• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUPATI SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 T E N T A N G RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

1

BUPATI SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

NOMOR 2 TAHUN 2012

T E N T A N G

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN 2011-2031

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUMBAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong peningkatan pembangunan Kabupaten Sumbawa Barat yang berbasis pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis dan agroindustri yang didukung oleh pembangunan pariwisata dan pertambangan menuju terwujudnya kesejahteraan wilayah yang berkelanjutan, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

b. bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional harus dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011- 2031.

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

(2)

2

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470);

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 3478);

9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881);

11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

12. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1469);

(3)

3

13. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);

14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara 4340);

15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);

16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104);

17. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1548, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

19. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);

20. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

21. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

(4)

4

23. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4727);

24. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

25. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);

26. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);

27. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

28. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);

29. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

30. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);

31. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5025);

32. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5052);

33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

34. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);

(5)

5

35. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5188);

36. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234);

37. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3838);

38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);

39. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);

40. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452);

41. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453 );

42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);

43. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

44. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

45. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);

(6)

6

46. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

47. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

48. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);

49. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);

50. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858);

51. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

52. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);

53. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);

54. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);

55. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110);

(7)

7

56. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

57. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5125);

58. Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

59. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan;

60. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Daerah;

61. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah;

62. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota, Beserta Rencana Rincinya;

63. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten;

64. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/ Menhut- II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan;

65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;

66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

67. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 56);

68. Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 20 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2006-2026 (Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2006 Nomor 35).

(8)

8

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

dan

BUPATI SUMBAWA BARAT

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT TAHUN 2011- 2031

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Kabupaten adalah Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

3. Bupati adalah Bupati Sumbawa Barat.

4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.

5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

6. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistim jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional.

7. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Sumbawa Barat adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.

10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.

11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

12. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

(9)

9

13. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

15. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

16. Daerah Irigasi atau disingkat DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari suatu jaringan irigasi.

17. Daerah Aliran Sungai atau disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

18. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.

19. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.

20. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

23. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

25. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

26. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

27. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

28. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan

(10)

10

manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.

29. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.

30. Hutan Tanaman Industri atau disingkat HTI adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.

31. Hutan Tanaman Rakyat atau disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan.

32. Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi atau disingkat HTHR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung, produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.

33. Kawasan Suaka Alam atau disingkat KSA adalah kawasan yang mewakili ekosistem khas yang merupakan habitat alami yang memberikan perlindungan bagi perkembangan flora dan fauna yang khas dan beraneka ragam.

34. Kawasan Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam darat maupun perairan yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata.

35. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung atau disingkat KPHL adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan lindung.

36. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi atau disingkat KPHP adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan produksi.

37. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi atau disingkat KPHK adalah kesatuan pengelolaan hutan yang luas wilayahnya seluruhnya atau didominasi oleh kawasan hutan konservasi.

38. Perubahan fungsi kawasan hutan adalah perubahan sebagian atau seluruh fungsi hutan dalam satu atau beberapa kelompok hutan menjadi fungsi kawasan hutan yang lain.

39. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

40. Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

41. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

42. Kawasan Strategis Provinsi atau disingkat KSP adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

43. Kawasan Strategis Kabupaten atau disingkat KSK adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat

(11)

11

penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

44. Pusat Kegiatan Wilayah atau disingkat PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

45. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi atau disingkat PKWp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

46. Pusat Kegiatan Lokal atau disingkat PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

47. Pusat Kegiatan Lokal Promosi atau disingkat PKLp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.

48. Pusat Pelayanan Kawasan atau disingkat PPK merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

49. Pusat Pelayanan Lingkungan atau disingkat PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

50. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi.

51. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

52. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

53. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional atau disingkat BKPRN adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang Nasional.

54. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi atau disingkat BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.

55. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut BKPRD Kabupaten adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

56. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

57. Register Tanah Kehutanan atau disingkat RTK adalah kawasan hutan yang berada dalam satu kelompok hamparan hutan dan telah diregisterasi.

58. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

59. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan

(12)

12

semua wlayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

60. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan.

61. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

62. Jaringan sumber Daya air adalah jaringan beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumberdaya air, baik langsung maupun tidak langsung.

63. Jaringan irigasi adalah adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Selanjutnya secara operasional dibedakan ke dalam tiga kategori meliputi jaringan irigasi primer, sekunder dan tersier.

64. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

65. Terminal adalah prasarana penunjang transportasi darat sebagai simpul keluar masuk kendaraan, barang dan orang.

66. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.

67. Daerah Tujuan Wisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah Kawasan Geografis yang berada dalam satu atau wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata alam, fasilitas umum, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.

BAB II

LUAS DAN BATAS WILAYAH KABUPATEN

Pasal 2

(1) Luas wilayah administrasi Kabupaten Sumbawa Barat terdiri dari luas daratan sekitar 184.902 Hektar dan luas perairan laut sekitar 124.300 Hektar. Wilayah daratan terdiri dari 8 (delapan) kecamatan, yaitu Kecamatan Taliwang, Kecamatan Seteluk, Kecamatan Brang Rea, Kecamatan Jereweh, Kecamatan Sekongkang, Kecamatan Poto Tano, Kecamatan Brang Ene dan Kecamatan Maluk.

(2) Batas wilayah Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah :

a. sebelah barat : Selat Alas;

b. sebelah timur : Kecamatan Batu Lanteh dan Kecamatan Lunyuk Kabupaten Sumbawa;

c. sebelah utara : Laut Flores dan Kecamatan Alas Barat Kabupaten Sumbawa; dan

d. sebelah selatan : Samudera Hindia.

(13)

13 BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang

Pasal 3

Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat adalah mewujudkan ruang wilayah kabupaten yang aman, nyaman, produktif dan merata yang berbasis pembangunan pertanian dengan pendekatan agribisnis dan agroindustri yang didukung oleh pembangunan pariwisata dan pertambangan menuju terwujudnya kesejahteraan wilayah yang berkelanjutan.

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang

Pasal 4

(1) Agar tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun kebijakan penataan ruang kabupaten.

(2) Kebijakan penataan ruang kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. peningkatan kemandirian kawasan melalui pertumbuhan dan pengembangan wilayah berbasis agroindustri dan agrobisnis;

b. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan, dan pariwisata;

c. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata;

d. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi;

e. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup;

f. pengembangan kawasan wisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya;

g. pengelolaan kawasan pertambangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan;

h. pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup dengan memperhatikan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana;

i. pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis baik untuk fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan kawasan sesuai fungsi utama kawasan;

j. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.

(14)

14

Bagian Ketiga

Strategi Penataan Ruang

Pasal 5

(1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditetapkan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.

(2) Strategi peningkatan kemandirian kawasan melalui pertumbuhan dan pengembangan wilayah berbasis agroindustri dan agrobisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, terdiri atas:

a. mengembangkan wilayah-wilayah dengan potensi unggulan pertanian, perikanan, peternakan berbasis agrobisnis dan agroindustri.

b. menetapkan kawasan pertanian, perikanan dan peternakan;

c. mengembangkan kawasan industri perikanan;

d. melakukan delineasi lahan pertanian sawah berkelanjutan;

e. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial;

f. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering;

g. mengembangkan pengelolaan kawasan pertanian dengan intensifikasi melalui penerapan teknologi pertanian dan teknologi pasca panen;

h. meningkatkan sistem prasarana dan sarana dan kelembagaan pengelolaan penunjang kawasan pertanian, perikanan, dan peternakan yang berorientasi agrobisnis dan agroindustri; dan

i. membangun jaringan pengangkutan dan pemasaran produk perikanan dalam skala regional dan nasional.

(3) Strategi Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan, dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b, terdiri atas:

a. menetapkan pusat-pusat kegiatan wilayah secara hierarkis guna menunjang pengembangan simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah;

b. memantapkan fungsi pusat-pusat kegiatan wilayah;

c. memantapkan keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan wilayah perkotaan dan perdesaan dan wilayah pengaruhnya;

d. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;

e. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan yang sudah ada; dan

f. mendorong pusat-pusat kegiatan wilayah perkotaan dan perdesaan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

(4) Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c, terdiri atas:

a. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;

(15)

15

b. meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan irigasi dan mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumberdaya air;

c. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pariwisata, industri, dan daerah terisolir;

d. mengembangkan akses penyeberangan di jalur lingkar selatan Provinsi yang menghubungkan Pulau Lombok melewati Benete, Sekongkang hingga Sape;

e. mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar timur-barat wilayah Kabupaten Sumbawa Barat;

f. mendorong pengembangan infrastruktur telekomunikasi dan informasi terutama di kawasan terisolir; dan

g. meningkatkan jaringan energi dengan memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik.

(5) Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d, terdiri atas:

a. mempertahankan luas kawasan lindung;

b. mempertahankan luasan hutan lindung dan mengembangkan luas kawasan hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dengan sebaran yang proporsional dari luasan daerah aliran sungai;

c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;

d. menyelenggarakan upaya terpadu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas fungsi kawasan lindung;

e. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk musim kemarau;

f. memelihara kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; dan

g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.

(6) Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, terdiri atas:

a. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan;

b. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi;

c. mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah;

(16)

16

d. memelihara kawasan peninggalan sejarah dan situs budaya sebagai objek penelitian dan pariwisata;

e. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

f. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;

g. mengendalikan dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;

h. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan;

i. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan; dan

j. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

(7) Pengembangan kawasan wisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f terdiri atas:

a. pengembangan potensi-potensi wisata unggulan;

b. pengembangan potensi-potensi wisata unggulan sebagaimana dimaksud pada huruf a, meliputi:

1. wisata alam hutan, pegunungan, air terjun, dan wisata bahari;

2. wisata budaya;

c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai historis;

d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan;

e. mengembangkan destinasi wisata.

(8) Strategi Pengelolaan kawasan pertambangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf g, terdiri atas:

a. menetapkan kawasan eksploitasi dan eksplorasi pertambangan;

b. mengembangkan kawasan lingkar tambang sesuai potensi unggulan menuju yang terkait dengan kegiatan pertambangan menuju kemandirian kawasan;

c. melengkapi prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertambangan;

d. mengawasi upaya rehabilitasi lingkungan secara bertahap dalam memperbaiki kualitas lingkungan kawasan tambang pada masa pra tambang, dan pasca tambang;

e. mengendalikan dampak lingkungan alam dan lingkungan sosial akibat limbah tailing pertambangan;

f. melakukan pemantauan kualitas lingkungan pesisir dan laut sebagai dampak kegiatan pertambangan; dan

g. peningkatan kegiatan pertambangan di zona layak tambang sesuai dengan tata ruang.

(17)

17

(9) Strategi pemeliharaan kelestarian lingkungan hidup dan pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup dengan memperhatikan mitigasi dan adaptasi kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h, terdiri atas:

a. melestarikan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi;

b. memadukan arahan kawasan lindung nasional dan propinsi dalam kawasan lindung kabupaten;

c. mewujudkan kawasan berfungsi lindung dengan luas paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah;

d. menetapkan kawasan hutan dan vegetasi tutupan lahan permanen paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas DAS yang berada di wilayah Sumbawa Barat;

e. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

f. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan;

g. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya;

h. mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana;

i. mengendalikan kegiatan budidaya yang terdapat di dalam kawasan lindung melalui konversi atau rehabilitasi lahan, pembatasan kegiatan, serta pemindahan kegiatan permukiman penduduk atau kegiatan budidaya terbangun yang mengganggu, secara bertahap ke luar kawasan lindung;

j. mengembalikan dan meningkatkan fungsi lingkungan hidup yang telah menurun;

k. mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana;

l. mengembangkan kawasan budidaya yang sesuai pada kawasan rawan bencana untuk mengurangi dampak bencana dan mengendalikan kegiatan budidaya di sekitar kawasan rawan bencana;

m. memantapkan dan mengembangkan jalur-jalur evakuasi untuk mengurangi risiko gangguan dan ancaman langsung maupun tidak langsung dari terjadinya bencana;

n. menyelenggarakan tindakan preventif dalam penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui upaya mitigasi dan adaptasi bencana, pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang, tanggap darurat, pemulihan, dan pembangunan kembali pasca bencana; dan

o. menetapkan alokasi ruang kawasan rawan bencana dengan mengacu pada peta rawan bencana.

(18)

18

(10) Strategi pengembangan pemanfaatan ruang pada kawasan strategis baik untuk fungsi pengembangan wilayah maupun guna perlindungan kawasan sesuai fungsi utama kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf i, terdiri atas:

a. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis pertumbuhan ekonomi;

b. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis sosial dan budaya;

c. meningkatkan dan memantapkan fungsi dan peran kawasan strategis perlindungan ekosistem dan lingkungan hidup;

d. melestarikan dan meningkatkan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem antara hulu dan hilir,melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya daerah;

e. mengembangkan dan meningkatkan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian daerah yang produktif, efisien, dan mampu bersaing;

f. mengembangkan sarana dan infrastruktur pendukung pada kawasan strategis.

g. memanfaatkan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

h. melestarikan dan meningkatkan sosial dan budaya bangsa;

i. melestarikan dan meningkatkan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia; dan

j. mengembangkan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan.

(11) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf j, terdiri atas:

a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;

b. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi dan peruntukannya;

c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan negara sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan tersebut dengan kawasan budidaya terbangun; dan

d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI.

BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 6

(1) Rencana Struktur Ruang Wilayah Kabupaten, terdiri atas:

a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(19)

19

(2) Rincian rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(3) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.1 Peta Rencana Struktur Ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan

Pasal 7

Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai berikut:

a. PKWp ditetapkan di Perkotaan Taliwang b. PKL ditetapkan di Poto Tano dan Jereweh;

c. PKLp ditetapkan di Seteluk dan Maluk;

d. PPK ditetapkan di Brang Ene, Brang Rea, dan Sekongkang; dan e. PPL ditetapkan di Air Suning, Labuhan Lalar, Talonang , Mujahidin,

Seteluk Atas, Kokarlian, Senayan, Labuhan Kertasari, Desaberu, Jelenga, Benete, dan Ai Kangkung.

Pasal 8

(1) PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a berfungsi sebagai : a. pusat pelayanan Pemerintahan skala kabupaten;

b. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan;

c. pusat pelayanan umum dan sosial skala regional;

d. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala regional dan/atau nasional; dan

e. simpul transportasi skala wilayah.

(2) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b berfungsi sebagai :`

a. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau regional; dan

c. simpul transportasi skala lokal.

(3) PKLp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c berfungsi sebagai:`

a. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau regional; dan

c. simpul transportasi skala lokal.

(4) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d berfungsi sebagai:

a. pusat pelayanan umum dan sosial skala kawasan;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kawasan dan/atau lokal; dan

c. simpul transportasi skala kawasan.

(20)

20

(5) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e berfungsi sebagai : a. pusat pelayanan umum dan sosial skala lingkungan;

b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lingkungan dan/atau kawasan; dan

c. simpul transportasi skala lingkungan.

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama

Pasal 9

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. sistem jaringan transportasi darat;

b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat

Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, terdiri atas:

a. Jaringan jalan dan penyeberangan;

b. Jaringan prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ); dan c. Jaringan pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ).

(2) Rencana Jaringan Jalan dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. jaringan lalu lintas angkutan jalan terdiri atas jaringan jalan, jaringan prasarana jalan dan jaringan pelayanan;

b. jaringan pelayanan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada huruf b diatur dengan Peraturan Bupati;

c. jaringan jalan arteri primer meliputi: jalan penghubung Poto Tano dan batas Kabupaten Sumbawa;

d. jaringan jalan arteri sekunder, meliputi jalan penghubung Sp Negara (batas Sumbawa Barat) - Seteluk dan Taliwang – Simpang Tano – Simpang Seteluk;

e. jaringan jalan kolektor primer, meliputi jalan penghubung Taliwang – Jereweh – Maluk – Tongo- Tatar - Batas Kabupaten Sumbawa Barat;

f. jaringan jalan kolektor sekunder, meliputi jalan penghubung Taliwang-Brang Ene dan Taliwang – Brang Rea, serta Taliwang – Labuhan Balad;

g. jaringan jalan kolektor sekunder dan lokal primer, berupa jalan-jalan yang menghubungkan antar pusat kegiatan/ibukota kecamatan dan antar desa-desa dalam satu wilayah kecamatan;

h. Pengembangan jaringan jalan kabupaten untuk memacu percepatan pembangunan di wilayah selatan Kabupaten Sumbawa Barat yaitu jalan lintas selatan Mura-Jereweh;

(21)

21

i. Pengembangan jaringan jalan kabupaten untuk memacu percepatan pembangunan di wilayah barat yaitu jalan lintas barat Kabupaten Sumbawa Barat yaitu Poto Tano-Kiantar-Tuananga-Kertasari;

j. Pengembangan jaringan jalan kabupaten sebagai jalur produksi dan distribusi hasil pertanian di lintas timur yaitu Desaberu – Rempe – Seteluk dan lintas selatan yaitu Mura – Desaberu - Tepas;

k. Pengembangan jaringan jalan lingkar perkotaan di ibukota kabupaten dan ibukota kecamatan untuk memacu percepatan pembangunan di wilayah perkotaan; dan

l. Pelabuhan penyeberangan Poto Tano di Kecamatan Poto Tano.

(3) Rencana prasarana Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. Jaringan prasarana mencakup terminal Penumpang Tipe B berada di Kota Taliwang;

b. Pembangunan terminal tipe C tersebar di Poto Tano, Seteluk, Brang Ene, Brang Rea, Jereweh dan Sekongkang, serta pengembangan terminal tipe C di Maluk;

(4) Pelayanan Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, terdiri atas:

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. alur pelayaran.

(2) Tatanan kepelabuhanan di wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. pelabuhan laut; dan b. terminal.

(3) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi Labuhan Lalar, dan Pelabuhan Benete sebagai pelabuhan pengumpan.

(4) Terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diarahkan di Desa Benete Kecamatan Maluk sebagai terminal khusus untuk kepentingan bongkar-muat pertambangan.

(5) Alur pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan alur pelayaran regional yang meliputi Pelabuhan Poto Tano - Kayangan, Telong Elong - Benete, Labuhan Haji - Labuhan Lalar dan Labuhan Badas - Benete.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Transportasi Udara

Pasal 12

(1) Sistem jaringan transportasi udara Kabupaten Sumbawa Barat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 huruf c meliputi Bandar

(22)

22

Udara Sekongkang dan pengembangan Bandar Udara khusus di Poto Tano.

(2) Ruang udara untuk penerbangan diatur lebih lanjut dalam rencana induk bandar udara.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya

Pasal 13

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. sistem jaringan energi dan kelistrikan;

b. sistem jaringan telekomunikasi;

c. sistem jaringan sumber daya air; dan

d. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan;

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Dan Kelistrikan

Pasal 14

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi dan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, terdiri atas pembangkit tenaga listrik dan jaringan tenaga listrik, serta distribusi minyak dan gas.

(2) Rencana pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara :

a. Peningkatan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) yang ada meliputi PLTD Taliwang di Kecamatan Taliwang, dan PLTD Sekongkang di Kecamatan Sekongkang;

b. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebesar 2 x 7 MW di Kertasari Kecamatan Taliwang; dan

c. Pemanfaatan sumber energi terbarukan lainnya mencakup : Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Bintang Bano, Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Rarak Rungis, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Mataiyang, Rarak Rungis, Mantar, Batu Melik, Tongo, Tatar, Talonang, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) Pembangkit Listrik Tenaga Bio Energi(PLTBE) dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut.

(3) Pengembangan pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) direncanakan sampai dengan tahun 2031 memiliki kapasitas daya mampu sebesar 70,5 MW.

(23)

23

(4) Rencana pengembangan jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. gardu induk di Taliwang Kecamatan Taliwang;

b. gardu pembagi di masing-masing ibukota kecamatan;

c. jaringan transmisi meliputi SUTT Labuhan - Tano dan Tano – Kertasari; dan

d. jaringan distribusi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

(5) Rencana Pengembangan distribusi minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:

a. depo bahan bakar minyak di Kecamatan Taliwang, dan di Kecamatan Sekongkang;

b. depo gas di Seteluk, Sekongkang, Jereweh; dan

c. pengembangan kilang minyak di Taliwang dan Seteluk.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pasal 15

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, terdiri atas:

a. pengembangan jaringan mikro digital perkotaan di Sekongkang ke masing-masing : Ai Kangkung (13 km) dan Tatar (11 km), Seteluk – UPT Tambak Sari sepanjang 7,5 km, Taliwang – Sampir sepanjang 4 b. penerapan teknologi telematika berbasis teknologi modern; km;

c. pembangunan teknologi telematika pada wilayah-wilayah pusat pertumbuhan;

d. pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi yang menghubungkan setiap wilayah pertumbuhan dengan ibukota kabupaten;

e. pemanfaatan secara bersama pada satu tower BTS untuk beberapa operator telepon selular dengan pengelolaan secara bersama; dan f. pengembangan jaringan televisi dan radio ke seluruh pelosok

pedesaan wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

(2) Rencana Pengembangan sistem Jaringan Telekomunikasi dilakukan dalam rangka memperlancar arus komunikasi dan mendukung lancarnya kegiatan perekonomian di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pasal 16

(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf c dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah sungai dan sistem jaringan irigasi dalam wilayah terdiri atas:

(24)

24 a. Wilayah Sungai;

b. Jaringan Irigasi;

c. Jaringan air minum; dan

d. Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor dan sistem pengamanan abrasi pantai.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih, jaringan irigasi serta pengendalian bahaya banjir, erosi, longsor dan abrasi pantai.

Pasal 17

(1) Rencana pengembangan wilayah sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi WS lintas kabupaten meliputi DAS Jereweh dan DAS Rea.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b meliputi:

a. rencana pembangunan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah meliputi Bendungan Bintang Bano Kecamatan Brang Rea, dan Danau Rawa Taliwang;

b. rencana operasi dan pemeliharaan bendungan/bendung/ embung dan sistem jaringan irigasi Kalimantong II;

c. DI Nasional terdapat di DI Bintang Bano;

d. DI Provinsi meliputi SDI Elang Desa seluas sekitar 1300 Ha, DI Kalimatong I seluas 1.550 Ha, DI Kalimatong II seluas sekitar 2.500 Ha, DI Plampo’o seluas 1.060 Ha;

e. DI Teknis dan Desa tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Sumbawa Barat;

f. Pengembangan Embung meliputi Embung Petara di Desa Lampok Kecamatan Brang Ene, Embung Murus di Desa Belo Kecamatan Jereweh, Embung Ai Tabaka di Desa Kokar Lian Kecamatan Poto Tano dan Embung Tebo di Desa Tebo Kecamatan Poto Tano, pengembangan Embung transmigrasi Talonang Kecamatan Sekongkang, Embung Tiu Nisung Kecamatan Seteluk, Embung Batu Melik Kecamatan Brang Rea.

(3) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. membatasi perubahan alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi kegiatan budidaya lainnya;

b. mengembangkan prasarana irigasi; dan

c. meningkatkan kualitas jaringan irigasi teknis.

(4) Rencana pengembangan sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. rencana pengembangan jaringan perpipaan air bersih meliputi Kecamatan Sekongkang, Maluk dan Jereweh;

b. saluran perpipaan air baku untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan Taliwang dan Kecamatan Seteluk;

c. instalasi Air Bersih di Kecamatan Taliwang, Brang Rea, Seteluk dan Brang Ene;

d. sumber Air Baku berasal dari danau, air permukaan dan air tanah di seluruh kecamatan; dan

(25)

25 e. reservoar di seluruh kecamatan;

f. rencana pengembangan sumber air baku di danau, sungai dan mata air.

(5) Sistem pengendali banjir, erosi dan longsor dan sistem pengamanan abrasi pantai sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) huruf d dilakukan dengan sistem vegetatif dan sipil teknis.

Pasal 18

(1) Pola dan strategi pengelolaan sumber daya air setiap wilayah sungai sistem jaringan irigasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(2) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumber daya air kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 4

Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan

Pasal 19

(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, terdiri atas:

a. sistem jaringan persampahan;

b. sistem jaringan drainase;

c. sistem jaringan air limbah;

d. sistem jaringan sanitasi; dan e. jalur evakuasi bencana.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. mengembangkan Tempat Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak kurang lebih 400 unit tersebar pada setiap kelurahan/desa;

b. mengembangkan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) pada tiga wilayah pelayanan meliputi wilayah tengah berlokasi di Desa Batu Putih Kecamatan Taliwang, wilayah utara di Kecamatan Poto Tano dan di wilayah selatan di Kecamatan Sekongkang;

c. pengelolaan persampahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati;

d. penerapan teknologi tepat guna dalam pengolahan sampah dengan sasaran meminimalkan sampah masuk ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA);

e. pengembangan sistem terpusat pada daerah perkotaan tingkat kepadatan tinggi dan pengembangan sistem individual atau pengelolaan setempat pada daerah terpencil tingkat kepadatan rendah; dan

f. penerapan sistem 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle) dalam pengelolaan sampah yaitu penerapan pengurangan sampah, pengurangan kebiasaan buruk masyarakat membuang sampah sembarangan dan mendorong pemakaian bahan yang bisa didaur ulang.

(26)

26

(3) Rencana pengembangan sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara:

a. drainase primer dilakukan melalui normalisasi dan penguatan tebing sungai meliputi DAS Rea dan DAS Jereweh;

b. drainase sekunder dilakukan melalui pembangunan sistem drainase pada daerah permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan genangan air limbah menuju drainase primer;

dan

c. drainase tersier dilakukan melalui pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder.

(4) Rencana pengembangan sistem jaringan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara:

a. pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) kabupaten pada kawasan perkotaan padat penduduk;

b. Rencana pengembangan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) kabupaten pada kawasan perkotaan padat penduduk;

c. Rencana pengembangan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3); dan d. penerapan teknologi tepat guna dalam pengolahan air limbah dengan

peran aktif masyarakat dan swasta, sehingga air limbah yang dihasilkan dapat dikelola secara mandiri tanpa mencemari lingkungan.

(5) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:

a. memanfaatkan daerah/kawasan yang berada disekitar lokasi rawan bencana dengan topografi yang lebih tinggi dari lokasi rawan bencana;

b. memanfaatkan bangunan publik sebagai posko – posko evakuasi bencana, meliputi lapangan umum, Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan/Desa, maupun ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;

c. evakuasi diarahkan ke utara (menjauhi kawasan pesisir untuk kawasan rawan abrasi pantai dan gelombang pasang; dan

d. pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana.

BAB V

RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

(1) Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Sumbawa Barat dilaksanakan berdasarkan:

a. rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 71.292,71 Hektar; dan

b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 113.609,29 Hektar.

(27)

27

(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun 2011 – 2031 dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 21

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya;

c. kawasan perlindungan setempat;

d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan e. kawasan rawan bencana alam.

(2) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di wilayah kabupaten adalah seluas 66.230,71 Hektar, penyebarannya terletak pada:

a. Kelompok Hutan Puncak Ngengas (RTK. 60) seluas 8.062,52 Hektar;

b. Kelompok Hutan Selalu Legini (RTK 59) seluas 49.941,81 Hektar;

c. Kelompok Hutan Olat Lemusung (RTK 91) seluas 7.778,90 Hektar;

dan

d. Kelompok Hutan Pantai Alas dsk (RTK 74) seluas 447,50 Hektar.

(3) Pengelolaan kawasan hutan lindung dilakukan oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) yang terdiri atas:

a. KPHL Brang Rea seluas 46.124,61 Hektar; dan

b. KPHL Mataiyang mencakup Selalu Legini (RTK 59) seluas 32.107,00 Hektar.

(4) Rencana pengelolaan kawasan lindung di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dikonversi.

(5) Kawasan hutan yang berfungsi konservasi di Kabupaten Sumbawa Barat dikelola oleh Pemerintah Pusat meliputi Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) seluas 5.062,00 Hektar, meliputi: KSH Jereweh (Selalu Legini RTK. 59) seluas 3.718,80 Hektar, Cagar Alam Pedauh (RTK.

71) seluas 524,00 Hektar, dan Danau Rawa Taliwang (RTK 76) seluas 819,20 Hektar.

(6) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b adalah Kawasan resapan air, meliputi Kecamatan Seteluk, Kecamatan Jereweh, Kecamatan Brang Rea, dan Kecamatan Sekongkang.

(28)

28

(7) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. Kawasan sempadan sungai dilakukan pengelolaan sungai, meliputi:

1. kegiatan pinggir sungai mampu melindungi dan memperkuat serta pengaturan aliran air, dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran air;

2. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10 meter untuk sungai yang melewati pemukiman; dan 3. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan

dengan membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter.

b. Kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke seluruh kawasan sekitar danau dan waduk yang tersebar di Danau Rawa Taliwang, Bintang Bano, Beringin dan Kalimatong II, lebarnya berimbang dengan bentuk kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

c. Kawasan sekitar mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang- kurangnya 200 m di sekitar mata air dan tersebar di beberapa kecamatan, dengan ketentuan penetapan perlindungan pada sekitar mata air ini adalah minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut di luar kawasan permukiman dan 100 meter di dalam kawasan permukiman;

d. Kawasan sempadan pantai ditetapkan pada kawasan sepanjang tepian pantai sejauh kisaran 30-250 meter dari pasang tertinggi secara proporsional sesuai dengan bentuk, letak dan kondisi fisik pantai; dan

e. Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk kawasan perkotaan dikembangkan pada ibukota kabupaten dan kota kecamatan dengan ketentuan minimum luasnya 30% (tiga puluh persen) dari luas perkotaan.

(8) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a. Kawasan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Sumbawa Barat yaitu Cagar Alam (CA) Pedauh seluas 524,00 Hektar;

b. Kawasan Konservasi Penyu Tatar Sepang di Kecamatan Sekongkang;

c. Kawasan Suaka Alam di Jereweh seluas 3.718,80 Hektar;

d. Taman Wisata Alam (TWA) di Kabupaten Sumbawa Barat adalah Taman Wisata Alam (TWA) Danau Rawa Taliwang seluas 819,20 Hektar;

e. Kawasan cagar budaya meliputi:

1. Kawasan Gua Member di Kecamatan Brang Rea;

2. Makam Seran di Desa Seran Kecamatan Seteluk;

3. Makam Datu Pangeran di Kecamatan Taliwang;

4. Cagar Budaya Desa Mantar di Kecamatan Poto Tano; dan 5. Liang Serunga di Kecamatan Jereweh.

(9) Rencana pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan cagar alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dilaksanakan secara kolaborasi, meliputi:

a. Penataan kawasan dalam rangka pemeliharaan batas;

b. Penataan zonasi;

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang diatas yang telah diuraikan oleh peneliti, maka perlu diadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh orientasi pasar, inovasi

pembelajaran fisika kuantum dengan menggunakan media animasi Macromedia Flash – MX dan gambar pada mata kuliah Fisika Kuantum pada umumnya siswa menyatakan senang

Letak interaksi antara bahan bakar dengan gasyfaying agent akan mempengaruhi letak tahapan proses dalam gasifier dan berpengaruh terhadap efisiensi thermal,

Indomobil Sukses Internasional Tbk Lampiran 8: Model ARMA Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Lampiran 9: Correlogram ARMA. Lampiran 10:

Pembangunan perikanan budidaya, khususnya rumput laut memberikan kontribusi yang cukup baik bagi perkembangan pendapatan petani rumput laut di Maluku utara maupun

Harahap (2008 : 190) menjelaskan pengertian analisis laporan sebagai berikut: “Menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat

Dalam Pasal 82 dan Pasal 83 dapat disimpulkan bahwa korporasi (dalam hal ini perusahaan perfilman yang berstatus badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang usaha

Populasi yang digunakan sebanyak 210 data dan didapatkan hasil kualitas layanan jasa laboratorium komputer teknik industri UPN “Veteran” Jawa Timur yang ada saat ini