, Rancabali 14.837,00 8,42 5 5 Kec, Pasirjambu 23.957,64 13,59 10 6 Kec, Ciwidey 4.846,92 2,75 7 2 WP Baleendah 1 Kec, Baleendah 4.155,54 2,36 8 2 Kec, Dayeuhkolot 1.102,91 0,63 6 3 Kec, Bojongsoang 2.781,22 1,58 6 3 WP Banjaran 1 Kec, Banjaran 4.291,79 2,44 11 6 Kec, Pangalengan 19.540,93 11,09 13 3 Kec, Cangkuang 2.461,06 1,4 7 4 Kec, Cimaung 5.500,02 3,12 10 5 Kec, Arjasari 6.497,79 3,69 11 6 Kec, Pameungpeuk 1.462,32 0,83 6 4 WP Majalaya 1 Kec, Majalaya 2.536,46 1,44 11 2 Kec, Ciparay 4.617,57 2,62 14 3 Kec, Pacet 9.193,96 5,22 13 4 Kec, Kertasari 15.207,36 8,63 7 5 Kec, Paseh 5.102,90 2,9 12 6 Kec, Ibun 5.456,51 3,1 12

7 Kec, Solokan Jeruk 2.400,66 1,36 7 5 WP Cicalengka

1 Kec, Cicalengka 3.599,23 2,04 12

2 Kec, Nagrek 4.930,29 2,8 6

3 Kec, Cikancung 4.013,63 2,28 9 6 WP Cileunyi 1 Kec, Cileunyi 3.157,51 1,79 6 2 Kec, Rancaekek 4.524,83 2,57 13 7 WP Cimenyan - Cilengkrang 1 Kec, Cilengkrang 3.011,94 1,71 6

2Kec, Cimenyan 5.308,33 3,01 9

8 WP Margaasih- Margahayu 1 Kec, Margahayu 1.054,33 0,6 5 2 Kec, Margaasih 1.834,49 1,04 6

Kabupaten Bandung 176.238,67 100 276

(4)

2.1

Peta Administratif

(5)

2.1.4 Kondisi Kependudukan

Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Hanya dengan adanya penduduk yang berkualitas, keberadaan potensi sumber daya yang beraneka ragam dapat dimanfaatkan secara tepat, efisien, dan berkesinambungan.

Tahun Jenis Kelamin

Kelompok Umur (Tahun)

Jumlah % LPP (%) Dependency Ratio (%) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km2) Muda Produktif Tua

(0-14) (15-64) (65+) 2011 Laki-laki 515.226 1.100.846 66.136 1.682.208 50,98 Perempuan 489.499 1.053.590 74.691 1.617.780 49,02 Jumlah 1.004.725 2.154.436 140.827 3.299.988 100 2,64 53,17 1.872 % 30,45 65,29 4,27 2012 Laki-laki 510.482 1.122.776 70.277 1.703.535 50.84 Perempuan 488.140 1.080.000 79.373 1.647.513 49.16 Jumlah 998.622 2.202.776 149.650 3.351.048 100 1,55 52,13 1.901 % 29.80 65.73 4, 47 2013

Laki-laki n/a n/a n/a 1.712.839 50,14 Perempuan

n/a n/a n/a

1.702.861 49,86

Jumlah n/a n/a n/a 3.415.700 100 1,93 51,47 1.938

% n/a n/a n/a

2014 Laki-laki 490.073 1.188.363 83.024 1.761.460 50,76 Perempuan 469.576 1.147.222 92.135 1.708.933 49,24 Jumlah 959.649 2.335.585 175.159 3.470.393 100 1,6 48,59 1.963 % 27,65 67,3 5,05 2015 Laki- Laki 534.003 1.189.512 69.349 1.792.864 50,73 Perempuan 512.389 1.148.918 79.941 1.741.248 49,27 Jumlah 1.046.392 2.338.430 149.290 3.534.112 100 1,8 51,13 2.005 % 29,61 66,17 4,22

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Saat ini dan Proyeksinya untuk 5 Tahun Jumlah penduduk miskin dan persebarannya

(6)

2.1.5 Kondisi Sosial Masyarakat

Masyarakat Kabupaten Bandung pada mulanya merupakan masyarakat yang homogen, namun seiring pembangunan lahan-lahan industri di kawasan Kabupaten Bandung dan sekitarnya maka saat ini Kabupaten Bandung berubah menjadi masyarakat yang heterogen. Dengan dibangunnnya kawasan-kawasan industri di sekitar Kabupaten Bandung, secara otomatis pembangunan permukiman-permukiman baru pun dilakukan untuk menampung m

2.1.6 Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Bandung

Untuk mewujudkan rencana tata ruang yang berkelanjutan dan operasional, maka kebijakan perencanaan tata ruang Provinsi Jawa Barat terkait de ngan Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung adalah bahwa RTRW Kabupaten/Kota perlu melakukan penyesuaian terhadap materi terhadap RTRWP Jawa Barat untuk menjamin keterpaduan dan keserasian penataan ruang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan antara Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung sesungguhnya merupakan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. RTRW Kabupaten Bandung ini harus sesuai dan mengacu pada peraturan perundang-undangan penataan ruang yang berlaku, yaitu Undang - undang Penataan Ruang dan peraturan mengenai penataan ruang lainnya, diantaranya yang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, serta Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Bandung.

Struktur ruang merupakan kerangka struktural yang menampilkan bentuk ruang wilayah dan dapat dilihat dari unsur kegiatan fungsional kawasannya, dihubungkan oleh sistem transportasi serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana wilayah. Struktur ruang Kabupaten Bandung merupakan penjabaran struktur ruang Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan pembentukan konsep struktur tata ruang Kabupaten Bandung adalah mewujudkan keseimbangan pertumbuhan antara wilayah dengan mempertahankan daya dukung serta daya tampung lingkungan, yaitu diarahkan pada :

Pengaturan sistem pusat-pusat pertumbuhan, dengan arah pengembangan barat timur, dan pengembangan secara terbatas pusat-pusat pertumbuhan di wilayah utara dan selatan dengan maksud meningkatkan peran pusat pertumbuhan sebagai pusat pelayanan dengan tetap

 Mendayagunakan fasilitas pelayanan yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuia kebutuhan dan tingkat pelayanan, dan difokuskan pada wilayah-wilayah yang didorong perkembangannya, yaitu pada wilayah bagian barat dan timur.

 Menciptakan daya tarik seluruh bagian wilayah pembangunan (WP) dengan penyebaran pusat-pusat pelayanan ke seluruh kawasan kabupaten Bandung.

(7)

 Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis.

Kota-kota/ simpul-simpul dalam sistem perwilayahan, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Mempunyai potensi dan cenderung berkembang pesat serta menarik minat investasi

b. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberi manfaat:

 Meningkatkan perkembangna pembangunan lintas sektor, terutama sektor ekonomi.

 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

 Tidak mengganggu upaya pelestarian SDA dan fungsi lindung, serta aman dari bahaya bencana alam.

 Memiliki akses yang berorientasi dalam skala pelayanan regional dan lokal.

Perumusan struktur tata ruang Kabupaten Bandung di masa mendatang diarahkan untuk mengintegrasikan pengembangan kawasan budidaya dan pertimbangan limitasi dan kendala daya dukung lingkungan. Dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kota-kota di wilayah Kabupaten Bandung adalah :

 Arahan kebijakan yang telah ada, baik dalam lingkup nasional, provinsi, dan Metropolitan Bandung, maupun kebijakan RTRW Kabupaten Bandung sebelumnya, diantaranya :

 Pengembangan kota – kota satelit dan fungsi khusus. Pengembangan kota satelit Kota Bandung mencakup Soreang, Banjaran, Majalaya dan Cicalengka.

 Pembatasan perkembangan pada kawasan rawan lindung (penyangga) dan bencana (longsor dan banjir) yang menunjukkan perkembangan kegiatan relatif pesat. Pembatasan ini antara lain Dayeuh Kolot, Bojongsoang, dan Baleendah serta wilayah bagian selatan (antara lain Pangalengan dan Ciwidey).

 Permasalahan yang terjadi dari tidak terwujudnya RTRW Kabupaten Bandung 2001-2010, yaitu tidak efektifnya fungsi pusat-pusat pengembangan kawasan.

 Kecenderungan perkembangan yang terjadi (menyangkut penduduk, ekonomi, dan fisik), yang mengindikasikan potensi kawasan tersebut untuk berkembang. Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasikan kawasan yang memiliki fungsi kegiatan khusus, yakni :

 Margaasih-Margahayu-Dayeuh Kolot – Bojong Soang- Baleendah (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri, fungsi husus: penyangga, kawasan banjir) Soreang (pusat pelayanan : pemerintahan, permukiman, perdagangan dan jasa)

(8)

Majalaya (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri)

Cicalengka-Rancaekek (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri,) Pangalengan (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan)

Ciwidey (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan).

Kawasan agropolitan di Bandung Selatan

1. ARAH PENGEMBANGAN SEKTORAL DAN BIDANG PEMBANGUNAN

Arah kebijakan pengembangan setiap sektor di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : A. Sektor Industri

 Pembangunan sarana dan prasarana serta meningkatkan efisiensi dan produktifitas, serta daya saing melalui keterkaitan sektor industri yang berorientasi ekspor.

 Penyempurnaan infrastruktur dan menciptakan kemudahan-kemudahan dalam upaya memperbesar peluang investor.

 Mendorong industri barang modal utama yang mendukung sektor pertanian agar terus berkembang, demikian pula agroindustri yang mengolah hasil-hasil pertanian.

Meningkatkan desentralisasi industri ke daerah-daerah, sesuai dengan potensinya.

Untuk industri baru dikembangkan di Kawasan Kota baru Tegalluar. B. Sektor Pertanian dan Kehutanan

(9)

 Pembangunan pertanian dan kehutanan harus menempatkan secara efisien sumberdaya yang ada serta terpadu dan saling menunjang dengan pembangunan di sektor lain terutama pembangunan industri, pembangunan daerah pedesaan, transmigrasi serta upaya memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup.

 Dalam kebijaksanaan umum perlu diperhatikan perwilayahan komoditi yang berpegang pada asas keterpaduan yang meliputi keterpaduan wilayah, keterpaduan komoditi dan keterpaduan usaha tani.

 Melanjutkan usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, serta melaksanakannya secara terpadu disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim dengan tetap memelihara kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat.

 Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan untuk meningkatkan produksi, meningkatkan pendapatan petani dan efisiensi usaha tani, memperbaiki gizi masyarakat, mendorong terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan ekspor.

 Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang dikonsumsi masyarakat, peningkatan produksi peternakan harus tetap dilanjutkan, pembangunan sub sektor perikanan terus dilanjutkan dan tidak hanya sekedar peningkatan produksi tetapi mencakup kepentingan anggota masyarakat.

 Upaya peningkatan produksi perkebunan guna menggerakan dan memacu peningkatan ekspor dan bidang lain seperti industri melaui perluasan areal, intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi.

Kehutanan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

 Pemantapan kawasan hutan di Kabupaten Bandung sesuai dengan peruntukannya dan fungsinya sebagai hutan lindung,

 Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di seluruh bagian wilayah kabupaten,

 Penataan jalur hijau di sepanjang jalan.

Sumberdaya Air dan Drainase

 Menjaga stabilitas air sebagai bahan baku air bersih, dan irigas

 Pengelolaan drainase kabupaten untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan. C. Sektor Transportasi

(10)

 Membangun jalan baru, meningkatkan pemeliharaan sarana dan prasarana perhubungan darat, untuk memperlancar arus orang, barang dan jasa yang dapat menunjang kegiatan di berbagai bidang.

 Meningkatkan daya dukung jalan untuk menunjang mobilitas barang, serta membangun jalan baru dalam rangka pemerataan pembangunan di Kabupaten Bandung

 Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk mengurangi pergerakan ke arah pusat Kota Bandung.

D. Sektor Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi

 Mengembangkan objek wisata terutama mengembangkan wisata terkait dengan potensi alam dan budaya Kabupaten Bandung.

 Mengembangkan sektor kepariwisataan yang potensial, misalnya wisata perairan di beberapa waduk.

D. Sektor Perumahan dan Permukiman

 Pembangunan dan perbaikan perumahan diupayakan lebih ditingkatkan dan diperluas sehingga makin merata dengan senantiasa memperhatikan rencana pengembangan dan keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya.

 Mulai diarahkan pengembangan perumahan vertikal pada kawasan-kawasan dengan penduduk padat, untuk tetap menjaga keseimbangannya dengan ruang terbuka hijau terutama pada daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung.

Intensifikasi Pemanfaatan Ruang

Sebagaimana karakter kota pada umumnya, di Kabupaten Bandung kecenderungan intensifikasi pemanfaatan ruang di kawasan yang berbatasan langsung dengan kota Bandung sebagai pusat wi layah Metropolitan Bandung. Kecamatankecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuh Kolot, Bojongsoang dan Baleendah akan berkembang lebih pesat dibandingkan kawasan lain bila tidak dibatasi pengembangan terbangunnya. Terkait dengan fungsinya sebagai penyangga untuk membatasi pengembangan urban sprawl Kota Bandung, maka pengembangan kawasan terbangun di wilayah ini dilakukan melalui intensifikasi lahan dengan bangunan vertikal.

Dengan upaya intensifikasi tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap ruang, dan dapat memberikan ruang terbuka yang memadai. Dalam rencana detail hal ini dapat dirumuskan dengan penetapan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) dan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) menurut blok-blok dalam wilayah perencanaannya.

Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam intensifikasi pemanfaatan ruang ini antara lain adalah :

(11)

keindahan kawasan/ kota (landscape),

 kepadatan lalu lintas,

 dukungan prasarana yang memadai, misalnya air bersih, pemadam kebakaran, untuk bangunan bertingkat.

Pengembangan Ruang Tepi Sungai

Besarnya masalah keruangan di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Bandung, diantaranya banjir, maka secara bertahap perlu dikembangkan pola/konsep water front city (bangunan hadap air), disertai pula dengan pembangunan tanggul (retaining wall), penataan sempadan sungai, dan pembangunan jalan (jalan inspeksi).

Pengembangan ruang di tepi sungai dapat pula dikaitkan dengan pengembangan pariwisata. Pembangunan hotel, restoran, sarana rekreasi, dan lainnya dapat merupakan bentuk-bentuk pengisiannya.

Secara konseptual struktur tata ruang Kabupaten Bandung merupakan pola polisentrik (polisentrik Urban Region), dengan dua pusat utama. Sistem kota yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dilakukan berdasarkan pertimbangan :

1. Hirarki sistem kota yang dianalisi berdasarkan Indeks Sentralitas dan tingka aksesilbilitas dari setiap kecamatan di Kabupaten Bandung.

2. Memi liki perkembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang pesat serta dapat menarik minat investasi.

3. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat

ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat : meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

4. Daya dukung lahan terkait dengan sebaran kawasan lindung dan kawasan rawan bencana di sekitar pusat-pusat pemukiman yang ada.

5. Sebaran penduduk perkotaan dan desa-desa yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban). 6. Memiliiki akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal.

7. Arahan kebijakan yang telah ada.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masing-masing kota di wilayah Kabupaten Bandung seperti dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.1. Sistem kota-kota tersebut, didukung oleh jaringan jalan yang membentuk pola ringradial. Pola ring akan

(12)

menghubungkan pusatpusat kota hirarki II a dan II b, yaitu : dari timur melalui Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Soreang. Peningkatan akses wilayah selatan bagian barat; Soreang-Ciwidey dan Banjaran-Pangalengan dan untuk melayani pergerakan dan peningkatan akses wilayah selatan, selatan-timur, serta Cileunyi-Cicalengka di bagian timur memanfaatkan jaringan jalan yang telah berkembang saat ini. Kecamatan – kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung diarahkan sebagai wilayah yang berfungsi hirarkhi III 0, yang berorientasi pada fungsi Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Kecamatan Cimenyan. Wilayah-wilayah tersebut dalam perkembangannya sangat terpengaruh oleh perkembangan Kota Bandung,sehingga dapat dijadikan sebagai buffer zone/wilayah penyangga bagi wilayah pengembanganlainnya di Kabupaten Bandung.

Inti dari permasalahan penataan ruang di Kabupaten Bandung yaitu adanya ketidaksesuaian antara perencanaan pembangunan dengan kondisi riil di lapangan. Ketidaksesuaian tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori. Pertama, ketidaksesuaian yang diakibatkan oleh dinamika pertumbuhan wilayah yang tidak terkendali, dimana seringkali berdampak pada alih fungsi lahan. Kedua, ketidaksesuaian yang diakibatkan oleh tidak terimplementasinya rencana tata ruang secara utuh. Dalam konteks Kabupaten Bandung, Rencana Tata Ruang Wilayah telah mendelineasi kawasan- kawasan tertentu sebagai kawasan strategis, akan tetapi dalam praktik di lapangan sarana dan prasarana di kawasan- kawasan tersebut belum memadai dalam mendukung perkembangan wilayah strategis.

Persoalan lain dalam bidang tata ruang di Kabupaten Bandung yaituadanya keterbatasan dalam ketersediaan informasi mengenai rencana rinci tata ruang, rencana tapak beserta dokumen pendukung lain yang bersifat spasial, baik itu berupa peta analog maupun peta digital.Disisi lain, perencanaan tata ruang juga dihadapkan kepada persoalan berupa tidak efisiennya prosedur penyesuaian hingga pengesahan rencana tata ruang. Selain dari pada itu, kondisi eksisting juga masih dihadapkan pada keterbatasan pengendalian dan pengawasan lapangan, yang mana ini berimplikasi pada kurang intensifnya penindakan pelanggaran tata ruang.

Persoalan pembangunan Kabupaten Bandung yang terkait dengan penataan ruang dan perencanaan dapat dilihat pada diagram permasalahan pada Gambar 4.3 berikut.

(13)

GAMBAR 4.3

DIAGRAM PERMASALAHAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BANDUNG

Sumber: Hasil Analisis BAPPEDA Kabupaten Bandung, 2015

Berdasarkan Rencana Struktur Ruang dalam RTRW Kota Bandung 2007-2027, telah ditetapkan pula rencana pengembangan jaringan prasarana kota. Terkait Perencanaan Pembangunan Sanitasi termasuk pada Rencana Pengembangan Prasarana Pengelolaan Lingkungan Wilayah Kabupaten Bandung terdiri atas:

a. sistem penyediaan air minum; b. sistem pengolahan air limbah kota; c. sistem persampahan kota;

d. sistem jaringan drainase kota;

e. sistem penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki; f. sistem jalur evakuasi bencana.

Berikut hasil telaahan rencana pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan kota yang tertuang dalam RTRW Kota Bandung 2007-2027 khususnya sektor sanitasi:

a. Sistem Penyediaan Air Minum

Belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang

Rencana Tata Ruang Penataan Ruang

Kondisi Riil Penataan Ruang

Prosedur pengesahan RTR tidak efisien dan berbelit-belit Perkembangan wilayah

tidak terkendali

Pembangunan tidak sesuai dengan RTR

Pemberlakuan RTR revisi tertunda dan harus mengacu

pada RTR lama Belum efektifnya pengendalian pemanfaatan ruang SDM yang kompeten dalam bidang penataan ruang masih terbatas

(14)

Setelah diidentifikasi terdapat beberapa beberapa permasalahan menyangkut sistem penyediaan air bersih untuk kabupaten Bandung. Walaupun saat ini lebih terfokus pada pelayanan sistem perpipaan, PDAM Kabupaten Bandung pada tahun 2006 hanya dapat melayani 25,15% penduduk administrasi daerah pelayanan perkotaan dan sebesar 8,95% penduduk administrasi daerah pelayanan perdesaan atau sebesar 6,43% dari total penduduk. Kondisi pelayanan air perpipaan tersebut masih cukup rendah karena belum terpasangnya seluruh jaringan distribusi. Penggunaan air tanah dangkal oleh sebagian penduduk seperti sumur dan mata air juga sangat mempengaruhi tingkat pelayanan sistem perpipaan (PDAM Kab. Bandung, 2006).

1. Perkiraan kebutuhan air Bersih

Perkiraan kebutuhan air bersih pada pembahasan ini diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air perkapita, per tumbuhan dan perkembangan penduduk, dan pengklasifikasian jenis kebutuhan.

Perlu juga diperhitungkan adanya perkembangan tingkat perekonomian dan kemampuan penyedia dalam melayani perkembangan kebutuhan air bersih untuk masa yang akan datang. Diterbitkannya PP 16/2005 yang mengharuskan para penyedia air harus mampu mendistribusikan air layak minum (potable water) pada tahun 2026 juga harus menjadi pertimbangan. Untuk kebutuhan air bersih yang akan digunakan dalam studi ini ditetapkan sebesar 120 L/ orang/hari, untuk perkotaan dan 80 L/ orang/hari. Kehilangan air tahun 2007 dengan sistem peripaan pelayanan PDAM sekitar 41,9% dan akan diprediksikan menurun agar mencapai target yang ditetapkan oleh standar yaitu mencapai maksimal 20% pada tahun 2026.

2. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih

Target yang dicanangkan pemerintah diharapkan 80% penduduk perkotaan dan 50% penduduk perdesaan dapat terlayani oleh air bersih. Pengembangan yang dilakukan di Kabupaten Bandung adalah menjadikan seluruh kecamatan dapat terlayani oleh sistem perpipaan pada akhir tahun perencanaan. Rencana utama dari sistem penyediaan air besih di Kabupaten Bandung adalah :

a. Pembangunan sistem baru untuk melayani daerah yang belum terlayani b. Peningkatan kapasitas produksi PDAM dan menurunkan kehilangan air

c. Perbaikan, pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap kapasitas sistem transmisi dan distribusi d. Mengembangkan sistem penyediaan air bersih regional untuk beberapa kelompok kecamatan

berikut :

- Cileunyi , Rancaekek, Majalaya, Ciparay.

- Soreang, Margahayu, Margaasih, Katapang , Dayeuh kolot , Bojongsoang, Baleendah, Pangalengan, Cimaung, Banjaran dan Pameungpeuk

- Ciwidey, Pasirjambu

(15)

Program UNDP INS/84/505, yaitu sebagai berikut :

Sistem pengelolaan air limbah dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu pengelolaan air limbah domestik dan air limbah industri. Timbulan air limbah domestik berasal dari sisa pemakaian/ konsumsi air bersih dari penduduk terlayani.

Sedangkan limbah industri biasanya spesifik dihasilkan dari sisa proses produksi. Sistem penyaluran air limbah domestik dan industri tidak boleh disatukan karena memiliki karakteristik yang berbeda.

Sistem pengelolaan air limbah domestik terdiri dari 2 sistem, yaitu sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation). Secara umum sistem yang akan digunakan adalah on site system baik secara individual pada tiap rumah tangga maupun komunal. Khusus untuk kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Majalaya, Katapang, Margaasih, Margahayu dan Dayeuhkolot) diarahkan pada on site system komunal.

Permasalahan lingkungan lainnya di Kabupaten Bandung adalah pencamaran lingkungan baik air, udara maupun tanah. Pencemaran tanah yang menonjol terjadi di Kecamatan Rancaekek akibat pencemaran limbah industri dari Kabupaten Sumedang. Dalam hal pencemaran udara, meskipun belum parah, namun perkembangannya cenderung mengkhawatirkan. Kualitas udara ambien setiap tahunnya cenderung menurun. Terdapat kecenderungan bahwa menurunnya kualitas udara ambien akibat kegiatan transportasi dan industri. Dari 12 titik lokasi pengukuran polusi udara di Kabupaten Bandung Tahun 2006 Kadar NO2 paling tinggi terdapat di Ruas Jalan Kopo – Sayati sebesar 98,6 μg/m3, sedangkan Kadar SO2 dan NO paling tinggi terjadi di Terminal Cileunyi yaitu masing – masing sebesar 31,7 μg/m3, dan 28.758 μg/m3.

Degradasi kualitas Sungai Citarum dan anak-anak sungainya akibat tidak terkendalinya pencemaran limbah dari sumber domestik, industri, rumah sakit, RPH, kegiatan lain, dan penggundulan hutan di hulu Sungai Citarum serta desakan kegiatan perkotaan. Kualitas air sungai di Kabupaten Bandung, terutama pada Sungai Citarum dapat dilihat pada tabel 3.17. Tingkat Total Suspended Solid (TSS) paling tinggi terdapat pada segmen Nanjung Kecamatan Margaasih yaitu sebesar 192 Tingkat Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang paling tinggi terdapat di segmen Sapan Kecamatan Solokanjeruk yaitu sebesar 28,53, dan tingkat Chemical Oxigen Demand (COD) tertinggi terdapat pada segmen Sapan Kecamatan Solokanjeruk yaitu 73,80.

Titik berat perhatian masalah lingkungan saat ini masih pada pencemaran yang dihasilkan oleh kalangan industri, domestik dan pertanian. Hal ini tentunya beralasan mengingat secara historis posisi Kabupaten Bandung dikenal sebagai sentra industri tekstil, yang merupakan industri yang dikenal menghasilkan limbah yang cukup polutif, sehingga intervensi dan program yang dilakukan pemerintah

(16)

memberikan andil yang cukup besar terhadap ketidakseimbangan lingkungan. Namun beberapa upaya yang dilakukan untuk menangani limbah rumah tangga kurang mendapat tanggapan dari masyarakat. Beberapa bangunan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang ada saat ini mengalami kesulitan beroperasi karena terbentur pada budaya masyarakat yang belum menyadari pentingnya instalasi IPLT tersebut bagi kelangsungan keseimbangan lingkungan. Tentunya pemerintah harus mulai memikirkan program/kegiatan yang biaya operasionalnya rendah sehingga masyarakat tidak dibebani iuran yang terlalu mahal, misalnya dengan memperluas dan mensosialisasikan septictank komunal.

Beberapa program telah digulirkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam rangka mengendalikan pencemaran lingkungan dari kalangan industri. Program Surat Pernyataan Kali Bersih (Super Kasih) yang dimulai Tahun 2003 bertujuan mendorong percepatan penataan industri terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang berlaku. Sasaran program ini antara lain menurunkan beban pencemaran, khususnya yang bersumber dari air limbah industri, meningkatkan kualitas air sungai, dan meningkatkan kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) bertujuan mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif reputasi/ citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik, dan sebaliknya untuk kinerja pengelolaan yang buruk.

Tentu saja program-program tersebut belum menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup pada Tahun 2005, ditinjau dari jumlah industri yang dipantau, dari sampel 127 industri pada periode (1-3) kali per industri (tergantung kondisi pengolahan air limbahnya), hasil pemantauan menunjukkan hanya 31 industri (24.4 %) yang memenuhi Baku Mutu Air Limbah.

Ditinjau dari jumlah sampel yang diuji, dari 114 sampel inlet, 158 sampel outlet, 20 sampel by pass dan 8 sampel dari saluran sekitar industri tersebar di wilayah Kabupaten Bandung, hasil analsis menunjukan 48 sampel (16%) yang terdiri dari 10 sampel inlet, 35 sampel outletdan 3 sampel lain-lain, memenuhi Baku Mutu Air Limbah. Rentang konsentrasi hasil pengujian adalah BOD = (0.68 – 5.631) mg/l, COD = (0 – 15.000)mg/l dan TSS = (0-4.200) mg/l.

Instalasi Pengolahan Limbah Domestik

Pada saat ini Kabupaten Bandung telah memiliki 2 buah Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dan 1 buah Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik, yaitu :

a. IPLT yang berlokasi di Desa Cibeet Kecamatan Ibun IPLT ini dibangun mengelola limbah tinja penduduk di Kec. Majalaya, Rancaekek, dan Cicalengka dengan kendaraan angkut tinja. Kapasitas IPLT adalah 24 m3/hari dan menempati lahan seluas 1 Ha.

(17)

b. IPLT yang berlokasi di Desa Babakan Kecamatan Ciparay : dibangun untuk mengelola limbah tinja penduduk Kecamatan Ciparay dan sekitarnya.

c. IPAL Soreang : terletak di Kota Soreang, mengolah limbah penduduk di Bagian Barat Kota Soreang dengan kapasitas 2500 sambungan (± 10.000 jiwa). Kapasitas IPAL adalah 10 liter/detik dan menempati lahan seluas 1.600 m2. Pembuangan Akhir limbah adalah ke Sungai Ciwidey. Sarana pengangkutan IPLT/IPAL non perpipaan yang tersedia saat ini adalah 5 buah tangki tinja berkapasitas 3 m3 dengan kondisi 1 buah tangki tidak berfungsi. Peralatan Ke-3 instalasi pengolahan limbah domestik tersebut diatas saat ini dalam keadaan rusak berat (bahkan selain peralatan, bangunan IPLT Babakan dan IPAL Soreangpun mengalami kerusakan).

Berdasarkan hasil perhitungan timbulan air limbah domestik pada akhir tahun perencanaan adalah 5,98 m3/detik. Timbulan air limbah tersebut apabila tidak disalurkan dan diolah dengan baik akan berpotensi mencemari lingkungan (pencemaran tanah dan badan air penerima) dan menimbulkan dampak kesehatan berupa berjangkitnya penyakit waterborne disease seperti diare, muntabel, dll.

Rencana pengelolaan air limbah domestik untuk Kabupaten Bandung adalah : a. Membuat masterplan pengelolaan air limbah domestik Kabupaten Bandung b. Pembangunan Tangki Septik Komunal

c. Pengembangan sistem off sanitation pada daerah-daerah yang secara teknis dan ekonomis memungkinkan

d. Revitalisasi dan pemanfaatan IPAL dan IPLT yang ada

e. Pembangunan Saluran penampung buangan Rumah Tangga (sewerage system) dan Pembangunan IPAL domestik

f. Penambahan MCK umun di daerah pedesaan yang minim sarana sanitasi dan di daerah perkotaan yang padat dan kumuh

g. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mau membangun dan menggunakan MCK pribadi maupun umum untuk mengurangi beban limbah domestik di badan air penerima Instalasi Pengelolaan Air Limbah Industri

Untuk menjaga kualitas air sungai, perlu dilakukan pengendalian terhadap air limbah industri yang dibuang ke badan air (sungai) setempat.

Rencana pengelolaan air limbah industri adalah sebagai berikut : a. Pembangunan IPAL Terpadu di zone-zone industri seperti :

(18)

- IPAL Terpadu Zone Industri majalaya (untuk industri-industri yang berlokasi di Kecamatan Majalaya dan Solokanjeruk)

- IPAL Terpadu Zone Industri Banjaran (untuk industri-industri yang berlokasi di Kecamatan Banjaran, Pameungpeuk dan Arjasari)

Serta pembangunan IPAL Terpadu di kawasan industri Tegalluar dan Margaasih. a. Pembangunan dan optimalisasi IPAL industri

b. Pembangunan IPAL industri kecil terpadu

c. Penerapan manajemen produksi bersih pada industri

d. Peningkatan kesadaran pelaku industri dalam peningkatan pengelolaan air limbah

e. Penerapan Program Manager Pengendali Polusi (MPP) atau Environmental Pollution Control Manager (EPCM) di industri

f. Penerapan secara ketat effluent standard dan stream standard sesuai dengan peraturan yang berlaku

c. Rencana Sistem Persampahan

Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Bandung setiap harinya pada tahun 2006 adalah 7.353 m3/hari. Jumlah tersebut berdasarkan banyaknya jumlah penduduk dikali timbulan sampah tiap orang tiap hari. Dilihat dari data yang ada pada tahun 2006, kondisi sarana persampahan di Kabupaten Bandung masih belum dapat melayani hal ini dapat terlihat dari beberapa kecamatan yang belum mempunyai sarana pengangkutan baik kendaraan, land countainer, bahkan gerobak.

- Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS)

Salah satu arahan dalam pengelolaan persampahan bersama di Metropolitan Bandung menurut GBWMC (Greater Bandung Waste Management Corporation) dalam Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung di lakukan pengelolaan persampahan dilakukan melalui penggunaan FPS Regional dengan sistem sanitary landfill. Hal ini untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat pengoperasian FPS open dumping yang tersebar di beberapa titik. Terdapat beberapa lokasi calon FPS di Kabupaten Bandung yang juga dapat melayani wilayah Metropolitan Bandung lainnya di luar Kabupaten Bandung (Kota Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Sumedang, yaitu FPS Nagreg untuk melayani wilayah Kabupaten Bandung sekaligus Metropolitan Bandung bagian timur. Penentuan calon FPS ditetapkan berdasarkan SNI 03-3241- 1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi FPS.

Meskipun demikian, diperlukan studi lebih lanjut untuk menilai kelayakan kedua calon lokasi FPS ini atau alternatif lain, baik dari aspek teknis lingkungan serta aspek sosial disamping upaya percepatan implementasi terhadap calon FPS yang dinilai paling layak.

(19)

· SPA (Stasiun Peralihan Antara)

Konsekuensi dari penerapan FPS Terpadu adalah biaya pengangkutan sampah menuju FPS menjadi semakin besar dan tidak efisien. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya Stasiun Peralihan Antara (SPA), di mana sampah dari kota/wilayah diangkut menuju SPA dan selanjutnya dengan kendaraan pengangkut yang lebih besar sampah dari beberapa lokasi pelayanan SPA diangkut ke FPS untuk proses lebih lanjut.

Kriteria Penentuan Lokasi SPA

Penggunaan data GIS (Geographical Information System) adalah metoda yang dapat digunakan untuk memperoleh daftar lokasi yang sesuai serta memenuhi persyaratan lokasi SPA. Tabel berikut ini memberikan karakteristik geografis tertentu di wilayah Pemerintah Daerah, yang dapat digunakan dalam analisis GIS, untuk identifikasi lahan yang memenuhi kriteria dan lahan yang tidak termasuk dalam pertimbangan. Lokasi SPA dipengaruhi oleh centroid sampah, volume sampah yang harus diangkut, jarak SPA tehadap lokasi FPS, dan tentunya biaya. Dengan demikian keputusan diperlukan atau tidaknya SPA tergantung dari perhitungan kelayakan keuangan. Pertimbangan pemilihan lokasi SPA harus terletak dekat dengan jalan tol atau jalan utama sebab transportasi sampah dari SPA ke FPS menggunakan truk kontainer.

Parameter Kriteria Penyaringan Kriteria Penyaringan Penentuan Lokasi SPA di Kabupaten Bandung

(20)

Sumber : Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung, 2005

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Lokasi SPA usulan untuk Kabupaten Bandung:

a. Majalaya › FPS tujuan: FPS Nagreg

b. Bojongsoang, Kabupaten Bandung › FPS tujuan: FPS Nagreg c. Soreang, Kabupaten Bandung › FPS tujuan: FPS Leuwigajah

Calon lokasi SPA Soreang adalah eks calon lokasi FPS yang pernah diusulkan pada penelitian-penelitian sebelumnya akan tetapi tidak memungkinkan untuk dijadikan FPS karena telah dipenuhi oleh permukiman. Walaupun demikian, sebagai calon lokasi SPA masih memungkinkan karena SPA tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Calon lokasi SPA Bojongsoang merupakan hasil penelitian tim GBWMC, sedangkan calon lokasi SPA Gedebage dipilih berdasarkan rencana pengembangan kawasan Bandung Timur. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan SPA bergantung pada kapasitas tiap-tiap jenis SPA. SPA Cileunyi dengan kapasitas 2000 ton per hari akan membutuhkan lahan seluas 1 Ha, dengan total pekerja sebanyak 264 orang (bertahap).

(21)

Lokasi SPA Gedebage pun letaknya cukup strategis karena adanya rencana akses jalan tol sehingga memudahkan akses menuju FPS Nagreg, serta mudah dijangkau dari beberapa

kecamatan di sekitarnya. Penanganan persampahan wilayah Kabupaten Bandung memerlukan adanya reduksi timbulan sampah yang diangkut ke FPS serta yang diurug di FPS, melalui kegiatan reduksi di setiap tahap pengelolaan sampah. Reduksi sampah dilakukan sebelum sampah terbentuk dan setelah sampah ada di lingkungan. Reduksi timbulan sampah yang telah terbentuk dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakter sampah itu sendiri sesuai jenisnya, sehingga selain tereduksi juga menghasilkan nilai ekonomi. Kegiatan ini juga dapat dikatakan sebagai pengolahan sampah, yaitu dengan cara:

 Komposting sampah basah

 Daur ulang sampah kering layak daur

Kegiatan ini dapat dilakukan secara terpusat , dengan memanfaatkan SPA dan FPS sekaligus sebagai sentra daur ulang, terutama di SPA Gedebage dan FPS Leuwigajah.

Reduksi sampah terangkut ke SPA dan FPS dilakukan dengan mengoptimalkan peran

sektor optimal yang secara eksisting telah berlangsung, yaitu dengan sistem pemilahan sampah di sumber. Dengan demikian, kegiatan daur ulang dapat berlangsung dengan lebih cepat dan mudah karena derajat ketercampuran sampah dapat dikurangi semaksimal mungkin.

Terkait dengan konsep pemilahan sampah di sumber, pengumpulan dan pengangkutan

sampah selayaknya direncanakan mengikuti konsep tersebut sehingga sampah tidak tercampur hingga TPS dan FPS. Alternatif konsep pengumpulan/pengangkutan sampah terpilah:

1. Modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul/pengangkut sehingga memungkinkan adanya penyekatan antara sampah basah dan sampah kering. Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan dilakukan secara teratur seperti biasa, dengan menyimpan sampah sesuai jenisnya pada kendaraan pengumpul yang telah tersekat/terpisah. Kelebihan:

- Tidak perlu pembiasaan dan edukasi lebih kepada konsumen pelayanan sampah, selain dari memilah sampah.

- Baik sampah kering maupun sampah basah diangkut bersamaan pada jadwal pengumpulan sampah

Kekurangan:

(22)

2. Pembedaan jadwal pengumpulan/ pegangkutan untuk sampah basah dan sampah kering. Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan dilakukan secara teratur dengan pembedaan terhadap jadwal pengumpulan sampah basah dan sampah kering sehingga sampah tidak tercampur pada kendaraan pengumpul. Dengan demikian, tidak diperlukan modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul (penyekatan dsb) . Penjadwalan pengumpulan pada tiap sumber dapat berbeda sesuai area pelayanan kendaraan pengumpul pada hari yang sama.

Contoh Skema Pemilahan Berbasis Pengumpulan Terjadwal

Skema Pengelolaan Sampah Kabupaten Bandung

(23)

d. Sistem Jaringan Drainase

Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan.

Rencana pengembangan sistem drainase di Kabupaten Bandung diarahkan pada sistem drainase makro dan sistem drainase perkotaan. Apabila memungkinkan dapat dikembangkan sistem ekodrainase pada penerapannya di lapangan. Sasaran dari rencana pengembangan sistem drainase ini adalah tersedianya sistem yang memadai ditinjau dari segi kapasitas dan bisa mengatasi berbagai gangguan yang selama ini menjadi penyebab kurang berfungsinya sistem drainase tersebut. Adapun pokok-pokok rencana tersebut antara lain :

 Normalisasi dan pemeliharaan jaringan drainase yang ada

 Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan

 Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasanperkotaan.

 Pembuatan embung penampung ai rtersebar di seluruh kecamatan.

 Pengelolaan sumberdaya air denganbekerjasama dengan pemerintahan daerah terdekat di daerah perbatasan

dengan Kota/Kabupaten Lain.

Kebijakan Pengembangan Pola Ruang

 Kebi jakan Pengelolaan dan Pemantapan Kawasan lindung

- Kawasan Lindung, yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (hutan lindung, kawasan resapan air), kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan mata air), kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana.

 Kebijakan pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi Kawasan Lindung

 Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan (keter sediaan ai r , kawasan konservasi, iklim mikro dll) dan kesesuaian lainnya

- Kawasan Budidaya, yang terdiri dari kawasan permukiman/perkotaan, kawasan pertanian (lahan basah, lahan kering dengan tanaman tahunan, dan lahan kering

(24)

 Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan secara efisien dengan memperhatikan kelayakan teknis, sosial, ekonomi, politik / demokratis dan lingkungan.

 Kebijakan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum.

 Kebijakan Pengembangan potensi perekonomiandaerah

No Uraian Penggunaan Lahan Luas (Ha) (%)

A Kawasan lindung 59.620,61 33,83 1 Belukar 17.694,40 10,04 2 Danau/ waduk 357,38 0,2 3 Hutan 37.291,00 21,16 4 Rawa 12,74 0,01 5 Semak 3.821,57 2,17 6 Sungai 443,51 0,25

B Kawasan budidaya pertanian 93.797,73 53,22

1 Kebun campur 8.170,97 4,64

2 Perkebunan/ kebun 25.709,88 14,59

3 Sawah 37.851,73 21,48

4 Sawah tadah hujan 10,96 0,01

5 Tegal/ ladang 22.054,19 12,51

C Kawasan pertanian budidaya non 21.928,32 12,44 1 Bandara/jalan/jalan ka/stasiun/terminal 3.664,72 2,08 2 Industri/tambang 1.446,32 0,82 3 Institusi/kantor 339,62 0,19 4 Lapangan golf/stadion/lapangan/taman 167,5 0,1 5 Perumahan/komplek permukiman/pasar/pertokoan 16.310,17 9,25 D Lainnya 892 0,51 Total 176.238,67 100

(25)

PANJANG DRAINASE DALAM KONDISI BAIK DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015

No. Uraian 2015

1. Panjang drainase tersumbat pembuangan aliran air (km) 521,60 2. Panjang Drainase yang dipakai bangunan liar 391,20 3. Panjang Total Drainase

4. Persentase Drainase dalam Kondisi Baik

Sumber: SIPD 2015

JUMLAH PENDUDUK YANG MENDAPATKAN AKSES AIR BERSIH

No Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1.

Jumlah jiwa yang terlayani sarana air bersih perdesaan (jiwa)

320.269 334.289 353.536 402.795

2.

Jumlah jiwa yang terlayani sarana air bersih perkotaan (jiwa)

277.823 287.429 334.435 358.909

3. Jumlah Penduduk (jiwa) 3.215.548 3.299.988 3.351.048 3.401.984

4.

Akses aman terhadap air bersih di kawasan perkotaan (%)

8,64 8,71 9,98 10,55

5.

Akses aman terhadap air bersih di kawasan perdesaan (%)

9,96 10,13 10,55 11,84 12,58 13,45

Sumber: PDAM dan Dispertasih Kabupaten Bandung Tahun 2014

DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2010-2015

PERSENTASE RUMAH TINGGAL BERSANITASI DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2010-2015

No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1. Jumlah jiwa yang mengakses sarana sanitasi yang

(26)

No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014 2015 bersuspect aman (jiwa) 2. Jumlah penduduk (jiwa) 3.215.548 3.229.988 3.351.048 3.401.984 3.470.393 3.534.112 3. Akses aman terhadap sanitasi (%) 51,08 51,60 52,11 52,63 53,29 53,43

Sumber: Dinas Kesehatan dan Dispertasih Kabupaten Bandung 2016

2.2 Kemajuan Pelaksanna SSK

Pada sub bab ini kan dijelaskan progress dari implementasi SSK Kabupaten Bandung tahun 2013-2018. Perkembangan pembangunan sanitasi di Kabupaten Bandung 2013-2018 dapat dilihat hasil sandingan target sasaran dalam dokumen SSK Kabupaten Bandung tahun 2015 dengan capaian kinerja atau implementasi rencana saat ini.

2.2.1 Air Limbah Domestik

Berdasarkan hasil review BPS, SSK dan MPS Kabupaten Bandung 2013, terdapat informasi mengenai tujuan program dan kegiatan kiranya telah direncanankan pada tahun 2013-2018. Untuk lebih jelasnya mengenai kegiatan yang direncanakan SSK Kabupaten bandung dapat dilihat pada Tabel 2.- di bawah ini.

Tabel 2.-

Strategi, Program dan Kegiatan SSK Sektor Air Limbah Kabupaten Bandung

(27)

2.3 Profil Sanitasi Saat ini a. Air Limbah Domestik (1) Sistem dan infrastruktur

Sistem dan cakupan pelayanan air limbah tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur pengolah air limbah. Pada kondisi eksisting, Kabupaten Bandung memiliki satu IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) yaitu IPAL Soreang dan dua IPLT (Instalasi Pengolah Lumpur Tinja) yaitu IPLT Cibeet dan IPLT Babakan. Ditinjau berdasarkan kapasitasnya, IPAL Soreang yang berlokasi di Kaecamatan Soreang memiliki kapasitas yang mampu melayani 1000 sambungan rumah. IPAL yang dibangun pad atahun 1991 ini mulai dioperasikan pada tahun 1996. Namun pada kondisi eksisting, tidak semua unit dapat berfungsi dengan baik. Saat ini IPAL diperkirakan hanya mampu menampung air limbah rumah tangga dari 400 sambungan rumah, dan yang saat ini masih beroperasi tinggal 60 sambungan rumah. Tidak optimalnya IPAL Soreang diakibatkan oleh kurangnya pemeliharaan (maintenance), yang mana hal tersebut secara tidak berjalannya sistem penarikan retribusi sehingga pada akhirnya mempengaruhi operasi dan pemeliharaan IPAL.

GAMBAR 3.xx

IPAL SOREANG, KABUPATEN BANDUNG

Sumber: Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung

Kondisi serupa terjadi pada IPLT, kondisi saat ini, IPLT tidak berfungsi secara optimal. Padahal ditinjau dari kapasitas awal, IPLT Cibeet didesain dengan daya tampung sekitar 25 m3/ hari, sedangkan IPLT Babakan memiliki daya tapung sekitar 20 m3/ hari. Sejak selesai dibangun pada tahun 1998, IPLT Cibeet belum difngsikan secara optimal. Salah satu kendala yang menghambat operasional tersebut antara lain kendalam peraturan tariff pembuangan dan jarak tempuh. Secara lokasi IPLT Cibeet berlokasi di Kecamatan Ibun yang merupakan dataran tinggi. Untuk IPLT Babakan, pada kondisi eksisting, IPLT dalam keadaan rusak dan tidak berfungsi secara optimal. Salah satu kendalanya yaitu sulitnya sumber air mengingat lokasi IPLT yang berada di atas bukit.

Secara keseluruhan cakupan pelayanan akses sarana pengelolaan air libah (SPAL) di wilayah Kabupaten Bandung pada tahun 2008 sekitar 36,15 %. Dari tahun 2008 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan cakupan pelayanan akses sarana pengelolaan air limbah. Pada tahun 2012, cakupan pelayanan ini meningkat menjadi sekitar 37,23 %

(28)

Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik

Produk Input User Interface

Pengumpulan /Penampungan/ Pengolahan Awal Pengaliran Pengolahan Akhir Daur Ulang /Pembuangan Akhir Kode Aliran Black Water (Tinja, Urine, Air

Comberan)

- closet jongkok

- closet duduk tangki septik

Pipa Saluran pembuang

IPAL

SOREANG Sungai Alternatif 1 - closet jongkok

- closet duduk tangki septik - - Sungai Alternatif 2

- closet jongkok - - - Sungai Alternatif 3

Helicopter/ Saluran

Drainase - - - Sungai Alternatif 4

Grey Water (air cucian dari dapur, air untuk mandi, air cucian

pakaian)

Tempat cuci piring, air

bekas cucian/mandi tangki septik

Saluran drainase/Sal.

Air kotor

IPAL Sungai Alternatif 1

Tempat cuci piring, air

bekas cucian/mandi -

Saluran

drainase - Sungai Alternatif 2 Tempat cuci piring, air

(29)

NO JENIS SATUAN JUMLAH/ KAPASITAS KONDISI KETERANGAN BERFUNGSI TIDAK BERFUNGSI

(i) (ii) (iii) (iv) (iv) (vi) (vii)

SPAL Setempat (Sistem On-site)

1 Tangki Septik Komunal <10 KK Unit -

2 MCK Unit 1,348

belum ada pendataan kondisi sarana sanitasi

terbangun

3 Truk Tinja Unit 2 1 1

4 IPLT : Kapasitas m3/hari 1 0 1 IPLT Cibeet tidak

berfungsi

SPAL Terpusat (Sistem Off-site)

1 Tangki Septik Komunal >10 KK Unit 0

2 IPAL Komunal Unit 123

3 IPAL Kawasan Unit 1 1 0

4 IPAL Kota Unit 0 0 0

Tabel Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten/Kota

NO SISTEM

CAKUPAN LAYANAN EKSISTING

(%)

TARGET CAKUPAN LAYANAN

Jangka Pendek (%) Jangka Menengah (%) Jangka Panjang (%) (a) (b) ( c ) (d) ( e ) (f)

(30)

B Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) Setempat (On-Site) 87.54 89 92.5 95

1 Cubluk/Tangki Septik Individual belum aman 37.94 22 10 0

2 Tangki Septik Individual 48.21 65 77 85

3 Tangki Septik Komunal (<10 KK) 0.00 2 4 5

4 MCK 1.39 2.7 3.525 5

C Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) terpusat (Off-Site) 1.420 2.05 2.975 5

1 Tangki Septik Komunal (>10 KK) 0 0.25 0.65 1

2 IPAL Komunal 1.39 2.00 2.75 3

3 IPAL Kawasan 0.03 0.05 0.075 1

4 IPAL Kota 0

Sub Total 100 100 100 100

(2) Kelembagaan dan Peraturan

Secara kelembagaan, pengelolaan air limbah domestik dilakukan oleh Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Kebersihan dan Dinas Kesehatan. Untuk Dinas Kesehatan, beberapa bidang yang berkaitan dengan pengelolaan air limbah domestic ini meliputi Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang Kebersihan. Bidang Pengembangan Perumahan meliputi Seksi Pembangunan Perumahan, Seksi Pembinaan Perumahan dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum. Sedangkan Bidang Kebersihan meliputi Seksi Pelayanan Kebersihan dan Seksi Pengembangan Sarana dan rasarana. Sedangkan untuk di Dinas Kesehatan, bidang yang terkait langsung dengan pengelolaan air limbah domestic yaitu Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Informasi Detail mengenai kelembagaan pengelolaan air limbah domestik di

(31)

SEKSI KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN SEKSI PEMBANGUNAN PERUMAHAN SEKSI PEMBINAAN PERUMAHAN UPTD SEKSI PENGEMBANGAN FASILITAS UMUM SEKSI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI SEKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG SEKSI PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG SEKSI PENGENDALIAN BANGUNAN SEKSI PERENCANAAN TATA RUANG SEKSI PEMANFAATAN RUANG SEKSI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG SEKSI PELAYANAN KEBERSIHAN SEKSI KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN SEKSI PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA SEKSI PEMBANGUNAN SEKSI PEMBINAAN TEKNIS JABATAN FUNG-SIONAL BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN BIDANG PENATAAN RUANG BIDANG PENATAAN DAN PENGENDALIAN BANGUNAN SEKSI PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS BIDANG KEBERSIHAN BIDANG PERMUKIMAN KEPALA DINAS SEKRETARIAT

SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUBBAGIANPENYUSUNAN

(32)

b. Persampahan

Pengelolaan persampahan merupakan salah satu fokus pemerintah kabupaten Bandung dalam peningkatan kualitas sanitasi. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah kabupaten Bandung No 15 Tahun 2012 mengenai perubahan atas peraturan daerah Kabupaten bandung Nomor 21 Tahun 2009 tentang pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah kabupaten Bandung memiliki tugas untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Tugas pemerintah tersebut antara lain dalam hal:

1. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah; 2. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah;

3. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah;

4. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

5. Memfasilitasi pemasaran produk- produk daur ulang;

6. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat;

7. Melakukan koordinasi antar lembaga Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Dalam proses pelaksanaannya, pengelolaan persampahan di kabupaten Bandung tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, beberapa mitra potensial turut berperan dalam upaya peningkatan kualitas pengelolaan persampahan di kabupaten Bandung. Pada Subbab pengelolaan persampahan ini, berikut akan dipaparkan kondisi eksisting pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung, mulai dari kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi dunia usaha, pendanaan dan pembiayaan serta permasalahan mendesak dan isu strategis.

(1) Sistem dan infrastruktur

Produk Input User Interface Pengumpula n Setempat Penampungan Sementara (TPS) Pengang-kutan (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat Daur Ulang/ Pembuanga n Akhir Kode/ Nama Aliran Sampah Organik dan An Organik Tong sampah, Kantong Plastik/ Bak sampah Rumah Tangga Gerobak Sampah Container Dump Truk dan ArmRoll Truk Pengompos an TPA Alternatif 1 Tong sampah, Kantong Plastik /Bak sampah Rumah Tangga Beca/ Motor Sampah Container Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 2 Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Container Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 3

(33)

Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 4 Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Pengompos an/Daur ulang Alternatif 5 Sampah Plastik/Kerta s Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Pengumpul sampah informal Pencacah Alternatif 6

(34)

NO SISTEM Cakupan layanan eksisting(1) (%)

Cakupan layanan (%)

Jangka pendek menengah Jangka Jangka panjang

1 Prosentase sampah terangkut ke TPA 320 ton dari 1074 ton/hari (29 %) 50%

2 Prosentasi sampah tereduksi melalui 3R 88 ton (8,1 %) 25%

3 Prosentasi sampah dikelola mandiri oleh masyarakat di

sumber* 32,5 ton (3 %) 25%

4 Prosentasi sampah tidak terolah 633,5 ton (58,9 %) 0

Total 0 0 0

No Jenis Prasarana / Sarana Satuan Jumlah Kapasitas Ritasi/hari

Kondisi

Keterangan*

Baik Rusak Ringan Rusak Berat

(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viiii) (ix) (x)

1 Pengumpulan Setempat

- Gerobak sampah unit 79 1 M3 79

- Motor sampah unit 38 1.5 M3 38

- Pick up sampah unit

2 Tempat Penampungan Sementara (TPS)

- Bak biasa unit 31 - 31

- Kontainer unit 8 - 8

- Transfer Depo unit 0 - 0

- Stasiun Peralihan Antara (SPA) unit 0 - 0

3 Pengangkutan

- Dump Truck unit 59 1 54 5 0

- Arm Roll Truck unit 20 1 18 2 0

- Compactor Truck unit 2 1 0 0 0

4 Pengolahan Sampah

(35)

- ITF unit 0 0 0 0 0

- Bank Sampah unit 29 29

Tdk bs menyelesaikan

yg organiknya

- Incinerator unit 2 2

No Jenis Prasarana / Sarana Satuan Jumlah Kapasitas Ritasi/hari

Kondisi

Keterangan* Baik Ringan Rusak Rusak Berat

(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viiii) (ix) (x)

5

TPA/TPA Regional :

· Lahan urug saniter

· Lahan urug terkendali

· Penimbunan terbuka

- Luas total lahan TPA Ha 21 -

- Luas sel Landfill Ha 3.4 -

- Daya tampung TPA (m3) 1,200,000 -

6 Alat Berat

- Bulldozer unit 1 - 1 0 0

- Excavator / backhoe unit 2 - 2 0 0

- Wheel Loader unit 1 1 0 0

7 IPL -

Hasil pemeriksaan lab (BOD dan COD): - Hasil pemeriksaan - Efluen di Inlet mg/l ……… ……… - Efluen di Outlet mg/l …..

(36)

(2) Kelembagaan dan Peraturan

Secara kelembagaan, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung menjadi tupoksi Dinas Perumahan Penataan Ruang dan Kebersihan serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Pada Dinas Perumaha, Penataan Ruang dan Kebersihan, bidang yang terkait langsung dengan pengelolaan persampahan ini yaitu Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang kebersihan. Bidang Pengembangan Perumahan meliputi Seksi Pembangunan perumahan, Seksi Pembinaan Perumahan dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum, sedangkan Bidang Kebersihan meliputi Seksi Pelayanan Kebersihan, Seksi Kerjasama Pengelolaan Persampahan dan Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana.

Meskipun secara tupoksi, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung berada di Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan, namun pada praktik pelaksanaannya pengelolaan persampahan secara tidak langsung juga berkaitan dengan tupoksi pengendalian limbah padat dan B3, Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, pada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dan Bapapsi. Pada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Selain itu, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung tidak dapat dilepaskan dengan kegitaan komunikasi yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan, Arsip dan Pengembangan Sistem Informasi (BAPAPSI), terutama kegiatan komunikasi berupa sosialisasi peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih sanitasi, termasuk dalam hal pengelolaan persampahan.

Struktur kelembagaan dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung ditunjukkan pada Gambar 3.15, 3.16

(37)

SEKSI KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN SEKSI PEMBANGUNAN PERUMAHAN SEKSI PEMBINAAN PERUMAHAN UPTD SEKSI PENGEMBANGAN FASILITAS UMUM SEKSI PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI SEKSI PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG SEKSI PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG SEKSI PENGENDALIAN BANGUNAN SEKSI PERENCANAAN TATA RUANG SEKSI PEMANFAATAN RUANG SEKSI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG SEKSI PELAYANAN KEBERSIHAN SEKSI KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN SEKSI PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA SEKSI PEMBANGUNAN SEKSI PEMBINAAN TEKNIS JABATAN FUNG-SIONAL BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN BIDANG PENATAAN RUANG BIDANG PENATAAN DAN PENGENDALIAN BANGUNAN SEKSI PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS BIDANG KEBERSIHAN BIDANG PERMUKIMAN KEPALA DINAS SEKRETARIAT

SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUBBAGIANPENYUSUNAN

(38)

(1) Sistem dan infrastruktur

Dalam hal sektor drainase, hingga saat ini Kabupaten Bandung belum memiliki masterplan drainase yang terintegrasi untuk satu wilayah administratif. Keberadaan drainase yang terstruktur pada umumnya terdapat di permukiman yang dibangun oleh pengembang serta di sepanjang jaringan jalan. Meskipun demikian jaringan belum terintegrasi, pada beberapa kantong permukiman yang padat bahkan kondisi drainase tidak memenuhi standar. Pada beberapa kasus, drainase ini kondisinya tidak terawat dan mengalami pendangkalan akibat timbunan sampah dan lumpur. Belum terintegrasinya jaringan drainase di Kabupaten Bandung serta kurang terawatnya kondisi drainase yang ada

mengakibatkan rentan terjadinya bencana banjir di musim penghujan, terutama di daerah-daerah yang memiliki kontur lebih rendah dengan guna lahan terbangun yang padat.

Input User Interface

Pengumpulan dan Penampungan/ Pengolahan Awal Pengangkutan/ Pengaliran (Semi) Pengolahan AKhir Terpusat Pembuangan

Akhir/ Daur Ulang Kode/ Nama Aliran

Air bekas cucian/mandi tempat cuci piring, tempat cuci/kamar mandi Biopori Saluran drainase lingkungan - Sunga/Badan air penerima Alternatif 1

Atap bangunan Talang Sumur resapan - Alternatif 2

Halaman, jalan, ruang public

Badan

(39)

(2) Kelembagaan dan Peraturan

Kelembagaan pengelolaan drainase lingkungan permukiman di Kabupaten Bandung dikelola oleh Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan serta Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi. Pada Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan, tupoksi pengelolaan drainase lingkungan berada di bawah Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang Kebersihan yang meliputi Seksi Pembangunan Perumahan, Seksi Pembinaan Perumahn dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum. Sedangkan pada Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, tupoksi pengelolaan drainase lingkungan berada di bawah Bidang Drainase, yang meliputi Seksi Perencanaa Drainase, Seksi Pelaksanaan Jaringan Drainase dan Seksi penanggulangan Bencana. Struktur kelembagaan pengelolaan drainase lingkungan pada Dinas Perumaha, Penataan Ruang dan Kebersihan serta pada Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi ditunjukkan pada Gambar 3.20 dan Gambar 3.21.

2.4. Area beresiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi a. Area beresiko dan permasalahan air limbah domestik

(40)
(41)

Tabel Area Beresiko Sanitasi Air Limbah Domestik

Kecamatan Desa NILAI IRS SKOR EHRA

CIWIDEY Rawabogo 53 3 RANCABALI Cipelah 60 3 PASIRJAMBU PASIRJAMBU Mekarsari 78 4 Cibodas 60 3 CIMAUNG Cikalong 70 3 PANGALENGAN Wanasuka 60 3 Banjarsari 60 3 IBUN Tanggulun 100 4 PASEH Sukamantri 58 3 Cijagra 65 3 CIKANCUNG Ciluluk 68 3 Tanjunglaya 85 4 RANCAEKEK Tegalsumedang 63 3 Rancaekek Kulon 65 3 Bojongloa 63 3 Linggar 63 3 Haurpugur 68 3 Bojongsalam 60 3 Rancaekek Kencana 65 3 MAJALAYA Majasetra 80 4 Majalaya 88 4 Majakerta 53 3 SOLOKANJERUK Solokanjeruk 93 4 BALEENDAH Andir 100 4 BANJARAN Kamasan 80 4 Tarajusari 58 3 PAMENGPEUK Sukasari 88 4 KATAPANG Gandasari 63 3 KUTAWARINGIN Pameuntasan 65 3 MARGAHAYU Sayati 58 3 DAYEUHKOLOT Dayeuhkolot 100 4 Citeureup 68 3 BOJONGSOANG Tegalluar 65 3

(42)

b. Area beresiko dan permasalahan persampahan AIR LIMBAH DOMESTIK

KECAMATAN DESA/KELURAHAN NILAI IRS SKOR EHRA

CIWIDEY Ciwidey 97.50 4 Panyocokan 73.88 3 Rawabogo 65.63 3 PASIRJAMBU Sugihmukti 78.75 4 Cisondari 61.03 3 CIMAUNG Jagabaya 70.63 3 PANGALENGAN Sukaluyu 86.68 4 Pulosari 98.13 4 Margamekar 55.00 3 Pangalengan 86.88 4 KERTASARI Neglawangi 87.50 4 Santosa 95.00 4 Cikembang 86.25 4 PACET Sukarame 80.63 4 Mandalahaji 98.75 4 Pangauban 60.63 3 Tanjungwangi 56.88 3 IBUN Laksana 71.35 3 Talun 53.13 3 CICALENGKA Panenjoan 91.88 4 Cicalengka Kulon 63.13 3 Dampit 78.13 4

RANCAEKEK Rancaekek Kencana 71.05 3

MAJALAYA Sukamukti 56.25 3 Majasetra 73.13 3 Bojong 55.93 3 SOLOKANJERUK Bojongemas 53.75 3 CIPARAY Cikoneng 98.13 4 Mekarsari 89.38 4 Ciparay 58.75 3 Sarimahi 66.25 3 Ciheulang 60.95 3 Mekarlaksana 82.05 4 BALEENDAH Rancamanyar 69.15 3 ARJASARI Wargaluyu 98.75 4 BANJARAN Banjaranwetan 67.50 3 Sindangpanon 81.88 4 Neglasari 89.38 4 CANGKUANG Jatisari 89.38 4 Bandasari 88.13 4 Pananjung 60.20 3 Ciluncat 60.63 3 KATAPANG Gandasari 56.03 3 Katapang 55.00 3 Banyusari 57.93 3

(43)

Karamatmulya 70.18 3 Pamekaran 71.20 3 Cingcin 73.40 3 KUTAWARINGIN Cilame 53.13 3 MARGAASIH Mekarrahayu 69.83 3 Rahayu 55.20 3 BOJONGSOANG Bojongsari 70.63 3 Bojongsoang 56.25 3 Lengkong 67.50 3 CILEUNYI Cimekar 55.45 3 CILENGKRANG Melatiwangi 68.75 3

(44)

Gambar

GAMBAR 3.xx
Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik
Tabel Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten/Kota
Tabel Area Beresiko Sanitasi Air Limbah Domestik

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Bandung, Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan

Pada fase akhir dari infeksi HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada

Namun masih terdapat 1 (satu) program yaitu Program Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dan 1 (satu) kegiatan yaitu Pengendalian Pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah

Selain tanggung jawab yang dijelaskan dalam ‘Tanggung jawab kita’ di bagian sebelumnya, eksekutif dan manajer perusahaan tidak hanya diharapkan untuk memimpin dengan memberi

Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 2 Tahun 2006 tentang Alokasi Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung (Lembaran Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2006

sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Daerah Kabupaten

mempunyai peranan penting dalam menunjang prestasi disamping mempunyai kondisi fisik yang baik. Salah satunya teknik dribble dan push passing yang memerlukan kekuatan dan

Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 9 tahun 2007 tentang pembentukan organisasi Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Kabupaten Bandung, menjelaskan bahwa pada