• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN YURIDIS TERHADAP STATUS HUKUM PERKOPERASIAN INDONESIA BERKENAAN DENGAN KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 28/PUU-XI/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN YURIDIS TERHADAP STATUS HUKUM PERKOPERASIAN INDONESIA BERKENAAN DENGAN KELUARNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 28/PUU-XI/2013"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN YURIDIS TERHADAP STATUS HUKUM PERKOPERASIAN INDONESIA BERKENAAN DENGAN KELUARNYA PUTUSAN

MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 28/PUU-XI/2013

SUUD FALETEHAN / 11100046 MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

ABSTRAK

Pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 28/PUU-XI/2013 tentang permohonan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sudah tepat karena koperasi yang diterapkan dalam Undang-Undang Perkoperasian tersebut mengarah kepada Kapitalisme.

Kemudian filosofi UU Perkoperasian tersebut ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian UU Perkoperasian tersebut telah menjadikan koperasi kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas yang berfilosofi gotong royong. Akibat dikabulkannya permohonan tersebut adalah mengembalikan untuk sementara waktu ketentuan hukum koperasi ke undang-undang lama yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.

Kata Kunci : Koperasi, Asas Kekeluargaan, Kapitalisme.

LATAR BELAKANG MASALAH

Koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan sebagai badan usaha dalam mewujudkan masyarakat maju,adil, dan makmur sesuai dengan tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi sebagaimana yang diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 33 ayat 1 yang berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Keberadaan organisasi

(2)

koperasi di Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat 1 tersebut.

“Untuk menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, maka koperasi Indonesia harus memiliki suatu landasan yang kuat agar bangunan koperasi tersebut tidak akan roboh bila menghadapi tantangan – tantangan dalam masyarakat. Landasan idiil dan struktural Koperasi Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Landasan ini merupakan tempat berpijak Koperasi dalam menjalankan usahanya untuk mencapai tujuan yang dicita – citakan”. (B. Widjajanta. 1994:176)

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dinilai telah melunturkan nilai-nilai koperasi yang di amanatkan UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 sehingga memunculkan gugatan untuk menguji UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tersebut ke Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang berwenang untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Para Pemohon menilai bahwa Koperasi sebagaimana yang diatur dalam UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian mengarah kepada Kapitalisme.

Pengertian Kapitalisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Kapitalisme adalah system dan paham ekonomi yang modalnya bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan di pasaran bebas”.

Kapitalisme sebagaimana yang di kemukan oleh Sri Edi Swasono secara rinci menguraikan ciri-ciri kapitalisme meliputi :

“ Modal sebagai penentu, berorientasi pada keuntungan pribadi, persaingan, pasar bebas, kepentingan orang seorang, orang lain sebagai competitor, self interest. Ciri-ciri kapitalisme menurutnya bertentangan dengan vis a vis dengan jati diri koperasi yang meliputi manusia sebagai penentu, berorientasi pada kesejahteraan sosial, kerja sama/sinergi, pasar dikendalikan, kepentingan bersama, orang lain sebagai saudara dan mutual interest”( Suroto,Makalah Koperasi ditengah kapitalisme).

Dari pengertian tersebut jelas bahwa kapitalisme merupakan paham yang lebih menyandarkan pada filosofi dasar persaingan (competition), maka bertolak belakang

(3)

dengan koperasi yang dilandaskan pada filosofi mempertinggi nilai kerjasama (cooperation). Secara logika pasar yang dikembangkan oleh koperasi adalah pasar yang

adil (fair market), yang berbeda dengan gagasan kapitalisme yang menghendaki pasar bebas (free market). Walaupun sama-sama menggunakan instrument perusahaan, koperasi sungguh berbeda dalam substansinya, kalau kapitalisme menyandarkan laba yang sebesar-besarnya (profit oriented), maka koperasi dilandaskan pada konsep nilai manfaat (benefit oriented).

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan dalam latar belakang tersebut penulis tertarik untuk meneliti dan menulis penelitian mengenai dikabulkannya permohonan Pemohon terhadap Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sehingga berakibat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memberlakukan untuk sementara waktu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi dalam mengabulkan permohonan judicial review perkara 28/PUU-XI/2013 terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian ?

2. Bagaimana akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 terhadap Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 Tentang Perkoperasian ?

(4)

METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Jenis Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di perpustakaan dan juga mengakses bahan pustaka dari media internet. Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder mencakup data yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

B. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif.

Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah : Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto. 2008:10)

C. Sumber Data 1. Data Sekunder

Di dalam skripsi ini menggunakan data sekunder yang mana menurut Soerjono Soekanto adalah “data yang diperoleh dari bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder”. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 1985 : 14).

Data sekunder yang digunakan dalam skripsi ini mencakup data yang berasal dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Adapun uraian bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

(5)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu semua aturan hukum yang dibentuk dan/

atau dibuat secara resmi oleh suatu lembaga Negara, dan/ atau badan- badan pemerintahan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

8) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013.

9) Peraturan perundang-undangan lainnya yang memiliki kaitan dengan objek penelitian.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang memiliki hubungan erat dengan bahan hukum primer dan dapat memberikan penjelasan, membantu menganalisa, dan memahami bahan hukum primer

(6)

berupa rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, literatur atau pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan seterusnya.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier dapat berupa kamus, ensiklopedia dan seterusnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen, yaitu suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan mempergunakan content analysis.

(Soerjono Soekanto.2008:21). Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi dokumen atau bahan pustaka dengan cara mengunjungi perpustakaan, membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, literatur-literatur, peraturan perundang- undangan, jurnal penelitian, makalah, internet, dan sebagainya guna mengumpulkan dan menunjang penelitian.

F. Metode Analisis

Bahan hukum dalam penelitian ini akan disajikan dengan cara teks normatif yaitu penyajian dalam bentuk uraian yang mendasarkan pada teori yang disusun secara logis dan sistematis. Keseluruhan bahan hukum yang diperoleh dihubungkan satu dengan yang lainnya dan disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti untuk menjawab permasalahan yang ada. Bahan hukum tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan

(7)

dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. (Soerjono Soekanto, cetakan 3, 1998:10).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Para Pihak

a. Pemohon

Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jalan Pasar Besar Nomor 38 Kecamatan Bubutan Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur selanjutnya disebut sebagai Pemohon I.

Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur yang beralamat di Jalan Kemayoran Baru Nomor 15 Kota Surabaya selanjutnya disebut sebagai Pemohon II.

Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) yang beralamat di Jalan Balearjosari Nomor 38Malang selanjutnya disebut sebagai Pemohon III.

Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur yang beralamat di Jalan Raya Darmo 96 Kota Surabaya Provinsi Jawa Timur selanjutnya disebut sebagai Pemohon IV.

(8)

Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur yang beralamat di Jalan Plampitan VII Nomor 38 Kelurahan Peneleh Kecamatan Genteng Kota Surabaya selanjutnya disebut sebagai Pemohon V.

Gabungan Koperasi Susu Indonesia yang beralamat di Jalan Raya LebakSari Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan selanjutnya disebut sebagai Pemohon VI.

Agung Haryono Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Universitas Negeri Malang.yang beralamat di Jalan Candi IV C/225 RT 008/006 Karangbesuki Kecamatan Sukun, Jawa Timur.

selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII.

Mulyono Pensiunan Pegawai Telkom.yang beralamat di Jalan Pemuda Gang Yakub 27, Bojonegoro, Jawa Timur. selanjutnya disebut sebagai Pemohon VIII.

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 8 Februari 2013 memberi kuasa kepada 1) Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum 2) Dr.

Iwan Permadi, S.H.,M.H., dan 3) Haru Permadi, S.H., konsultan hukum dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang beralamat di Jalan MT Haryono169 Malang, Jawa Timur, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa selanjutnya di sebut sebagai Para Pemohon

2. Alasan Permohonan

Alasan Para Pemohon mengajukan permohonan pengujian terhadaap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian adalah :

(9)

Bahwa hak konstitusional para Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Kerugian tersebut bersifat fisik dan potensial yang berdasarkan penalaraan yang wajar dipastikan akan terjadi, serta mempunyai hubungan kausal dengan adanya hubungan dengan adanya dasar filosofis pasal 1 angka 1, pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e, pasal 55 ayat 1, pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, serta pasal 80, pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Perkoperasian. Oleh karena itu dengan dikabulkannya permohonan ini oleh Mahkamah Kontitusi sebagai the sole interpreter of the constitution dan pengawal konstitusi maka kerugian hak konstitusional pemohon tidak lagi terjadi.

Bahwa dengan demikian para pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon Pengujian Undang-Undang dalam perkara a quo karena telah memilki ketentuan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi beserta penjelasannya dan 5 syarat kerugian hak konstitusional sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini telah menjadi yurisprudensi dan pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005

3. Petitum Para Pemohon

Berdasarkan uraian diatas para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang mulia berkenan memberikan putusan :

(10)

a. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya.

b. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau setidak-tidaknya menyatakan filosofis pasal 1 angka 1, pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e, pasal 55 ayat 1, pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, serta pasal 80, pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

c. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau setidak-tidaknya menyatakan pasal 1 angka 1, pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e, pasal 55 ayat 1, pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, serta pasal 80,

(11)

pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan d. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik

Indonesia sebagaimana mestinya atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

4. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi

Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan hukum Hakim yang di dasar dengan pengujian yang telah dilakukan terhadap UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian terutama pasal- pasal yang dimohonkan untuk di uji yaitu ketentuan filosofis pasal 1 angka 1, pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e, pasal 55 ayat 1, pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, serta pasal 80, pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356)

Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan diatas, oleh karena pengertian koperasi sebagaimana diatur dalam UU 17/2012, filosofinya ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 sebagaimana dipertimbangkan diatas. Demikian pula pengertian tersebut telah ternyata dielaborasi dalam pasal-pasal lain

(12)

didalam UU 17/2012, sehingga disuatu sisi mereduksi atau bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas, skema permodalan yang mengutamakan modal materiil dan financial yang mengesampingkan modal sosial yang justru menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945. Pada sisi lain koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan Perseroan Terbatas, sehingga hal demikian telah menghilangkan koperasi kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong-royong. Dengan demikian, menurut Mahkamah, meskipun Permohonan para Pemohon hanya mengenai pasal tertentu, namun oleh karena pasal tersebut mengandung materi muatan norma substansial yang menjadi jantung UU 17/2012, sehingga jikapun hanya pasal-pasal tersebut yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka akan menjadikan pasal-pasal yang lain dalam UU 17/2012 tidak dapat berfungsi lagi. Oleh karena itu permohonan para Pemohon harus dinyatakan beralasan menurut hukum untuk seluruh materi muatan UU 17/2012.

Menimbang, berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas dan untuk menghindari kevakuman hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan maka untuk sementara waktu, sebelum terbentuknya Undang-Undang Perkoperasian sebagai pengganti Undang-Undang a quo maka demi kepastian hukum yang adil Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran

(13)

Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu.

PEMBAHASAN

1. Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Konstitusi dalam mengabulkan permohonan judicial review perkara 28/PUU-XI/2013 terhadap Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan didapatkan bahwa pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi sudah tepat yang di dasar dengan pengujian yang telah dilakukan terhadap UU No 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian terutama pasal- pasal yang dimohonkan untuk di uji yaitu ketentuan filosofis pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e, pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75, pasal 76, pasal 77, serta pasal 80, pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356)

Hal ini dasarkan fakta yang ditemukan bahwa ketentuan dalam Pasal- Pasal tersebut mereduksi Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang mengedepankan asas kekeluargaan, namun Undang-Undang Perkoperasian tersebut menjadikan Koperasi lebih mengarah kepada Kapitalisme dengan modal sebagai kekuatan penentu dan menghilangkan jati diri Koperasi yang dibangun dalam nuansa kebersamaan untuk membawa kesejahteraan bersama yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

(14)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dalam ketentuan hukum dalam Pasal-Pasal norma hukum antara pasal yang satu dengan pasal yang lainnya terjadi kontradiksi misalnya dalam ketentuan Pasal 50 ayat 1 huruf a dan Pasal 56 ayat 1 UU Perkoperasian, jika dikait dengan Pasal 29 ayat 2 huruf C UU Perkoperasian memiliki kontradiksi atau tidak sinkron karena disatu sisi mensyaratkan dalam proses pemilihan pengawas dan pengurus harus dengan usulan dari pengawas namun di sisi lain dijelaskan bahwa setiap anggota berhak untuk memilih dan/atau dipilih sebagai pengawas maupun pengurus baik diusulkan maupun tidak diusulkan oleh pengawas sehingga dengan kedua ketentuan ini tentu membuat kerancuan hukum sehingga kepastian hukum yang menjadi dasar bagi anggota untuk menikmati haknya menjadi tidak jelas. Dengan adanya Pasal yang saling bertentangan tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan produk hukum tersebut aspek ketelitian dan kecermatan dari pembuat Undang-Undang masih kurang, apabila Undang-Undang dipaksakan untuk dijalankan tentunya tidak akan berjalan dengan optimal dalam mengatur roda organisasi koperasi di Indonesia.

2. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 Terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

Akibat hukum yang ditimbul dari satu putusan hakim jika menyangkut pengujian terhadap undang-undang diatur dalam Pasal 58 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut berbunyi :”Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa

(15)

undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Dengan demikian apabila ada Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi dinyatakan sudah tidak berlaku lagi dan atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila Mahkamah Konstitusi menjatuhkan putusan yang menyatakan Undang-Undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga jelas bahwa status hukum perkoperasian Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena dalam dalam Amar Putusannya Mahkamah Konstitusi menyatakan Undang-Undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dalam Amar Putusan tersebut juga dijelaskan bahwa ketentuan hukum yang mengatur tentang Perkoperasian Indonesia dikembalikan untuk sementara waktu ke Undang-Undang yang lama yaitu Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 guna untuk mengisi kevakuman hukum yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan.

Amar Putusan

Dalam pengujian yang sudah dilakukan oleh Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dihasilkan amar putusan yang menyatakan bahwa :

a. Permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV tidak dapat diterima.

b. Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon V, PemohonVI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII.

1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(16)

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru.

4) Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konsitusi dalam mengabulkan Permohonan para Pemohon dalam perkara Nomor 28/PUU-XI/2013 dalam pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian menurut hasil penelitian sudah tepat dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi Menyatakan bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang didasarkan pada pengujian terhadap ketentuan Undang-Undang Perkoperasian pasal 37 ayat 1 huruf f, pasal 50 ayat 1 huruf a, pasal 50 ayat 2 huruf a dan e,pasal 56 ayat 1, pasal 57 ayat 2, BAB VII yang terdiri atas pasal 66, pasal 67, pasal 68, pasal 60, pasal 70, pasal 71, pasal 72, pasal 73, pasal 74, pasal 75,

(17)

pasal 76, pasal 77, serta pasal 80, pasal 82, pasal 83, pasal 84 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sesuai dengan apa yang tercantum dalam Amar Putusan merupakan pertimbangan yang tepat.

2. Akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 yang mengakibatkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat yang mengakibatkan status hukum perkoperasian Indonesia dikembalikan kepada ketentuan dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502) hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kevakuman hukum yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan sehingga untuk sementara waktu Undang-Undang tersebut menjadi pedoman Koperasi dalam menjalankan roda organisasinya sebelum adanya produk hukum baru yang mengatur tentang Perkoperasian di Indonesia.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

B.Widjajanta. 1994. Pelajaran Ekonomi Koperasi SMK. Bandung : Armico

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, SH,.M.L.L. 1985. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : CV Rajawali.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Soerjono Soekanto. 2008. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Suroto,Makalah Koperasi ditengah kapitalisme.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indenesia Tahun 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 tentangPerkoperasian.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentangPerkoperasian.

Webside

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id//Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU- XI/2013 diaskes pada tanggal 1 September 2014

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa keuntungan implementasi manajemen risiko pada organisasi non-profit (pemerintah) meliputi sebagai dasar perencanaan sumber

Pariwisata adalah aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar, yang mengadakan pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar

Saat ini praktikum Administrasi Jaringan Komputer pada Politeknik Caltex Riau masih menggunakan Software Virtualisasi seperti VMWare atau VritualBox yang merupakan

Selain itu Mikrotik juga mempunyai fasilitas router, manajemen Bandwidth dan firewall yang kesemua itu dapat kita atur sesuai dengan kebutuhan pada jaringan

Sedangkan dalam penelitian ini akan dibuat aplikasi Bantu Pengolahan Nilai Indeks Kinerja Dosen di fakultas Teknologi industri UAD, yang dapat menampilkan data

Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah penghasil jeruk nipis di Sumatera Barat dengan petani yang dahulunya menanam jeruk nipis sebagai usaha tanaman pekarangan

Tradisi melemang di desa Karang Raja saat ini sudah seperti pesta desa, dimana pada malam 10 Muharram, semua masyarakat desa di 7 (tujuh) kampung tumpah ruah keluar dari

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap tingkat pemahaman akuntansi, untuk mendapatkan