• Tidak ada hasil yang ditemukan

Organisasi dan Kode Etik Pustakawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Organisasi dan Kode Etik Pustakawan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Organisasi dan

Kode Etik

Pustakawan

Nurlistiani, S.Sos., M.A

(2)

-28/09/2021-▪

Organisasi adalah wadah, tempat para anggotanya berkumpul dan

bertukar pikiran serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan

keterampilan (Hermawan & Zen, 2010).

Kehadiran organisasi merupakan syarat yang diperlukan bagi

sebuah profesi.

Organisasi profesi pustakawan merupakan wadah kerja sama para

pustakawan baik secara formal maupun informal.

(3)

Menurut Wirawan (1993), terdapat beberapa peran yang dimiliki

oleh organisasi profesi, yaitu:

1.

Wadah formal masyarakat profesi

2.

Mewakili semua profesional

3.

Mengembangkan semua profesi dan status profesi

4.

Mengembangkan ilmu pengetahuan bidang profesi

5.

Menyusun dan mengembangkan kode etik profesi

6.

Mengevaluasi perilaku anggota profesi berdasarkan kode etik

7.

Mengenakan sanksi disiplin kepada yang melanggar kode etik

(4)

Sejarah Organisasi Pustakawan Indonesia

Tujuan Ikatan Pustakawan Indonesia

Sejarah Kode Etik Pustakawan

Tujuan Kode Etik Pustakawan

Fungsi Kode Etik Pustakawan

(5)

Sejarah Organisasi Pustakawan

Indonesia

Zaman Penjajahan

(6)

Zaman Penjajahan

➢Gagasan berdirinya organisasi pustakawan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1912 (Penjajahan Belanda).

➢Penggagasnya adalah Dr. H.J. van Lummel (warga negara Belanda).

➢Resmi berdiri pada tahun 1916 dengan presiden organisasi ini adalah E.A. Zelinga Az dan sekretarisnya H.J. van Lummel.

➢Tujuan berdirinya organisasi pustakawan ini adalah untuk memajukan perpustakaan di Hindia Belanda.

➢Pada tahun 1920-an, kegiatan organisasi ini terhenti karena tokoh penggeraknya kembali ke Belanda.

➢Selama zaman penjajahan Jepang, tidak banyak catatan sejarah tentang aktivitas organisasi pustakawan di Indonesia.

(7)

Zaman Merdeka

Organisasi pustakawan di Indonesia mulai dicanangkan sejak

tahun 1950-an.

Secara umum perjalanan organisasi profesi pustakawan di

Indonesia dikelompokkan menjadi 2 (dua) era, yaitu: sebelum

lahirnya IPI (era 1950-an dan 1960-an) dan era IPI (setelah

tahun 1970-an sampai sekarang).

(8)

Era Sebelum Lahirnya IPI

Awal mula lahirnya organisasi pustakawan di Indonesia adalah gagasan yang

muncul setelah A. G. W. Dunningham dan A. Patah membuat laporan tentang

perpustakaan di Indonesia tahun 1952-1953.

Dalam rekomendasinya mengatakan bahwa perlu dibentuk persatuan ahli

perpustakaan di Indonesia.

Pada bulan Mei 1953 diadakan pertemuan pegawai-pegawai perpustakaan di

Jakarta.

(9)

Pada tanggal 27 Maret 1954 untuk pertama kalinya di Indonesia diselenggarakan

Konferensi Perpustakaan Seluruh Indonesia.

Dalam konferensi tersebut terbentuk organisasi Perhimpunan Ahli Perpustakaan

Seluruh Indonesia (PAPSI).

Pada tanggal 6 April 1956 diselenggarakan Kongres I PAPSI. Dalam Kongres ini

nama PAPSI diubah menjadi PAPADI (Perhimpuan Ahli Perpustakaan, Arsip, dan

Dokumentasi).

Dengan tegas dikatakan bahwa PAPADI ini adalah lanjutan dari PAPSI karena

tanggal kelahirannya tetap mempertahankan hari lahirnya PAPSI.

Dalam PAPADI bahwa yang menjadi anggota tidak hanya mereka yang bekerja di

perpustakaan, tetapi juga yang bekerja di lembaga arsip dan dokumentasi.

(10)

Pada tanggal 15 Juli 1962, nama PAPADI berubah menjadi APADI

(Asosiasi Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi).

Pada tanggal 5 Desember 1969, para pengelola perpustakaan khusus

membentuk Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia (HPCI).

Sampai dengan awal tahun 1970-an terdapat 2 (dua) organisasi

profesi pustakawan di Indonesia, yaitu: APADI dan HPCI.

(11)

Era IPI

Lahirnya IPI berawal karena adanya keinginan pustakawan terutama

anggota APADI dan HPCI untuk membentuk wadah tunggal

pustakawan Indonesia.

Pada tanggal 5-7 Juli 1973 diselenggarakan Kongres Perpustakaan

Se-Indonesia di Ciawi, Bogor, Jawa Barat.

Kongres ini berhasil menyatukan APADI dan HPCI dengan

membentuk organisasi pustakawan yang baru, yaitu IPI (Ikatan

Pustakawan Indonesia).

(12)

Sejak tahun 1973 – 2018 IPI telah menyelenggarakan Kongres

sebanyak 14 (Empat Belas) kali.

Secara resmi IPI adalah satu-satunya organisasi resmi

pustakawan Indonesia yang diakui secara nasional, regional, dan

Internasional.

IPI secara resmi adalah anggota CONSAL (Congress of Southeast

Asian Librarians) dan anggota IFLA (International Federation of

Library Associations and Institutions).

(13)

Tujuan Ikatan Pustakawan Indonesia

Tujuan awal IPI ketika berdiri pada tahun 1973 adalah

• Menghimpun, menampung, dan menyalurkan aspirasi dan kreasi dari mereka yang berprofesi dalam ilmu perpustakaan dan ilmu pengetahuan lain yang berkaitan dan atau bekerja dalam

bermacam-macam jenis perpustakaan atau badan-badan lainnya yang ruang lingkupnya berkaitan dengan kepustakawanan.

• Mengusahakan mereka yang termasuk di atas pada tempat yang semestinya di dalam masyarakat.

• Meningkatkan, mengembangkan, dan mengamalkan ilmu perpustakaan, demi kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kesejahteraan masyarakat.

• Menempatkan ilmu perpustakaan dan ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan, pada taraf semestinya, di antara ilmu-ilmu pengetahuan.

(14)

Sejarah Kode Etik Pustakawan

Kode etik pustakawan Indonesia lahir setelah melalui berbagai perkembangan selama

20 (dua puluh) tahun melalui Kongres yang diselenggarakan di berbagai kota.

IPI menyadari perlu adanya kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku

bagi para anggotanya dalam melaksanakan tugas melayani masyarakat.

Kode Etik Pustakawan Indonesia merupakan bagian yang terpisahkan dengan

AD/ART IPI dimulai sejak tahun 1993.

Kemudian diperbaharui pada tahun 1997 dan disempurnakan kembali pada tanggal

19 September 2002 pada Kongres IPI yang ke IX di Batu, Malang, Jawa Timur.

(15)

Tujuan Kode Etik Pustakawan

Meningkatkan pengabdian pustakawan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, bangsa dan negara

Menjaga martabat pustakawan

Meningkatkan mutu profesi pustakawan

Meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan, terutama layanan

informasi kepada masyarakat

(16)

Fungsi Kode Etik Pustakawan

▪ Mendorong para pustakawan untuk bertingkah laku secara profesional

Mendorong anggota untuk mematuhi LA’s Charter and Byelaws.

▪ Menuntut anggota mereka tidak memilih berperilaku yang mungkin secara serius berprasangka terhadap kedudukan dan reputasi profesi atau asosiasi pustakawan.

▪ Mensyaratkan anggota untuk bekerja professional

▪ Tugas utama anggota adalah melayani pemustaka

▪ Menempatkan anggota dengan kewajiban untuk memfasilitasi terhadap alur informasi dan ide-ide dan melindungi serta mendorong hak setiap individu untuk bebas dan hak akses yang sama terhadap sumber informasi tanpa diskriminasi dan dalam batas-batas hukum

(17)

Anggota harus memberikan kemampuan mereka yang terbaik dalam kewajiban

kontrak yang harus dibayar kepada yang mempekerjakannya.

Anggota tidak boleh dengan sengaja menyajikan bahan pustaka yang mendorong

terjadinya diskriminasi

Anggota tidak boleh membocorkan rahasia atau membocorkan setiap bahan pustaka

yang harus dirahasiakan

Menjamin setiap tindakan dan keputusan anggota semata-mata berdasarkan

pertimbangan profesional.

(18)

(1991)-Fungsi kode Etik menurut Fankel dalam Bjorner (1991), yaitu:

Sebagai pedoman bagi kelompok profesional ketika menentukan masalah dalam praktik

Sebagai sumber evaluasi bagi masyarakat dan menjadikan mereka mengetahui apa yang dapat

diharapkan dari organisasi profesi tersebut

Memberi kebanggaan pada profesi dan memperkuat identitas profesi

Memperbaiki reputasi profesi dan kepercayaan masyarakat

Melindungi pengaruh profesi

Menghentikan tindakan yang tidak etis dengan menyediakan sanksi atau dengan melaporkan

tindakan yang tidak etis tersebut

Menyediakan sistem untuk mendukung profesi terhadap permintaan yang tidak logis dari orang

luar

(19)

Manfaat Kode Etik Pustakawan

Manfaat bagi profesi

Manfaat bagi anggota

(20)

Manfaat bagi Profesi

• Dasar formal dari suatu organisasi yang profesional

• Sebagai indikator bahwa pekerjaan pustakawan adalah matang dan bertanggung jawab

• Kode etik akan membantu anggota memiliki standar kinerja

• Sebagai alat kontrol masuknya anggota ke dalam profesi atau asosiasi

• Meyakinkan hubungan layanan perpustakaan dan informasi yang disajikan terhadap kebutuhan masyarakat yang harus dilayani

• Menyediakan manajemen layanan perpustakaan dan informasi yang baik dan efektif

• Mendorong para pustakawan untuk memahami tanggung jawab individual untuk melibatkan diri dan mendukung asosiasi profesional mereka

(21)

Manfaat bagi Anggota

Anggota profesi memiliki tuntunan moral dalam melaksanakan tugas profesinya

Menjamin hak pustakawan dan pekerja informasi untuk berpraktik

Dapat memelihara kemampuan, keterampilan, dan keahlian para anggota

Dapat memperbaiki kinerja yang dapat mengangkat citra, status, dan reputasi

Perbaikan kesejahteraan dan apresiasi

Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kebingungan dalam melaksanakan tugas

dan tanggung jawab dalam hubungan dengan pemakai, pustakawan, dan atasan.

(22)

Manfaat bagi Masyarakat

• Meningkatkan mutu layanan terhadap masyarakat

• Memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan keluhannya, jika ada layanan yang diberikan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan

• Memberi perlindungan hak akses terhadap informasi

• Menjamin hak akses pemakai terhadap informasi yang diperlukannya

• Menjamin kebenaran, keakuratan, dan kemutakhiran setiap informasi yang diberikan

Melindungi pemakai dari beban lebih informasi (information overload)

(23)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan

Selanjutnya berdasarkan hasil koefisien determinasi atau daya penentu kode etik pustakawan dengan kinerja pustakawan di Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi

Pustakawan pada Dinas perpustakaan dan Arsip Provinsi Sumatera Utara akan berusaha mencapai keunggulan dalam profesi dengan cara menambah wawasan mengikuti seminar dan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan yaitu, Penerapan Kode Etik Pustakawan terhadap pelayanan yang diberikan Pustakawan di UPT

Perlu dilakukan kajian lanjutan oleh Perpustakaan Nasional RI, LSP Pustakawan, asosiasi profesi pustakawan serta pemangku kepentingan lainnya terkait poin-poin hasil

Sedangkan untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan kode etik pustakawan dapat ditelaah melalui beberapa hal yang disebutkan di dalam Kode Etik Pustakawan Indonesia

Selanjutnya berdasarkan hasil koefisien determinasi atau daya penentu kode etik pustakawan dengan kinerja pustakawan di Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi

Ketentuan umum pasal 1 yang berbunyi Kode Etik Pustakawan Indonesia adalah sebagai berikut sebagaimana tercantum dalam Bab I Kode Etik Pustakawan Tahun 2006: 1 Pedoman tertulis yang