• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMULANGAN ORANG ASING DENGAN STATUS DWI KEWARGANEGARAAN (BIPATRIDE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMULANGAN ORANG ASING DENGAN STATUS DWI KEWARGANEGARAAN (BIPATRIDE)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

36 2.1 Pengertian Pemulangan

Pemulangan orang asing identik dengan kata repatriasi. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan pasal 58 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian yang mengatur bahwa repatriasi adalah pemulangan kembali orang asing ke negara asalnya. Repatriasi atau pemulangan orang asing ke negara asal memiliki makna yang lebih luas dari deportasi. Deportasi merupakan sebuah sanksi administratif keimigrasian. Alasan seseorang dipulangkan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian Pasal 25 ayat (1), Pejabat Imigrasi menolak Orang Asing untuk masuk Wilayah Indonesia dalam hal Orang Asing tersebut:

a. Namanya tercantum dalam daftar Penangkalan.

b. Tidak memiliki Dokumen Perjalanan yang sah dan masih berlaku.

c. Memiliki Dokumen Keimigrasian yang palsu.

d. Tidak memiliki Visa, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa.

e. Telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Visa.

f. Menderita penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum.

g. Terlibat kejahatan internasional dan tindak pidana transnasional yang terorganisasi.

h. Termasuk dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap dari suatu negara asing.

i. Terlibat dalam kegiatan makar terhadap Pemerintah Republik Indonesia.

(2)

j. Termasuk dalam jaringan praktik atau kegiatan prostitusi, perdagangan orang, dan Penyelundupan Manusia.

Pemulangan dilakukan terhadap orang asing yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, dikenakan Tindakan Administratif Keimigrasian, dan sementara ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi.

2.2 Pengertian Penduduk

Penduduk adalah salah satu unsur terbentuknya sebuah negara. Tanpa adanya penduduk maka sistem pemerintahan dalam sebuah negara tidak akan berjalan. Konvensi Montevideo 1933 menyebutkan bahwa persyaratan suatu negara adalah adanya penduduk yang tetap (a permanent population), adanya wilayah tertentu (a defined territory), adanya pemerintahan (government), dan adanya kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain (a capacity to enter into relations with other states). Konteks hubungan internasional, prinsip kedaulatan negara memiki kekuasaan atas suatu wilayah (territorial) serta hak-hak yang kemudian timbul dari penggunaan kekuasaan territorial. Kedaulatan mengandung arti bahwa negara mempunyai hak kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak teritorialnya dalam batas-batas wilayah negara yang bersangkutan. Prinsip kedaulatan di dalam piagam PBB merupakan salah satu prinsip dasar yang paling penting dan dihormati terutama di dalam kesamaan posisi hak anatar negara di dunia, dan hal ini merupakan salah satu prinsip atau doktrin yang disebut dengan “jus cogen” atau “peremptory norm”.48

48 M. Iman Santoso, 2014, Perspektif Imigrasi dalam Migrasi Manusia, Pustaka Reka Cipta, Bandung, h. 28. (Selanjutnya disebut M. Iman Santoso II).

(3)

Penduduk menurut konstitusi negara republik Indonesia terdiri dari orang asing dan warga negara Indonesia. Pengaturan tersebut termuat dalam Bab X Pasal 26 ayat (2) yang menyatakan bahwa penduduk ialah warga negara indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Orang asing memiliki kewajiban tunduk terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah kedaulatan Indonesia. Pengertian orang asing juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 9 yang mengatur bahwa orang asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia, sedangkan warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang- undang sebagai warga negara sesuai pengaturan Pasal 26 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Warga Negara Indonesia menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah:

a) Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia.

b) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia.

c) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu Warga Negara Asing.

d) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing dan ibu Warga Negara Indonesia.

e) Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.

f) Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia.

(4)

g) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia.

h) Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin.

i) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.

j) Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.

k) Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya.

l) Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.

m) Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah dan ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Seseorang yang diluar ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan disebut sebagai orang asing. Orang asing yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia harus tunduk terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia karena orang asing adalah penduduk Negara Republik Indonesia.

2.3 Status Kewarganegaraan

Setiap negara berhak menentukan asas yang hendak dipakai untuk menentukkan siapa yang termasuk warga negara dan siapa yang bukan, oleh karena itu di berbagai negara dapat timbul berbagai pola pengaturan yang tidak sama di bidang kewarganegaraan. Sebuah negara dengan negara lain dapat timbul pertentangan atau conflict of law atau pertentangan hukum, misalnya di negara A menganut ius soli sedangkan negara B menganut asas ius sanguinis, atau sebaliknya. Hal itu tentu akan menimbulkan persoalan bipatride atau dwi-

(5)

kewarganegaraan, atau sebaliknya menyebabkan apatride, yaitu keadaan tanpa kewarganegaraan sama sekali. Bipatride (dwi-kewarganegaraan) timbul apabila menurut peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai negara, seseorang sama-sama dianggap warga negara oleh negara-negara yang bersangkutan. 49

Status kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan asas kewarganegaraan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan suatu negara.

Asas asas kewarganegaraan menurut undang-undang nomor 12 tahun 2006 antara lain asas ius sanguinis, asas ius soli, asas kewarganegaraan tungal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran. Asas ius Soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi Anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Status kewarganegaraan melahirkan hak dan kewajiban dari warga negara.

Salah satu dari pernyataan deskriptif yang tepat mengenai status tersebut adalah

49 Dikdik Baehaqi Arif ,2011, Pendidikan Kewarganegaraan Civic Education, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, h. 17.

(6)

sebagaimana dinyatakan dalam keputusan British-Mexican Claims Commission dalam Perkara Re Lynch :50

“Nasionalitas seseorang merupakan suatu keadaan yang terus menerus dan bukan suatu fakta fisik yang terjadi pada suatu peristiwa tertentu.

Nasionalitas seseorang adalah suatu hubungan yang terus menerus antara negara yang berdaulat di satu pihak dan warga negara di pihak lain.

Landasan pokok nasionalitas seseorang adalah keanggotaannya pada suatu masyarakat politik yang independen. Hubungan hukum ini meliputi hak- hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait dengan kedua belah pihak-di pihak warga negara juga tidak kurang daripada pihak negara itu.

Bipatride maupun apatride adalah keadaan yang dihindari oleh setiap negara karena berpotensi merugikan kedua negara dan orang dengan status bipatride tersebut. Sebagai contoh apabila seseorang dengan status bipatride sama-sama dibebani kewajiban untuk membayar pajak kepada kedua negara yang menganggap sebagai warga negara itu, dan ada juga negara yang tidak menganggap hal ini sebagai persoalan, sehingga menyerahkan saja kebutuhan untuk memilih kewarganegaraan kepada orang yang bersangkutan.51 Negara- negara yang sudah makmur, dan rakyatnya yang sudah rata-rata berpenghasilan tinggi, maka tidak dirasakan adanya kerugian apapun bagi negara untuk mengakui status dwi-kewarganegaraan itu. Negara-negara yang sedang berkembang, yang penduduknya masih terbelakang, keadaan bipatride dianggap lebih banyak merugikan. Keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat perlindungan dari negara manapun juga. Kedua keadaan itu, yaitu apatride dan bipatride sama-sama pernah dialami oleh Indonesia. Sebelum ditandatanganinya perjanjian antara Indonesia dan RRC, sebagian orang-orang

50 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 2 Edisi Kesepuluh , Sinar Grafika, Jakarta, h. 457, (Selanjutnya disebut J.G Starke II).

51 Dikdik Baehaqi Arif, Op. Cit, h. 18.

(7)

Cina yang berdomisili di Indonesia menurut peraturan kewarganegaraan dari Republik Rakyat Cina yang berasas ius sanguinis, sehingga tetap dianggap sebagai warga negara Republik Rakyat Cina. Undang-undang tentang Kewarganegaraan Indonesia pada waktu itu, mengangap orang Cina sudah menjadi Warga Negara Indonesia, dengan demikian terjadilah keadaan bipatride bagi orang Tionghoa yang bersangkutan.

2.4 Pengertian Keimigrasian

Perkembangan pariwisata dewasa ini memberikan peluang bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Investasi di industri kepariwisataan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Investasi yang mengalami pertumbuhan antara lain adalah investasi langsung dan investasi tidak langsung.

Investasi langsung adalah investasi yang dilakukan secara langsung dengan jalan mendirikan perusahaan baru, sedangkan investasi tidak langsung dilakukan dengan jalan membeli saham secara penuh atau sebagian dari sebuah perusahaan.

Salah satu contoh bentuk investasi tidak langsung adalah membeli perusahaan yang sudah berjalan. Dua jenis bentuk investasi antara lain penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Salah satu konsekuensi dari penanaman modal asing adalah adanya lalu lintas orang asing. Lalu lintas orang asing adalah keluar masuknya orang asing dari kedaulatan Negara Indonesia.

Pariwisata merupakan salah satu andalan dalam memperoleh devisa bagi pembangunan baik nasional maupun daerah. Pembangunan pariwisata Indonesia

(8)

harus mampu menciptakan inovasi baru untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing secara berkelanjutan. 52

Istilah migrasi berasal dari bahasa latin migratio yang mempunyai arti perpindahan penduduk antar negara. Cukup lama istilah migrasi hanya sebatas melihat aspek perpindahan penduduk saja tanpa melihat aspek-aspek lainnya.

Pandangan klasik ini mengacu pada Konferensi Internasional tentang Emigrasi dan Imigrasi Tahun 1924 di Roma, memberikan definisi imigrasi sebagai suatu human mobility to enter acountry with its purpose to make a living or for residence yang berarti bahwa migrasi hanya memiliki arti gerak pindah orang memasuki suatu negara dengan niat untuk mencari nafkah dan menetap disana.53 Migrasi manusia ini tidak sekedar berpindahnya manusia dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Saat ini pengertian migrasi secara modern telah banyak berubah, yaitu migrasi manusia secara simultan berarti juga menyebabkan terjadinya migrasi aspek-aspek kehidupan lainnya, atau lebih dikenal dengan migrasi transnasional (transnational migration).54

Defininisi Imigrasi menurut Oxford Dictionary of Law adalah Immigration is the act of entering a country other than one’s native country with the intention of living there permanently. Definisi memiliki pemahaman bahwa perpindahan mempunyai maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di tempat baru, oleh karena itu orang asing yang bertamasya atau mengunjungi suatu konferensi internasional atau merupakan rombongan misi

52 Made Metu Dahana, 2012, Perlindungan Hukum dan Keamanan Terhadap Wisatawan, Paramita, Surabaya, h. 1.

53 M. Iman Santoso II, Op.Cit, h. 2.

54 M. Iman Santoso, 2014, Diaspora Globalisme, Keamanan, dan Keimigrasian , Pustaka Reka Cipta, Bandung, h. 4. (Selanjutnya disebut M. Iman Santoso III).

(9)

kesenian atau olahraga atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai imigran.55

Istilah imigrasi berasal dari bahasa belanda, immigratie, yang berasal dari bahasa latin, yaitu immigration, dengan kata kerjanya immigreren yang di dalam bahasa latinnya disebut immigrare dan selanjutnya lazim disebut menjadi immigratie. Imigrasi dalam bahasa inggris disebut immigration; terdiri dari dua kata yaitu in artinya dalam dan migrasi artinya pindah, datang, masuk, boyong, dengan demikian imigrasi adalah pindah, datang, atau pemboyongan orang-orang masuk ke suatu negara. Imigrasi dalam bahasa inggris dirumuskan: immigration is the entrance into an alien country of persons intending to take part in the life of that country and to make it their more or less permanent residence. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa pemasukan ke suatu negara asing dari orang-orang yang berniat untuk menumpang hidup atau mencari nafkah. Sedikit atau banyak menjadikan negara itu untuk tempat mereka berdiam atau menetap.56

Bab I Ketentuan Umum Pasal 1angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 mengatur tentang Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Berdasarkan rumusan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011, maka dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dari pengertian keimigrasian adalah :57

1. Objek keimigrasian meliputi dua hal yaitu :

55 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h. 6.

56 Sihar Sihombing, 2013, Hukum Keimigrasian Dalam Hukum Indonesia, Nuansa Aulia, Bandung, h. 2.

57 Ibid, h. 3.

(10)

a. Lalu lintas orang.

b. Pengawasan keimigrasian

2. Subjek Keimigrasian meliputi dua hal : a. Orang yang masuk.

b. Orang yang keluar wilayah Indonesia, termasuk selama orang asing berada di wilayah Indonesia.

3. Tujuan Kemigrasian adalah untuk menjaga tegaknya Kedaulatan Negara Kesatuan Indonesia.

2.5 Sejarah Politik Hukum Keimigrasian di Indonesia

Definisi politik hukum menurut Padmo Wahjono yang dikutip oleh Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari dalam buku yang berjudul dasar-dasar politik hukum adalah politik hukum sebagai kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk. Definisi diatas bersifat abstrak dan luas. Artikel yang berjudul Menyelisik Proses Terbentuknya Perundang- undangan, Padmo Wahjono mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum, dan penegakannya sendiri.58 Uraian definisi diatas dapat disimpulkan bahwa definisi politik hukum menurut Padmo Wahjono adalah kebijakan penyelenggara negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arah, bentuk maupun isi dari hukum yang akan dibentuk dan tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukumkan sesuatu. Politik hukum menurut Padmo Wahjono berkaitan dengan Hukum yang berlaku di masa datang. 59

Definisi politik hukum menurut William Zevenbergen yang dikutip oleh H. Abdul Latif dan H. Hasbi Ali dalam buku karangannya yang berjudul Politik

58 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2013, Dasar-Dasar Politik Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 26

59 Ibid.

(11)

Hukum adalah politik hukum mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk dijadikan hukum. Perundang-undangan itu sendiri merupakan bentuk dari poltik hukum (legal policy). Pengertian legal policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun. Politik hukum memberikan landasan terhadap proses pembentukan hukum yang lebih sesuai, situasi dan kondisi, kultur, serta nilai yang berkembang di masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu : pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar dari diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan.60

Politik hukum suatu negara berbeda dengan politik hukum negara yang lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang kesejarahan, pandangan dunia (world-view), sosio cultural, dan political will dari masing-masing pemerintah. Politik hukum bersifat lokal dan partikular (hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja), bukan universal (berlaku seluruh dunia), namun ini bukan berarti bahwa politik hukum suatu negara mengabaikan realitas dan politik hukum internasional.61 Politik hukum adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman, tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga

60 H. Abdul Latif dan H. Hasbi Ali, 2014, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 19.

61 Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, Op. Cit, h. 33.

(12)

kepada pengadilan yang menetapkan undang-undang dan juga kepada para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 62

Proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan, politik hukum memiliki peranan yang sangat penting. Pertama, sebagai alasan mengapa diperlukan pembentukan suatu Peraturan Perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal. 63 Dengan demikian, maka dipandang perlu untuk menguraikan sejarah politik hukum keimigrasian di Indonesia agar dapat menjadi acuan pada Bab pembahasan masalah selanjutnya.

2.5.1 Pengaturan Pada Masa Kolonial

Pada masa pemerintahan kolonial memang sudah ada pengaturan kebijakan keimigrasian mengenai keberadaan orang asing sejak saat masuk, saat melintasi batas negara, dan saat berada di Hindia Belanda. Semangat pengaturan tersebut tidak berpihak kepada masyarakat yang ada di Hindia Belanda.

Immigratie dients atau dinas imigrasi bentukan pemerintah Hindia Belanda, yang mempunyai tugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda, mengeluarkan berbagai peraturan keimigrasian, namun titik beratnya pada kepentingan pemerintah Hindia Belanda. 64

Konferensi internasional tentang emigrasi dan imigrasi tahun 1924 di Roma, memberikan definisi imigrasi sebagai suatu “human mobility to enter a country with its purpose to make a living or for residence”. Definisi itu dipahami bahwa imigrasi memiliki arti gerak pindah orang memasuki suatu negeri dengan

62 Ibid, h. 50.

63H. Abdul Latif dan H. Hasbi Ali, Op. Cit, h. 19.

64 M. Iman Santosa I, Op. Cit, h. 63.

(13)

niat untuk mencari nafkah dan menetap disana. Motif orang berimigrasi dari suatu negara, antara lain terdesaknya suatu bangsa oleh penyerbuan atau pendudukan bangsa lain atau orang melaksanakan tugas suci untuk mengembangkan agama.

Sebab lainnya yang cukup signifikan adalah kemiskinan dan keyakinan untuk mengadu untung di negara baru. Motif ekonomi yang telah membuka selera kapitalis untuk menjajah, sedangkan ilmu pengetahuan telah menarik cerdik pandai untuk menyelidiki berbagai daerah baru. Politik keimigrasian zaman Hindia Belanda meliputi tiga bidang yaitu bidang perizinan masuk dan tinggal orang asing, bidang kependudukan orang asing, dan bidang kewarganegaraan.65

Sejarah perkembangan politik hukum pada masa kolonial meliputi tiga bidang yaitu bidang perizinan masuk dan tinggal orang asing, bidang kependudukan orang asing, dan bidang kewarganegaraan. Bidang perizinan masuk dan tinggal orang asing pada masa kolonial menerapkan politik pintu terbuka (opendeur politiek), yang dalam penjelasan undang-undang Nomor 8/Drt Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi dijelaskan sebagai berikut :66

1. Untuk menarik kapital asing dan pengaruh asing ke negara kita ini sebesar- besarnya degan pengharapan agar bangsa Indonesia sendiri tidak dapat bergerak oleh karena segala sesuatu diliputi dan ditekan oleh pengaruh tadi.

2. Agar bangsa Indonesia tetap terjajah.

3. Agar banyak pihak dapat mempertahankan Indonesia bila diserang oleh negara lain, karena kenyataannya banyak negara yang menaruh minat untuk menjajah Indonesia, dengan demikian pihak Belanda akan memperoleh banyak

65 M. Iman Santosa II, Op. Cit, h. 133.

66 H. Abdullah Sjahrifulah (James),Op. Cit, h. 11.

(14)

kekuatan karena tentunya negara-negara lain yang menanamkan modalnya di Indonesia tidak akan tinggal diam.

4. Untuk menguntungkan kapital asing tadi mereka membutuhkan tenaga-tenaga murah.

Politik pintu terbuka tersebut diatas, dapat dilihat dari perumusan dalam bepalingen omtrent de toelating en vestiging in indonesie van nederlanders en vreemdelingen atau lebih popular dengan nama Toelatingbesluit, diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan Penetapan Izin Masuk, disingkat PIM, yang diundangkan dalam staatsblad 1916 Nomor 47 sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan staatsblad 1949 Nomor 330. Penetapan Izin Masuk tersebut merupakan produk Perundang-undangan zaman Hindia Belanda sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 160 ayat (1) Wet op de Staatsinrichting van Indonesia, Staatblad 1855 Nomor 2.67

Pengaruh yang cukup signifikan dalam perkembang sistem hukum nasional berasal dari kedatangan bangsa penjajah yang membawa dan memberlakukan sistem hukumnya masing-masing dengan tujuan untuk menjamin dan melindungi kepentingan mereka sekaligus sebagai cara mengubah masyarakat nusantara yang dianggap tertingal untuk menerima gaya hidup barat.68 Kependudukan orang asing adalah orang asing yang berhak tinggal menetap di Indonesia. Masalah kependudukan orang asing di Indonesia sebelum tahun 1950 diatur dalam :69

67 Ibid, h. 12.

68 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h. 122.

69 H. Abdullah Sjahrifulah (James), Op. Cit, h.16.

(15)

1. Wet Op de Staatsinrichting van Indonesie Pasal 160 ayat (2) sampai dengan ayat (6), Pasal 35, dan Pasal 36.

2. Penetapan Izin Masuk Pasal 11 dan 12

Pasal 160 ayat (2) sampai dengan ayat (6) Wet op de Staatsinrichting van Indonesie mengatur politik mengenai kependudukan orang asing di Indonesia pada umumnya, sedangkan Pasal 11 dan Pasal 12 Penetapan Izin Masuk mengatur masalah kependudukan bagi orang asing yang diizinkan masuk ke Indonesia.70

M Iman Santosa menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penduduk adalah orang asing yang tinggal menetap di Hindia Belanda. Produk perundang- undangan di bidang kependudukan orang asing di Hindia Belanda yang terpenting adalah Wet op de staatsinrichting van Indonesie, Pasal 160 ayat (2) sampai dengan ayat (6).71

Politik mengenai kependudukan orang asing yang diatur dalam ayat (2) sampai dengan ayat (6) Pasal 160 Wet op de Staatsinrichting van Indonesie adalah sebagai berikut :72

1. Bahwa orang asing menjadi penduduk Indonesia jika ia, dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tinggal menetap di Indonesia (ayat (2)).

2. Bahwa orang asing penduduk Indonesia hanya dapat dienyahkan dari Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 55 Wet op de Staatsinrichting van Indonesie (ayat(3)).

70 Ibid.

71 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h.136.

72 H. Abdullah Sjahrifulah (James), Op. Cit, h. 16.

(16)

3. Bahwa hak kependudukan bagi orang asing hilang bila ia berhenti bertempat tinggal di Indonesia atau bila orang asing dienyahkan dari Indonesia. Seorang orang asing penduduk Indonesia yang meninggalkan Indonesia dan tidak kembali ke Indonesia dalam waktu 18 bulan, dianggap berhenti bertempat tinggal di Indonesia (ayat(4))

4. Bahwa orang-orang yang belum akil balig dan orang-orang yang ditempatkan dibawah pengampuan, yang wakilnya yang sah merupakan penduduk Indonesia, dianggap sebagai penduduk Indonesia, hal yang sama berlaku pula bagi seorang wanita dalam ikatan perkawinan, yang tidak bercerai meja dan tempat tidur, yang suaminya penduduk Indonesia (ayat 5)).

5. Bahwa ketentuan mengenai kependudukan yang diatur dalam peraturan- peraturan lainnya hanya berlaku sepanjang masalah-masalah yang diatur dalam peraturan-peraturan tersebut (ayat(6)).

M Iman Santosa menyatakan bahwa produk Perundang-undangan Kerajaan Belanda di bidang kewarganegaraan yang dikutip dari penelitian BPHN tentang Sejarah Departemen Kehakiman Tahun 1945-1985 adalah :73

1. Wet op het Nederlanderschap en Ingezetenschap (Ned 1892-298), yang berlaku di negeri Belanda.

2. Wet van de 10 Februari 1910, houndende regeling van het Nederlands onderdaanschap van niet-Nederlanders, yang berlaku untuk di Hindia Belanda.

73 M. Iman Santoso II, Op. Cit. h. 136.

(17)

Ketentuan ini menyatakan bahwa perolehan Nederlands Onderdaanschap didasarkan pada asas ius soli (berdasarkan tempat lahir) dan perkawinan (bagi perempuan yang kawin dengan seorang Nederlands Onderdaanschap). Ketentuan ini berkaitan erat dengan politik keimigrasian karena dengan memperoleh Nederlands Onderdaanschap, orang tersebut bukan lagi termasuk golongan orang asing. Prinsip yang sama mendasari perundang-undangan tersebut pada dasarnya sama, yaitu dikenalnya proses naturalisasi (pewarganegaraan) dalam politik kewarganegaraan Kerajaan Belanda, namun tidak untuk kawula Hindia Belanda untuk menjadi Nederlander, dengan demikian tertutup kemungkinan bumi putera memperoleh hak yang sama dengan warga negara Kerajaan Belanda.74

2.5.2 Pengaturan Pada Masa Tahun 1950 Sampai Dengan Tahun 1992 Pada kurun waktu tahun 1950 sampai dengan tahun 1992 Jawatan Imigrasi telah beralih dan berkedudukan di bawah pemerintah Indonesia. Peralihan tersebut merupakan titik mula dari era baru dalam politik keimigrasian Indonesia.

Perubahan politik hukum keimigrasian yang mengubah politik kolonial pemerintah Hindia Belanda menjadi politik hukum keimigrasian yang didasarkan pada kepentingan nasional Pemerintah Republik Indonesia.75

Tanggal 26 Januari 1950, dengan resmi Immigratie dients ditimbang terimakan dari Kepala Jawatan Imigrasi H. Breekland kepada Kepala Jawatan Imigrasi yang baru, Mr. H.J. Adiwinata.76 Masalah pertama dan utama yang dihadapi jawatan imigrasi dengan pemimpinnya seorang putera Indonesia adalah bagaimana mewujudkan politik keimigrasian yang mengabdi kepada kepentingan

74 Ibid.

75 M. Iman Santosa I, Op. Cit, h. 67.

76 H. Abdullah Sjahrifulah (James), Op. Cit, h.18.

(18)

nasional, atau dengan perkataan lain, bagaimana mengubah politik keimigrasian yang bersifat politik pintu terbuka zaman Hindia Belanda menjadi politik keimigrasian yang didasarkan pada kepentingan nasional.77

Pada tanggal 26 Januari 1950 dengan resmi Immgratie Dienst diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan dibentuk djawatan imigrasi yang mempunyai tugas dan kewajiban pokok, yaitu mengawasi orang asing yang masuk (tentu saja secara inklusif juga yang keluar). Tugas dan kewajiban djawatan imigrasi mempunyai garis politik yang berpedoman pada politik negara dalam bidang imigrasi, yaitu politik keimigrasian yang bersifat selektif, dengan demikian saat itu tidak hanya merupakan penggantian pimpinan djawatan imigrasi dari tangan pemerintah belanda ke tangan pemerintah Indonesia, tetapi yang lebih penting adalah bahwa hari tersebut merupakan titik mula dari era baru dalam politik keimigrasian Indonesia. Perubahan yang dimaksud ialah perubahan politik keimigrasian yang menopang politik pemerintah Hindia Belanda menjadi politik keimigrasian yang didasarkan pada kepentingan nasional. 78

Pada masa tahun 1950 sampai dengan tahun 1992 ada empat bidang yang menjadi fokus pengaturan keimigrasian di Indonesia. Bidang yang diatur adalah bidang perizinan masuk dan tinggal orang asing, bidang pengawasan orang asing, bidang pemidanaan keimigrasian, dan bidang kependudukan orang asing.

Perubahan di bidang perizinan masuk dan tinggal orang asing di Indonesia, yang pertama-tama perlu diwujudkan adalah dengan tetap menggunakan penetapan izin masuk sebagai dasar hukum dan menghilangkan

77 Ibid.

78 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h. 139.

(19)

aspek-aspek yang merugikan kepentingan nasional. Hal tersebut dilakukan dalam 2 bidang, yakni :79

1. Pemasukan orang asing pendatang baru ke Indonesia untuk bekerja atau mencari nafkah di Indonesia, dan

2. Pemasukan orang asing pendatang baru yang sebagai anggota keluarga dari orang asing yang sudah ada di Indonesia.

Selain itu dengan adanya perubahan politik Hukum Keimigrasian menyebabkan pemerintah menganggap perlu membuat suatu aturan untuk mengawasi orang asing, yaitu dengan mengeluarkan :80

1. Undang-Undang Darurat Nomor 8 Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing.

2. Undang-undang Darurat Nomor 8 Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi.

3. Peraturan pemerintah Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pendaftaran Orang Asing.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1954 tentang Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Orang Asing di Indonesia.

2.5.3 Pengaturan Pada Masa Tahun 1992 Sampai Dengan Tahun 2011 Ada dua tahapan yang memiliki peranan penting dalam politik Hukum Keimigrasian antara tahun 1992 sampai dengan tahun 2011. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik

79 H. Abdullah Sjahrifulah (James), Op. Cit, h. 18.

80 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h. 140.

(20)

Indonesia Nomor 3474), yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992 lahir di masa orde baru kepemimpinan mantan Presiden Soeharto. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian merupakan hasil kompilasi dan analisa dari berbagai peraturan perundang-undangan peninggalan dari Pemerintah Hindia Belanda. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992, diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaannya dalam antara lain :81

1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3561),

2. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3562),

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3563), dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Pejalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3572).

Upaya perbaikan dilakukan salah satunya dengan Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan yang mengacu pada :82

1. Letak geografis wilayah Indonesia (kompleksitas permasalahan antar negara),

2. Perjanjian internasional/konvensi internasional yang berdampak terhadap pelaksanaan fungsi keimigrasian,

3. Meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional,

81 Direktorat Jenderal Imigrasi, 2015, Sejarah Imigrasi Indonesia, www. Kemenkumham.

go.id, diakses 12 Januari 2015.

82 Ibid.

(21)

4. Pengaturan mengenai deteni dan batas waktu terdeteni belum dilakukan secara komprehensif,

5. Pendekatan sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan universal dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern,

6. Penempatan struktur kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi,

7. Perubahan sistem kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,

8. Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik (resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang asing,

9. Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan dokumen perjalanan secara internasional,

10. Penegakan hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia,

11. Memperluas subyek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga korporasi serta penjamin masuknya orang asing ke wilayah indonesia yang melanggar ketentuan keimigrasian,

12. Penerapan sanksi pidana yg lebih berat terhadap orang asing yang melanggar peraturan di bidang keimigrasian karena selama ini belum menimbulkan efek jera.

Semangat era reformasi yang lahir pada Tahun 1997 menuntut pemerintah memperbaiki kinerja di berbagai aspek khususnya dalam bidang keimigrasian mengenai tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi dan akuntabel. Fungsi keimigrasian dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 lebih menekankan efisiensi pelayanan untuk mendukung isu pasar bebas yang bersifat global, namun belum memperhatikan fungsi penegakan hukum dan fungsi sekuriti, mulai pada era ini harus diimbangi dengan fungsi keamanan dan penegakan hukum sehingga harus melakukan perbaikan.

(22)

2.5.4 Pengaturan Pada Masa Tahun 2011 Sampai Dengan Sekarang

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang telah diundangkan pada tanggal 5 Mei 2011, maka berdasarkan Bab XV Pasal 142, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengannya dinyatakan tidak berlaku lagi. Materi Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 pada dasarnya secara prinsip, tidak banyak mengubah politik hukum keimigrasian sebagaimana termuat didalam Undang-Undang Keimigrasian yang terdahulu. Penjelasan Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian menguraikan bahwa perubahan pokok yang terlihat hanya pada alinea ketiga dan diulang pada alinea ketiga belas mengenai penghapusan ketentuan penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia, serta adanya pembatasan jangka waktu masa pendetensian seorang asing di Rumah Detensi Imigrasi, yang sebelumnya tidak pernah diatur masalah tersebut pada undang-undang terdahulu, namun pengaturan jangka waktu pendetensian maksimal 10 (sepuluh) tahun yang ditetapkan dalam Pasal 85 ayat 2 dirasakan tidak tuntas, karena pasal atau ayat selanjutnya tidak pernah mengatur bagaimana status keimigrasian keberadaan mereka setelah lepas dari Rumah Detensi Imigrasi, apakah mereka akan memiliki hak untuk bertempat tinggal di Indonesia.83

Ada hal baru yang dimuat didalam Undang-Undang Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011, yaitu diaturnya teknologi informasi dan komunikasi di dalam sistem manajemen keimigrasian, suatu ketentuan yang seharusnya sudah dimuat

83 M. Iman Santoso II, Op. Cit, h. 147.

(23)

dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 karena sebenarnya instansi keimigrasian Indonesia telah menerapkan teknologi informasi sejak tahun 1976.

Pengaturan mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi hanya diatur dalam satu pasal dengan dua ayat, disayangkan bahwa dalam pengaturan sistem informasi manajemen keimigrasian tidak diatur suatu pasal mengenai status legal formal penggunaan produk teknologi informasi didalam suatu proses hukum atau proses peradilan baik itu berbentuk hard copy atau soft copy sebagai barang bukti yang sah dan valid.84

2.6 Fungsi Keimigrasian di Indonesia

Luas lingkup tugas keimigrasian pada abad ini tidak semata mata hanya mencakup pengaturan, penyelenggaraan masuk dan keluar orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia serta pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana atau masalah perdata, serta pengaturan prosedur keimigrasian, mekanisme pemberian ijin keimigrasian sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan merupakan bagian dari bidang Hukum Administrasi Negara.

Migrasi manusia dengan sifat multidimensional secara eksternal adalah aspek-aspek idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional, kependudukan (demography), sumber daya manusia dan lingkungan

84 Ibid, h. 149.

(24)

hidup. Sedangkan yang dimaksud dengan sifat multidimensional secara internal adalah aspek-aspek yang ada di dalam suatu fungsi institusi keimigrasian seperti aspek pelayanan, aspek penegakan hukum dan pembentukan hukum, aspek organisasi , aspek sarana dan prasarana, aspek aparatur keimigrasian serta aspek penunjang pembangunan nasional. 85

Pelaksanaan fungsi keimigrasian dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian terdapat dalam Bab II Bagian Kesatu Umum Pasal 3 yang mengatur bahwa :

1. Untuk melaksanakan Fungsi Keimigrasian, Pemerintah menetapkan kebijakan keimigrasian.

2. Kebijakan keimigrasian dilaksanakan oleh Menteri.

3. Fungsi keimigrasian di sepanjang garis perbatasan Wilayah Indonesia dilaksanakan oleh Pejabat Imigrasi yang meliputi tempat pemeriksaan imigrasi dan pos lintas batas.

Fungsi Keimigrasian dalam ketentuan ini adalah sebagian dari tugas penyelenggaraan negara di bidang pelayanan dan perlindungan masyarakat, penegakan Hukum Keimigrasian, serta fasilitator penunjang pembangunan ekonomi nasional. Fungsi keimigrasian di sepanjang garis perbatasan sesuai dengan tugasnya sebagai penjaga pintu gerbang negara, bukan penjaga garis batas negara.

85 Loc. Cit.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini juga tidak mendukung Jonubi and Abad (2013) yang menyatakan tingkat literasi keuangan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pengelolaan simpanan

Dalam penyebaran kuesioner kepada pengguna layanan jasa pos di Kantor Pos Kota Metro yang menjadi objek penelitian, dilakukan selama satu minggu dan waktu

Beras merah masih memiliki lapisan serat pangan dan selulosa karena lapisan kulit bagian dalamnya tidak ikut dikupas, lain halnya dengan beras putih yang mengalami

Watts (2003) juga menyatakan hal yang sama bahwa konservatisme merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting dalam mengurangi biaya keagenan dan meningkatkan kualitas

Di dalam penelitian ilmiah, selain ingin menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih dan mengukur hubungan itu, juga ingin dapat meramalkan sesuatu, yaitu menentukan

Hal ini dibuktikan menerusi dapatan temubual berfokus yang menjelaskan bahawa sungguhpun guru permulaan diberi pendedahan dan latihan dalam bidang unit berunifom di IPG, namun

Terkait dengan peningkatan koersivitas magnet intrinsik dari 1,68 kOe (origin ) menjadi 4,39 kOe setelah rekristalisasi dengan ukuran kristalit yang semakin halus, maka

Salah satu kegiatan yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh pengelolaan SDA yang tidak tepat tersebut adalah sektor pertanian, baik dalam kegiatan budidaya (on