1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
China telah bertransformasi menjadi sebuah negara dengan paham sistem ekonomi yang sangat kapitalis, modern dan global. Reformasi Ekonomi disegala unsur yang terjadi pada tahun 1978 telah menjadikan China sebagai salah satu negara dengan tujuan terbesar FDI (Foreign Direct Investment) dunia dan juga memiliki hubungan yang penting di dalam perekonomian dunia. Data menyebutkan bahwa dimulai tahun 1978 hingga tahun 2008, rata-rata GDP (Gross Domestic Product) China meningkat 9,8%, 6,8% lebih cepat dari tingkat pertumbuhan
ekonomi dunia dalam kurun waktu yang sama. Perekonomian China tumbuh 14 kali lipat sejak tahun 1980 hingga 2008.
1Hal ini menjadikan China sekarang sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Menurut data dari World Bank, China tercatat menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terpesat di dunia. Rata- rata pertumbuhan ekonomi di China mencapai 8,93 persen dari tahun 1989–2016. China juga saat ini menempati posisi ke dua sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar, dengan GDP 11 Trilliun Dolar AS Selain itu China juga merupakan pengekspor pertama dan pengimpor terbesar ke dua di dunia, dengan nilai masing- masing 2,37 Trilliun Dolar AS dan 1,53 Trilliun Dolar AS.
21
Wayne M. Morison, China Economic Condition, CRS Reporrt for Congress, 9 Maret 2009
2
The World Bank, Peringkat GDP, diakses pada
http://databank.worldbank.org/data/dowwnload/GDP.pdf (24/6/2019,13:05)
2
Dari data tersebut dapat terlihat bagaimana pengaruh China terhadap perekonomian di dunia. Bahkan menurut Kepala Eksekutif International Monetery Fund, sebagaimana dilansir oleh BBC (29//9/2016) ia mengatakan bahwa China
merupakan ancaman ekonomi terbesar di dunia.
3Di sisi lain China adalah salah satu negara yang kuat dari sisi militer. Menurut Global Firepower, kekuatan militer China saat ini berada di peringkat 3 dunia, dengan 2.3 juta personel aktif dan 2.942 buah pesawat tempur. Dengan kekuatan baik dalam hal militer dan ekonomi tersebut China ingin menunjukan pengaruhnya ke negara-negara menggunakan kekuatan yang di milikinya sekarang. Sehingga untuk mendukung hal tersebut China mengumumkan One Belt One Road (OBOR) sebagai instrument dalam strategi kerjasama terhadap negara-negara lain.
One Belt One Road atau OBOR adalah inisiasi strategi kerjasama China
dengan pemanfaatan jalur transportasi dunia sebagai jalur perdagangan yang tersebar di kawasan Eurasia. OBOR ini juga merupakan pemanfaatan kembali Jalur Sutra yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu di China. Pada masa Dinasti Han (206 SM-220 M) peran Jalur Sutra menjadi sangat penting. Jalur Sutra kemudian dimanfaatkan oleh wilayah sekitar pada masa itu sebagai jalur perdagangan guna mempererat hubungan dengan negara-negara di sekitar wilayah tersebut. Hal tersebut yang membuat betapa pentingnya jalur ini, maka China merasa perlu untuk menghidupkan kembali jalur tersebut. Munculnya OBOR memiliki tujuan yang hampir sama dengan tujuan utama Jalur Sultra yaitu empat konsep inti, perdamaian,
3
BBC, 2016, Perlambatan Cina adalah ancaman terbesar ekonomi dunia, diakses pada https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2016/09/160926_dunia_cina_perlambatan_ekonomi#:~:text
=Mantan%20kepala%20ekonom%20Dana%20Moneter,menghadapi%20revolusi%20politik%20y
ang%20besar. (24/6/2019,13:07)
3
kerja sama, pengembangan, dan saling menguntungkan.
4Empat konsep tersebut lah yang kemudian di adopsi oleh pemerintah China sebagai strategi pembangunan yang lebih dikenal dengan OBOR. Dengan adanya “One Belt, One Road” (OBOR), atau yang sekarang dikenal sebagai Belt and Road Initiative, Penamaan BRI sebagai representasi kekuatan maritim China dalam konsep Jalur Sutra maritimnya.
Menurut pengamat maritim dari The National Maritime Institute, Siswanto Rusdi, perubahan penamaan OBOR menjadi BRI (Belt and Road Initiative) merupakan upaya menepis kesalahan pemahaman yang selama ini tersemat pada OBOR. Kata
‘one’ (satu) dalam singkatan tersebut cenderung dipersepsikan sebagai hanya satu jalan maritim dan satu sabuk daratan dimana dapat pula membangun anggapan kompetisi yang tidak sehat.
5Dengan dasar tersebut lah China merasa perlu merubah penamaan yang semula OBOR menjadi BRI guna meminimalisir terjadinya penolakan dari negara-negara yang menjadi mitranya dalam konsep Maritime Silk Road (MSR).
Konsep besar BRI ini telah menjadi batu pondasi bagi pemimpin China, Xi Jinping, dalam membuat kebijakan luar negeri-nya.
6Konsep BRI ini ingin meningkatkan interkonektivitasi ekonomi di Kawasan Eurasia, Afrika Timur, dan lebih dari 65 negara mitra lainnya. Salah satu kawasan yang memiliki kerja sama
4
Desheng Hu, Jun Ou, et al. On the Environmental Responsibility of Chinese Enterprises for Their FDIs in Countries within the One Belt and One Road Initiative (The Chinese Journal of Comparative Law (2017) Vol.5 No.1 pp.36-57) h. 37.
5
Adit, 2017, Pengamat: Pergantian istilah OBOR untuk Hindari kesan China Sentris, diakses pada http://maritimnews.com/2017/05/pengamat-pergantian-istilah-obor-untuk-hindari-kesan-china- sentris/ (29/9/2019,13:10)
6
The State Council of the People’s Republic of China. “Full text: Action plan on the Belt and Road
Initiative”. diakses pada
http://english.gov.cn/archive/publications/2015/02/30/content_281475080249035.htm
(30/4/2019,13:10)
4
dengan BRI adalah Asia Tenggara. Asia Tenggara bagi China merupakan partner kerjasama yang sangat dekat. China dan negara-negara di Asia Tenggara telah menjalin hubungan perdagangan sejak abad ketiga sebelum Masehi melalui perlintasan yang menghubungkan Asia Tenggara dan garis pantai tenggara China dan perlintasan itu disebut jalur sutra. Hubungan pada masa lalu tersebut yang kemudian berlanjut sampai masa hari ini. Kerjasama tersebut semakinb kuat ketika Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) berdiri tahun 1967, yang
membuat hubungan antara China dan negara-negara Asia Tenggara berlanjut dan hubungan ini menempati posisi penting dan sangat diperhitungkan dalam hubungan negara-negara di Asia Pasifik. Hubungan China dan Asia Tenggara dalam bidang ekonomi, politik, dan keamanan telah banyak berubah hal ini dikarenakan perkembangan dunia sangat yang tidak dapat diperediksi. Sehingga dibutukan sebuah instrument atau pengikat yaitu dalam sebuah perjanjian untuk memperkuat aspek-aspek kerjasama terutama dalam hal perdagangan maka dibentuk sebuah perdagangan bebas melalui ACFTA ( ASEAN- China Free Trade Area).
7Instrumen ini sangat lah penting bagi kedua negara dikarenakan Chinaadalah partner dagang terbesar bagi negara-negara di ASEAN dimana volume perdagnggan negara-negara ASEAN mencapai 14,8%.
8Dengan potensi yang ada ASEAN sangatlah menjanjikan bagi China dalam melakukan kerjasama perdagangan. Dalam hal sumber daya atau kekayaan alam
7
Association of Southeast Asian Nation, 2012, ASEAN- China Free Trade Area, Diakses dalam https://asean.org/?static_post=asean-china-free-trade-area-2 (30/4/2020,13:12)
8
Chheang Vannarith, 2018, Understanding China’s Regional Economic Diplomacy Through LMC
and BRI, The Saw Swee Hock Southeast Asia Centre (SEAC). Diakses pada
https://medium.com/@lseseac/understanding-chinas-regional-economic-diplomacy-through-lmc-
and-bri-c804640df460 (30/4/2019,18:16)
5
semua negara dikawasan Asia Tenggara memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Seperti gas alam,batubara, nikel dan tembaga. Kemajuan ekonomi China yang fantastis tentu menciptakan permintaan bahan baku dan energi yang sangat banyak. Tak heransejak tahun 2010 pemerintahaan China meluncurkan ASEAN Invesment Coordinating Fund yang berupaya mendukung pembangunan
infrastruktur di Asia Tenggara.
9Salah satu negara di ASEAN yang menjanjikan bagi China dan merupakan objek penelitian dari penulis adalah Malaysia. Dengan posisi negaranya yang cukup stategis menjadi sangat relevan bagi China untuk melakukan invesitasi dalam proyek BRI. Oleh sebab itulah banyak proyek-proyek BRI di Malaysia yang mencakup jalur laut dan darat. Sehingga tidak heran kalau China begitu berambisi untuk membiayai proyek-proyek prasarana laut dan darat di Malaysia. Selain itu juga dari sisi ukuran ekonomi dan kerjasama ekonomi yang dibangun oleh kedua Negara tersebut juga saling menguntungkan hal tersebut tercermin dari kerjasama yang telah dijalani selama ini sehingga membuat china menjadi mitra dagang terbesar bagi Malaysia dan Malaysia merupakan mitra dagang terbsar ke 3 di Asia bagi China setelah Jepang dan Korea Selatan. Dari hal tersebut sebenarnya membuktikan bahwa kedua Negara saling menguntungkan satu sama lain untuk pembagunan kedua Negara tersebut.
Dari penjelasan di atas maka penulis melihat adanya potensi yang dimiliki Malaysia yang membuat keputusan China untuk melakukan investasi besar-besaran dalam bentuk pembangunan infrastruktur dalam kerangka kerjasa sama Belt and
9
Nagiza Salidjanova dan Iacob Koch-Weser. “China’s Economic Ties with ASEAN: A Country-by-
Country Analysis”. U.S- China Economic and Security Review Commission, Hlm 4
6
Road Initiative. Selain itu juga ekspansi yang dilakukan ini menuai banyak
pandangan negatif dan pesimis. Sehingga ditengah pandangan pesimis dunia tentang China itu. China mencoba meyakinkan kepada negara-negara mitra bahwa kebijakan BRI ini, berbeda dengan kebijakan Barat yang cenderung mengarah pada hegemoni. Tetapi kebijakan BRI yang digagas oleh China lebih pada membangun kerjasama antar negara untuk mencapai perdamaian dunia hal ini berlandaskan pada nilai- nilai tradisional yang kemudian mempengaruhi kebijakan- kebijakan yang di ambil China. Oleh karna itu secara akademis dalam banyak kajian, pendekatan ini biasanya di sebut pendekatan non-western. Penulis ingin membuktikan pesimisme dunia yang menggangap China ingin menghegemoni dunia dengan melihat kenyataan-kenyataan pelaksanaan proyek BRI ini di Malaysia. Melihat bagaimaan China menggunakan local value nya dalam kerjasama dengan Malaysia.
1.2 Rumusan Masalah
Pertanyaan yang kemudian muncul dari kondisi di atas adalah, Bagaimana China melakukan kerjasama ekonomi dengan Malaysia menggunakan “Belt and Road Initiative”?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, membuat penulis memiliki beberapa tujuan penelitian yaitu :
1. Untuk mengetahui alasan China melakukan kerja sama menggunakan BRI
ini di Asia Tenggara terutama terhadap kerjasama dengan Malaysia
7
2. Untuk melihat perspektif China melalui BRI ini terhadap manfaat dan potensi perkembangan di negara Malaysia kedepanya
3. Untuk melihat strategi China menggunakan BRI sebagai kerangka kerja sama di Malaysia
4. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai faktor yang melatar belakangi China dalam melakukan kerjasama melalui BRI di Malaysia.
1.3.2 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Manfaat akademis penelitian ini adalah pembaca dapat mengetahui mengapa China melalui kebijakan luar negerinya dalam melakukan berkerjasama dengan Malaysia. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji bagaimana China dalam melakukan kerja sama dengan Malaysia. Kerjasama yang di lakukan melalui Kebijakan luar negeri dalam penelitian ini berupa proyek Belt and Road Initiative yang diinisasi oleh pemimpin negara China dengan menggunakan pendekatan Local Value yang di miliki China.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis dapat menajadi acuan dalam evaluasi
secara menyeluruh terhadap kebijakan yang dikeluarkan BRI kepada negara-negara
penerima. Penelitian ini secara tidak langsung membuat pembaca paham mengenai
strategi yang digunakan China dalam mencari mitra dagang baru melalui proyek
besarnya itu. Dari penelitian ini juga diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan para akademisi terutama bidang ilmu sosial dan politik terlebih khusus
Hubungan Internasional.
8 1.4 Penelitian Terdahulu
Untuk menganalisis judul penelitian yang dibahas dan diteliti oleh peneliti,
maka peneliti berusaha untuk mencari sumber dan pandangan lain pada beberapa
penelitian terdahulu yang kemudian dianggap relevan dengan penelitian yang akan
dibahas oleh peneliti ini. Penelitian- penelitian sebelumnya juga akan dilihat
pembeda dengan penelitian yang akan dibahas oleh peneliti sehingga menguatkan
akan menguatkan urgensi dari penulis dalam menulis penelitian ini. Selanjutnya
penelitian terdahulu juga diharapkan menjadi dasar dan landasan berpikir bagi
penulis dalam mengembangkan ruang lingkup penelitian. Adapun beberapa kajian
pustaka yang dijadikan landasan yakni "China's Belt and Road Initiative Motives,
Scope, and Challenge"Oleh Simeon Djankov dan Sean Miner. Hubungan
perdagangan China dengan Negara-negara lain sudah terjalin sejak masa jalur
sutera kuno yang dapat menyediakan sebuah kehidupan bagi perekonomian China
dan nrgsra-negara yang terdampak lainnya. Konsep tersebut kembali dihidupkan
dan difungsikan lagi sebagai jalur konetivitas dibawah kepemimpinan modern
sekarang ini dengan adanya rencana membangun dan meningkatkan jalur
transportasi seperti kereta api, jalan raya, pelabuhan, dan infrastruktur lainnya di
sepanjang Asia dan Eropa dalam rangka menguhubungkan Negara-negara tersebut
perekonomian China dan negara- negara partner dagangnya. Kemudian jurnal
tulisan Simeon Djankov yang berjudul "The Rationale Behind China's Belt and
Road Initiative" menjelaskan, Bahwa China sebagai bangsa dan negara yang
melakukan proses perdagangan terbesar di dunia memiliki kepentingan untuk
9
bagaimana mengurangi biaya transportasi barang-barang. Selain mengurangi biaya perdagangan juga, ada empat motivasi dan tujuan dalam inisiatif OBOR atau jalur sutera moderan ini. Pertama, China berupaya untuk bagaimana bisa mengurangi ketergantungan ekonomi dibidang investasi infrastruktur domestik dan harus memulai mencari peluang investasi di luar negeri. Kedua, focus pada proses pembangunan infrastruktur adalah untuk menjadikan mata uang China sebagai mata uang cadangan global sehingga dapat diperhitungkan. Selanjutnya, ketiga yakni China berusaha mengamankan pasokan energi melalui saluran pipa baru di Asia Tengah, Rusia dan pelabuhan-pelabuhan negara ASEAN. Keempat, meningkatkan pertumbuhan perekonomian negara-negara mitra melalui pembangunan besar- besaran infrastruktur dan berkontribusi untuk pertumbuhan permintaan barang dan jasa dari China.
Kedua, ada salah satu jurnal yang memberikan penjelasan mengenainai motif diplomasi Investasi China. Jurnal tersebut adalah Motivation behind China’s One Belt One Road’ initiatives and Establishment of the Asian Infrastructur Invesment Bank yang di tulis oleh Hong Yu. Menurut Hong Yu, OBOR adalah refleksi dari kebangkitan kekuatan China dalam dunia global. Jurnal ini menejelaskan bahwa motivasi adanya OBOR adalah tiga hal yaitu, motivasi ekonomi, strategi dan sejarah.
10OBOR merupakan respon China dari kondisi ekonomi domestik yang mengalami perlambatan, upaya China untuk meningkatkan konektivitas kawasan untuk memacu kemakmuran ekonomi, serta salah satu cara
10
Huang Yiping, Understanding China’s Belt anf Road Initiatiav: Motivation, framework and
assessmenr”. China Economic Review 40 Vol.40, (Septemebr 2016), hlm 315
10
untuk mendapatkan akses bahan baku danrelokasi hasil dari kelebihan produksi industri ke negara-negara kawasan lainnya. Dengan demikian, kita bisa melihat bagaimana China melakukan kontribusi buat pembangunan global.
Seiring perkembangan zaman, dengan beragamnya kebudayaan China, China terus berusaha untuk berhubungan baik dengan negara-negara dengan mencari peluang yang dapat digunakan sebagai alat diplomasi. Dalam jurnal yang lain berjudul Diplomasi Panda Sebagai Kelanjutan Diplomasi Ping-Pong dalam Normalisasi Hubungan Antara Tiongkok dan Amerika Serikat Saat Perang Dingin yang ditulis oleh Dara Shabrina. Dalam jurnalnya, Dara menjabarkan bahwa diplomasi ping pong sudah outdated dan digantikan oleh diplomasi Panda.
Dari sinilah dapat dilihat bahwa China menggunakan potensi negaranya dalam menarik negara-negara untuk dapat bekerja sama dalam menjalin hubungan yang lebih harmonis.
11Panda raksasa merupakan hewan khas China yang merupakan ikon negara China di kancah Internasional.
Pasca Perang Dingin dan melahirkan AS sebagai negara yang menang, China pun tetap mencari cara lain untuk kembali membangun citra baik negaranya.
Isu-isu pasca perang dingin pun mengalami perkembangan. Salah satunya adalah isu ekonomi. Adanya globalisasi ekonomi memaksa negara-negara untuk melihat kembali kebijakan luar negerinya agar dapat memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya. Salah satunya adalah China. China memiliki beberapa strategi dalam menjalankan diplomasi ekonominya.
11
Dara Shabrina. 2017. Diplomasi Panda Sebagai Kelanjutan Diplomasi Ping-Pong dalam
Normalisasi Hubungan Antara Tiongkok dan Amerika Serikat Saat Perang Dingin. Repository
UMY.
11
Selanjutnya, penulis juga membaca penelitian dari Ellen L. Frost (2007) yang berjudul “Promise or Threat: China’s Commercial Diplomacy in Asia”.
12Frost yang menulis buku Asia’s New Regionalismini berpendapat bahwa China telah memanfaatkan integrasi regional di Asia dan menjadi praktisi diplomasi komersial yang handal. Menurutnya, diplomasi komersial adalah perangkat andalan China dan hanya China satu-satunya dari negara-negara dunia yang mampu mengembangkan peran diplomasi komersial dalam perdagangan internasional.
Melalui diplomasi komersial inilah kemudian China berhasil menumbuhkan perekonomiannya, melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan ASEAN menjadi gagasan permulaan bagi China untuk memulai gagasan diplomasi komersilnya. Diplomasi komersial ini dilakukan bukan semata-mata untuk kepentingan ekonomi tetapi juga sebagai langkah China menjaga stabilitas keamanan dan perdamaian regional serta mengimbangi dominasi Amerika Serikat.
Dimana hal ini juga berarti melalui diplomasi komersial China berkesempatan untuk meningkatkan pengaruh politik dan keamanan di kawasan ASEAN.
Penelitian yang ke lima adalah mengenai Analisa motif kebijakan investasi One Belt One Road China. Studi Kasus Proyek pembangunan Rel Kereta Api Kunming – Singapura (2015 – 2017) Oleh Andi Wirapratama. Dalam penelitian tersebut penulis lebih melihat kepada sisi negative yang dilakukan oleh China yang menyebutkan bahwa China melakukan kerjasama hanya untuk menjadikan dirinya sebagai Great Power dengan menyebutkan bahwa China hanya ingin memperkuat
12
Ellen Frost, 2007, CHINA’S COMMERCIAL DIPLOMACY IN ASIA: Promise or Threat?, diakses pada https://www.semanticscholar.org/paper/CHINA%E2%80%99S-COMMERCIAL- DIPLOMACY-IN-ASIA%3A%3A-Promise-or-
Frost/a585eab02c4e527d2b2f4ecf00d522f5b26df81e (31/12/2020,13:23)
12
pengaruhnya dalam politik dan Ekonominya. Selain itu juga dalam penelitian tersebut berpendapat bahwa China melakukan Debt Trap terhadap negara penerima BRI dengan mengkesempingkan keuntungan Bersama.
13Hasil dari penelitian tersebut mengungkapkan bahwa Proyek Kereta Api Kunming – Singapura yang merupakan bagian dari BRI digunakan oleh China untuk memperkuat posisinya di Asia Tenggara hal tersebut di perkuat dengan adanya pendapat dari beberapa ekonom China salah satunya adalah Tao Zhu Shi yang berpendapat bahwa BRI adalah strategi geopolitik dari china dalam melakukan kerjasama dengan negara lain sebagai bentuk strategi ekonomi strategis.
Secara garis besar, penelitian yang dilakukan sebelumnya merupakan acuan dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu yang diambil penulis sebagai acuan diatas merupakan melihat bagaimana perkembangan kerjasama yang dilakukan oleh China ke negara-negara lain. Sehingga pada penelitian ini panulis melihat kerangka kerjasama yang digunakan oleh China ini dengan menggunakan BRI berbeda dari tuduhan yang lontarkan dunia kepada China. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penulis menggunakan pendekatan non western dalam melihat kerjasama yang selama ini dilakukan oleh China terutama
terhadap Malaysia, sehingga dengan pendekatan tersebut penulis dapat menggunakan traditional value dalam membuktikan motif kerjasama yang dilakukan China dengan membawa misi perdamaian yang nantinya memperkenalkan sosialisme bercirikan China.
13
Andi Wiraptama (2018) Analisa motif kebijakan investasi One Belt One Road China. Studi Kasus
Proyek pembangunan Rel Kereta Api Kunming – Singapura (2015 – 2017)sumber
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2018-5/20468268-TA-Andi%20Wirapratama.pdf diakses pada 8
oktober 2019 pukul 16.58 Wib
13 Tabel 1.1 Posisi Penelitian
No Judul dan Nama Penelitian
Jenis Penelitian Hasil
1 "China's Belt and Road Initiative Mo tives, Scope, and Challenge"
Oleh Simeon Djankov dan Sean Miner
- Eksplanatif - Kualitatif - Alat analisa Kebijakan luar negeri dan Strategi relation
Ada 2 hal kesimpulan yang tarik dari penelitian ini yang pertama adalah Tiongkok mengupayakan untuk bagaimana bisa mengurangi ketergantungan ekonomi dalam investasi infrastruktur domestik dan harus memulai untuk mencari peluang investasi di luar negeri.
Kedua, pembangunan infrastruktur berfokus untuk membantu Tiongkok menjadikan mata uangnya mencapai status mata uang cadangan global. Ketiga mengamankan pasokan energi Tiongkok melalui saluran pipa baru di Asia Tengah, Rusia dan pelabuhan-pelabuhan negara ASEAN.Keempat,
pembangunan infrastruktur di negara sepanjang OBOR akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian mereka dan berkontribusi untuk pertumbuhan permintaan barang dan jasa dari Tiongkok
2 Motivation behind China’s One Belt One Road’
initiatives and Establishment of the Asian Infrastructur Invesment Bank
- Eksplanatif - Kualitatif - Diplomasi dan Ekonomi Politik Internasional
OBOR adalah tiga hal yaitu, motivasi ekonomi, strategi dan sejarah. OBOR merupakan respon China dari kondisi ekonomi domestik
yang mengalami
perlambatan, upaya China
14 yang di tulis oleh
Hong Yu
untuk meningkatkan konektivitas kawasan untuk memacu kemakmuran ekonomi, serta salah satu cara untuk mendapatkan akses bahan baku dan relokasi hasil dari kelebihan produksi industri ke negara- negara kawasan lainnya.
3. Diplomasi Panda Sebagai Kelanjutan Diplomasi Ping- Pong dalam Normalisasi Hubungan Antara Tiongkok dan Amerika Serikat Saat Perang Dingin yang ditulis oleh Dara Shabrina
- Eksplanatif - Kualitatif - Konsep Soft Power
dalam Diplomasi - Decision Making Process oleh David Easton
China menggunakan potensi negaranya dalam menarik negara-negara untuk dapat bekerja sama dalam menjalin hubungan yang lebih harmonis. Panda raksasa merupakan hewan khas China yang merupakan ikon negara China di kancah Internasional. Pasca Perang Dingin dan melahirkan AS sebagai negara yang menang, China pun tetap mencari cara lain untuk kembali membangun citra baik negaranya. Isu-isu pasca perang dingin pun mengalami perkembangan.
Salah satunya adalah isu ekonomi. Adanya globalisasi ekonomi memaksa negara- negara untuk melihat kembali kebijakan luar negerinya agar dapat memajukan kehidupan ekonomi masyarakatnya.
Salah satunya adalah China.
China memiliki beberapa strategi dalam menjalankan diplomasi ekonominya.
3. Ellen L. Frost (2007) yang
berjudul “Promise or Threat: China’s Commercial
Diplomacy in Asia”
- Eksplanatif - Kualitatif - Konsep Diplomasi kemersial
Frost yang menulis buku
Asia’s New Regionalismini
berpendapat bahwa China
telah memanfaatkan integrasi
regional di Asia dan menjadi
praktisi diplomasi komersial
15
yang handal. Menurutnya, diplomasi komersial adalah perangkat andalan China dan tidak ada negara lain yang mengembangkan peran diplomasi komersialnya dalam perdagangan internasional seperti yang dilakukan oleh China.
Melalui diplomasi komersial inilah kemudian China berhasil menumbuhkan perekonomiannya.Dijelaskan pula bahwa diplomasi komersial China di Asia dimulai dengan gagasan China untuk melakukan kerjasama perdagangan bebas dengan ASEAN 3. Analisa motif
kebijakan investasi One Belt One Road China. Studi Kasus Proyek
pembangunan Rel Kereta Api
Kunming –
Singapura (2015 – 2017) Oleh Andi Wirapratama.
-Kualitatif
-Offesive Realism -National Interest -Commersial Liberalism
Hasil dari penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa
Proyek Kereta Api Kunming
– Singapura yang merupakan
bagian dari BRI digunakan
oleh China untuk
memperkuat posisinya di
Asia Tenggara hal tersebut di
perkuat dengan adanya
pendapat dari beberapa
ekonom China salah satunya
adalah Tao Zhu Shi yang
berpendapat bahwa BRI
adalah strategi geopolitik
dari china dalam melakukan
kerjasama dengan negara lain
sebagai bentuk strategi
ekonomi strategis.
16 1.5 Kerangka Konseptual
1.5.1 Political Hegemonic Theory from Ancient Chines Thought
14Teori- teori dalam studi Hubungan Internasional pada hari ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, hal ini dapat dilihat dalam perkembangan perspektif dalam menganalisa persoalan internasional, yang mana selama ini para pengkaji HI hanya mengunakan pendekatan yang berasal dari barat sehingga terdapat beberapa isu yang tidak bias atau sulit dijelaskan mengunakan pendekatan ini, sehingga butuh pendekatan baru untuk melihat isu – isu yang berbeda pada hari ini. Maka dari itu muncul lah para pemikir yang berasal dari negara-negara Asia yang memperkenalkan pendekatan yang lebih berbeda dan lahir secara langsung dari luar barat yang sekarang sering disebut dengan pendekatan non western.
Pendekatan non western yang lebih menggunakan nilai-nilai tradisional dan juga filosofi lebih mudah diterima dan digunakan dalam melihat isu-isu yang berkembang sekarang.Namun terdapat tantangan tersendiri dari pendekatan non western ini yaitu seperti yang di kemukan oleh Amitav Acharya dan Barry Buzan dalam bukunya Non-Westren International Relation Theory Perspective on and Beyond Asia dalam buku tersebut menjelaskan bahwa pendekatan non western ini
belum bisa sangat popular menyaingi pendeketan barat. Menurutnya ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut bias terjadi, beberapa diantaranya
14
Yan Xuetong, 2011, Ancient Chinese Thought, Modern Chinese Power, Princeton University
Press, hal 181-190
17
disebabkan faktor keterlambatan perkembangan studi hubungan internasional di negara-negara Asia ketika studi hubungan internasional baru masuk ke Asia justru di Barat studi tersebut telah menjadi studi yang mapan sehingga Asia hanya dapat menjadi pengikut dari peerkembangan studi hubungan internasional dari Barat tersebut, teori-teori barat yang telah mendapatkan pengakuan status hegemoni dilihat dari sudut pandang keilmuan sesuai dengan pengertian Gramsian. Selain itu Westphalia menjadi pembatas pemikiran-pemikiran timur, karena dari definisi dan konsep “negara” yang dipahami oleh Barat dan Timur itu berbeda.
15Maka dari itu pada penelitian kali ini penulis mencoba melihat dari sisi yang berbeda dalam menganalisa BRI yaitu menggunakan pendekatan yang berasal dari para pemikir China ini salah satunya adalah Yan Xuetong ia merupakan salah satu pengkaji yang paling banyak terdengar di bidang HI di China. Xuetong mengidentifikasi dirinya sebagai seorang realis, tetapi ia sangat percaya pada kebutuhan pendekatan baru. Karyanya membawa perdebatan konsep HI baru diambil dari studinya tentang para pemikir politik dan teori social dari (Zaman Keemasan Pemikiran Cina). Dalam tulisannya, dia menguraikan pendekatan Tsinghua dalam HI yaitu realisme China dan membahas bagaiman kesulitan China dalam menempatkan dirinya di dunia.
Pada dasarnya pemikiran politik China mengenai Hubungan Internasional sudah terbentuk sejak zaman dahulu yaitu pada masa peperangan antar kerajaan dalam upaya untuk menyatukan wilayah kerajaan-kerajaan kecil. Ada dua masa
15
Acharya, Amitav dan Barry Buzan. 2010. Non-Western International Relations Theory
Perspective on and BeyondAsia. New York: Routledge.Hlm 9
18
peperangan yang dianggap penting yakni The Spring and Autumn Period (770- 20 476 SM) dan The Warring States Period (475-221 SM). Pada kedua perang tersebut
bisa digunakan sebagai petunjuk oleh para pemikir politik China untuk melihat upaya yang dilakukan sebuah kerajaan pada zaman dahulu untuk mendapatkan kekuasaan politik tertinggi di wilayah all under heaven.
16Salah satu pemikir China yang menggunakan nilai-nilai filosofi pendahulunya yaitu Yan Xuentong, ia menggunakan pendeketan China Value dalam melihat strategi yang di gunakan China dalam kerjasama dengan negara lain.
Salah satu teori yang digunakan penulis guna melihat bagaimana pola kerjasama yang di lakukan China dan Malaysia adalah Political Hegemonic Theory. Dalam pendekatan ini sebenarnya China diuji dalam hal perilaku hegemoni yaitu apakah Chinaakan berperilaku seperti hegemon sesuai dengan sejarah atau apakah China akan menjadi jenis hegemon baru, berdasarkan pemikiran China dapat dikategorikan menjadi menjadi tiga jenis: otoritas manusiawi, hegemoni, dan tirani.
17Pertama adalah Otoritas Manusiawi istilah ini digunakan oleh para pemikir China pada untuk menjelaskan kedudukan tertinggi dalam membedakan tingkat kekuasaan. Hal tersebut dikarenakan, otoritas manusiawi ini mempunyai tujuan akhir bahwa sebuah negara harus mengutamakan hati masyarakat yang ada di dalam maupun di luar negarannya. Sehingga, masyarakat akan selalu mematuhi dan menerima tanpa adanya paksaan dari otoritas terkait mengenai kekuasaan yang
16
The Spring and Autumn Period, China Highlights, diakses dalam https://www.chinahighlights.com/traavelguide/chinese-history/spgring-and-autumn-period.htm.
Diakses pada 14 oktober 2019 pukul 10.30 Wib
17
Qin Yaqing, Culture and Global Thought: Chinese International Theory in the Making, hal. 75,
https://www.cidob.org/en/content/download/.../67-90_QINYAQING_ANGLES.pdf diakses pada 1
oktober 2019 pukul 19.48 wib
19
dijalankan oleh rezim tersebut. Langkah yang dapat dan harus dilakukan oleh suatu negara untuk memperoleh kekuatan tersebut adalah dengan moralitas tinggi yang tentunya harus dimiliki oleh penguasa. Melalui penerapan moral dan nilai-nilai yang santun oleh penguasa, maka masyarakat memberika kepercayaan senantiasa diberikan oleh masyarakatnya tanpa harus dipaksakan.
Sementara otoritas yang kedua adalah hegemoni, hard power masih diperlukan dalam proses hegemoni guna mendapatkan kepercayaan dari masyarakatnya. Namun demikian, nilai moral penguasa masih ada dalam hegemoni yang digunakan untuk membuat strategi demi mendapatkan kekuasaan tertinggi di mata masyarakatnya dan bukan saja dalam negarnya namun mendapatkan hegemoninya di luar negara. Jadi, dalam otoritas ini seharusnya dibutuhkan kemampuan yang seimbang untuk menyusun strategi yang sedikit memaksa serta kapasitas hard power dalam rangka memperoleh kekuasaan dan pengakuan internasional yang menjadi tujuan akhir dari otoritas ini.
Sementara otoritas ke tiga yaitu adalah Tirani. Otoritas tersebut memperoleh
kekuasaan dengan cara kepemimpinan yang tirani atau penuh dengan
kesewenangwenangan. Dasar utama dari kepemimpinan ini adalah military force
(kekuatan militer) and stratagems (siasat dalam berperang). Cara seperti itu tidak
akan menciptakan tatanan dunia yang baik dikarenakan pada akhirnya
menimbulkan kebencian masyarakatnya atas tindakan kesewenang-wenangan dari
sang pemimpin. Kekuasaan tirani harus sepenuhnya dihindari oleh negara yang
ingin mendapatkan kekuasaan.
20
Dari penjelasan diatas mengenai tingkatan otoritas dapat dilihat bahwa otoritas manusiawi dirasa cocok untuk di terapkan oleh China dalam menjalankan kerjasama dengan negara lain. Otoritas manusiawi didasarkan pada kekuatan material dan kekuatan politik. Otoritas manusiawi perlu memiliki efisiensi sistem politik untuk memobilisasi sumber daya domestik dan internasional. Manusiawi berarti superpower memiliki lebih banyak teman dan menerima lebih banyak dukungan internasional daripada yang lain. China seharusnya memiliki lebih banyak sekutu daripada AS tentunya juga dengan menggunakan cara-cara yang lebih Soft yang selama ini menjadi ciri khas dari negeri tirai bambu tersebut.
Teori hegemoni politik dari pemikiran China kuno akan digunakan penulis sebagai acuan untuk menganalisa kerjasama China dengan Malaysia yang merupakan salah satu negara mitra BRI. Penulis akan menganalisa apakah perilaku politik Tiongkok pada masa ini, mengadopsi pemikiran-pemikiran serta strategi keberhasilan penguasa China kuno dalam melakukan kerjasama dengan negara lain seperti saat ini. Analisa yang lebih lengkap akan dijelaskan oleh penulis pada bab selanjutnya.
1.6 Metodologi Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian
Dalam peneltiian ini metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif, yaitu bagaimana peneliti menganalisa dan menyatukan data yang
menunjukkan data- data kualitas dari suatu kasus yang terjadi lalu dituangkan ke
21
dalam bentuk perkataan
18. Sehingga penulis disini hanya mengumpulkan informasi-informasi yang akan mendukung penelitian ini. Menurut Bogdan dan Taylor, metode penelitian kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan Analisa explanatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
191.6.2 Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan eksplanatif untuk menjabarkan apa yang diteliti. Penelitian eksplanatif ini dipilih oleh penilis dikarenakian eksplanatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menerangkan, menguji hipotesis dari variabel-variabel penelitian. Fokus penelitian ini adalah analisis hubungan antara variable. Pendekatan dengan eksplanatif memerlukan perencanaan. Perencanaan sangat diperlukan agar uraian tersebut benar-benar sudah mencakup seluruh persoalan dalam setiap uraiannya. Perumusan persoalan yang tepat akan menunjukkan informasi macam apa yang sebenarnya diperlukan. Selanjutnya untuk menganalisa data yang ada peneliti akan menggunakan Teknik deduktif. Yang mana teknik ini bertujuan untuk menyatukan data dengan penggunaan teori yang cocok dengan masalah yang mau di teliti.
Dengan cara ini penulis hanya akan mencari data-data yang dirasa benar-benar membuktikan bahwa teori yang di gunakan tepat.
1.6.3 Tingkat Analisa dan Variable penelitian
18
Endi Haryono dan Saptopo B. Ilkodar, 2005, Menulis Skripsi: Panduan untuk Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 44
19
Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 19889, hal 23
22
Dalam penelitian ini peneliti mengunakan penelitian yang bersifat eksplanatif yang mana dalam penelitian ini mengharuskan peneliti untuk menentukan variable penelitian yang tepat sasaran sebagaimana judul yang diangkat oleh peneliti. Dalam penelitian ini penulis melihat dalam dua bentuk tingkat Analisa yaitu variable dependen dan variable independent. Variable dependen dalam hal ini unit analisisnya adalah negara. Penelitian juga menjabarkan perilaku dari objek penelitian dalam hal melakukan kerjasama yaitu strategi kerjasama China di Malaysia dalam kerangka BRI. Sedangkan Variable Independen yaitu penjelesan pendukung yang menyebabkan variable dependen berperilaku demikian,
20Dalam penelitian ini yaitu kerjasama yang di lakukan China di Malaysia dengan level Analisa berada pada sistem.
1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian a. Batasan Materi
Untuk mempermudah dan juga mengantisipasi terlalu melebarnya penelitian ini, penulis menganggap penting membatasi batasan materi yang akan dijadikan objek penelitian. Batas tersebut yaitu penulis akan berfokus pada strategi kerjasama dengan Malaysia menggunakan BRI, Strategi China dengan menggunakan kerangka BRI sebagai tools kerjasama dengan Malaysia dan Faktor apa saja yang melatar belakangi China dalam melakukan kerjasama dengan Malaysia, penelitia ini juga akan dilihat melalui konsep Political Hegemony China.
20