• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER."

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM

MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

(Penelitian Subjek Tunggal bagi Siswa yang Memiliki Aspek Peran Sosial Sebagai Pria yang Rendah di Kelas XI SMAN 13 Bekasi)

T E S I S

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Bimbingan dan Konseling

oleh

Saeful Ramadon

NIM 1201563

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

SAEFUL RAMADON

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM

MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

disetujui dan disahkan oleh pembimbing:

Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M. Pd. NIP. 19520620 198002 1 001

Pembimbing II,

Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd. NIP. 195901 109843 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

(3)
(4)

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.

Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.

Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”.

(terjemah Qur’ an Surah Al Hujurat [49] : 13)

Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw., melaknat Laki-laki yang menyerupai perempuan, dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (HR.Tirmidzi)

(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Kesadaran Identitas Gender” ini beserta

seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan

penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap

menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya

pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Bandung, Nopember 2015

Yang membuat pernyataan,

(6)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

Saeful Ramadon (2015). Efektivitas konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan kesadaran identitas gender.

Penelitian didasarkan pada permasalahan kesadaran identitas gender siswa yang rendah mengacu pada aspek peran sosial sebagai pria atau wanita dalam Inventori Tugas Perkembangan Siswa SMA. Penelitian bertujuan untuk membuktikan efektifitas konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan kesadaran identitas gender siswa. Pendekatan penelitian secara kuantitatif dan metode yang digunakan yaitu subjek tunggal dengan desain A-B. Sampelnya adalah siswa kelas XI IPS yang memiliki profil individu hasil pengolahan ATP rendah pada aspek peran sosial sebagai pria atau wanita. Hasil penelitian menunjukkan konseling kognitif-perilaku efektif untuk meningkatkan kesadaran identitas gender siswa. Efektifitas tersebut terlihat pada perbandingan skor sebelum dan setelah intervensi yang digambarkan dalam bentuk grafik pada masing-masing subjek penelitian. Guru bimbingan dan konseling diharapkan menjadikan konseling kognitif-perilaku menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kesadaran identitas gender siswa yang juga merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan oleh siswa. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperluas subjek penelitian sesuai jenjang pendidikan, hal ini dikarenakan standar kompetensi kemandirian siswa dan inventori tugas perkembangan siswa juga mulai diterapkan sejak jenjang Sekolah Dasar sampai dengan jenjang Perguruan Tinggi, serta menguji efektivitas konseling kognitif-perilaku dalam setting kelompok.

(7)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRACT

Saeful Ramadon (2015). The effectiveness of cognitive-behavioral counseling in increasing awareness of gender identity.

The research is based on awareness of the problem of low gender’s student identity refers to social role aspects as a man or woman in the Inventory Task Development of High School Students. The study aims to prove the effectiveness of cognitive-behavioral counseling in improving students' awareness of gender identity. Quantitative research approaches and methods used are single-subject design with AB. The samples are students of class XI IPS profile individuals who have low ATP processing results in the social role aspects as a man or a woman. The results showed cognitive-behavioral counseling is effective to improve students' awareness of gender identity. Effectiveness is seen from comparison of the average baseline scores and scores of interventions described in graphic form on each of the research subjects. Guidance and counseling teacher is expected to make a cognitive-behavioral counseling be an alternative to increase awareness of gender identity of students who also is one of the tasks that must be alleviated by the development of the students. Researchers are also expected to expand further research subjects appropriate level of education, because the standard of students 'independence and competence development of students' assignments inventory also applied since elementary school level up to the level of Higher Education, as well as test the effectiveness of cognitive-behavioral counseling in a group setting.

(8)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu i

KATA PENGANTAR

Sesungguhnya Allah swt,. menciptakan manusia dalam bentuk

sebaik-baiknya. Dalam kajian psikologis, manusia memiliki tugas perkembangan yang

harus dicapai pada setiap fasenya. Salah satu fase dalam rentang kehidupan

manusia yang digunakan untuk mengaktualisasikan diri adalah fase remaja. Pada

fase remaja, pembentukan dan perkembangan identitas diri merupakan isu sentral

dalam penyelesaian tugas perkembangan di fase ini. Identitas diri ini berkembang

dan terbentuk secara utuh termasuk identitas gender di dalamnya.

Informasi yang keliru, pengambilan kesimpulan yang tidak tepat atas

informasi yang diterima, sikap overgeneralization akibat pengalaman individu

terkait interaksi sesama dan antar jenis kelamin, serta perilaku maladaptif akibat

gagal membedakan antara imajinasi dan realita merupakan tanda-tanda

terbentuknya belief system yang salah dalam proses perkembangan identitas dan

kesadaran gender. Restrukturisasi kognitif merupakan bagian dari model

konseling kognitif-perilaku yang bertujuan untuk menentang pikiran dan emosi

yang salah akibat informasi yang diterima, dengan menampilkan bukti-bukti atau

informasi baru dalam rangka menata keyakinan yang benar terkait dengan

perkembangan identitas gender seorang individu.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak sebagai

upaya peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling di sekolah maupun di

lembaga-lembaga lain. Akhir kata hanya kepada Allah swt,. penulis memohon

supaya apa yang telah dikerjakan selama ini menjadi amal yang bernilai ibadah.

Aamiin.

Bandung, Nopember 2015

(9)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmaanirrohiim

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

swt., yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Efektivitas Konseling Kognitif-Perilaku dalam Meningkatkan Kesadaran Identitas Gender”. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasul Allah Muhammad saw., beserta keluarga dan para

sahabatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyelesaian tesis ini tidak

terlepas dari bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak, untuk

itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd. selaku Pembimbing I penulis yang

ditengah-tengah kesibukannya, telah memberikan bimbingan, arahan dan

motivasi, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Hj. Euis Farida, M.Pd. selaku Pembimbing II, yang di tengah-tengah

kesibukannya, telah menyempatkan waktu memberikan bimbingan,

petunjuk, arahan, serta memberikan motivasi bagi penulis sehingga tesis

ini dapat diselesaikan.

3. Prof. H. Furqon, Ph. D. selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia

periode 2015 – 2020 beserta jajaran Wakil Rektor yang telah memberikan

kesempatan belajar di Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia.

4. Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd. selaku Rektor Universitas

Pendidikan Indonesia periode 2010 - 2015, sekaligus ketua Tim Perancang

Aplikasi Inventori Tugas Perkembangan.

5. Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

Universitas Pendidikan Indonesia, beserta jajaran Asisten Direktur yang

telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan tugas belajar di Sekolah

(10)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu iii

6. Prof. Dr. Uman Suherman AS., M.Pd, dan Dr. Amin Budiamin, M. Pd,.

selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Psikologi

Pendidikan dan Bimbingan/ Bimbingan dan Konseling.

7. Seluruh dosen Prodi Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan

Indonesia, yang tanpa mengurangi rasa hormat tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

8. Dra. Hj. Henny Widhaningsih, M. Si. selaku Kepala SMA Negeri 13 Kota

Bekasi yang telah memberikan ijin dan dukungan untuk menyelesaikan

studi.

9. Rekan-rekan guru BK SMA Negeri 13 Kota Bekasi: Siti Hotijah, S.Pd.,

Niken Octawindyanti, S. Psi, dan Annisa Sukma Hapsari, S. Pd.

10.Ananda AS, POT dan RE semoga kalian berhasil menyelesaikan

tugas-tugas perkembangan kalian pada setiap fase.

11.Rekan-rekan Angkatan 2012 Program Studi Bimbingan dan Konseling

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Semoga

silaturahmi kita tetap terjaga.

12.H. Marji bin Gindu Abu Bakar dan Hj. Siti Ayanih, abi dan umi tercinta

terima kasih untuk pengorbanan yang tak terbalaskan.

13.Istriku Rachmawati, A. Md., anak-anakku Khalid Masy’ al dan Tsani

Athaya Rahman, yang telah sabar dan penuh pengertian memberikan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Semoga Allah

swt,. memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Akhirnya, atas segala bantuan, bimbingan, dorongan dan do’a yang telah diberikan dengan tulus dan ikhlas, penulis ucapkan jazakumullahu khairan

katsiran, semoga dicatat sebagai kebaikan dan mendapat pahala dari Allah swt,.

Aamiin.

Bandung, Nopember 2015

(11)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu iv 1.2Identifikan dan Perumusan Masalah……….….………

1.3 Tujuan Penelitian ……….………..

8 10

1.4Manfaat Penelitian ……….…………

1.5Struktur Organisasi Tesis………...…

10 11 BAB II PENERAPAN KONSELING KOGNITIF PERILAKU UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER SISWA 2.1 Konseling Kognitif-Perilaku

2.1.1 Pengertian dan Karakteristik Konseling Kognitif-

Perilaku ………

2.1.2 Asumsi Dasar dan Tujuan Konseling Kognitif-

Perilaku ………..……….. 2.1.3 Proses dan Prosedur Konseling Kognitif-Perilaku ..……….... 2.2 Karakteristik Peserta Didik Sekolah Menengah ……….. 2.3 Tugas-tugas Perkembangan Remaja ………....

12

15 17 19 22 2.3.1Standar Kompetensi Kemandirian Siswa ….….………..……

2.4 Konsep Identitas Gender ……….

2.4.1 Pengertian Identitas Diri .. ……….. 2.4.2 Perkembangan Identitas Diri …..………

2.4.3 Status Identitas Diri ……….

2.4.4 Karakteristik Remaja yang Memiliki Identitas Diri ….………….. 2.4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri ... 2.4.6 Gangguan Identitas Gender ………..………..…. 2.4.7 Beberapa Hasil Penelitian yang berkaitan dengan Aspek Peran

Sosial sebagai Pria atau Wanita ... 24 2.5 Konseling Kognitif-Perilaku untuk Meningkatkan Kesadaran

Identitas Gender ………...

2.6 Asumsi Penelitian ………. 43 44

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Desain Penelitian ..………. 3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ..………. 3.3 Desain Operasional Variabel ….……….. 3.3.1Konseling Kognitif-Perilaku ………...

(12)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu v

3.3.2Tugas Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Atas …………... 50 3.4 Pengembangan Instrumen Penelitian …….……….. 52

3.4.1 Kisi-kisi Instrumen ……….……….…

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ITP-SMA ………..

3.5 Langkah-langkah Penelitian………..………

3.5.1 Pengumpulan data ..………

3.5.2 Pelaksanaan Baseline ………..

3.5.3Perancangan Intervensi ………...

3.6 Teknik Analisa Data ……….… 52 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian .………...

4.1.1Rancangan Konseling Kognitif-Perilaku dalam meningkatkan Kesadaran Gender Siswa di SMA Negeri 13 Kota Bekasi Tahun

Ajaran 2015/2016 ………

4.1.1.1Rasional ………..

4.1.1.2 Tujuan ………. 4.1.1.3 Prosedur Teknik konseling Kognitif-Perilaku ……… 4.1.1.4 Asumsi Intervensi ………... 4.1.1.5 Sasaran Intervensi ………... 4.1.1.6 Sesi Intervensi ………. 4.1.1.7 Indikator Keberhasilan ……… 4.1.1.8Langkah-langkah Implementasi Konseling

KognitifPerilaku untuk Meningkatkan Kesadaran Identitas Gender Siswa ……….. 4.1.2 Perkembangan Tingkat Kesadaran Identitas Gender Siswa yang

Diberi Konseling Kognitif-Perilaku ……… 4.1.2.1 Deskripsi Subjek Penelitian ……… 4.1.2.2 Pelaksanaan Konseling Kognitif-Perilaku

untuk Meningkatkan Kesadaran Identitas Gender Siswa .. 4.1.2.3 Peningkatan Kesadaran Identitas Gender Siswa

mengacu pada Aspek Peran Sosial sebagai Pria

atau Wanita ………..…….. 4.1.3 Gambaran Peningkatan Kesadaran Identitas Gender

Siswa mengacu pada Aspek Peran Sosial sebagai Pria atau BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(13)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) Peserta Didik ………… 6

Tabel 2.1 Delapan Tahap Perkembangan Psikososial menurut

Erikson ………...……….. 27

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Identitas Diri menurut Marcia …....………. 29

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Inventori Tugas Perkembangan siswa

SMA (ITP-SMA 2003) ……….….…...……...…… 54

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen Inventori Tugas

Perkembangan (ITP 2003) ...………. 56

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Jadwal Pelaksanaan Konseling ……… Perbedaan Skor Kesadaran Identitas Gender Siswa pada Aspek

Peran Sosial sebagai Pria atau Wanita Sebelum dan Sesudah

Intervensi ………...……….……….

70

(14)

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vii

DAFTAR GRAFIK

Gambar 4.1 Baseline Konseli RE sebelum Mendapatkan Intervensi ………… 67

Gambar 4.2 Baseline Konseli POT sebelum Mendapatkan Intervensi ……….. 68

Gambar 4.3 Baseline Konseli AS sebelum Mendapatkan Intervensi ………… 69

Gambar 4.4 Grafik Kondisi Kesadaran Identitas Gender RE Sebelum dan

Setelah Intervensi ………... 81

Gambar 4.5 Grafik Kondisi Kesadaran Identitas Gender POT Sebelum dan

Setelah Intervensi……… 83

Gambar 4.6 Grafik Kondisi Kesadaran Identitas Gender AS Sebelum dan

(15)

1

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, hal ini

tertera jelas dalam kitab suci Al Qur’an, Allah swt. berfirman :

"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang

sebaik-baiknya." –(terjemah Qur’ an Surah At-Tiin [95] : 4)

Kesempurnaan tersebut dikarenakan setiap manusia dibekali akal dan

pikiran dalam menyelesaikan setiap tugas perkembangan yang dihadapinya pada

setiap fase rentang kehidupan. Havighurst (dalam Yusuf, 2001, hlm. 65)

menyatakan bahwa tugas-tugas perkembangan yang khusus tersebut berkaitan erat

dengan perubahan kematangan dan pertumbuhan, pengenalan identitas gender,

orientasi seksual, masa sekolah, pilihan pekerjaan dan pengamalan nilai agama

sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya.

Pada aspek kesadaran identitas gender, secara ideal Havighurst

memaparkan pencapaian penyelesaian tugas perkembangan ini antara lain;

mengetahui perbedaan jenis kelamin, mempelajari peran sosial terkait konsep

maskulinitas (bagaimana anak laki-laki bersikap sebagai pria) dan konsep

feminitas (bagaimana anak perempuan bersikap sebagai wanita), mencapai peran

sosial maskulinitas atau feminitas, keberhasilan memilih pasangan, belajar hidup

bersama orang lain sebagai pasangan, membina keluarga, membesarkan anak, dan

mengatur rumah tangga.

Dengan kata lain, kebingungan individu terkait dengan identitas jenis

kelamin yang dimilikinya serta ketidaktahuan akan konsep maskulinitas dan

feminitas merupakan ketidakberhasilan pencapaian tugas perkembangan pada

aspek kesadaran identitas gender. Kondisi individu yang memiliki kebingungan

atas identitas jenis kelamin yang dimilikinya lazim disebut sebagai gangguan

identitas gender, fenomena ini lebih dikenal dengan istilah transgender.

(16)

2

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sejatinya, proses seorang anak mulai belajar mengidentifikasikan dirinya,

apakah ia laki-laki atau perempuan berawal ketika individu berusia tiga tahun

(Santrock, 2003, hlm. 369). Pada usia tiga tahun tersebut orang tua mulai

memperkenalkan kepada anaknya bahwa ia adalah anak laki-laki atau anak

perempuan, lengkap beserta peran ataupun kebiasaan-kebiasaan berdasarkan jenis

kelaminnya. Seorang anak mulai mengenal jenis kelaminnya secara permanen

pada usia 6 - 7 tahun dengan memahami adanya perbedaan alat genital antara

laki-laki dan perempuan (Baron, 2000, hlm. 192). Orangtuapun terus memberikan

pembelajaran peran sesuai dengan jenis kelamin anak melalui jenis permainan

yang diberikan, jenis baju yang digunakan, teman sepermainannya, pernak-pernik

yang dimiliki serta nilai-nilai yang diajarkan harus sesuai dengan jenis kelamin

anak sejalan dengan semakin bertambahnya usia sang anak (Santrock, 2003, hlm.

371).

Selain melalui orang tua, anak juga mendapatkan gambaran peran gender

dari keluarga dan kerabat dekat (Hurlock, 2002, hlm. 206). Seorang anak laki-laki

akan mengembangkan identitas maskulinnya melihat dari figur ayah atau

pamannya, sedangkan anak perempuan akan mengembangkan identitas

femininnya melihat dari figur ibu atau bibinya (Bornstein & Masling, 2002).

Permasalahan timbul ketika orangtua tidak menampilkan peran yang tepat sesuai

dengan jenis kelaminnya. Hasil penelitian Francis (2006) tentang peranan

orangtua terhadap proses pembentukan identitas gender pada seorang transgender

didapat data, bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tersebut melihat

ayahnya sebagai figur pria dewasa yang kurang positif.

Selain orang tua dan keluarga terdekat, keberadaan sahabat, teman sebaya

dan guru di sekolah merupakan faktor yang juga dapat mempengaruhi

perkembangan identitas gender (Soetjiningsih, 2010, hlm. 10). Anak laki-laki

sering pula mengalami konflik dalam mempelajari gambaran peran gender di

masa remajanya (Santrock, 2003, hlm. 374; Watts, et.al, 2005). Konflik tersebut

dikarenakan ibu dan guru menginginkan remaja laki-laki berperilaku maskulin

disatu sisi, tetapi juga harus rapi, memiliki sopan santun dan baik budi di sisi yang

(17)

3

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

seorang laki-laki dengan kemandirian, permainan kasar dan mengutamakan

kekuatan fisik. Gabungan gambaran peran gender tersebut mempersulit anak

laki-laki untuk mengetahui peran gender seperti apa yang harus ia lakukan. Kondisi ini

turut mendorong terjadinya penyimpangan identitas gender pada anak laki-laki.

Penyimpangan peran gender pada anak laki-laki juga dipengaruhi oleh

media massa (Condry, 1989; Huston & Alvarez, 1990; dalam Santrock, 2003,

hlm. 316). Menurut Huston & Alvarez (1990, dalam Santrock, 2003, hlm. 316)

masa remaja awal merupakan suatu masa yang sangat sensitif terhadap

pesan-pesan yang disampaikan oleh televisi (TV) salah satunya tentang peran gender.

TV yang saat ini merupakan bagian integral dari masyarakat, tanpa disadari

mempengaruhi penampilan dan perilaku masyarakat (Bellak, dalam Gauntlet,

2008, hlm. 272). Tampilan artis televisi, selebritis atau siapapun yang dikagumi

dan menjadi tokoh idola, menyebabkan terjadinya proses imitasi atau belajar

observasional dengan memperhatikan apa yang orang katakan atau lakukan

(Soetjiningsih, 2010, hlm. 10).

Di satu sisi, bila mengacu kepada teori belajar sosial Bandura, televisi

dapat menjadi media belajar bagi individu dalam pembentukan identitasnya. Hal

ini sejalan dengan pandangan Master & Johnston, Feldmen (1990, hlm. 360)

bahwa penyebab lain gangguan identitas gender adalah faktor belajar.

Pembentukan identitas gender juga dapat ditinjau melalui pendekatan teori

kognitif. Menurut Liben (2008) dalam teori developmental-constructivist, individu

aktif mencari, mengatur dan menggunakan informasi yang dimiliki dalam

kehidupan sosial mereka. Dengan kata lain, dapat disimpulkan menurut teori

kognitif bahwa perkembangan kesadaran gender individu dibentuk oleh

kemampuan kognitif anak, ketertarikan dan karakteristik personal lainnya.

Sedangkan di sisi yang lain, informasi yang disampaikan televisi tidak

sepenuhnya benar. Salah satu contoh dampak tayangan televisi terhadap

perkembangan gender adalah tayangan sinetron, komedi ataupun reality show

yang menampilkan tokoh yang berperilaku kebanci-bancian yang disajikan secara

menarik dan lucu, sehingga penonton remaja tertarik untuk meniru tokoh tersebut.

(18)

4

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyebabkan perilaku menyimpang tersebut menjadi melekat dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini ditengarai turut mendorong peningkatan jumlah anak laki–laki

yang mengalami gangguan identitas gender.

Beberapa penelitian menegaskan adanya kaitan antara media massa dalam

hal ini televisi dengan perkembangan kesadaran identitas gender. Hasil penelitian

Martiana (2007) melihat adanya hubungan antara durasi menonton TV dengan

sikap seksual remaja, dimana dalam penelitian ini keberadaan tayangan acara

yang vulgar atau cenderung menjurus pornoaksi memiliki korelasi dengan

peningkatan libido atau hasrat seksual pada remaja. Sementara itu, hasil penelitian

Marchelia Diaz (2011) dengan judul Persepsi Mahasiswa tentang Presenter

Transgender dalam Program Musik di Televisi (Studi tentang Olga Syahputra

pada Program Musik "Dahsyat" di RCTI) memberi gambaran bahwa penampilan

seorang selebritis akan mempengaruhi persepsi pemirsa. Dengan kata lain,

penonton acara tersebut akan melihat kondisi perilaku transgender adalah realitas

sosial yang harus diterima.

Terkait fenomena perkembangan individu dengan gangguan identitas

gender, Zucker et all (2008) dalam penelitiannya yang terbatas, berdasarkan data

individu yang ditangani oleh klinik terapi anak, selama kurang lebih 30 tahun,

pasien dengan gangguan identitas gender mengalami peningkatan signifikan.

Hanya saja, secara statistik angka pasti penderita gangguan identitas gender

memang sangat sulit didapatkan. Van Kesteren et all (1996) memaparkan, data

statistik di Belanda, negara yang membolehkan pernikahan sesama jenis,

memperkirakan 2 sampai 5 % dari penduduk Belanda mengalami gangguan

identitas gender, dimana telah dilaporkan sekitar 1 dari 12.000 anak yang terlahir

sebagai laki-laki menjalani operasi pergantian kelamin.

Kondisi yang sama dapat ditemui di Amerika, bahwa tercatat antara 0.25 –

1 % dari penduduk Amerika tercatat sebagai transeksual. Sementara Olyslager &

Conway (2007) menegaskan, bila mengacu kepada teori gunung es jumlah ini

diperkirakan lebih kecil dari jumlah seluruhnya karena data ini didapatkan dari

transeksual yang tercatat atau melaporkan diri telah melakukan penggantian alat

(19)

5

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Asasi Manusia dan kebebasan berekspresi, serta gaya hidup permisif dan budaya

liberal yang yang dianut masyarakat Barat, diyakini menjadi pemicu

meningkatnya perkembangan individu dengan gangguan identitas gender.

Joźkow (2010) secara sederhana menggambarkan individu dengan gangguan identitas gender memiliki karakteristik berupa perasaan tidak nyaman

atau rasa ketidaksesuaian yang menetap terhadap anatomi seksual yang

dimilikinya. Sementara menurut Shechner (2010, hlm. 132) gangguan tersebut

lebih sering terjadi pada laki-laki dan biasanya dikarakteristikkan dengan (a)

keinginan untuk menjadi jenis kelamin yang berlawanan dengan kodrat yang

dimilikinya. (b) cross dressing, mengenakan pakaian yang berkebalikan dengan

jenis kelaminnya. (c) memilih kegiatan yang biasanya dilakukan oleh kaum lawan

jenisnya (secara normal), dan (d) tidak menyukai karakteristik seksual baik secara

fisik maupun fungsi dari tubuhnya.

Joźkow (2010) menambahkan, penderita gangguan identitas gender ini mengalami ketertarikan seksual kepada sesama jenis sejak kecil. Di usia remaja,

perasaan diri sebagai seorang homoseksual inilah yang menyebabkan kecemasan

dan gangguan kesehatan mental lain. Jika gangguan ini menetap hingga dewasa,

baik pada pria maupun wanita, satu hingga dua pertiga kasus tumbuh menjadi

seorang homoseksual. Menurut hasil penelitian Rita Soebagio, seorang peneliti

INSIST (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization, Lembaga

Kajian Pemikiran dan Peradaban Islam), memaparkan sejarah perkembangan

penyakit HIV/AIDS, penyakit dengan ciri spesifik penurunan kekebalan tubuh

(imunitas) ini, pada awalnya dinamakan sebagai GRID (Gay Related Immune

Deficiency). Hal tersebut dikarenakan fakta yang mengejutkan, bahwa seluruh

pasien yang menderita penyakit ini menjalankan perilaku homoseksual

(RepublikaOnline diakses pada 06-02-2015).

Dalam data Centers for Disease Control and Prevention, CDC (2012),

insiden HIV pada homoseksual meningkat sebanyak 12% sejak 2008-2010. Di

Amerika, dari 1.1 juta penduduk yang terinfeksi HIV, 52% nya adalah kaum

homoseksual. Dimana HIV pada homoseksual bertanggung jawab

(20)

6

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tingginya resiko terinfeksi HIV pada kaum homoseksual. Hasil penelitian Purcel

et al., pada tahun 2010 dalam Abdul Ghofir (2013) menunjukkan bahwa pada

100.000 pasangan homoseksual, 692 pasang diantaranya dipastikan menderita

HIV. Ini menunjukkan bahwa hubungan antar laki laki 60 kali lebih rentan di

infeksi virus (insistnet.com diakses pada 06-02-2015). Kemenkes RI merilis data

tahun 2006, terdapat sekitar 35.300 orang waria di Indonesia, 3500 orang

diantaranya berada di Jabodetabek. 28.8% dari waria Jabodetabek masih berusia

remaja. Dan sebanyak 58.8% dari waria remaja di atas, hanya mengenyam

pendidikan dasar (Surveilans Terpadu Biologis Perilaku, STBP pada kelompok

beresiko tinggi di Indonesia, 2007).

Aspek kesadaran identitas dan peran gender, dalam Rambu-rambu

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal,

pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian

Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah) merupakan salah satu Standar

Kompetensi Kemandirian (SKK) Peserta Didik pada setiap jenjang pendidikan

mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Sedangkan Standar

Kompetensi Kemandirian Sekolah Lanjutan Tingkat Atas pada aspek kesadaran

gender dapat digambarkan pada tabel berikut :

Tabel 1.1.

Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) Peserta Didik

SKK Jenjang Tataran/Internalisasi Tujuan

Pengenalan Akomodasi Tindakan

Kesadaran

Depdiknas. 2007. Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan

(21)

7

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Menurut Havighurst (dalam Yusuf, 2001, hlm. 66) tugas perkembangan

yang berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam

menuntaskan tugas perkembangan periode selanjutnya. Sementara apabila gagal,

akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu, menimbulkan penolakan

di masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas berikutnya.

Kesadaran identitas gender rendah atau gejala gangguan identitas gender

merupakan salah satu bentuk fenomena atau permasalahan baru yang muncul di

sekolah, termasuk di SMA Negeri 13 Kota Bekasi.

Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang penting dalam

membantu meningkatkan kesadaran identitas gender siswa. Hal ini sejalan dengan

upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku maladaptif yang merupakan

garapan bimbingan dan konseling untuk mengembangkan potensi konseli dan

memfasilitasi secara sistemik dan terprogram dalam mencapai standar kompetensi

kemandirian (Depdiknas, 2007, hlm. 193). Bimbingan dan Konseling dapat

membantu memfasilitasi siswa agar mampu mengembangkan kesadaran identitas

gender melalui layanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial. Bantuan yang

diperlukan bersifat responsif dalam rangka mengentaskan masalah gangguan

identitas gender siswa. Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada

konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan

segera, sebab jika tidak, dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian

tugas-tugas perkembangan yang lain (Depdiknas, 2007, hlm. 209). Oleh karena

itu, guru Bimbingan dan Konseling memiliki peranan penting dengan

menggunakan strategi yang dimilikinya agar siswa memiliki kesadaran gender

yang matang. Adapun strategi layanan yang diberikan kepada siswa dalam

meningkatkan kesadaran gendernya adalah dengan diberikan layanan responsif

melalui konseling.

Menurut Mruk (2006, hlm. 23) beberapa usaha dapat dilakukan untuk

mengatasi masalah yang terkait dengan masalah identity pada remaja diantaranya

adalah dukungan sosial (dalam hal ini lingkungan memberi dukungan sosial

kepada remaja), modifikasi atau konseling kognitif-perilaku, konseling kelompok,

(22)

8

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tertentu seperti play therapy. Willets & Crewell (dalam Indraswari, 2011, hlm. 7)

mengungkapkan bahwa konseling kognitif-perilaku paling efektif digunakan pada

remaja sebab memberikan banyak kebebasan bagi remaja untuk mengontrol

pikiran dan perilakunya sendiri.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang penerapan konseling kognitif-perilaku untuk

meningkatkan kesadaran identitas gender siswa SMA Negeri 13 Kota Bekasi

Tahun Ajaran 2014/2015.

1.2Identifikasi dan Perumusan Masalah

Secara teoritis, konseling kognitif-perilaku dapat membantu secara

psikologis untuk memahami citra diri seseorang dan mengarahkannya dalam

mengubah keyakinan yang salah tentang dirinya, dalam hal ini keyakinan akan

kesadaran identitas gender. Menurut Malik Badri, pakar psikologi klinis dan

pengajar di International Islamic University Malaysia yang juga pendiri

International Association of Muslim Psychologists mengatakan, gangguan

identitas gender bisa disembuhkan melalui terapi kognitif, misalnya

menumbuhkan kesadaran dan motivasi. Terapi behavior bisa dilakukan juga,

misalnya dengan cara menjauhkan dari komunitasnya (RepublikaOnline diakses

pada 06-02-2015 ).

Tajiri (2012) memaparkan dalam disertasinya, bahwa konseling

kognitif-perilaku terbukti efektif dapat meningkatkan kemampuan kontrol diri kognitif-perilaku

seksual remaja (siswa) MAN Ciparay dan MAS Al-Mukhlisin di Kabupaten

Bandung salah satunya pada indikator kemampuan memutuskan pilihan perilaku

atas stimulus seksual ke sesama jenis.

Terapi kognitif memandang problem psikologis sebagai pembendungan

dari proses penempatan seperti pikiran yang salah, membuat kesimpulan tidak

benar pada basis informasi tidak tepat dan keliru, gagal membedakan antara

fantasi dan realita (Corey, 2005, hlm. 283). Terapi kognitif bertujuan untuk

mengidentifikasi pikiran-pikiran yang keliru ini dan menggantikannya dengan

yang lebih adaptif, sebuah proses yang dikenal sebagai restrukturisasi kognitif.

(23)

9

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

menyadarkan konseli dari pola pikir yang terganggunya (disorder) serta menolong

konseli mengoreksi dan memperbaiki persepsi serta sikapnya dengan

menunjukkan bukti yang berlawanan/ sebaliknya atau dengan mendatangkannya

pada konseli. Konseling dalam pendekatan kognitif perilaku memfokuskan

perhatian dan bidang garapannya terhadap proses kognitif yang terjadi pada

konseli (John Mc Leod, 2008, hlm. 151; Surya, 2003, hlm. 76).

Konseling kognitif-perilaku merupakan salah satu usaha yang dapat

dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan pembentukan

identitas pada remaja (Mruk, 2006, hlm. 23). Mruk juga menjelaskan delapan

intervensi yang mengarah pada harga diri yang efektif, yaitu: (1) Acceptance and

caring (penerimaan positif tak bersyarat); (2) Consistent, positive (affirming)

feedback (memberikan umpan balik secara positif dan konsisten); (3) Cognitive

restructuring (restrukturisasi kognitif), yaitu teknik yang menghasilkan kebiasaan

baru pada konseli dalam berpikir, merasa, dan bertindak dengan cara

mengidentifikasi kebiasaan bermasalah, memberi label pada kebiasaan tersebut,

dan menggantikan tanggapan/persepsi diri yang negatif/irasional menjadi lebih

rasional atau realistis; (4) Natural self-esteem moments, yaitu meningkatkan

kesadaran konseli tentang peran harga diri pada pengalaman hidup dan membuat

perubahan pada saat itu; (5) Assertiveness training, yaitu pelatihan yang

mengajarkan keterampilan ketegasan yang didasarkan pada keyakinan bahwa

manusia memiliki hak yang sama dan sederajat dengan orang lain; (6) Modelling;

(7) Problem-solving skills (keterampilan pemecahan masalah); dan (8)

Opportunities for practice (praktek/latihan).

Mengacu pada teori kognitif, remaja yang memiliki kesadaran identitas

gender yang rendah ditengarai menerima, mengolah dan memaknai informasi

bahkan membangun keyakinan (belief) yang salah dalam proses pembentukan

identitas gendernya. Hal ini sejalan dengan tujuan restrukturisasi kognitif, yaitu

mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan

menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang

(24)

10

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teknik restrukturisasi kognitif mengidentifikasi gangguan emosional

(emotional disorder) dengan mencari emosi negatif, pikiran otomatis dan

keyakinan utama. Konselor diharapkan mampu:

1. Memberikan bukti bagaimana sistem keyakinan dan pikiran otomatis sangat

erat hubungannya dengan emosi dan tingkah laku, dengan cara menolak

pikiran negatif secara halus dan menawarkan pikiran positif sebagai alternatif

untuk dibuktikan bersama. Dengan kata lain, membantu konseli untuk mencari

keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba

untuk menguranginya.

2. Memperoleh komitmen konseli untuk melakukan modifikasi secara

menyeluruh, mulai dari pikiran, perasaan sampai tindakan, dari negatif

menjadi positif.

Berdasarkan identifikasi masalah mengenai kesadaran identitas gender

siswa dan metode konseling kognitif-perilaku sebagai usaha untuk mengatasinya,

secara umum rumusan masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah

“apakah metode konseling kognitif-perilaku dapat meningkatkan kesadaran

identitas gender siswa?”

Rumusan masalah dirinci menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana rancangan intervensi konseling kognitif-perilaku efektif dalam

meningkatkan kesadaran identitas gender siswa?

2. Seberapa besar peningkatan skor melalui penerapan konseling

kognitif-perilaku dalam meningkatkan kesadaran identitas gender siswa?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian adalah memperoleh

gambaran secara empiris metode konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan

kesadaran identitas gender siswa. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai

dari penelitian sebagai berikut.

1) Memperoleh rancangan intervensi konseling kognitif-perilaku dalam

meningkatkan kesadaran identitas gender siswa.

2) Mengetahui besaran peningkatan skor melalui penerapan konseling

(25)

11

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.4Manfaat Penelitian

1) Bagi Program studi Bimbingan Konseling

Bagi program studi Bimbingan Konseling, hasil penelitian ini dapat

menambah khazanah keilmuan Bimbingan Konseling berupa hasil

penelitian tentang metode konseling kognitif-perilaku, menambah

wawasan dan informasi terkait tugas perkembangan individu terutama

pada aspek kesadaran identitas dan peran gender siswa.

2) Bagi Guru Bimbingan dan Konseling/ Konselor

Bagi guru Bimbingan dan Konseling, hasil penelitian ini dapat menjadi

panduan layanan bimbingan dan konseling untuk meningkatkan kesadaran

identitas gender siswa melalui layanan bimbingan dan konseling.

1.5Struktur Organisasi Tesis

Berdasarkan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Pendidikan Indonesia (2014) maka sistematika penulisan laporan penelitian (tesis)

yang akan disusun adalah sebagai berikut :

Bagian awal, berisi tentang halaman judul, lembar persetujuan, pernyataan

keaslian tulisan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, ucapan terima

kasih, daftar isi, daftar tabel, daftar bagan dan daftar lampiran.

Bab I Pendahuluan, pada bab ini dikemukakan tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

tesis.

Bab II Landasan Teori, membahas teori yang melandasi permasalahan tesis

yang merupakan kerangka teoritis yang diterapkan dalam tesis, serta posisi teoritik

peneliti. Pada bab ini berisi tentang karakteristik peserta didik Sekolah Menengah

Atas, tugas-tugas perkembangan remaja, perkembangan identitas diri,

perkembangan identitas gender, gangguan identitas gender, keterkaitan kesadaran

identitas gender dan strategi konseling kognitif-perilaku, konsep dan langkah

langkah konseling kognitif-perilaku, serta asumsi penelitian.

Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi penjabaran rinci mengenai metode

(26)

12

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

komponen seperti lokasi penelitian, subjek penelitian, desain dan prosedur

penelitian, serta teknik analisa data.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini mengemukakan tentang

hasil penelitian dan pembahasan penelitian, yang akan menjadi jawaban

pemasalahan yang diangkat pada penelitian ini.

Bab V Penutup, bab ini berisi tentang simpulan dari hasil penelitian serta

rekomendasi yang diberikan oleh peneliti terhadap hasil penelitian.

Bagian akhir, berisi daftar pustaka serta lampiran-lampiran yang mendukung

(27)

46

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan dan Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran identitas gender

yang merupakan salah satu aspek tugas perkembangan siswa sekolah menengah

atas dengan menggunakan metode konseling kognitif-perilaku. Layanan responsif

konseling kognitif-perilaku ini didasarkan atas hasil Analisis Tugas

Perkembangan individu siswa Sekolah Menengah Atas, terutama pada aspek

peran sosial sebagai pria atau wanita yang merupakan pengejawantahan dari

gambaran kesadaran gender.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang

digunakan untuk mendapatkan data numerikal berupa skala tingkat kesadaran

identitas gender yang dimiliki oleh siswa SMA Negeri 13 Kota Bekasi tahun

ajaran 2014/2015. Creswell (2012) menjelaskan pendekatan kuantitatif dipilih

sebagai pendekatan penelitian ketika tujuan penelitian yaitu menguji teori,

mengungkapkan fakta-fakta, menunjukkan hubungan antar variabel dan

memberikan deskripsi.

Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan pada data berupa

angka-angka (numerical) yang pengolahan datanya dilakukan dengan metode

statistik. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk menemukan signifikansi

perbedaan kondisi atau hubungan antar variabel yang diteliti. Dalam konteks

penelitian ini pendekatan ditujukan untuk mengetahui perbedaan perubahan antara

sebelum dilakukan tindakan (treatment) dan setelah dilakukan tindakan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen subjek

tunggal (single subject experiment). Metode tersebut hanya melibatkan satu

peserta saja, tetapi dapat juga mencakup beberapa subjek penelitian, berkisar 3

sampai 8 subjek. Setiap subjek berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri. Hal

ini dapat dilihat dari kinerja subjek sebelum, selama, dan setelah diberi perlakuan

(Horner, 2005, hlm.166). Metode ekperimen subjek tunggal dilakukan untuk

(28)

47

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memperoleh gambaran mengenai efektivitas intervensi yang dilaksanakan secara

sengaja dan sistematis melalui konseling kognitif-perilaku dalam meningkatkan

kesadaran identitas gender siswa mengacu pada aspek peran sosial sebagai pria

atau wanita. Desain subjek tunggal yang digunakan adalah desain A-B dengan

skema sebagai berikut :

Gambar 3. 1

Desain Penelitian Subjek Tunggal

Keterangan:

A : Baseline (kondisi sebelum intervensi) B : Intervensi (kondisi saat intervensi diberikan)

Penggunaan desain AB memungkinkan peneliti untuk mengetahui

dinamika perkembangan kesadaran identitas gender siswa pada saat sebelum

diberikan intervensi konseling kognitif-perilaku dan setelah diberikan intervensi

konseling kognitif-perilaku.

3.2Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi pada penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri 13

Kota Bekasi. Subjek penelitian dipilih menggunakan purposive sampling, yaitu

subjek yang secara sengaja dipilih karena memiliki karakteristik tertentu. Dalam

proses penentuan subjek penelitian, peneliti melakukan tahapan awal berupa

telaah data, pada tahap ini peneliti melihat grafik profil individual setiap siswa

laki-laki kelas XI mengacu kepada Analisis Tugas Perkembangan, peneliti

memilah data profil individu yang memiliki grafik rendah pada aspek peran sosial

sebagai pria. Tahap selanjutnya peneliti melakukan observasi, pada tahap

A B

O O O X X X

(29)

48

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

observasi ini peneliti mencocokan data ATP siswa yang rendah pada aspek

kesadaran gender dengan tampilan perilaku dan sikap yang terlihat. Apakah siswa

tersebut memiliki karakteristik feminin atau wajar wajar saja. Tahap berikutnya

peneliti mencocokkan dengan informasi yang beredar terkait dengan tampilan

feminin subjek. Wawancara singkat dengan walikelas, guru bidang studi juga

sejawat guru BK lain, menjadi tolak ukur dipilih atau tidaknya siswa sebagai

subjek penelitian. Dari rangkaian proses pemilihan subjek penelitian tersebut

terpilih tiga orang siswa laki-laki yaitu RE kelas XI IPS 3, POT kelas XI IPS 2

dan AS kelas XI IPS 1, ketiga siswa tersebut bersedia untuk mengikuti proses

konseling kognitif-perilaku sampai selesai.

3.3Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

definisi, yaitu : (1) konseling kognitif-perilaku, sebagai teknik yang digunakan

dalam penelitian ini, dan (2) aspek peran sosial sebagai prian atau wanita dalam

Inventori Tugas Perkembangan siswa SMA sebagai acuan tingkat kesadaran

identitas gender siswa, yang dijadikan dasar pengambilan sampel, pelaksanaan pre

test dan post test. Definisi operasional tersebut, dipaparkan di bawah ini :

3.3.1 Konseling Kognitif-Perilaku

Konseling kognitif-perilaku yang diterapkan pada penelitian merujuk pada

teori Beck (1964) yaitu pendekatan konseling yang menitik beratkan pada

restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang keliru akibat kejadian yang

merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. Terapi ini akan diarahkan

kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan

otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan

memutuskan kembali. Sedangkan pendekatan pada aspek behavioral diarahkan

untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan. Kemudian individu belajar mengubah perilaku,

menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas

(30)

49

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

konseling kognitif-perilaku diharapkan dapat membantu siswa dalam

menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.

Secara operasional yang dimaksud konseling kognitif-perilaku dalam

penelitian adalah upaya memfasilitasi siswa memperbaiki kekeliruan berfikir,

serta merancang pola perilaku yang tepat dalam mengembangkan peran sosial

sebagai siswa laki-laki, sehingga dapat meningkatkan kesadaran identitas gender,

yang langkah-langkahnya sebagai berikut :

a. Pertama, memfasilitasi siswa untuk belajar mengenali dan mengubah

kesalahan dalam aspek kognitif.

Siswa yang memiliki peran sosial sebagai laki-laki yang rendah,

memiliki pandangan negatif terhadap sesama jenis kelaminnya, sehingga

terjadi proses generalisasi yang keliru, atau pandangan yang keliru tentang

hubungan percintaan dikalangan remaja, serta informasi dari media massa

terkait peran sosial sebagai pria atau wanita yang ambigu atau tidak jelas,

semua hal tersebut menanamkan keyakinan yang salah terkait dengan

perkembangan identitas gender pada subjek penelitian.

Harapan pada tahap ini adalah siswa mampu mengenal kekeliruan

berfikir dan mengubah cara pandang melalui cara berfikir yang tepat, serta

memberikan ide untuk mengubah cara pandang serta sistem kepercayaan

siswa yang keliru terhadap perkembangan identitas gender.

b. Kedua, mengubah hubungan yang salah antara situasi permasalahan dengan

kebiasaan mereaksi permasalahan.

Kekeliruan dalam berfikir pada siswa yang memiliki aspek peran sosial

sebagai siswa laki-laki yang rendah menyebabkan perasaan menolak untuk

bersikap dan berperilaku sebagaimana layaknya siswa laki-laki kebanyakan.

Tahap ini membantu siswa mengidentifikasi perilaku yang tepat untuk belajar

mengembangkan peran sosial sebagai siswa laki-laki. Sehingga dengan cara

(31)

50

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

siswa laki-laki serta melahirkan sikap dan perilaku yang lebih baik dan

memiliki kesadaran identitas gender yang berkembang sebagaimana mestinya.

c. Ketiga, individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh

sehingga merasa lebih baik, serta berpikir lebih jelas.

Pendekatan yang dilakukan adalah behavior (berfokus kepada tingkah

laku), sebagai rangkaian dari konseling kognitif-perilaku, dengan harapan

siswa dapat mereduksi perilaku yang keliru melalui aktivitas baru yang

direncanakan sebelumnya. Keberhasilan dalam melakukan rencana perubahan

perilaku dapat memunculkan kepercayaan baru yang lebih positif terkait

dengan kesadaran identitas gender.

3.3.2 Tugas Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Atas

Standar kompetensi kemandirian peserta didik atau siswa sesuai dengan

tugas-tugas perkembangannya mencakup aspek perkembangan landasan hidup

religius, landasan perilaku etis, kematangan emosi, kematangan intelektual,

kesadaran tanggung jawab sosial, kesadaran gender, pengembangan pribadi,

perilaku kewirausahaan, wawasan dan kesiapan karir, kematangan hubungan

dengan teman sebaya, serta kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga.

Secara konseptual, tugas perkembangan siswa sekolah menengah atas

diartikan sebagai suatu tugas yang berkaitan dengan sikap, perilaku, atau

keterampilan yang seyogianya dimiliki oleh siswa sekolah menengah atas yang

muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupannya, dimana apabila

tugas-tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan

dalam menuntaskan tugas perkembangan pada fase berikutnya; sementara apabila

gagal akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri siswa tersebut, menimbulkan

penolakan masyarakat, dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas

perkembangan pada fase berikutnya.

Secara operasional, tugas perkembangan siswa sekolah menengah atas

dalam penelitian ini didefinisikan sebagai derajat tinggi/rendah skor respons

(32)

51

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

religius, (2) landasan perilaku etis, (3) kematangan emosional, (4) kematangan

berpikir, (5) kesadaran tanggung jawab, (6) peran sosial sebagai pria atau wanita,

(7) penerimaan diri dan pengembangannya, (8) kemandirian perilaku ekonomi, (9)

wawasan dan persiapan karir, (10) kematangan hubungan dengan teman sebaya,

(11) persiapan diri untuk pernikahan dan hidup berkeluarga.

Kematangan atau tingkat pencapaian dalam tugas perkembangan

didasarkan kepada model ego developmental dari Lovinger dengan

beberapapertimbangan (Kartadinata, 2001), diantaranya adalah :

1. Model ego development merupakan model perkembangan manusia yang

terstruktur tak beragam (invariant) dan cocok untuk mengukur perkembangan

dalam budaya pluralistik.

2. Model ego development merupakan model holistik yang menekankan

keterkaitan berbagai fase kehidupan manusia.

3. Model ego development tempak berkorelasi tinggi dengan model lain, seperti

model Erikson, Kohlberg dan Perry.

Berikut adalah empat tingkat ego development pada tugas perkembangan

siswa sekolah menengah atas atau individu remaja akhir menurut Lovinger

(Kartadinata, 2001). Tingkat Sadar Diri (Sdi), dengan ciri-ciri : (a) mampu

berpikir alternatif, (b) melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi,

(c) peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada, (d) orientasi

pemecahan masalah, (e) memikirkan cara hidup, serta (f) penyesuaian terhadap

situasi dan peranan.

Tingkat Seksama (Ska), dengan ciri-ciri : (a) bertindak atas dasar nilai internal,(b)

mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan, (c) mampu

melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri, (d) peduli akan hubungan

mutualistik, (e) memiliki tujuan jangka panjang, (f) cenderungmelihat peristiwa

dalam konteks sosial, (g) berpikir lebih kompleks dan atasdasar analisis.

Tingkat Individualistik (Ind), dengan ciri-ciri : (a) peningkatan kesadaran

(33)

52

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ketergantungan, (c) menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, (d)

mengenal eksistensi perbedaan individual, (e) mampu bersikap toleran terhadap

pertentangan dalam kehidupan, (f) membedakan kehidupan internal dan

kehidupan luar dirinya, (g) mengenal kompleksitas diri, dan (h) peduli akan

perkembangan dan masalah-masalah sosial.

Tahap Otonomi (Oto) dengan ciri-ciri kemandirian : (a) memiliki pandangan

hidup sebagai suatu keseluruhan, (b) cenderung bersikap realistik dan objektif

terhadap diri sendiri maupun orang lain, (c) peduli akan faham abstrak seperti

keadilan sosial, (d) mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan, (e)

peduli akan self-fulfillment (pemuasan kebutuhan diri), (f) ada keberanian untuk

menyelesaikan konflik internal, (g) respek terhadap kemandirian orang lain, (h)

sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain, dan (i) mampu

mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

Tingkat pencapaian tugas perkembangan siswa sekolah menengah atas

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat atau tahap dengan skor

perlindungan diri (2,00 – 2,99), konformitas (3,00 – 3,99), sadar diri (4,00 – 4,99)

dan seksama (5,00 – 5,99). Jadi peningkatan yang dimaksud adalah adanya

perubahan skor dari kecil menjadi besar atau dari tahap perlindungan diri ke tahap

yang lebih tinggi berdasarkan hasil analisis tugas perkembangan (ATP).

3.4Pengembangan Instrumen Penelitian

3.4.1 Kisi-kisi Instrumen

Jenis instrumen pengungkap data penelitian ini adalah Inventori tugas

Perkembangan (ITP) di sekolah menengah atas yang dikembangkan oleh

Kartadinata dkk (2003), yang terdiri dari 66 item ditambah dengan dengan 11 item

untuk menguji konsistensi. Dalam tabel 3.1. dirumuskan kisi-kisi instrumen

Inventori Tugas Perkembangan siswa SMA (ITP-SMA) dengan satuan aspek dan

sub-aspek perkembangan, serta indikator yang menunjukkan pencapaian tertinggi

(Otonom).

(34)

53

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kisi-kisi Instrumen Inventori Tugas Perkembangan siswa SMA

(ITP-SMA 2003)

No. Aspek Indikator No. Butir

Pernyataan 1. Landasan hidup

Religius

Bersyukur dan berdo’a,

beribadah dan belajar agama, keimanan dan sabar

1, 12, 23, 34, 45, 56, 67

2. Landasan perilaku Etis

Jujur, hormat kepada orangtua, sikap sopan dan santun, ketertiban dan kepatuhan.

2, 13, 24, 35, 46, 57, 68

3. Kematangan emosi Kebebasan dalam

mengemukakan pendapat, tidak cemas, pengendalian emosi, kemampuan menjaga stabilitas emosi.

3, 14, 25, 36, 47, 58, 69

4. Kematangan Intelektual

Sikap kritis, sikap rasional, kemampuan membela hak pribadi, kemampuan menilai

4, 15, 26, 37, 47, 59, 70

5. Kesadaran tanggung jawab

Mawas diri, tanggung jawab atas tindakan pribadi, partisipasi pada lingkungan, disiplin.

5, 16, 27, 38, 49, 60, 71

6. Kesadaran gender Perbedaan pokok laki-laki dan perempuan, peran sosial sesuai jenis kelamin, tingkah laku dan kegiatan sesuai jenis kelamin, cita-cita sesuai jenis kelamin.

6, 17, 28, 39, 50, 61, 72

7. Pengembangan Pribadi

Kondisi fisik, kondisi mental, pengembangan cita-cita,

Pemahaman jenis pekerjaan, kesungguhan belajar, upaya meningkatkan keahlian,

Pemahaman tingkah laku orang lain, kemampuan berempati,

kerjasama, kemampuan

hubungan sosial.

10, 21, 32, 43, 54, 65, 76

(35)

54

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

untuk menikah dan berkeluarga

hidup, kesiapan menikah,

membangun keluarga,

reproduksi yang sehat.

55, 66, 77

3.4.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ITP-SMA

Inventori Tugas Perkembangan (ITP) merupakan instrumen pengukur

kematangan atau tingkat pencapaian tugas perkembangan dengan model konstruk

tiga dimensi, yaitu dimensi isi atau aspek perilaku, tingkatan perkembangan dan

jenjang pendidikan. Isi perilaku didasarkan kepada teori developmental task dari

Havighurst, dan tingkatan perkembangan dilandaskan kepada teori ego

development dari Jane Loevinger. Kedua dimensi ini kemudian dipasangkan

dengan jenjang pendidikan sebagai target populasi yang akan menggambarkan

tingkat perkembangan idel peserta didik bagi setiap jenjang pendidikan dalam

keseluruhan dimensi.

Berdasarkan laporan riset unggulan terpadu VIII Sunaryo Kartadinata,dkk.

pada tahun 2001 mengenai pengembangan perangkat lunak analisis tugas

perkembangan siswa dalam upaya peningkatan mutu layanan dan manajemen

bimbingan dan konseling di sekolah, hasil timbangan pakar dan praktisi lapangan

atas butir-butir item Inventori Tugas Perkembangan, diperoleh keterangan

bahwa75,84% item dinilai sebagai item yang mampu mengukur indikator, 19,8%

perlu direvisi, dan 4,36% dikategorikan sebagai item yang harus diganti. Atas

item-item yang masuk ke dalam dua kategori terakhir telah dilakukan revisi pada

tahun berikutnya (2002) dan penambahan item atau sub-aspek perkembangan

(2003), kemudian dilakukan uji coba lanjutan. Data ini sekaligus merupakan

indikator validitas isi butir item yang dikembangkan. Perhitungan reliabilitas antar

penimbang menunjukkan hasil matrik korelasi yang cukup bervariasi. Hal ini

menunjukkan kecenderungan adanya variasi konsistensi antar penimbang yang

tidak begitu tinggi.

Hasil uji lapangan ITP menunjukkan bahwa butir-butir item ITP memiliki

(36)

55

Saeful Ramadon, 2015

EFEKTIVITAS KONSELING KOGNITIF-PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KESADARAN IDENTITAS GENDER

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memahami dan menjawab setiap butir item. Rentang waktu pengisian ITP

berkisar antara 15 sampai 50 menit. Berdasarkan judgement guru/pembimbing

terdapat kecocokan yang cukup baik antara profil perkembangan siswa yang

diperoleh dari hasil uji coba, dengan perilaku nyata subjek sehari-hari.

Kecenderungan ini dapat menjadi indivkator bagi validitas empirik butir-butir

item.

Reliabilitas instrumen ditunjukkan sebagai derajat keajegan (konsistensi)

skor yang diperoleh oleh subjek penelitian dengan instrumen yang sama dalam

kondisi yang berbeda. Derajat konsistensi diperoleh sebagai proporsi varians skor

perolehan subjek. Dalam hal ini, skor perolehan terdiri dari skor skor murni dan

skor kekeliruan alat pengukuran. Sebagai tolok ukur, digunakan klasifikasi

rentang koefisien reliabilitas sebagai berikut:

< 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,70 0,71 – 0,90 0,91 – 1,00

derajat keterandalan sangat rendah derajat keterandalan rendah

derajat keterandalan sedang derajat keterandalan tinggi

derajat keterandalan sangat tinggi

Perhitungan statistik berkenaan dengan reliabilitas ITP berdasarkan hasil

uji coba yang dihitung dengan teknik alpha Cronbach memberikan hasil seperti

dalam tabel berikut.

Tabel 3.2.

Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen ITP (2001)

Jenjang Pendidikan N Rata-rata St. Deviasi Teknik Alpha

Cronbach (rtt)

SD 313 4,77 0,173 0,243

SLTP 323 4,11 0,300 0,700

SLTA 336 3,08 0,291 0,748

PT 219 5,59 0,210 0,432

Berdasarkan klasifikasi rentang koefisien reliabilitas sebelumnya, maka

reliabilitas intrumen ITP-SLTA (0,748) berada dalam kategori tinggi. Untuk

Gambar

Tabel 1.1  Standar Kompetensi Kemandirian (SKK) Peserta Didik …………
Tabel 1.1.
Gambar 3. 1  Desain Penelitian Subjek Tunggal
Tabel 3.2. Hasil Perhitungan Reliabilitas Instrumen ITP (2001)

Referensi

Dokumen terkait

Ketuntasan klasikal mengalami peningkatan, siklus pertama 50%, pada siklus kedua meningkat menjadi 70% dan pada siklus ketiga menjadi 90%, (2) Aktivitas guru dan peserta

tersebut tidak melar ang warga negara asing untuk membeli tanah di Indonesia.. Hal ini juga tercemin dalam Perpres No.36 Tahun 2010 tentang

Jika kita berpedoman pada tiga poin pendapat Toseland mengenai komunikasi, maka dalam rapat saniri proses komunikasi yang dilakukan antara sesama anggota saniri

Apakah terdapat pengaruh secara simultan dari Normal Book-Tax Different (NBTDs) dan Abnormal Book-Tax Differences terhadap biaya modal ekuitas?..

Untuk mengetahui apakah dengan penerapan model pembelajaran role playing dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa, dijelaskan peningkatan rata – rata

Instead of engineering passivation or clotting inhibition properties into a biomaterial’s surface, the different approach is to foster maximal interaction between

Hasil tabel di atas, ketertarikan wisatawan terhadap the lodge maribaya karena destinasi ini memiliki pemandangan yang sangat indah dan juga memiliki atraksi unggulan

Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan perjudian sabung ayam yang terjadi di Wilayah Hukum Polres Pangkep yaitu: a.upaya preventif yaitu