• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PENGEMBANGAN KEDELAI PADA LAHAN SAWAH SEMI INTENSIF DI PROVINSI JAMBI

Julistia Bobihoe, Endrizal dan Didiek Agung Budianto 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi

2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT

ABSTRAK

Pengembangan areal tanam kedelai merupakan salah satu strategi peningkatan produksi kedelai menuju swasembada. Pengembangan kedelai dapat diarahkan pada lahan sawah semi intensif.

Keuntungan bertanam kedelai di lahan sawah setelah panen padi adalah : a) tidak perlu mengolah tanah secara sempurna, b) perkembangan hama dan penyakit terhambat, karena jenis tanaman yang diusahakan tidak sama sepanjang tahun, c) pemakaian sarana produksi lebih efisien, terutama pupuk, d) dapat meningkatkan pendapatan petani dengan peningkatan produksi kedelai. Penelitian di beberapa lokasi menunjukkan bahwa penerapan teknologi produksi kedelai di lahan sawah semi intensif dapat memberikan hasil (1,70 -3,0 ton/ha), sementara rata-rata produksi nasional baru mencapai 1,3 ton/ha.

Diantara komponen teknologi produksi, varietas unggul memegang peranan penting dalam peningkatan produksi kedelai, tentunya dengan tidak mengabaikan teknologi budidaya kedelai seperti pemeliharaan, pemupukan berimbang serta pengendalian hama dan penyakit. Varietas unggul kedelai yang sesuai dikembangkan di lahan sawah semi intensif adalah varietas Kaba, Sinabung, Ijen, Panderman, Anjasmoro, dan Burangrang. Dengan penggunaan varietas unggul, selain dapat meningkatkan produksi lebih dari 2 ton/ha, tanaman kedelai juga berumur genjah,sehingga cocok diusahakan sebagai pola tanam setelah tanaman padi.

Kata Kunci : Teknologi Produksi, VUB Kedelai, Lahan Sawah Semi Intensif

PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditas yang memiliki peran yang strategis setelah padi karena dikonsumsi oleh masyarakat sebagai sumber protein, lemak dan nabati juga sebagai pakan ternak.

Selain sebagai sumber protein, kedelai dapat digunakan sebagai bahan pangan yang dapat menurunkan kolesterol darah sehingga mencegah penyakit jantung, kedelai dapat pula berfungsi sebagai antioksidan dan mencegah penyakit kanker. Oleh karena itu, kebutuhan kedelai akan terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat (Marwoto, 2007).

Luas pengembangan kedelai khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi adalah 80 ha dengan luas panen 78 produksi 83 ton dengan produktivitas 1,06 ton/ha (BPS, 2005).

Pengembangan kedelai di Kabupaten Tanjung Jabung Barat diarahkan ke lahan sawah setelah panen padi. Namun khususnya di desa Sri Agung produktivitasnya masih rendah dibawah 1 ton/ha (0,5 – 0,9 ton/ha) sementara produksi kedelai nasional (1,3 ton/ha), sedangkan hasil penelitian dapat mencapai (1,70 -3,0 ton/ha) (Subandi, 2007). Dari data tersebut menunjukkan bahwa masih ada peluang peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas di tingkat petani.

Penyebab rendahnya produktivitas kedelai di tingkat petani adalah tingkat penerapan teknologi yang masih rendah, diantaranya penggunaan benih bermutu (varietas unggul) masih rendah serta teknik budidayanya yang dilakukan belum optimal diantaranya : (1) Waktu tanam belum serempak, sehingga tanaman yang terlambat tanam sering terserang hama, tumbuh kerdil dan kekeringan, (2) Dalam penyiapan lahan bekas sawah tidak dibuat saluran drainase, sehingga benih tergenang atau tanaman muda terhambat pertumbuhannya, (3) Pengendalian hama dan penyakit belum dilakukan dengan baik, sehingga tingkat kerusakannya masih tinggi, (4) Pengendalian gulma sering tidak dilakukan atau terlambat dilakukan, (5) Penggunaan pupuk an organik dan organik belum dilakukan dengan optimal.

Upaya peningkatan produksi kedelai dapat ditempuh disamping melalui peningkatan areal tanam/

panen dan peningkatan produktivitas, yang paling penting adalah penggunaan benih varietas unggul baru kedelai yang cocok/adaptif di lahan sawah semi intensif diantaranya varietas Kaba, Sinabung, Ijen, Panderman, Anjasmoro, dan Burangrang. Dengan penggunaan varietas unggul, selain dapat meningkatkan produksi lebih dari 2 ton/ha, tanaman kedelai juga berumur genjah, sehingga cocok

(2)

diusahakan sebagai pola tanam setelah tanaman padi (Badan Litbang Pertanian, 2006). Varietas unggul baru memiliki keunggulan yakni : 1) daya hasil tinggi, 2) tahan terhadap hama dan penyakit yang mendukung sistem pola tanam dan program pengendalian hama terpadu, 3) umur genjah untuk meningkatkan indeks pertanaman, 4) keunggulan mutu hasil panen sehingga sesuai dengan selera konsumen (Nugraha dan Hidajat, 2000 dalam Balitkabi, 2006).

TEKNOLOGI PRODUKSI KEDELAI Varietas Unggul

Varietas unggul sangat menentukan tingkat peroduktivitas tanaman dan merupakan komponen teknologi yang relatif mudah diadopsi oleh petani jika benihnya tersedia. Varietas unggul baru yang sesuai dikembangkan di lahan sawah antara lain ; Kaba, Sinabung, Ijen, Panderman, Anjasmoro, dan Burangang. Dengan penggunaan varietas unggul, selain dapat meningkatkan produksi lebih dari 2 ton/ha, tanaman kedelai juga berumur genjah,sehingga cocok diusahakan sebagai pola tanam setelah tanaman padi. Penggunaan benih dengan daya kecambahnya yang rendah selain menyebabkan populasi tanaman tidak optimal, juga memicu pertumbuhan gulma dimana diruang yang kosong karena benih kedelai tidak tumbuh umumnya ditumbuhi gulma.

(3)

Tabel 1. Karakteristik penting varietas unggul kedelai di lahan sawah Varietas Umur panen

(hari)

Hasil (t/ha)

Ukuran

biji Bobot biji (100/g)

Keterangan

Kaba 85 2,6 Sedang 10,4 Tahan rebah, polong tidak

mudah pecah, agak tahan penyakit karat daun

Sinabung 88 2,5 Sedang 10,7 Tahan rebah, polong tidak

mudah pecah, agak tahan penyakit karat daun

Ijen 83 2,5 Sedang 11 Tahan ulat grayak

Panderman 85 2,4 Besar 18 Tahan rebah

Anjasmoro 82,5-92,5 2,25 Besar 16 Tahan rebah, polong tidak mudah pecah, agak tahan penyakit karat daun

Burangrang 80-82 2,5 Besar 16 Tahan rebah, tahan

penyakit karat daun Sumber : Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian

Pemanfaatan bahan organik

Penggunaan pupuk organik terbukti hanya mampu memperbaiki produktivitas tanah, sedangkan pupuk organik dapat memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah (Kuntyastuti dkk, 2000 dalam Riwanodja dan Adisarwanto, 2002). Penggunaan pupuk anorganik di lahan sawah yang cukup tinggi setiap tahun menyebabkan penumpukan unsur hara, terutama P dan K (Partohardjono dkk, 1994 dalam Riwanodja dan Adisarwanto, 2002). Hal ini ditunjukkan oleh kurang responnya kedelai terhadap pemupukan NPK. Untuk mengurangi pengaruh negatif dari penggunaan pupuk anorganik, maka perlu dilakukan upaya perbaikan kondisi fisik dan kimia tanah, misalnya dengan penggunaan bahan organik.

Bahan organik mampu menyerap dan menahan air, meningkatkan pH tanah dan ketersediaan unsur hara Mg, P, dan K serta kapasitas tukar kation. Salah satu kendala penggunaan pupuk organik adalah jumlah yang dibutuhkan relatif banyak. Jumlah pupuk organik yang dianjurkan untuk pertanaman kedelai adalah 10 t/ha pupuk kandang (Badan Litbang Pertanian, 2006). Penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan jumlah polong isi, ukuran biji dan hasil biji kedelai (Melati dkk, 1991 dalam Riwanodja dan Adisarwanto, 2002).

Penggunaan mulsa jerami padi

Pemberian mulsa jerami padi sebanyak 5 ton/ha kering panen setelah benih kedelai ditanam dapat meningkatkan hasil sampai 30 %. Jerami padi sebagai mulsa dengan cara dihamparkan secara merata dengan ketebalan < 10 cm, tujuannya untuk mempertahankan kelembaban tanah dan sekaligus menekan pertumbuhan gulma, sehingga penyiangan cukup satu kali sebelum tanaman berbunga. Di daerah endemis lalat bibit, penggunaan mulsa juga dapat menghambat perkembangan hama ini. Di lokasi yang tidak banyak gulma, pembakaran jerami padi setelah benih kedelai ditanam bertujuan untuk menyeragamkan pertumbuhan awal tanaman kedelai dan dapat menggantikan pupuk kedelai.

(4)

Tabel 2. Hasil Pengujian Pemberian Mulsa Jerami Pada Tanaman Kedelai Pada Lahan Sawah, di Malang Tahun 1985.

Perlakuan (5 ton/ha) Hasil biji (ton/ha) Tanpa Mulsa

Tanpa Mulsa dan TOT Dengan Mulsa dan TOT Tanpa Mulsa, tanah diolah 1 x Dengan mulsa, tanah diolah 1 x

0,95 1,37 1,89 1,84 1,97 Sumber : Puslitbangtan Bogor, 1992

Pengairan

Budidaya kedelai pada lahan sawah setelah padi sering dihadapkan pada masalah kelebihan air pada awal pertumbuhannya, terutama pada tanah bertekstur liat (clay). Kedelai yang ditanam pada bulan Pebruari/Maret atau Maret/April atau pada tempat yang rendah sering mengalami kondisi tanah jenuh air, kelebihan air pengairan sulit dibuang ke daerah yang lebih rendah. Kondisi tersebut menyebabkan aerasi tanah jelek serta mengganggu penyerapan hara yang mengakibatkan pertumbuhan dan produktivitas kedelai tidak optimal (Taufiq dan Kuntyastuti, 2002).

Sebaliknya pada saat mencapai fase generatif terjadi kekurangan air, yaitu pada umur 15-21 hari, saat berbunga (umur 25-35 hari), dan saat pengisian polong (umur 55-70 hari). Pada fase-fase tersebut tanaman harus dijaga agar tidak kekeringan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Kedelai merupakan tanaman yang paling besar menghadapi ancaman hama dan penyakit. Salah satu ancaman terbesar adalah gangguan hama. Serangan hama dapat menurunkan hasil kedelai sampai 80 %, bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Hingga saat ini petani masih mengandalkan insektisida sebagai pengendalian hama di lapangan, namun teknik aplikasinya masih sering tidak memenuhi rekomendasi sehingga berakibat timbulnya resistensi, resurgensi, terbunuhnya musuh alami, dan keracunan pada ternak dan bahkan manusia. Tanaman kedelai sejak tumbuh dipermukaan tanah hingga tanaman tua tidak luput dari serangan hama. Besar kecilnya pengaruh kerusakan tanaman dan kehilangan hasil akibat serangan hama ditentukan oleh beberapa faktor : a) tinggi rendahnya populasi hama yang hadir di pertanaman, b) bagian tanaman yang rusak, c) tanggap tanaman terhadap serangan hama, dan d) fase pertumbuhan tanaman/umur tanaman (Marwoto, 2007).

Dalam pengendalian hama, petani mengandalkan pada penggunaan pestisida buatan yang banyak dijual di pasaran/kios-kios di kota hingga pedesaan. Beberapa kendala yang menyebabkan gagalnya petani dalam menaggulangi hama antara lain karena : a) lemah dalam identifikasi hama dan gejala serangan, b) tindakan pengendalian terlambat, c) aplikasi insektisida kurang tepat, dan d) belum cukup informasi bioekologi hama yang menyerang kedelai.

Pengendalian secara biologis antara lain dengan memanfaatkan musuh alami hama/penyakit seperti Trichogramma untuk penggerek polong Etiella sp. dan Helicoverpa armigera; Nuclear Polyhidrosis Virus (NPV) untuk ulat grayak Spodoptera litura (SINPV) dan Helicoverpa armigera (HaNPV) untuk ulat buah, serta penggunaan feromon seks untuk ulat grayak.

Salah satu cara pengendalian hama yaitu pengendalian hama melalui kultur teknis, seperti penggunaan varietas tahan, pemberian mulsa jerami, pergiliran tanaman, tanam serempak dalam satu hamparan, dan penanaman tanaman perangkap.

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI

Pengembangan teknologi produksi kedelai dapat dilaksanakan pada beberapa tipe lahan diantaranya lahan sawah semi intensif. Penanaman kedelai di lahan sawah dilaksanakan pada musim kemarau setelah tanaman padi. Keuntungan bertanam kedelai di lahan sawah setelah panen padi adalah : a) tidak perlu mengolah tanah secara sempurna, b) perkembangan hama dan penyakit terhambat, karena jenis tanaman yang diusahakan tidak sama sepanjang tahun, c) pemakaian sarana produksi lebih efisien, terutama pupuk, d) dapat meningkatkan pendapatan petani dengan peningkatan produksi kedelai.

(5)

Peningkatan produksi kedelai terdiri dari beberapa strategi penting diantaranya perbaikan proses produksi. Proses produksi yang mampu memberikan produktivitas yang tinggi, efisien, dan berkelanjutan yakni melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) agar pendapatan petani meningkat dan merupakan upaya penting untuk membangkitkan minat petani untuk menanam kedelai. Prinsip dasar PTT adalah : a) bersifat spesifik lokasi, b) melalui pendekatan partisipatif, c) mengintegrasikan komponen teknologi yang memberikan pengaruh secara sinergis, dan bersifat dinamis, dapat berubah sesuai dengan kebutuhan.

Tabel 3. Rekomendasi Teknologi Dengan Pendekatan PTT Kedelai

No. Rekomendasi Umum Rekomendasi Teknologi dengan Pendekatan PTT

1 2 3

1 Menggunakan Varietas Unggul - Varietas produktivitas tinggi

- Varietas yang sesuai dengan lingkungan setempat

- Sesuai selera pasar 2 Menggunakan Benih

bermutu/berlabel Benih bermutu/berlabel

3 Olah Tanah Sempurna Pengolahan tanah sempurna atau TOT atau sesuai keperluan lingkungan

4 Populasi tanaman 160.000-250.000/ha

Populasi tanaman minimal 200.000/ha atau disesuaikan dengan kondisi setempat 5 Dosis pemupukan umum : 50 kg

Urea, 100 kg SP-36 dan %0 kg KCl/ha

Sesuai dengan analisis tanah atau kebutuhan tanaman

6 Pengairan tanaman kedelai secara efektif dan efisien sesuai dengan kondisi tanah

Penyiraman dilakukan pada saat pertumbuhan dan pengisisan polong (kondisi kapasitas lapang)

(6)

1 2 3 7 Pengendalian hama dan penyakit

terpadu

- Menggunakan komponen PHT secara tepat sesuai kebutuhan

- Pemberian pestisida secara bijaksana 8 Pengendalian gulma secara baik - Melakukan penyiangan dan pembumbunan

- Menggunakan herbisida secara bijaksana 9 Pemupukan bahan organik Pemberian bahan organik sesuai kebutuhan 10 Penanganan panen dan pasca

panen

- Panen secara tepat, polong kedelai warna coklat

- Kadar air 11 %

- Perontokan dengan treser

- Pengeringan dengan sinar matahari dan dryer

Sumber : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Departemen Pertanian, 2007

Dalam menerapkan PTT kedelai, harus dilaksanakan beberapa kegiatan penting, antara lain :

Mempercepat proses diseminasi dan adopsi inovasi teknologi maju yang telah cukup tersedia

Penyediaan benih bermutu dan varietas unggul dalam jumlah cukup dan mudah dijangkau oleh petani, untuk ini perlu ditumbuh-kembangkan penangkar-penangkar benih kedelai berbasis komunitas (Commnity based seed production) di pedesaaan, sebab pengusaha besar tidak akan tertarik pada produksi benih kedelai yang keuntungannya memang tidak besar, sebab hasil benih per hektar rendah (sekitar 1,00 – 1,25 ton/ha) dan harganya tidak tinggi.

Penyediaan modal baik untuk petani ataupun penangkar benih karena biaya produksi kedelai cukup besar. Untuk tujuan konsumsi untuk menghasilkan sekitar 2,0 ton/ha dibutuhkan biaya sekitar 2,5 – 3,5 juta rupiah, sedang untuk tujuan benih besarnya mencapai 5,0 – 6,0 juta rupiah per hektar.

Dalam upaya mendukung upaya revitalisasi penyuluhan pertanian oleh pemerintah diperlukan pendampingan petani oleh penyuluh secara terus menerus agar tercapai peningkatan produktivitas kedelai yang diinginkan.

KESIMPULAN

1. Lahan sawah semi intensif potensial untuk pengembangan tanaman kedelai dengan pendekatan PTT kedelai diantaranya penggunaan benih varietas unggul baru, kedelai yang cocok/adaptif diantaranya varietas Kaba, Sinabung, Ijen, Panderman, Anjasmoro, dan Burangrang.

2. Penggunaan varietas unggul dapat meningkatkan produksi lebih dari 2 ton/ha dan berumur genjah, sehingga cocok diusahakan sebagai pola tanam setelah tanaman padi.

3. Pengembangan kedelai di lahan sawah semi intensif perlu didukung dengan ketersediaan benih berkualitas (benih varietas unggul), pupuk an organik dan organik, pendampingan petani oleh peneliti dan penyuluh serta pemasaran hasil di tingkat petani.

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Tanaman Pangan. 2007. Percepatan bangkit Kedelai. Dirktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Departemen Pertanian.

Dirjen Tanaman Pangan. 2007. Budidaya Kedelai. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Departemen Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. 2006. Paket Teknologi Produksi Kedelai. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(7)

Balitkabi. 2006. Panduan Teknis Produksi Benih Sumber Kedelai, kacang Tanah dan Kacang Hijau. Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

BPS. 2005. Jambi Dalam Angka. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jambi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi.

Marwoto. 2007. Dukungan Pengendalian Hama Terpadu dalam Program Bangkit Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Riswanodja dan T. Adisarwanto. 2002. Aplikasi Pupuk Organik dan Organik NPK pada Kedelai di Lahan Sawah. Teknologi Inovatif Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Subandi. 2007. Teknologi Produksi dan Strategi Pengembangan Kedelai pada Lahan Kering Masam.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Taufiq Abdullah dan Kuntyastuti Henny. 2002. Produktivitas Kedelai pada Berbagai Tingkat Ketersediaan Air pada Beberapa Fase Pertumbuhan. Teknologi Inovatif Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik penting varietas unggul kedelai di lahan sawah Varietas Umur panen
Tabel 2. Hasil Pengujian Pemberian Mulsa Jerami Pada Tanaman Kedelai Pada Lahan Sawah, di Malang  Tahun 1985.
Tabel 3. Rekomendasi Teknologi Dengan Pendekatan PTT Kedelai

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ini menunjukan posisi strategi berada dalam kuadran ( I ) dimana faktor kekuatan lebih besar dari faktor kelemahan dan faktor peluang lebih besar dari

Berdasarkan pendapat di atas, tujuan utama pendidikan kewarganegaraan yaitu untuk membentuk masyarakat yang memiliki budi pekerti dan selalu berpikir kritis

Prinsip penawaran kontaminan dilakukan dengan menurunkan aktivitas kontaminan dalam lingkungan, dengan cara pembentukan senyawa atau unsur yang mempunyai sifat meracun lebih

Simpulan dalam penelitian ini adalah mengajar geometri di Sekolah Dasar yang memperhatikan tingkat berpikir geometri siswa akan lebih mempermudah siswa dalam

Kalsium karbonat sendiri memiliki densitas yang mirip dengan aluminium yaitu sekitar 2710 kgm -3 sehingga dapat terdispersi secara baik pada lelehan aluminium dan telah

Upaya pemerintah dalam menangani masalah pengiriman TKI ke Arab Saudi Tahun 1975-1986 di Indonesia adalah dengan memperberat syarat keberangkatan Tenaga Kerja Indonesia ke Arab

PF Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, J maka kita adalah orang-orang yang paling malang.. dari

Pengujian aplikasi klasifikasi jenis tumbuhan mangrove berdasarkan karakteristik morfologi menggunakan 20 % dari 47 jenis tumbuhan mangrove yang ada di Indonesia, sehingga