• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM PIRAMIDA MAKANAN 8.1 PENDAHULUAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

8 POSISI JENIS IKAN YANG TERTANGKAP DALAM

PIRAMIDA MAKANAN

8.1 PENDAHULUAN

Interaksi trofik merupakan salah satu kunci untuk mengetahui peran ekologis suatu populasi atau spesies di dalam ekosistem. Mengingat trofik level mengambarkan hubungan keterkaitan antar organisme mulai tingkatan trofik terendah sampai dengan tingkatan trofik tertinggi. Chassot et al. (2005) mengemukakan bahwa tingkatan trofik dalam jejaring makanan terdapat mekanisme yang saling mempengaruhi antara tingkatan trofik paling atas terhadap tingkatan trofik di bawahnya (top down effect) dan sebaliknya dari tingkatan trofik paling bawah ke tingkatan trofik di atasnya (bottom up effect).

Aktivitas penangkapan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone berlangsung secara terus menerus. Dampaknya bisa diprediksi bahwa telah terjadi perubahan struktur trofik yang ada dalam ekosistem tersebut. Perubahan yang biasanya terjadi meliputi perubahan kelimpahan, produktivitas, dan struktur komunitas seperti perubahan dominansi spesies, spektra ukuran, dan hasil tangkapan. Akibatnya, hasil tangkapan perikanan secara bertahap berubah dari spesies yang berada di tingkat trofik atas menjadi spesies yang berada pada tingkat trofik bawah dalam jejaring makanan (Jaureguizar & Milessi 2008).

Mengkaji struktur trofik pada daerah pantai seperti di habitat muara sungai, mangrove, dan lamun sangat diperlukan. Mengingat pada daerah pantai merupakan daerah yang kaya dengan keanekaragaman hayati, sehingga dalam ekosistem tersebut banyak sistem interaksi pemangsaan yang terjadi. Kaitannya dengan penangkapan bahwa bisa saja ikan tertangkap pada alat tangkap bukan karena target spesies alat tangkap tersebut, melainkan ikan jenis tertentu bermigrasi atau beruaya di sekitar alat tangkap karena terkait item makanan spesies tersebut berada di sekitar wilayah penangkapan, sehingga ikan tersebut turut tertangkap.

Pengetahuan tentang trofik level setiap jenis ikan di setiap habitat dimaksudkan untuk melengkapi dan memperjelas hasil kajian mengenai hasil tangkapan dan selektivitas sebagai bagian utama dalam penelitian ini. Analisis trofik level ini diharapkan dapat memperjelas faktor penyebab tertangkapnya jenis

(2)

ikan (target spesies) pada berbagai habitat berdasarkan tingkatan trofik setiap jenis ikan hasil tangkapan yang dominan pada alat tangkap sero . Sehingga analisis ini dapat dijadikan informasi pendukung untuk melengkapi hasil analisis selektivitas alat tangkap sero yang dioperasikan di pantai.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui jenis makanan ikan yang dominan tertangkap dengan sero dan mengetahui posisi trofik level ikan yang dominan tertangkap dengan sero. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai informasi mengenai indikator dampak perikanan sero terhadap sumberdaya ikan di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.

8.2 METODE PENELITIAN 8.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Pelaksanaan penelitian pendahuluan untuk melihat waktu kebiasaan makan ikan yang tertangkap di alat tangkap sero dilakukan pada tanggal 24 – 26 Desember 2010. Pengambilan sampel isi lambung ikan dilakukan selama 4 (bulan) terhitung tanggal 22 Januari – 14 Mei 2011. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di 3 (tiga) habitat (muara sungai, mangrove, dan lamun) daerah penangkapan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone.

8.2.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama pengambilan dan pengamatan isi lambung ikan adalah sebagai berikut : perahu motor, alat tangkap sero, serok, measuring board, timbangan, cool box, toples, pisau, gunting, pinset, botol sampel, pipet tetes, larutan lugol, formalin 90%, mikroskop, buku identifikasi ikan dan plankton, kamera digital, dan alat tulis/data sheet.

8.2.3 Teknik Pengumpulan Data

8.2.3.1 Pengamatan kebiasaan waktu makan ikan

Waktu penangkapan ikan untuk isi lambung ikan terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan. Penangkapan ikan dilakukan selama 3 hari berturut dengan frekuensi penangkapan selama sehari yaitu sebanyak 3 (tiga) kali

(3)

yaitu pagi (8.00 – 10.00 Wita) , siang (12.00 – 13.00 Wita), dan sore hari (16.00 – 18.00 Wita) untuk melihat isi lambung (makanan) yang dicerna dengan tingkat kesegaran terbaik terutama pada isi lambung ikan-ikan predator.

8.2.3.2 Pengamatan Isi Lambung Ikan

Penangkapan ikan untuk data isi lambung dilakukan pada pagi hari bersamaan dengan pengambilan hasil tangkapan sero. Untuk keperluan analisis isi lambung diambil sampel secara acak sebanyak 15% dari total sampel setiap unit sero. Jenis ikan yang jumlahnya sedikit pada hasil tangkapan dominan, semua dijadikan sampel untuk mewakili setiap jenis ikan. Pengambilan hasil tangkapan untuk analisis isi lambung dilakukan sebanyak 8 (delapan) kali bersamaan pada saat pengukuran parameter lingkungan.

Perut ikan dibedah dengan menggunakan pisau bedah, kemudian dilakukan pengguntingan lambung, lambung ikan diangkat dengan menggunakan pinset. Isi lambung ikan karnivora diamati secara langsung karena jenis makanan dalam lambung sebagian besar jenis makanan dalam lambungnya dapat dikenali jenisnya, sedangkan lambung ikan herbivora dan planktivora disimpan di botol sampel terlebih dahulu, kemudian ditambahkan larutan lugol tetes untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan mikroskop. Jenis makanan yang didapatkan di dalam lambung ikan diidentifikasi dengan buku identifikasi.

8.2.4 Analisis Data

8.2.4.1 Analisis Trofik Level ikan

Struktur trofik level setiap jenis ikan yang dominan tertangkap dianalisis dengan menggunakan software TrophLab2K. Penentuan trofik level suatu spesies ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food item) yang diperoleh dari hasil analisis isi lambung (Pauly et al. 2000). Nilai trofik level suatu jenis ikan adalah 1 (satu) ditambah dengan rata-rata trofik level jenis makanannya, sehingga untuk ikan yang makanannya terdiri dari berbagai trofik level dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut :

(4)

− + = G j j ij xtroph DC troph 1 1 ...(12) dimana : DCij adalah fraksi mangsa ke-i dalam makanan konsumer ke-j; troph j

adalah trofik level ke-j dan G adalah jumlah group atau kelompok makanan dari i. 8.3 HASIL PENELITIAN

8.3.1 Jenis Makanan Ikan Dominan

Pada identifikasi lambung ikan yang dominan tertangkap dengan sero ditemukan isi lambung (jenis makanan) yang sama di setiap jenis ikan pada semua habitat. Jenis makanan setiap jenis ikan selama penelitian dan item makanan setiap jenis ikan berdasarkan TrophLab2K seperti pada Tabel 18 dan Lampiran 31-33.

Tabel 18 Jenis makanan ikan dominan dan item makanan menurut klasifikasi food item III menurut TrophLab2K

No Jenis ikan Jenis makanan Fraksi Makanan *)

1 Biji nangka Teri, udang, cacing, dan bentik

invertebrata lainnya. Bony fish, other benth. invertebrates, shrimps/prawns, polychaetes

2 Baronang lingkis Alga bentik, cacing, pecahan-pecahan daun, dan bentik invertebrata lainnya.

Benthic algae/weeds, polychaetes, debris, bony fish, other benth. invertebrates

3 Kerong-kerong Pepetek, kapas-kapas, biji nangka, udang, dan larva kepiting

Bony fish, shrimps/prawns, plank. copepoda, crabs

4 Lencam Cumi-cumi, biji nangka,

pepetek, kapas-kapas, cacing, molluska, dan crustacea

Squids/cuttlefish, bony fish, other finfish, polychaetes, other mollusks, other benth. crustaceans

5 Pepetek Alga bentik, dinoflagellates,

larva-larva kerang, larva siput, pecahan daun-daun, larva molluska, cacing, dan diatom

benthic algae/weeds, dinoflagellates, other plank. invertebrates, debris, other mollusks, polychaetes, diatoms

6 Kapas-kapas Bentik invertebrata, pecahan daun-daun, dan cacing

Other benth. invertebrates, debris, polychaetes

7 Kuwe Larva ikan, biji nangka,

kapas-kapas, teri, senangin,dan udang,

Fish eggs/larvae, benth. copepods, bony fish, shrimps/prawns, other finfish

8 Baronang Alga bentik, larva invertebrata,

dan cacing

Benthic algae/weeds, plank. invertebrates, polychaetes

9 Baracuda Teri, pepetek, larva udang,

udang, cumi-cumi, biji nangka, kapas-kapas,

Fish eggs/larvae, bony fish, shrimps/prawns,

squids/cuttlefish

(5)

8.3.2 Trofik Level Ikan Dominan

Berdasarkan hasil analisis isi lambung dan perhitungan trofik level didapatkan rata-rata trofik level setiap jenis ikan berdasarkan habitat selama penelitian di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 19) dan tingkat trofik ikan dominan tertangkap dengan sero di perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone (Tabel 20).

Tabel 9 Rata-rata ± standar deviasi (SD) trofik level setiap jenis ikan berdasarkan habitat selama penelitian

No Jenis ikan Muara sungai Mangrove Lamun

1 Baronang lingkis 2,56 ± 0,21 2,65 ± 0,22 2,67 ± 0,22 2 Baronang 2,50 ± 0,18 2,69 ± 0,23 2,64 ± 0,22 3 Pepetek 2,73 ± 0,19 2,71 ± 0,25 2,76 ± 0,28 4 Kapas-kapas 2,88 ± 0,25 2,72 ± 0,21 2,93 ± 0,25 5 Biji nangka 3,60 ± 0,49 3,53 ± 0,46 3,62 ± 0,51 6 Kerong-kerong 3,80 ± 0,64 3,77 ± 0,62 3,84 ± 0,65 7 Lencam 4,02 ± 0,18 3,95 ± 0,54 4,04 ± 0,54 8 Kuwe 4,19 ± 0,71 4,24 ± 0,72 4,22 ± 0,72 9 Baracuda 4,27 ± 0,70 4,23 ± 0,70 4,28 ± 0,72

Tabel 20 Kisaran tingkatan trofik ikan dominan yang tertangkap dengan sero di perairan pantai Pitumpanua

No Jenis ikan Trophi Kategori

1 Baronang 2,32 - 2,92 Planktivora

2 Baronang lingkis 2,35 - 2,89 Planktivora

3 Pepetek 2,46 - 3,04 Omnivora

4 Kapas-kapas 2,51 - 3,18 Omnivora

5 Biji nangka 3,07 - 4,13 Omnivora

6 Kerong-kerong 3,15 - 4,49 Omnivora

7 Lencam 3,41 - 4,58 Karnivora

8 Kuwe 3,48 - 4,96 Karnivora

(6)

8.4 PEMBAHASAN

8.4.1 Jenis Makanan Ikan Dominan

Jenis makanan setiap ikan dominan yang tertangkap dengan sero yaitu sama di setiap habitat (Tabel 8). Hal ini memberikan indikasi bahwa kondisi perairan pantai Pitumpanua Teluk Bone memiliki ketersediaan jenis makanan yang sama pada setiap habitat. Ikan-ikan yang berukuran kecil pada spesies yang sama menunjukkan perbedaan jenis makanan yang dimakannya. Jenis ikan kerong-kerong misalnya pada ukuran kecil memiliki jenis makanan cacing, larva kepiting, dan plankton copepoda, tetapi pada ukuran dewasa makanannya berubah menjadi nekton dan udang-udangan. Hal yang sama yang ditemukan oleh Asriyana (2011) bahwa ikan kurisi saat berukuran kecil menyukai fitoplankton kemudian pada ukuran sedang sampai besar berubah menjadi pemakan ikan teri (S. commersonii) dan tergolong ikan karnivora. Begitu halnya ikan kurisi yang ditemukan di perairan Teluk Labuan Banten yang mengalami perubahan kebiasaan makanan menjadi karnivora pada ukuran besar (Sjafei & Robiyani 2001).

Perubahan kebiasaan jenis makanan tersebut berkaitan dengan perkembangan ukuran tubuh ikan terutama akibat peningkatan ukuran bukaan mulut dan kemampuan alat percernaan dalam mencerna makanan. Selain itu perubahan tersebut juga berhubungan dengan tingkat perkembangan gonad ikan itu sendiri. Selain faktor tersebut ikan biasanya melakukan pengalihan menu makanan ataupun berpindah tempat untuk menghindari terjadinya kompetisi. Hal ini dilaporkan oleh Szedlmayer & Lee (2004) pada ikan kakap merah (Lutjanus campechanus) di Teluk Meksiko. Ikan tersebut melakukan perpindahan tempat dan mengganti komposisi makanannya untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dalam mendapatkan makanan dan berlindung dari predator.

(7)

8.4.2 Trofik Level Ikan Dominan

Berdasarkan hasil identifikasi isi lambung setiap jenis ikan selama penelitian maka terlihat bahwa setiap jenis ikan cenderung memiliki jenis makanan yang tidak berbeda menurut habitat. Variasi komposisi jenis makanan berdasarkan waktu pengamatan relatif sangat kecil. Kesamaan jenis makanan antara ketiga habitat dapat terjadi dalam 2 (dua) mekanisme yaitu : (1) ikan menggunakan semua habitat sebagai daerah mencari makan (feeding ground); atau (2) ikan hanya menggunakan salah satu atau dua dari ketiga habitat sebagai daerah mencari makan. Dalam penelitian ini sangat sulit untuk memastikan mekanisme mana yang terjadi karena faktanya bahwa setiap jenis ikan tertangkap di ketiga habitat (muara sungai, lamun, dan sekitar mangrove) dan jenis-jenis makanan dalam isi lambung semua jenis ikan juga terdapat dalam ketiga habitat. Penjelasan yang mendukung apabila mekanisme kedua yang terjadi adalah bahwa terjadi migrasi ikan secara harian di dalam ketiga habitat sehingga meskipun hanya menggunakan salah satu atau dua dari ketiga habitat sebagai tempat mencari makan namun karena bermigrasi dan tertangkap di habitat lain yang bukan daerah feeding groundnya. Kejadian migrasi ikan dalam ketiga habitat sangat mungkin terjadi karena lokasi antar ketiga habitat yang jaraknya relatif dekat.

Mengacu fraksi makanan penting (Tabel 11) maka jenis-jenis ikan yang tertangkap di lokasi penelitian dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : (1) ikan planktivor yang dominan makan alga bentik seperti yaitu ikan baronang dan baronang lingkis; (2) ikan omnivor yang mengkonsumsi plankton, debris, dan beberapa jenis nekton diantaranya ikan kapas-kapas, pepetek, kerong-kerong, dan biji nangka; dan (3) ikan karnivor yang mengkonsumsi berbagai jenis nekton, udang-udangan, cumi-cumi seperti pada ikan lencam, kuwe, dan barakuda.

Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata trofik level setiap jenis ikan dari semua habitat (Tabel 12) terlihat bahwa semua jenis ikan yang tertangkap dengan sero di perairan pantai Kecamatan Pitumpanua berkisar antara 2,50± 0,18 (ikan baronang) sampai 4,28 ± 0,72 (ikan baracuda). Hasil perhitungan trofik level

(8)

ikan yang tertangkap dengan sero relatif lebih tinggi dibanding yang didapatkan oleh Asriyana (2011) di perairan Teluk Kendari dengan alat tangkap pukat pantai. Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32 - 2,92; ikan omnivor berkisar antara 2,46 - 4,49; dan ikan karnivor 3,41 - 5,00. Rata-rata trofik level (dihitung dari semua waktu pengamatan) setiap jenis ikan relatif sama antara ketiga habitat. Kemiripan rata-rata trofik level ikan spesies yang sama antara ketiga habitat diduga terkait dengan pola migrasi harian jenis ikan yang terjadi diantara ketiga habitat sehingga jenis makanan yang menjadi dasar penentuan trofik level juga mirip.

Mengacu pada komposisi berat hasil tangkapan (Tabel 4) maka diketahui bahwa komposisi biomassa ikan planktivor, omnivor, dan karnivor hampir berimbang dengan persentase biomassa secara berurut 27,13%, 36,94% dan 35,93%. Apabila komposisi biomassa total hasil tangkapan dari semua habitat dihitung berdasarkan trofik level maka didapatkan bahwa persentase ikan trofik level < 3, 3-4 dan > 4 secara berurut adalah 34,87%, 29,20% dan 35,93%.

Proporsi biomassa hasil tangkapan yang relatif berimbang antar ketiga trofik level mengindikasikan bahwa kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan pitumpanua dilihat dari trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih baik. Masih tingginya proporsi ikan karnivor pada trofik level > 4 khususnya barakuda merupakan indikator penting bahwa rantai makanan (food chain) relatif masih baik dan mendukung untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan-ikan pada trofik level lebih tinggi. Berbeda dengan yang didapatkan Hatta (2010) dan Sudirman (2003) yang mendapatkan proporsi trofik level ikan karnivor yang tertangkap dengan bagan rambo sangat rendah di Perairan pantai Kabupaten Barru yang menunjukkan bahwa telah terjadi overfishing di wilayah tersebut.

Kesenjangan proporsi ikan karnivor yang cukup jauh antara ikan barracuda dengan ikan kuwe, dan lencam pada trofik level yang hampir sama dengan barracuda mengindikasikan bahwa jejaring makanan (food web) di lokasi penelitian sedikit terganggu. Fakta dari kesenjangan ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi perpindahan energi dan biomassa dari trofik level rendah sampai ke trofik level lebih tinggi (> 4) namun hanya intensif pada salah satu jalur rantai makanan saja yaitu rantai pada ikan baracuda. Rantai makanan pada jalur yang

(9)

menuju pada ikan kuwe dan lencam menunjukkan aliran biomassa dan energi yang sangat kecil.

Kondisi ketidak seimbangan proporsi antara ketiga jenis ikan karnivor dengan asumsi bahwa proporsi ketiga jenis ikan karnivor tersebut yang tertangkap proporsional dengan populasinya di alam dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya :

1. Pengaruh parameter lingkungan yang menyebabkan perbedaan terhadap : kelimpahan item makanan pokok baik larva maupun dewasanya, kelangsungan hidup fase larva dan juvenil ketiga jenis ikan karnivor tersebut.

2. Toleransi terhadap fluktuasi di lingkungan pantai yang berbeda antara ketiga jenis ikan karnivor.

3. Perbedaan fekunditas antara ketiga jenis ikan karnivor.

4. Kemampuan kompetisi yang berbeda antara ketiga jenis ikan karnivor baik terhadap ruang maupun terhadap makanan.

5. Laju mortalitas dan laju tangkap yang berbeda oleh alat tangkap lain selain sero terhadap ketiga jenis ikan karnivor.

Mengacu pada hasil yang didapatkan dalam penelitian ini maka dari analisis isi lambung maka dapat dijelaskan bahwa sangat besar kemungkinan bahwa ikan barracuda memiliki kemampuan kompetisi yang lebih unggul dibanding kedua jenis ikan karnivor lainnya yaitu ikan kuwe dan lencam. Fakta yang mendukung dugaan ini adalah kemiripan dan overlap item makanan diantara ketiga jenis ikan tersebut. Fraksi makanan bony fishes dimakan oleh ketiga jenis ikan, telur/larva ikan, dan udang-udangan dikonsumsi bersama oleh ikan barracuda dan ikan kuwe, cepalophoda (cumi-cumi) dikonsumsi oleh ikan barracuda bersama ikan lencam. Melihat dari item makanan barracuda yang kesemuanya overlap dengan kedua jenis ikan lainnya maka seharusnya ikan barracuda yang paling rendah populasinya (proporsional yang tertangkap) apabila kemampuan kompetisinya sama. Karena sebaliknya menunjukkan fakta yang terbalik dimana proporsi ikan barrcuda lebih tinggi maka hanya sangat mungkin terjadi apabila kemampuan kompetisi ikan barracuda lebih tinggi dibanding kedua ikan lainnya terutama dalam mendapatkan makanan dengan asumsi faktor lain yang mempengaruhi seperti dijelaskan di atas dianggap sama.

(10)

Secara teoritis apabila kemampuan kompetitif antara ketiga jenis ikan karnivor sama maka yang berpeluang memiliki populasi yang lebih tinggi adalah ikan lencam karena memiliki spektrum makanan yang lebih luas dibanding ikan barracuda dan kuwe. Sesuai fakta ini pula maka dapat diduga bahwa kemungkinan besar bony fishes sebagai fraksi makanan yang dikonsumsi oleh ketiga jenis ikan karnivor menjadi item makanan utama dari ketiga jenis ikan tersebut. Jika tidak maka semestinya ikan lencam yang spektrum makanannya lebih luas memiliki populasi yang lebih tinggi karena apabila bony fishes terbatas maka dia dapat mengkonsumsi jenis lainnya yang tidak bersaing dengan ikan kuwe maupun barracuda.

Keunggulan kompetitif ikan barakuda sangat ditunjang oleh morfologi dan fisik terkait dalam mendapatkan makanan. Ikan barracuda merupakan ikan pelagis yang dilengkapi gigi-gigi yang tajam, mata, dan kemampuan renang yang lebih cepat sangat memungkinkan ikan ini lebih unggul dibandingkan dengan lencam dan kuwe dalam mencari dan memperebutkan makanan yang umumnya terdiri dari nekton yang aktif bergerak.

8.5 KESIMPULAN DAN SARAN 8.5.1 Kesimpulan

1. Setiap jenis ikan cenderung memiliki fraksi makanan yang tidak berbeda menurut habitat dan variasi komposisi item makanan berdasarkan waktu pengamatan relatif sangat kecil.

2. Kondisi ekologis ketiga ekosistem pantai di perairan pitumpanua dilihat dari trofik level ikan yang tertangkap dengan sero relatif masih baik.

3. Ikan planktivor yang tertangkap berada pada kisaran trofik level 2,32 - 2,92, ikan omnivor pada kisaran 2,46 - 4,49, dan ikan karnivor pada kisaran 3,41-5,00.

(11)

8.5.2 Saran

Sebaiknya perlu penelitian lanjutan mengenai trofik level pada hasil

tangkapan alat tangkap lain untuk melihat jalur rantai makanan yang terjadi di perairan pantai Pitumpanua Kabupaten Wajo, Teluk Bone.

Gambar

Tabel 18  Jenis makanan ikan dominan dan item makanan menurut klasifikasi  food item III menurut TrophLab2K
Tabel 9 Rata-rata ± standar deviasi (SD) trofik level setiap jenis ikan berdasarkan  habitat selama penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Ikan contoh ditangkap dengan menggunakan jaring insang (rampus) dengan ukuran mata jaring 31,75-50,80 mm di daerah muara sungai dan perairan pantai. Ikan yang tertangkap

perbedaan jenis dan jumlah jenis ikan yang hidup di masing-masing perairan danau ada yang banyak dan ada yang sedikit Jumlah jenis ikan yang didapat pada lokasi

Untuk mendapatkan data tentang Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Batang Air Dingin kota Padang dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, yaitu pada

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, jenis-jenis ikan yang tertangkap di Batang Tarusan Nagari Nanggalo Kecamatan Koto XI Tarusan

Struktur ukuran ikan cakalang yang tertangkap dengan purse seine di perairan Laut Flores tanpa rumpon berada dalam kisaran panjang 19,5 cm FL – 69,5 cm FL, ukuran panjang

Ikan contoh ditangkap dengan menggunakan jaring insang (rampus) dengan ukuran mata jaring 31,75-50,80 mm di daerah muara sungai dan perairan pantai. Ikan yang tertangkap

Hal ini sesuai dengan kriteria Indeks Shannon-Wienner bahwa nilai tersebut menunjukan keanekaragaman jenis ikan yang berasosiasi pada apartemen di perairan laut

Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di TPI Oeba Kota Kupang merupakan jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan pada perairan Kota Kupang, dimana jenis-jenis ikan tersebut