• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Pada saat krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor UMKM terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut. Peranan UMKM, terutama sejak krisis ekonomi dapat dipandang sebagai katup pengaman dalam proses pemulihan ekonomi nasional, baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional maupun penyerapan tenaga kerja. Suryadharma Ali (2008) menyatakan bahwa UMKM merupakan benteng pertahanan ekonomi nasional sehingga bila sektor tersebut diabaikan sama artinya tidak menjaga benteng pertahanan Indonesia.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peranan serta kelembagaan UMKM dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat secara menyeluruh, sinergis dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Pemerintah mengesahkan UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah.

Walaupun usaha mikro kecil menengah telah menunjukkan peranannya

dalam perekonomian nasional namun masih menghadapi berbagai hambatan dan

(2)

kendala. Pada dasarnya hambatan dan kendala yang dihadapi para pelaku UMKM dalam meningkatkan kemampuan usaha sangat kompleks dan meliputi berbagai aspek yang mana satu dengan yang lainnya saling berkaitan antara lain: kurangnya permodalan baik jumlah maupun sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan beroperasi serta tidak adanya bentuk formil dari perusahaan, lemahnya organisasi dan terbatasnya pemasaran. Disamping itu terdapat juga persaingan yang kurang sehat dan desakan ekonomi sehingga mengakibatkan ruang lingkup usaha menjadi terbatas. Beragamnya hambatan dan kendala yang dihadapi UMKM, tampaknya masalah permodalan masih merupakan salah satu faktor kritis bagi UMKM, baik untuk pemenuhan kebutuhan modal kerja maupun modal investasi dalam pengembangan usaha.

Untuk mengatasi persoalan yang dihadapi UMKM, Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan kredit bagi UMKM dan Koperasi dengan pola penjaminan pada tanggal 5 November 2007 di lantai 21 gedung kantor pusat BRI dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR dapat diakses oleh UMKM dan koperasi yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable atau berkembang pesat. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan.

KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber

dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. Pemerintah memberikan penjaminan

terhadap resiko KUR sebesar 70% sementara sisanya sebesar 30% ditanggung

oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan untuk meningkatkan akses

UMKM pada sumber pembiayaan. Dengan adanya KUR, para pelaku UMKM

(3)

dapat meminjam modal hanya dengan jaminan kelayakan usaha dan diharapkan kepada pelaku UMKM tersebut dapat mengembangkan usahanya. Tahap awal program, KUR ini disediakan hanya terbatas oleh bank-bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara dan Bank Bukopin. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, yaitu pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. KUR ini ditujukan untuk membantu ekonomi usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya. Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban yang akan timbul dari masing-masing pihak yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian KUR, mengingat segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang KUR.

Kredit yang diberikan oleh pemerintah melalui program KUR ini,

diharapkan sesuai dengan kemampuan UMKM khususnya bagi usaha mikro dan

kecil (UMK). Pelaksanaan dari KUR ini diharapkan dapat menjadi solusi dari

permasalahan yang dihadapi oleh UMK dalam mendapatkan tambahan modal

usaha yang mereka butuhkan dengan kredit yang terjangkau dan prosedur yang

sederhana. Dengan tambahan modal yang didapatkan oleh UMK, diharapkan

dapat meningkatkan pendapatan serta mengembangkan usaha yang dimiliknya.

(4)

Kota Bukittinggi merupakan daerah yang potensial untuk penyaluran KUR, karena sebagian besar usaha produktif di Bukittinggi terdiri dari Usaha Mikro dan Kecil. Dengan keikutsertaan Bank Nagari sebagai Bank Pelaksana KUR diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap pengembangan sektor riil dan program-program pengentasan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran dan perluasan lapangan pekerjaan serta peningkatan taraf hidup masyarakat.

Tabel 1.1 Jumlah Peminjam KUR Bank Nagari Tahun 2011-2013

Jenis KUR 2011 2012 2013

KUR Mikro 313 orang 449 orang 614 orang KUR Ritel 165 orang 432 orang 583 orang

Sumber : Data diolah dari hasil penelitian, 2014

Pada saat ini sudah 1.197 pedagang UMK yang mendapatkan dana KUR dari Bank Nagari Cabang Bukittinggi, tercatat ± 51 persen di antaranya dari kalangan pengusaha mikro (pedagang kaki lima, pedagang asongan, warung di rumah tangga serta pedagang kecil lainnya dengan besaran KUR Rp 20 juta ke bawah tanpa agunan). Sementara lebih dar 48 persen lagi terdiri dari pengusahakecil ke atas yang beraktifitas di berbagai toko di Pasar Simpang Aur, Pasar Bawah dan Pasar Atas, dengan besaran kredit beragunan yang dikucurkan Rp 20 juta ke atas

. (http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=13745 diakses pada tanggal 12 November 2013 pukul 21.05 WIB).

Melihat keberadaan sektor UMK yang dikelola oleh pengusaha golongan

ekonomi lemah (pengusaha kecil) dan permasalahan yang dihadapi pengusaha

terutama tentang keterbatasan dana (keterbatasan modal), serta melihat potensi

(5)

besar yang dimiliki pengusaha yang layak untuk dikembangkan, maka atas dasar pemaparan tersebut penulis menetapkan judul “Pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kota Bukittinggi (Studi pada PT. Bank Nagari Cabang Bukittinggi)”.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya dengan apa yang benar – benar terjadi. Jadi untuk mengarahkan penelitian dan memperlancar data dan fakta ke dalam bentuk penulisan ilmiah, maka perlu perumusan masalah dengan jelas, sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dan pedoman arah penelitian. Setiap penelitian dimulai dengan perumusan masalah, yaitu yang memberikan gambaran adanya sesuatu yang perlu diselesaikan. Masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, anatar apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan dan kompetisi (Sugiyono, 2005: 32). Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah “Seberapa Besar Pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kota Bukittinggi?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentunya mempunyai sasaran yang hendak

dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui

sebelumnya. Suatu riset khusus dalam ilmu pengetahuan empiris pada umumnya

(6)

bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan itu sendiri. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada Bank Nagari.

2. Untuk mengetahui hambatan dalam pengembangan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kota Bukittinggi.

3. Untuk melihat pengaruh Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kota Bukittinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dimaksud dalam hal ini mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Secara subjektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara mengenai program Kredit Usaha Rakyat.

3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan masukan atau

sumbangan pemikiran dalam peningkatan usaha mikro dan kecil yang

dikelola oleh pengusaha kecil.

(7)

1.5 Kerangka Teori

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian dan bukan sekedar penelitian coba-coba (trial and error ). Menurut Hoy dan Miskel, teori adalah seperangkap konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi (Sugiyono, 2005:55). Selanjutnya, kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal – hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2006:92). Berdasarkan rumusan di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa teori, gagasan ataupun pendapat yang akan dijadikan sebagai titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini.

1.5.1 Konsep Kredit

1.5.1.1 Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan.

Kepercayaan yang dimaksud di dalam perkreditan adalah antara si pemberi dan si

pemenerima kredit. Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang dan barang)

dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu mendatang

(Simorangkir, 2004:100). Dalam Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun

1998, “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan kesepakatan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

(8)

untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungannya”.

Menurut Hasibuan (2008:87), kredit adalah semua jenis pinjaman yang harus dibayar kembali bersama bunganya oleh peminjam sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jadi dapat disimpulkan bahwa kredit adalah pemberian sesuatu yang berharga kepada pihak lain, apakah uang, barang atau jasa dengan janji, bahwa di hari tertentu penerimanya akan membayarnya secara ekivalen/sebanding.

Tujuan pemberian kredit tidak terlepas dari misi pendirian suatu bank.

Adapun tujuan utama pemberian kredit yaitu:

1. Mencari keuntungan, tujuannnya untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut.

2. Membantu usaha nasabah, tujuannya untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja.

3. Membantu pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor (Kasmir, 2007:95).

1.5.1.2 Unsur-Unsur Kredit

Setiap pemberian kredit sebenarnya jika dijabarkan secara mendalam

mengandung beberapa arti. Jadi dengan menyebutkan kata kredit sudah

terkandung beberapa arti atau dengan kata lain pengertian kata kredit jika dilihat

secara utuh mengandung beberapa makna. Sehingga jika kita bicara kredit maka

(9)

termasuk membicarakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya. Menurut Kasmir (2007:94) unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit yaitu:

a. Kepercayaan

Kepercayaan dari si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikannya (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa yang akan datang.

b. Kesepakatan

Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.

c. Jangka waktu

Suatu masa yang memisahkan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang mana dana tersebut akan diterima pada masa yang akan datang. Jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati, biasa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

d. Resiko

Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macetnya pemberian kredit. Suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang akan diterima kemudian hari.

Semakin lama jangka waktu pemberian kredit, maka semakin besar tingkat

resikonya. Dengan adanya resiko dalam pemberian kredit, maka dapat

menimbulkan jaminan dalam pemberian kredit.

(10)

e. Balas Jasa

Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang dikenal dengan nama bunga.

1.5.1.3 Jenis-Jenis Kredit

Beragamnya jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula kebutuhan jenis kreditnya. Dalam praktiknya kredit yang ada terdiri dari beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank kepada masyarakat.

Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokan kedalam jenis yang masing- masing dilihat dari berbagai segi. Pembagian jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat setiap usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.

Jenis-jenis kredit menurut Kasmir (2010: 103-106) yang diberikan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain:

1. Kredit dilihat dari segi tujuannya

a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi

b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan untuk meningkatkan usaha atau produksi atau investasi

c. Kredit Perdagangan, yaitu kredit yang diberikan kepada pedagang dan

digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk

membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil

penjualan barang dagang tersebut.

(11)

2. Kredit dilihat dari jangka waktunya

a. Kredit Jangka Pendek, yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja

b. Kredit Jangka Menengah, yaitu kredit yang berjangka waktu 1 sampai 3 tahun dan biasanya digunakan untuk melakukan investasi

c. Kredit Jangka Panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.

3. Kredit dilihat dari segi jaminannya

a. Kredit Tanpa Jaminan, yaitu kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu.

b. Kredit Jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan menggunakan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang.

4. Kredit dari segi kegunaanya

a. Kredit Modal Kerja, yaitu kredit berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan sehingga dapat meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

b. Kredit Investasi, yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang

yang diberikan oleh suatu bank untuk melakukan investasi atau

penanaman modal, yang ditujukan untuk memperluas usahanya atau

membangun proyek/pabrik baru untuk keperluan rahabilitasi.

(12)

1.5.1.4 Fungsi dan Manfaat Kredit

Menurut Firdaus, H. Rachmat dan Maya Ariyanti (2003 : 5-6) menyatakan :

“Fungsi kredit dewasa ini pada dasarnya ialah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan masyarakat (to serve the society) dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, mendorong dan melancarkan produksi, jasa-jasa dan bahkan konsumsi yang kesemuanya itu pada akhirnya ditujukan untuk menaikkan taraf hidup rakyat banyak“. Hal yang sama dijelaskan juga oleh Kasmir (2010:

101), fungsi dari kredit adalah sebagai berikut: (1) untuk meningkatkan daya guna uang, (2) untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, (3) untuk meningkatkan daya guna uang, (4) untuk meningkatkan peredaran barang, (5) sebagai alat stabilisasi ekonomi, (6) untuk meningkatkan pemerataan pendapatan, (7) untuk meningkatkan kegairahan usaha, (8) untuk meningkatkan hubungan internasional.

Manfaat kredit dilihat dari pihak-pihak yang berkepentingan antara lain (Hasibuan, 2008:88-90):

1. Manfaat kredit bagi bank, antara lain:

a. Bank memperoleh pendapatan berupa bungan yang diterima dari debitur, sehingga akan meningkatkan laba bank.

b. Dengan menyalurkan kredit, bank sekaligus dapat memasarkan produk-produk pelayanan perbankan yang lainnya.

c. Bank memperoleh keuntungan dibidang sumber daya manusia

khususnya dalam dunia kredit perbankan, sehingga dimasa yang akan

datang akan memiliki tenaga – tenaga perkreditan yang berkualitas.

(13)

2. Manfaat kredit bagi pemerintah atau negara, antara lain;

a. Kredit bank dapat dipakai sebagai alat untuk mendorong laju perekonomian nasional.

b. Kredit dapat dijadikan alat pengendali moneter.

c. Kredit dapat meningktkan lapangan usaha atau pekerjaan.

d. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan.

e. Dapat meningkatkan pendapatan negara malalui pajak dari bunga.

3. Manfaat kredit bagi masyarakat luas, antara lain;

a. Dengan adanya kredit akan meningkatkan perluasan lapangan kerja sehingga akan mengurangi penganguran.

b. Untuk kelompok masyarakat yang memiliki keahlian dan profesi tertentu dapat terlibat dalam proses pemberian kredit, misalnya sebagai konsultan kredit dan lain- lain.

4. Manfaat kredit bagi pedagang, yaitu;

a. Sebagai sumber permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dengan kredit, debitur dapat meningkatkan pengadaan barang dagangannya.

b. Dengan memperoleh kredit bank, maka secara tidak langsung akan meningkatkan keuntungan usaha dengan adanya tambahan modal, sehingga debitur dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pelayanan fasilitas perbankan yang lainnya.

c. Bank akan menjaga privasi atau kerahasiaan nasabah.

(14)

d. Dalam meningkatkan usahanya, maka jangka waktu kredit dapat disesuaiakan dengan kebutuhan.

1.5.1.5 Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat dan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk itu sebelum memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap berbagai aspek. Menurut Kasmir (2010 : 109) terdapat prinsip- prinsip pemberian kredit yang dikenal dengan prinsip 5 C yaitu :

1. Penilaian Watak (Character), tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan kepada bank bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dipercaya. Character merupakan ukuran untuk menilai kemauan nasabah membayar kreditnya.

2. Penilaian Kemampuan (Capacity), untuk melihat kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta kemampuannya mencari laba. Sehingga pada akhirnya akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.

3. Penilaian Terhadap Modal (Capital), untuk mengetahui sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah terhadap usaha yang akan dibiayai bank.

4. Penilaian Terhadap Agunan (Collateral), merupakan jaminan yang

diberikan calon nasabah baik yang berupa fisik maupun non fisik. Fungsi

jaminan adalah sebagai pelindung bank dari resiko kerugian.

(15)

5. Penilaian Terhadap Prospek Usaha Nasabah (Condition of Economy), dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan untuk di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.

1.5.1.6 Pengawasan Kredit

Pengawasan kredit merupakan langkah pengawasan terhadap fasilitas kredit yang diberikan secara keseluruhan maupun secara individual kepada debitur dimana apakah pelaksanaan pengawasan kredit sesuai dengan rencana yang disusun atau tidak. Menurut Fahmi dan Lavianti, ada dua bentuk pengawasan kredit yang dapat dilakukan oleh pihak lembaga pembiayaan yaitu:

1. Pengawasan dengan model preventif control

Pengawasan dengan model ini dilakukan oleh pihak perbankan sebelum kredit tersebut dicairkan atau diberikan kepada calon debitur.Tujuannya adalah untuk menghindari kesalahan yang lebih fatal di kemudian hari.

Kondisi ini mencerminkan kelengkapan berkas yang diajukan hingga tahap survey lapangan seperti jaminan dan bentuk usaha yang dilakukan calon

debitur.

2. Pengawasan dengan model represif control

Pengawasan dalam model ini dilakukan pada saat kredit tersebut telah diberikan kepada debitur. Pengawasan ini diberikan dengan tujuan agar kreditur membangun kedisiplinan yang kuat untuk melunasi setiap pinjamannnya secara tepat waktu (dalam Marantika, 2013:32).

Pengawasan kredit dilakukan oleh pihak bank sebagai salah satu upaya

(16)

beberapa aspek, yang meliputi keberadaan administrasi kredit yang memadai, kewajiban debitur menyampaikan laporan-laporan usaha yang dibutuhkan, kewajiban bagi pihak bank untuk melakukan kunjungan sewaktu-waktu ke perusahaan yang dibiayai oleh kredit, adanya konsultasi yang terstruktur antara pihak bank dengan debitur, dan aspek adanya suatu peringatan.

1.5.2 Konsep Kredit Usaha Rakyat

1.5.2.1 Pengertian Kredit Usaha Rakyat

Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan Perbankan (belum bankable)

(http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit-usaha-rakyat-kur/, diakses pada tanggal 16 Oktober 2013 pukul 12.20 WIB).

Pengertian KUR dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 adalah kredit atau pembiayaan kepada UMKM dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. KUR ini merupakan kredit tanpa jaminan (unsecured loan).

Pemerintah memberikan penjaminan terhadap risiko KUR sebesar 70% sementara

sisanya sebesar 30% ditanggung oleh bank pelaksana. Penjaminan KUR diberikan

dalam rangka meningkatkan akses UMKM pada sumber pembiayaan dalam

rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

(17)

KUR adalah program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank. KUR disalurkan oleh bank yang ikut menandatangani Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) yaitu Mandiri, BRI, BNI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri (BSM) serta seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tersebar di Indonesia. Kredit Usaha Rakyat ini penyalurannya difokuskan untuk 5 sektor, yaitu pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan.

1.5.2.2 Jenis-Jenis Kredit Usaha Rakyat

Jenis KUR yang diberikan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain :

1. Dilihat dari tujuan penggunaan a. Investasi

KUR untuk tujuan investasi adalah KUR yang digunakan untuk pembelian barang modal, seperti pembangunan/pembelian tempat usaha, pembelian mesin/peralatan kerja/kendaraan, pembelian barang modal, pembelian/pengadaan objek pembiayaan dan lain-lain.

b. Modal kerja

KUR untuk modal kerja adalah KUR yang digunakan untuk tambahan

modal kerja usaha, seperti penambahan persediaan barang dagang,

kebutuhan biaya untuk operasional usaha, pembelian/pengadaan

bahan mentah atau bahan baku usaha, dan lain-lain.

(18)

2. Dilihat dari jumlah kredit/pembiayaan

a. KUR Mikro yaitu KUR yang diberikan dengan plafond maksimal Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

b. KUR Ritel yaitu KUR yang diberikan dengan plafond diatas Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

c. KUR Linkage Pola Executing yaitu KUR yang diberikan Bank kepada Lembaga Linkage dengan plafond kredit maksimal Rp 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah), Sedangkan plafond dari lembaga Linkage kepada end user dipersyaratkan tidak melebihi Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk setiap end user.

d. KUR Linkage Pola Channeling yaitu KUR yang diberikan Bank kepada Lembaga Linkage dengan jumlah plafond sesuai daftar nominatif yang diajukan dan layak menurut Bank, sepanjang limit kredit/pembiayaan kepada masing-masing end user (debiturnya Lembaga linkage) tidak melebihi Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan jumlah plafond kredit/pembiayaan disesuaikan dengan daftar nominatif yang diajukan oleh lembaga linkage.

Kredit Usaha Rakyat memiliki beberapa sifat yaitu sebagai berikut : 1. Kredit ditetapkan hanya untuk kategori Pinjaman dan Piutang.

2. Bersifat term loan (pinjaman berjangka) yang diberikan dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan.

3. Bersifat non revolving atau tidak berulang-ulang.

(19)

4. Nasabah hanya diperbolehkan menikmati satu jenis KUR, yaitu KUR modal kerja saja atau KUR investasi saja. Dengan demikian nasabah tidak diperbolehkan menikmati secara bersamaan antara modal kerja dengan KUR investasi.

5. Kredit dapat diperbaharui dan/atau diperpanjang, sepanjang sesuai dengan persyaratan kriteria batasan pola pemberian, plafond, jangka waktu dan lainnya yang diatur dalam peraturan pelaksanaan ini.

6. Debitur yang sedang menikmati KUR tidak diperbolehkan diberikan tambahan pinjaman dengan skim kredit komersial selain KUR (skim non- KUR) baik program maupun non program.

Apabila debitur yang sedang menikmati KUR ingin pindah (migrasi) ke kredit skim komersial selain KUR (skim non-KUR), baik program maupun non program, maka debitur harus melunasi KUR yang sedang berjalan tersebut terlebih dahulu.

1.5.2.3 Ketentuan Penyaluran Kredit Usaha Rakyat

Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No.

10/PMK.05/2009. Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :

1. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha

produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan :

(20)

a. Merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/

pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah

b. Khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya

c. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan.

2. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan ketentuan :

a. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5 juta, tingkat bunga kredit atau margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar atau setara 24% efektif pertahun

b. Untuk kredit di atas Rp. 5 juta rupiah sampai dengan Rp. 500 juta, tingkat bunga kredit atau margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar atau setara 16% efektif pertahun.

3. Bank pelaksana memutuskan pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR)

berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas

(21)

perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Penyaluran dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dilakukan ini memiliki tujuan penyaluran yaitu:

a. Mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK)

b. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi kepada Lembaga Keuangan.

c. Sebagai upaya penganggulangan atau pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja

(http://tnp2k.go.id/tanya-jawab/klaster-iii/progam-kredit- usaha-rakyat-kur/, diakses pada tanggal 16 Oktober 2013 pukul 12.20 WIB).

Manfaat dari disalurkannya dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini sendiri adalah untuk memberi kesempatan bagi masyarakat untuk dapat mengembangkan usaha yang dimilikinya. Bagi para masyarakat yang memiliki usaha tetapi terkendala di bidang modal untuk dapat mengembangkan usaha yang dimilikinya dapat mengajukan permohonan kredit dan mendapatkan pinjaman. Dengan begitu, usaha yang dimiliki oleh mereka akan dapat lebih maju dan berkembang baik itu dari segi produksi, pemasaran serta untung yang diperoleh kemudian.

1.5.3 Konsep Usaha Mikro dan Kecil 1.5.3.1 Usaha Mikro

Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik

Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu

(22)

usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Adapun kriteria usaha Mikro dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 300.000.000,00 Karakteristik-karakteristik usaha mikro adalah sebagai berikut :

1. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti,

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat, 3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan

tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha,

4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai,

5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah,

6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank, dan

7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.

Contoh usaha mikro, antara lain:

1. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan

pembudidaya;

(23)

2. Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan,industri pandai besi pembuat alat-alat;

3. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dll.;

4. Peternakan ayam, itik dan perikanan;

5. Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit (konveksi).

Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non mikro, antara lain :

1. Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang

2. Tidak sensitive terhadap suku bunga

3. Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter

4. Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.

Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.

Profil usaha mikro yang selama ini berhubungan dengan Lembaga

Keuangan, adalah:

(24)

2. Aktiva Tetap, relatif kecil, karena labor-intensive.

3. Lokasi, di sekitar rumah, biasanya di luar pusat bisnis.

4. Pemasaran, tergantung pasar lokal dan jarang terlibat kegiatan ekspor- impor.

5. Manajemen, ditangani sendiri dengan teknik sederhana.

6. Aspek hukum: beroperasi di luar ketentuan yang diatur hukum, seperti:

perijinan, pajak, perburuhan, dan lain-lain.

Jika melihat sekeliling kita, banyak sekali usaha mikro yang terus berjalan.

Waktu telah menunjukkan bahwa pada saat krisis ekonomi terjadi di Indonesia, maka usaha mikro termasuk usaha yang tahan dalam menghadapi krisis, karena biasanya tidak mendapat pinjaman dari luar, pasar domestik, biaya tenaga kerja murah karena dibantu oleh anggota keluarga dan rata-rata usaha mikro banyak yang telah bertahan lebih dari 8 tahun, dan tetap bertahan, bahkan ada yang memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun.

1.5.3.2 Usaha Kecil

Usaha kecil merupakan usaha yang integral dalam dunia usaha nasional

yang memiliki kedudukan, potensi, dan peranan yang signifikan dalam

mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan

ekonomi pada khususnya. Selain itu, usaha kecil juga merupakan kegiatan usaha

dalam memperluas lapangan pekerjaan dan memberikan pelayanan ekonomi yang

luas, agar dapat mempercapat proses pemerataan dan pendapatan ekonomi

masyarakat.

(25)

Definisi usaha kecil dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan yang dilakukan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang. Adapun kriteria usaha kecil dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, antara lain:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00

Perbedaan usaha kecil dengan usaha lainnya, seperti usaha menengah dan usaha kecil, dapat dilihat dari:

1. Usaha kecil tidak memiliki sistem pembukuan, yang menyebabkan pengusaha kecil tidak memiliki akses yang cukup menunjang terhadap jasa perbankan.

2. Pengusaha kecil memiliki kesulitan dalam meningkatkan usahanya, karena

teknologi yang digunakan masih bersifat semi modern, bahkan masih

dikerjakan secara tradisional.

(26)

3. Terbatasnya kemampuan pengusaha kecil dalam mengembangkan usahanya, seperti: untuk tujuan ekspor barang-barang hasil produksinya.

4. Bahan-bahan baku yang diperoleh untuk kegiatan usahanya, masih relatif sulit dicari oleh pengusaha kecil.

Secara umum bentuk usaha kecil adalah usaha kecil yang bersifat perorangan, persekutuan atau yang berbadan hukum dalam bentuk koperasi yang didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota, ketika menghadapi kendala usaha. Dari bentuk usaha kecil tersebut, maka penggolongan usaha kecil di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Usaha Perorangan. Merupakan usaha dengan kepemilikan tunggal dari jenis usaha yang dikerjakan, yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga/pihak lain. maju mundurnya usahanya tergantung dari kemampuan pengusaha tersebut dalam melayani konsumennya. harta kekayaan milik pribadi dapat dijadikan modal dalam kegiatan usahanya.

2. Usaha Persekutuan. Penggolongan usaha kecil yang berbentuk persekutuan merupakan kerja sama dari pihak-pihak yang bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerja perusahaan dalam menjalankan bisnis.

Sedangkan, pada hakikatnya penggolongan usaha kecil, yaitu:

1. Industri kecil, seperti: industri kerajinan tangan, industry rumahan, industri logam, dan lain sebagainya.

2. Perusahaan berskala kecil, seperti: toserba, mini market, koperasi, dan

sebagainya.

(27)

3. Usaha informal, seperti: pedagang kaki lima yang menjual barang-barang kebutuhan pokok.

Contoh Usaha Kecil, antara lain:

1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja;

2. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya;

3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan;

4. Peternakan ayam, itik dan perikanan.

1.5.3.3 Permasalahan Usaha Mikro dan Kecil

Perkembangan Usaha Mikro dan Kecil dihalangi oleh banyaknya hambatan.

Hambatan-hambatan tersebut bisa berbeda di satu daerah dengan daerah lain,

antara perdesaan dan perkotaan, antarsektor, ataupun antarsesama perusahaan di

sektor yang sama. Namum demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk

semua Usaha Mikro dan kecil di Negara manapun juga. Rintangan-rintangan yang

umum tersebut termasuk keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan-

kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan pengadaan bahan baku dan input,

keterbatasan akses ke informasi mengenai peluang pasar, keterbatasan pekerja

dengan keahlian tinggi, kualitas sumber daya manusia yang rendah, kemampuan

teknologi, biaya transportasi dan energy yang tinggi, keterbatasan komunikasi,

biaya yang tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi yang kompleks,

khususnya dalam pengurusan izin usaha, dan ketidakpastian akibat peraturan-

(28)

tentu arah. Permasalahan umum yang biasa terjadi pada Usaha Mikro dan Kecil tersebut secara garis besar antara lain :

1. Kesulitan dalam Pemasaran

Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang paling kritis bagi perkembangan Usaha Kecil dan Mikro. Dari hasil studi yang dilakukan Kenneth James dan Narongchai Akrasanee pada tahun 1988 di sejumlah Negara ASEAN, dalam bukunya menyimpulkan bahwa Usaha Mikro dan Kecil tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek yang terkait dengan pemasaran seperti penigkatan kualitas produk dan kegiatan promosi.

Akibatnya, sulit sekali bagi Usaha Kecil dan Mikro untuk dapat turut berpartisipasi dalam era perdagangan bebas. Masalah pemasaran yang dialami yaitu tekanan persaingan baik di pasar domestik dari produk yang serupa buatan sendiri dan impor, maupun di pasar internasional, dan kekurangan informasi yang akurat serta up to date mengenai peluang pasar di dalam maupun luar negeri.

2. Keterbatasan Finansial

Ada dua masalah utama di dalam kegiatan Usaha Mikro dan Kecil di

Indonesia, yaitu dalam aspek finansial (mobilisasi modal awal dan akses ke

modal kerja) dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat

dibutuhkan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada

umunya modal awal bersumber dari modal atau tabungan sendiri atau

sumber-sumber informal, namun sumber-sumber permodalan ini sering

tidak memadai dalam kegiatan produksi maupun investasi. Walaupun

(29)

banyak skim-skim kredit dari perbankan dan bantuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan Usaha Mikro dan Kecil. Hal ini disebabkan karena lokasi bank terlalu jauh bagi pengusaha yang tinggal di daerah, persyaratan yang terlalu berat, urusan administrasi yang rumit, dan kurang informasi mengenai skim-skim perkreditan yang ada beserta prosedurnya. Lagipula, sistem pembukuan yang belum layak secara teknis perbankan menyebabkan Usaha Mikro dan Kecil juga sulit memperoleh kredit.

3. Keterbatasan SDM

Salah satu kendala serius bagi banyak Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia ialah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama dalam aspek- aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua keahlian ini sangat dibutuhkan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar barang.

4. Masalah Bahan baku

Keterbatasan bahan baku serta kesulitan dalam memperolehnya dapat

menjadi salah satu kendala yang serius bagi pertumbuhan output ataupun

kelangsungan produksi bagi banyak Usaha Mikro dan Kecil di Indonesia.

(30)

pengusaha yang terpaksa berhenti dari usahanya dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya akibat masalah keterbatsan bahan baku.

5. Keterbatasan Teknologi

Usaha Kecil dan Mikro di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi yang tradisional, seperti mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang bersifat manual. Hal ini membuat produksi menjadi rendah, efisiensi menjadi kurang maksimal dan kualitas produk relatif rendah.

6. Kemampuan Manajemen

Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk menentukan pola manajemen yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap pengembangan usahanya membuat pengelolaan usaha menjadi terbatas. Dalam hal ini, manajemen merupakan seni yang dapat digunakan atau diterapkan dalam penyelenggaraan kegiatan Usaha Mikro dan Kecil, baik dari unsur perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

7. Kemitraan

Kemitraan mengacu pada pengertian bekerja sama antara pengusaha dengan tingkatan yang berbeda yaitu antara pengusaha kecil dan pengusaha besar.

Istilah kemitraan sendiri mengandung arti walaupun tingkatannya berbeda, hubungan yang terjadi adalah hubungan yang setara sebagai mitra kerja.

1.5.4 Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil

Pengembangan adalah suatu tindakan, proses, hasil atau pertanyaan menjadi

labih baik (Thoha, 1997:7). Pengertian pengembangan tersebut memiliki dua

(31)

unsur, yaitu : (1) pengembangan itu sendiri bisa berupa suatu tindakan, proses atau pernyataan dari suatu tujuan, (2) pengembangan itu bisa menunjukkan kepada perbaikan atas sesuatu. Menurut Warren G. Bennis dalam Sutarto (1995:416) pengembangan adalah suatu jawaban terhadap perubahan, suatu strategi pendidikan yang kompleks yang diharapkan untuk merubah kepercayaan, sikap, nilai dan susunan organisasi, sehinga organisasi dapat lebih baik menyesuaikan dengan teknologi, pasar, dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan itu sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka yang dimaksud dengan pengembangan UMK adalah suatu tindakan atau proses untuk memajukan kondisi UMK ke arah yang lebih baik, sehinga UMK dapat lebih baik menyesuaikan dengan teknologi, pasar, dan tantangan yang baru serta perputaran yang cepat dari perubahan yang terjadi. Pengembangan Usaha mikro dan kecil (UMK) merupakan komponen penting dalam program pembangunan nasional untuk meletakkan landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Adapun yang menjadi sasaran dalam upaya pengembangan dan pembinan UMK, yaitu :

1. Tercapainya lapangan usaha dan lapangan kerja yang luas 2. Tercapainya peningkatan pendapatan masyarakat

3. Terwujudnya UMK yang semakin efesien dan mampu berkembang mandiri 4. Terwujudnya pesebaran industri yang merata

5. Tercapainya peningkatan kemampuan UMK dalam aspek penyediaan

produk jadi, bahan baku baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

(32)

Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja, mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMK harus terencana, sistematis dan menyeluruh yang meliputi: (1) penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha dan adanya efisiensi ekonomi; (2) pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMK untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia; (3) pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha mikro dan kecil ; dan (4) pemberdayaan usaha mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sector informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Inti dari pembinaan dan pengembangan UMK pada dasarnya terletak pada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya sumber daya manusia yang bermutu, maka UMK akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi UKM yang tangguh.

Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan usaha mikro dan kecil

dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi

ekonomi dalam proses pembangunan nasioanal khususnya dalam rangka

mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan

peningkatan pendapatan sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan.

(33)

Usaha mikro dan kecil pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UMK, maka upaya untuk mengembangkan UMK dapat dilihat dari dua sisi, yaitu faktor dari dalam perusahaan (faktor internal) dan faktor dari luar perusahaan (faktor eksteral), sebagai berikut :

a. Faktor Internal

1. Meningkatkan kemampuan usaha dan kewirausahaan

2. Melakukan perencanaan usaha dan investasi dalam jangka panjang 3. Mengembangkan Research & Development

b. Faktor Eksternal

1. Menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha (penyedeerhanaan perizinan dan birokrasi)

2. Mengupayakan adanya program pendampingan

3. Mengupayakan tersedianya produk-produk pendukung dalam proses produksi

4. Mengupayakan tersedianya infra struktur sosial 5. Mengupayakan tersedianya biaya dari kredit

6. Perlu memberikan fleksibilitas dalam penerapan prinsip penyaluran kredit, diantaranya faktor kapasitas dan kemampunan debitor dalam menghasilkan keuntungan dan juga masalah anggunan

7. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah yang mendukung

pengembangan UKM (Suseno, 2005:45-46).

(34)

1.6 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2008:64) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Pembuktian dari hipotesa tersebut memerlukan teori yang didukung oleh data dan fakta yang jelas. Berdasarkan perumusan masalah di atas, peneliti mengemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. Hipotesis Alternatif

Ada pengaruh antara KUR dengan perkembangan usaha mikro dan kecil di Kota Bukittinggi.

2. Hipotesis Nol

Tidak ada pengaruh antara KUR dengan perkembangan usaha mikro dan kecil di Kota Bukittinggi.

1.7 Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995:33) konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan lainnya.

Untuk menghindari batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep

yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan defenisi dari konsep

yang dipergunakan, yaitu:

(35)

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit atau pembiayaan modal kerja atau investasi kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif dan layak namun belum bankable dengan pemberian melalui pola langsung, secara tidak langsung dengan cara executing/channeling dan KUR tersebut dijamin oleh Perusahaan Penjamin.

2. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria: memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Sedangkan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimilki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria : memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

3. Pengembangan Usaha Mikro dan Kecil adalah upaya yang dilakukan

untuk membantu usaha kecil dalam mengatasi kelemahan-kelemahan yang

(36)

dimiliki guna meningkatkan atau mengembangkan usaha sehingga dapat meningkatkan pendapatan yang diperoleh.

1.8 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1995:46). Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari suatu penelitian. Sedangkan indikator adalah fakta-fakta, kejadian yang digunakan untuk mengukur suatu variabel.

Adapun indikator-indikator yang dapat mengukur variabel-variabel tersebut antara lain, adalah:

a. Variabel bebas (X) yaitu Kredit Usaha Rakyat, yang dapat diukur melalui indikator:

1. Kemudahan dalam memperoleh Kredit Usaha Rakyat,

2. Sosialisasi oleh petugas Bank mengenai Kredit Usaha Rakyat, 3. Ketepatan penggunaan Kredit Usaha Rakyat ,

4. Pengawasan dari petugas Bank terhadap pedagang yang menerima

kredit mengetahui sampai sejauh mana Kredit Usaha Rakyat mampu

membantu meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja UMK.

(37)

b. Variabel terikat (Y) yaitu pengembangan Usaha Kecil dan Menengah, yang dapat diukur melalui indikator:

1. Peningkatan produktivitas dan omset,

2. Pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan dan pengarahan dalam mengembangkan usaha,

3. Membantu UMK dalam menjalankan usaha.

1.9 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan teknik analisis data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini memuat gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan

(38)

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini memuat pembahasan dari data-data yang telah diperoleh kemudian diinterprestasikan dengan menggunakan korelasi hubungan antar variabel.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil

penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari penelitian yang telah dilaksanakan, terdapat beberapa saran yang ingin peneliti paparkan, diantaranya yaitu sebagai berikut: (1) Untuk guru yang mengajar

[r]

Penerapan pembelajaran metode mind mapping dapat meningkat kan aktivitas belajar dengan kriteria pengamatan terdiri dari kegiatan visual meliputi siswa mengamati

Penerapan Teknik Behavior Contract untuk Meningkatkan Tanggung Jawab Pribadi Siswa Kelas XI-IPS 3 dalam Mengikuti Layanan Bimbingan dan Konseling di SMA Negeri 2

Unsur “dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain” adalah apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang mempunyai tujuan

pada saat terbentuknya Persero sebagai pengganti Pertamina, badan usaha milik negara tersebut wajib mengadakan Kontrak Kerja Sama dengan Badan Pelaksana untuk melanjutkan

Metode yang digunakan untuk mengisolasi piperin dari lada hitam adalah Soxhlet.. yang merupakan pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan

masalah atau dilema moral. f) Pengenalan diri adalah kemampuan mengenali perilaku diri kita dan mengevaluasi secara kritis dan jujur.dalam pengenalan diri kemampuan