• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOBAT TRADISIONAL (NAMALO) DALAM KEHIDUPAN PENDERITA KANKER PAYUDARA DAN CARA MENGATASINYA PADA WANITA BATAK TOBA SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGOBAT TRADISIONAL (NAMALO) DALAM KEHIDUPAN PENDERITA KANKER PAYUDARA DAN CARA MENGATASINYA PADA WANITA BATAK TOBA SKRIPSI."

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOBAT TRADISIONAL (NAMALO) DALAM KEHIDUPAN PENDERITA KANKER PAYUDARA DAN CARA MENGATASINYA

PADA WANITA BATAK TOBA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Nella Sari Erpinna Lumban Tobing NIM: 150901020

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

PENGOBAT TRADISIONAL (NAMALO) DALAM KEHIDUPAN PENDERITA KANKER PAYUDARA DAN CARA MENGATASINYA

PADA WANITA BATAK TOBA

ABSTRAK

Kanker payudara (breast cancer) merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia. Kanker payudara dapat terjadi kapan saja dan menyerang wanita berumur 40-50 tahun, tapi saat ini sudah mulai ditemukan pada remaja berusia 18 tahun sebagai penderita kanker. Keberhasilan Namalo dalam meyembuhkan penyakit pasien mulai dari penyakit yang sederhana hingga penyakit dengan tingkat kronis menimbulkan kepercayaan pada masyarakat untuk memilih pengobatan ini. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menjadikan individu sebagai subjek penelitian. Informan penelitian ditentukan dengan prosedur purposif. Data dikumpulkan dengan menggunakan tiga metode yaitu wawancara semi terstruktur, observasi dan dokumentasi. Interpretasi data dilakukan secara bertahap mulai dari pengumpulan data, reduksi data hingga diperoleh kesimpulan dan rekomendasi penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian penyakit kanker payudara (andorabion) yang dialami oleh informan penderita memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Ciri awal penyakit kanker payudara yang dialami penderita benjolan sebesar biji jagung, sekitar benjolan berkerut, kemudian benjolan mengalami perubahan dengan mengeluarkan nanah. Ciri lain andorabion ialah Urat payudara muncul (bengkak) dan bermerah, punggung terasa berat, bagian payudara yang sakit terasa nyeri, beberapa hari kemudian ada 4 lubang luka di payudara. Kemudian ciri yang berbeda yaitu Bintik- bintik merah seperti jerawat, lama kelamaan semakin besar sebesar telur ayam kampung. Ramuan yang digunakan beragam yaitu obat-obat yang sudah diramu dari buah pinang, tembakau Karo, kapur sirih, minyak salam dan jarum. Ramuan lain ialah bahan obat-obatan yang diramu dari jahe, kencur, jeringo, arang, lada hitam, kemenyan. Ramuan yang berbeda ialah bahan obat-obatan yang diramu dari paku, garam, air (air yang mengalir). Ramuan yang berbeda diramu dari monis, bululagi, sira bodil. Metode penggunaan ramuan terbagi dua yaitu dioleskan kebagian payudara yang terkena kanker dan meminum ramuan, dan pengobatan kiriman (tongosan).

Dalam proses Pengobatan, masyarakat dilandasi oleh tindakan orientasi nilai. Hal ini dibuktikan dengan awal mula masyarakat mengenal pengobatan dan berkaitan nilai- nilai agama yang dianut. Kedua, motif dan tindakan dalam memilih pengobatan tradisional Batak Toba ialah tindakan instrumental. Masyarakat memilih pengobatan tradisional tidak luput dari pertimbangan pertimbangan yang dianggap efisien.

Pengobatan tradisional tidak ada patokan biaya dalam berobat di pengobatan Namalo.

Sugesti dalam pengobatan tradisional Batak Toba sangat kental, Namalo meyakinkan

(3)

pasiennya dengan alat-alat dan ramuan yang didoakan. Sugesti yang diberikan oleh keluarga menimbulkan kepercayan pasien akan keberhasilan pengobatan yang dilakukan oleh Namalo. Adanya kepercayaan yang kuat pada diri penderita kanker payudara melalui sugesti dari pihak luar yang telah berhasil dalam pengobatan tradisional meyakinkan pandangan dan anggapan positif penderita serta menambah kepercayaannya terhadap pengobatan tradisional tradisional Batak Toba sehingga mempengaruhi penderita kanker payudara untuk melakukan pengobatan tradisional Batak Toba (Namalo).

Kata Kunci: Pengobat (Namalo), Kanker payudara, Tindakan sosial, Sugesti

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan bimbinganNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengobat Tradisional (Namalo) Dalam Kehidupan Penderita Kanker Payudara Dan Cara Mengatasinya Pada Wanita Batak Toba”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial (S. Sos) pada Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini mendeskripsikan pengobatan tradisional Batak Toba (Namalo) Dalam kehidupan penderita kanker payudara pada wanita Batak Toba. Melihat bahaya dari kanker payudara dan kemampuan mengobati oleh Namalo dalam etnis Batak Toba, mendorong penulis untuk mengangkat kembali eksistensi pengobatan tradisional Batak Toba sebagai media pengobatan kanker payudara melalui kegiatan riset ilmiah. Dengan harapan riset ini dapat bermanfaat untuk masyarakat secara umum, akademisi dan praktisi. Riset ini juga menjadi awal bagi penulis untuk melakukan kajian-kajian yang lebih kompleks terutama menyangkut keberhasilan pengobat Batak Toba (Namalo) dalam pengobatan kanker payudara dengan konsentrasi keilmuan yang digeluti penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan banyak pihak skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, doa,bantuan moril sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih banyak untuk kesempatan, waktu dan pikiran yang

(5)

diluangkan oleh pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada:

1. Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk memperoleh beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Beasiswa yang diterima oleh penulis sangat membantu dalam proses perkuliahan.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara atas segala fasilitas dan dukungan yang diberikan selama penulis mengenyam pendidikan di FISIP USU.

3. Ibu Dr. Harmona Daulay, S.Sos, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU atas dukungan, motivasi dan fasilitas yang diberikan selama penulis mengenyam pendidikan di Departemen Sosiologi.

4. Profesor Rizabuana, Phd selaku dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi atas segala motivasi, dukungan dan kasih sayang yang diberikan selama penulisa mengenyam pendidikan.

5. Ibu Ria Manurung, M. Si dan Ibu Harmona Daulay M,Si selaku dosen penguji atas segala masukan dan ilmu yang diberikan pada saat seminar, ujian meja hijau maupun di luar kelas.

6. Seluruh dosen yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan staf pegawai (Kak Ernita dan Bang Abel).

(6)

7. Kepada kedua kekasih hati yakni orang tua penulis Bapak Hulman Lumban Tobing dan Romasi br Munthe atas segala jerih payah, dukungan doa dan materi yang tiada hentinya sejak penulis lahir hingga saat ini. Semoga doa dan dukungan kalian dapat menghantarkan anakmu untuk mencapai harapan dan cita- cita di kemudian hari.

8. Kepada ke 6 saudara penulis, yaitu kak Nova Lumban Tobing, abang Horas Lumban Tobing, abang Rizal Lumban Tobing, abang Jusrin Lumban Tobing, yang selalu mendukung dari jauh, memberikan doa, semangat dan dukungan materi yang dicukupkan untuk penulis disela-sela perkuliahan selama ini, serta kepada ke 2 adik penulis yaitu Fridon Lumban Tobing dan Valentina Lumban Tobing yang tidak lupa juga buat abang ipar Patar Sihotang dan Eda Tina Simanjuntak terimakasih telah memberi doa dan kata-kata penyemangat bagi penulis selama ini.

9. Untuk dua kesanyanganku yang selalu membuat penulis lebih semangat yaitu adek Bou yang pintar dan manis yaitu Gorety Happy Neysa Lumban Tobing dan adek ganteng Tante yaitu Simon Sihotang, aku sangat bersyukur dengan kehadiran kalian.

10. Kepada abang Dody Jefri Manalu kekasih hatiku, terimakasih telah membantuku dengan sangat maksimal, yang selalu menemani dan memberikan semangat dari awal perkuliahan hingga saat ini.

11. Keluarga besar Ompung Gogo Lumban Tobing Ompung Parulian Munthe.

Terimakasih atas doa dan dukungan yang diberikan, semoga penulis dapat menjadi teladan bagi keluarga.

(7)

12. Seluruh informan di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Dairi yang telah bekerjasama dan memberikan kemudahan bagi penulis selama proses penulisan.

13. Rekan-rekan alumni SMA Negeri 1 Doloksanggul yaitu, Devilia Manullang, Vera Lumban Tobing, Eryza Pasaribu, Indah Purba, Monica Trivena, Holong Munthe, Armansyah Sihite, Berton Simamora semoga kesuksesan selalu dekat dengan kita.

14. Leona Sihotang dan Debby Aulia atas dukungan, kerjasama dan pengalaman yang pernah dilalui bersama terutama dalam mengikuti proses perkuliahan melaksanakan kegiatan kemahasiswaan. Pengalaman bersama kalian telah menempah penulis menjadi seseorang yang gigih dalam berjuang.

15. Berton Pakpahan, adalah seorang teman yang sama-sama berjuang dengan penulis, terimakasih untuk segala bantuan ilmu dan semangat juangmu yang membuat penulis semakin kagum dengan segala yang dilakukan.

16. Mandro Simanullang dan Cekwan Purba senior yang sangat membantu penulis menempa dan membantu membentuk kepribadian sebagai seorang yang displin, pejuang dan yang selalu memberikan motivasi dari semester awal hingga menulis skripsi. Terimakasih untuk segala bantuan dan dukungan serta sharing ilmu yang diberikan selama kurang lebih empat tahun.

17. Adik-adik junior stambuk 2016, 2017, dan 2018, Cesia, Yohana Sinaga, Valerin, Jefri, Manuella,

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan baik dari aspek metode, analisis, sistematika penyusunan dan penggunaan bahasa. Oleh karena

(8)

itu penulis sangat mengharapkan apresiasi dari para pembaca berupa saran dan kritik untuk pembelajaran. Saran dan kritik dapat disampaikan melalui email nellasarierpinna@gmail.com .Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melindungi dan melimpahkan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Mei 2019 Penulis

Nella Sari E. Lumban Tobing NIM: 150901020

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR ISI...viii

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang ...1

1.2. Rumusan Masalah ... 15

1.3. Tujuan penelitian ... 15

1.4. Manfaat Penelitian ... 16

1.4.1. Manfaat Teoritis ...16

1.4.2. Manfaat Praktis ...16

1.5. Defenisi Konsep ... 16

BAB II 21 TINJAUAN PUSTAKA... 21

2.1. Teori Tindakan Sosial ... 21

2.2. Teori Kepercayaan ... 24

2.3. Penelitian Terdahulu... 26

BAB III 33 METODE PENELITIAN ...33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 34

3.3.1. Unit Analisis...34

3.3.2. Informan ...34

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 95

3.3.1. Data Primer ...96

3.4. Interprestasi Data ... 97 BAB IV 98

(10)

PEMBAHASAN ...98

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian... 98

4.2. Pengobatan Tradisional Batak Toba (Namalo) ... 107

4.2.1. Pengobat Tradisional Batak Toba(Namalo) ...107

4.2.2. Cara Namalo Dalam menentukan Penyakit ...112

4.2.3. Bahan obat-obatan (Pulungan) ...113

4.2.4. Cara atau Metode pengobatan Namalo ...129

4.2.4. Doa dalam Pengobatan ...137

4.2.5. Pantangan Pengobatan Namalo ...138

4.2.6. Biaya pengobatan ...140

4.3. Pengobatan Namalo pada Andorabion Menurut Perempuan Batak Toba ... 143

4.3.1. Ciri-ciri kanker payudara (andorabion) ...143

4.3.2. Lama Kesembuhan Pasien ...145

4.3.3. Pantangan Dalam Pengobatan Penderita ...146

4.3.4. Metode Pengobatan yang Diterima...148

4.4. Tindakan Sosial Penderita Kanker Payudara dalam Memilih Pengobatan Tradisional 151 4.4.1. Tindakan tradisional ...151

4.4.2. Tindakan Penderita Kanker Payudara Berorientasi Nilai ...155

4.4.3. Tindakan Rasionalitas Instrumental Penderita Kanker Payudara dalam Pemilihan Pengobatan...157

4.5. Sugesti Dalam Pengobatan Kanker Payudara ... 158

4.5.1. Dukungan Pengobat (Namalo) ...160

4.5.2. Dukungan Keluarga...161

4.5.3. Dukungan Secara Spritual ...163

BAB V 166 KESIMPULAN DAN SARAN ...166

5.1. Kesimpulan ... 166

5.2. Saran 169 DAFTAR PUSTAKA ...172

LAMPIRAN...175

(11)

GLOSARIUM ...182

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Distribusi frekuensi penderita kanker payudara rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2013...5

Tabel 4.1. Bahan dan Alat obat-obatan (Pulungan)...130

Tabel 4.2. Pantangan Dalam Pengobatan Namalo...141

Tabel 4.3. Ciri-ciri Kanker Payudara ...146

Tabel 4.4. Pantangan Dalam Pengobatan...149

Tabel 4.5. Metode Pengobatan...152

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut (American Cancer Society, 2014) kanker payudara (breast cancer) adalah penyakit yang sangat berbahaya karena menjadi salah satu penyebab kematian utama di dunia. Kanker payudara dapat terjadi kapan saja dan menyerang wanita berumur 40-50 tahun, tapi saat ini sudah mulai ditemukan pada remaja berusia 18 tahun sebagai penderita kanker. Estimasi Globocan dan IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2012, menyebutkan bahwa kanker payudara2 adalah kanker dengan persentase kasus baru tertinggi (43,3%) dan persentase kematian tertinggi (12,9%) pada perempuan di dunia. Kanker ini menempati urutan sebagai penyebab kelima kematian akibat kanker secara keseluruhan (522.000 kematian) dan merupakan penyebab kematian yang paling sering terjadi pada perempuan di daerah yang kurang berkembang (324.000 kematian, 14,3% dari total), menjadi penyebab kedua kematian akibat kanker di daerah yang lebih maju (198.000 kematian, 15.4%).

Kisaran angka kematian antar wilayah dunia kurang menguntungkan dari kanker payudara pada daerah berkembang, mulai dari 6 kematian per 100.000 di Asia Timur sampai 20 kematian per 100.000 orang di Afrika Barat (Ferlay Jacques, dkk, 2012).

Data organisasi kesehatan Dunia (WHO, 2010), mengatakan bahwa setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar 7 juta orang. Pengendalian

(13)

kanker internasional UICC (Union for international Cancer kontrol) juga memprediksi akan terjadi peningkatan lonjakan penderita kanker sekitar 300% di seluruh dunia pada tahun 2030. Survey terakhir di dunia menunjukkan setiap 3 menit ditemukan penderita kanker payudara dan setiap 11 menit ditemukan seorang perempuan meninggal akibat kanker payudara (Sri Mularsih, 2017).

Hampir seperempat (24%) dari semua penderita kanker payudara didiagnosis di kawasan wilayah Asia-Pasifik (sekitar 404.000 kasus dengan laju 30 per 100.000), dengan jumlah terbesar yang terjadi di Cina (46%), Jepang (14%), dan Indonesia (12%). Tingkat kejadian bervariasi sekitar 10 kali lipat di seluruh wilayah, mulai dari perkiraan 9 per 100.000, di Mongolia hingga 88 per 100.000, di Kaledonia Baru dan 92 per 100.000, Australia (86 per 100.000), dan Selandia Baru (85 per 100.000) juga memiliki tingkat insiden yang jauh lebih tinggi daripada negara-negara besar lainnya.

Insiden tertinggi kanker payudara untuk Asia Timur terjadi di Jepang dan Korea Selatan (keduanya 52 per 100.000) dan untuk Asia Tenggara tingkat tertinggi di Singapura (65 per 100.000). Kanker payudara adalah jenis kanker yang paling umum di antara wanita di Asia-Pasifik, terhitung 18% dari semua diagnosa kanker. Ini juga peringkat pertama untuk perempuan di sebagian besar negara di kawasan yang perkiraannya tersedia (19 dari 26), kecuali Kamboja dan Papua Nugini di mana ada lebih banyak kanker leher rahim, Cina dan Korea Utara ada lebih banyak kasus kanker paru, Korea Selatan di mana kanker payudara berada di urutan kedua di belakang kanker tiroid (kelenjar gondok), Laos di mana peringkat kedua setelah

(14)

kanker hati dan Mongolia, di mana kanker payudara adalah jenis kanker paling umum kelima yang didiagnosis untuk wanita (Youlden, 2014).

Penyakit kanker serviks dan payudara merupakan penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2013, penderita kanker serviks meningkat sebesar 0,8% dan kanker payudara sebesar 0,5%. Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi kanker serviks tertinggi yaitu sebesar 1,5% sedangkan prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat pada Provinsi D.I. Yogyakarta, yaitu sebesar 2,4%. Berdasarkan estimasi jumlah penderita kanker serviks dan kanker payudara terbanyak terdapat pada Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah (RI, 2013).

Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diketahui bahwa jumlah pasien kanker payudara stadium lanjut semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 diketahui terdapat 49,70% pasien kanker payudara stadium lanjut dari seluruh kasus kanker di rumah sakit tersebut, kemudian meningkat menjadi 55,30%, pada tahun 2009 menurun sedikit menjadi 50,44% pada tahun 2010, namun angka tersebut melonjak hingga 58% pada tahun 2011 dan 2012. Selanjutnya dijelaskan bahwa penderita kanker payudara akan hidup hingga 5 tahun setelah didiagnosis, dan lebih dari 75% nya bertahan hingga 10 tahun. Berdasarkan data dari National Cancer Database pada tahun 2001 – 2002, didapatkan bahwa pasien kanker payudara bertahan hidup selama pada stadium 3A sebesar 67%, 3B sebesar 41%, 3C 49%, serta stadium 4 sebesar 15% (Hermansyah, 2017) sedangkan data pasien di RS kanker Dharmais, selama tahun 2010-2015, kanker payudara, kanker serviks dan kanker paru

(15)

merupakan tiga penyakit terbanyak dan jumlah kasus baru serta jumlah kamatian akibat kanker tersebut terus meningkat. Dari 10 jenis kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais Jakarta, kanker payudara menduduki urutan pertama dalam 10 tahun terakhir sampai tahun 2016. Bahkan terjadi peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya, proporsi kanker payudara sekitar 40% dari seluruh kasus kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais (Hermansyah, 2017).

Staplenton, pada penelitiannya menyebutkan bahwa keterlambatan pasien (patient delay) disebabkan karena rasa takut datang kerumah sakit, pengetahuan yang kurang tentang gejalan kanker payudara, faktor kultural, serta pengetahuan dan kesadaran yang kurang dalam melakukan prosedur deteksi dini. Kurangnya akses ke rumah sakit dan kurangnya pengetahuan tenaga kesehatan tentang penanganan kanker yang benar merupakan faktor yang diketahui berhubungan dengan keterlambatan sistem rujukan (Lumintang & dkk, 2017).

(16)

Tabel 1.1

Distribusi frekuensi penderita kanker payudara rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2013

Kelompok Usia ( Tahun) Frekuensi (N) Persentase (%)

20-30 4 2.7

31-40 20 13.6

41-50 47 32.0

51-60 59 40.1

61-70 17 11.6

Total 147 100

(Sumber: data rekem medis penderita, RSUP Haji Adam Malik Medan 2013)

Data rekam medis rumah sakit Haji Adam Malik bahwa di Provinsi Sumatera Utara umur tertinggi yang menderita kanker payudara adalah golongan umur 51-60 tahun sebanyak 59 orang (40,1%), kemudian golongan umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 47 orang (32,0%), 31-40 tahun sebanyak 20 orang (13,6%), 61-70 tahun sebanyak 17 orang (11,6%) dan terendah golongan umur 20-30 tahun sebanyak 4 orang (2,7%) (Gengatharan, 2014).

Berdasarkan penelitian Zulkanaini (2013), permasalahan yang dihadapi selama ini di dunia kedokteran adalah sistem pengambil keputusan untuk menentukan penyakit masih menggunakan cara manual yang dilakukan oleh dokter. Padahal dokter sebagai manusia memiliki kelemahan alamiah yaitu lelah dan terbatas fisiknya akibatnya bisa salah diagnose, lambat, terkadang tidak pasti. Begitu juga untuk

(17)

kanker payudara. Pada proses pendetiksian jenis penyakit yang dilakukan secara konvensional, sering terjadi penyimpang hasil diagnosa terutama pada penyakit kanker. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya keakuratan informasi data yang diperoleh, ketika pemeriksaan terhadap pasien data yang diperoleh belum terukur.

Begitu juga penilaian yang berbeda antara satu dokter dengan dokter yang lain dikarenakan belum adanya penentuan nilai kondisi hasil diagnosa yang berdasarkan pembobotan terhadap gejala yang timbul.

Berdasarkan penelitian CH Ng yaitu membandingkan antara dua rumah sakit tersier di Malaysia dan Indonesia sesuai perkiraan kanker payudara yang terjadi diantara kedua negara. Bila dibandingkan dengan Malaysia, Indonesia lebih tinggi tingkat penyakit tersebut, meskipun Indonesia dan Malaysia memiliki usia populasi media yang sama yaitu 28,4 tahun di Indonesia dan 26,2 tahun di Malaysia. Wanita dengan kanker payudara di Indonesia terlambat dalam pengobatan dengan usia yang lebih muda dibandingkan dengan pasien kanker payudara di Malaysia.

Keterlambatan pemeriksaan kanker payudara dapat diakitbatkan karena di Indonesia memiliki lebih banyak desa daripada di Malaysia, sementara DCC (Dharmais Cancer Centre) berada di pusat Kota. Jauhnya lokasi antara pemukiman dengan DCC mengakibatkan keterlambatan pemeriksaan kanker payudara. Wanita di DCC sangat mungkin untuk hadir dengan kanker payudara mestastatik dibandingkan dengan wanita di UMMC (University Malaysia Medical Centre) yang mencerminkan perbedaan dalam pembagunan sosial ekonomi masing-masing negara. Meskipun kedua negara tidak memiliki program skrining kanker payudara berbasis populasi,

(18)

tampak nya ada perbedaan dalam kesehatan payudara antara kedua negara. Tingkat kemiskinan di Indonesia lebih tinggi daripada di Malaysia (Dilihat dari pengeluaran USD 1,25 per hari) dibandingkan dengan 2% di Malaysia. Pengeluaran total per kapita untuk perawatan kesehatan di Malaysia hampir 7 kali lebih tinggi daripada di Indonesia (CH Ng & dkk, 2011)

Sampai saat ini, tatalaksana kanker payudara, baik terapi pembedahan maupun non-pembedahan, bersifat kuratif atau paliatif untuk meningkatkan kualitas hidup penderita. Dibutuhkan terapi sistemik seperti kemoterapi untuk membunuh sel- sel kanker yang ada pada payudara. Kemoterapi diberikan dengan tujuan terapi induksi, dimana kemoterapi diberikan sebagai monoterapi untuk kanker yang sudah bermetastasis dan tidak ada pilihan terapi lain. Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum pembedahan untuk mengecilkan ukuran tumor. Kemoterapi yang diberikan setelah pembedahan bertujuan untuk mengurangi risiko kekambuhan dan meminimalkan metastasis (Catherine Van Poznak, 2015).

Obat kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker, namun dapat juga menyerang sel-sel sehat. Jaringan yang paling banyak mengalami kerusakan adalah organ yang mempunyai daya proliferasi tinggi, seperti traktus gastrointestinal, folikel rambut, dan sumsum tulang. Supresi sumsum tulang yang biasa terjadi sebagai efek samping kemoterapi salah satunya penurunan sel darah putih (leukopenia) (Ricci &

Zong, 2006).

Leukopenia merupakan salah satu efek samping yang terjadi akibat toksisitas obat kemoterapi. Leukopenia pasca-kemoterapi menjadi masalah yang penting yang

(19)

membawa dampak negatif terhadap kualitas hidup penderita kanker, meningkatkan morbiditas dan mortalitas penderita. Leukopenia dapat terjadi segera atau beberapa hari setelah kemoterapi. Leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-7 sampai dengan hari ke-14 pasca-kemoterapi dan dapat terus berlanjut setelah obat dihentikan. Terjadinya leukopeni pascakemoterapi dapat menimbulkan komplikasi yang berdampak buruk pada kondisi pasien, salah satunya infeksi, sehingga dibutuhkan penanganan segera untuk meningkatkan jumlah leukosit. Penanganan yang saat ini telah dilakukan salah satunya pemberian Colony Growth Factor (CGF) untuk meningkatkan jumlah sel darah putih selama dilakukan kemoterapi. Namun, pemberian obat ini membutuhkan biaya yang besar dan dapat menyebabkan beberapa efek samping yang mengganggu, seperti mialgia, demam, dan kemungkinan reaksi alergi (Nareswari & dkk, 2017).

Pesatnya perkembangan pengobatan modern dan berbagai macam fasilitas pengobatan yang modern, namun masih terdapat kekurangan-kekurangan yang justru mempersulit pasien yang berobat di pengobatan modern seperti kesulitan administrasi, biaya dan ketakutan masyarakat dalam melakukan operasi atau pembedahan sehingga sebagian masyarakat masih ditemukan dalam kenyataanya menggunakan pengobatan alternatif sebagai upaya dalam mencari kesembuhan karena tentunya bila dilihat kembali pengobatan alternatif dinilai oleh sebagian masyarakat memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pengobatan modern (Firdaus, 2017).

(CAM) Complementary and Alternatif Medicine didefinisikan oleh National Center of Complementary and Alternatif Medicine sebagai berbagai macam

(20)

pengobatan, baik praktik maupun produk pengobatan yang bukan merupakan bagian pengobatan konvensional (Sood & dkk, 2007). Sebuah penelitian di Amerika Serikat dilakukan untuk menilai bagaimana perilaku dokter ahli penyakit (sampel 660 orang) dalam terhadap CAM. Didapatkan hasil bahwa 76% dokter tidak pernah menyarankan pasiennya untuk menjalani terapi CAM. Tetapi 44% dokter menyatakan merujuk pasiennya ke praktisi CAM apabila tersedia fasilitas ini di institusi kerja mereka. Lima puluh lima persen dokter menyatakan bahwa kerjasama dengan praktisi CAM memiliki efek positif terhadap kepuasan pasien, dan 48% percaya bahwa dengan menawarkan pengobatan CAM akan meningkatkan jumlah kunjungan pasien.

Kebanyakan dokter setuju bahwa terapi CAM menjanjikan untuk mengobati gejala dari penyakit, tetapi mayoritas dari mereka tidak nyaman apabila mereka menyarankan pasiennya untuk menjalani terapi CAM. Randomized Controlled Trial diperlukan untuk menyakinkan para dokter agar mereka bersedia untuk bekerja sama dengan praktisi CAM (Winegardner & dkk, 2011).

Berdasarkan Kepmenkes nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasa rkan pengalaman (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

(21)

Menurut Pinzon (2007), beberapa pihak mengklaim bahwa penggunaan obat tradisional seringkali berhasil ketika dunia kedokteran telah angkat tangan. Beberapa yang lain mengklaim bahwa penggunaan obat tradisional adalah bebas dari efek samping yang merugikan pasien. Penggunaan obat-obat herbal merupakan bagian dari tradisi pengobatan yang turun-temurun di berbagai kultur. Pengobatan tradisional Cina dan jamu merupakan hal yang umum dijumpai. Pengamatan menunjukkan bahwa ada peningkatan kecenderungan penggunaan obat-obat herbal dan terapi alternatif dewasa ini. Tidak ada yang menginformasikan bahwa obat anti kanker seperti paklitaksel itu berasal dari kulit pohon sejenis pohon pinus, diperlukan upaya bertahun-tahun dan amat mahal untuk mendapatkan bahan aktifnya (diperlukan uji coba berlapis selama bertahun-tahun dan dana ratusan juta dollar (Satria, D, 2013).

Keberhasilan pengobatan tradisional dalam penelitian (Fanani & Dewi, 2014) melihat kepercayaan kesehatan pada pasien pengobatan alternatif supranatural dengan bantuan dukun dilihat dari teori HBM (Healt Belief Model). Dalam penelitian, penderita menjelaskan bahwa hasil pemeriksaan membuat penderita terkejut karena tidak ditemukan penyakit apapun didalam tubuhnya secara medis. Bahkan dokter yang merawatnya juga menyarankan pasien untuk melakukan pengobatan ke orang pintar. Keberhasilan pengobatan yang mereka rasakan atas pengobatan penyakitnya membuat penderita semakin percaya untuk melakukan pengobatan ke dukun. Melalui kutipan wawancara dijelaskan bahwa, penderita menganggap bahwa dukun bisa menyembuhkan penyakit yang menyebabkan rasa sakit yang luar biasa ditubuh pasien. Metode pengobatan dukun sendiri sangatlah sederhana, yaitu dengan

(22)

mengoleskan kunyit dibagian yang sakit. Metode tersebut menurut penderita lebih efektif daripada pengobatan dokter yang harus mengkonsumsi obat-obatan. Penderita merasa percaya bahwa pengobatan tradisional membawa manfaat yang besar bagi kesembuhan penderita yang menggunakannya. Rasa sakit yang diraskan penderita bisa hilang secara cepat jika mengoleskan kunyit tersebut. Selama proses penyembuhan penyakit, pihak keluarga dan teman memberikan dukungan sepenuhnya kepada penderita. Tidak seorang pun yang melarang penderita untuk melakukan pengobatan ke dukun. Selain itu, proses pengobatan yang cepat dengan biaya yang murah membuat penderita menjadi semakin termotivasi untuk tetap melakukan pengobatan ke dukun.

Sebuah survei tanaman obat yang digunakan oleh klan Deb barma dari suku Tripura di distrik Moulvibazar, Bangladesh dengan melakukan metode wawancara dengan penyembuh dan kelompok dewasa dari klan menunjukkan bahwa mereka percaya penyakit terjadi dari kutukan dewa jahat tertentu, atau disebabkan oleh roh jahat dan setan. Pengobatan tradisional menyembuhkan mereka dengan penggunaan tanaman obat secara oral atau topikal, memakai jimat, peredaan dari dewa jahat melalui ibadah dan persembahan, dan pengobatan penyakit yang disebabkan oleh sihir hitam dengan sihir kontra-hitam (Kabir, 2014).

Dalam penelitian Zulfa menemukan bahwa pengobatan tradisional menjadi suatu kebiasaan oleh masyarakat Jorong Batubasa di Nagari Batubasa Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Kebiasaan pengobatan tradisional Nagari Batuasa karena setiap penyakit yang dikeluhkan oleh masyarakat dapat disembuhkan secara

(23)

cepat dan juga mudah sehingga masyarakat dalam penyembuhan penyakit memiliki kecendrungan untuk melakukan pengobatan ke dukun dari pada ke rumah sakit, meskipun pada saat ini banyaknya pengobatan yang dilakukan secara modren dan juga menggunakan teknologi canggih. Pengobatan tradisional menjadi pilihan pada masyarakat di Jorong Batubasa, Nagari Batubasa dalam pengobatan dan juga penyembuhan penyakit juga sudah menjadi turun temurun dalam lingkungan masyarakat sehingga kebiasaan ini sulit untuk dirubah dari generasi ke generasi berikutnya, tradisi dalam penyembuhan penyakit sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat dilingkungannya di Jorong Batubasa (Zulfa, 2016).

Pengobatan alternatif yang diwariskan nenek moyang kerap disebut sebagai warisan yang sarat dengan nilai-nilai klenik oleh generasi sedudahnya. Demikian juga pengobatan pada masyarakat Batak Toba. Berbagai pengetahuan tentang pengobatan tradisional itu akhirnya hilang dengan sendirinya. Masyarakat Batak Toba kaya akan pengetahuan medis dan pintar meramu obat-obatan. Dalam dunia pengobatan nusantara, warisan budaya nenek moyang orang Batak Toba.

Pengetahuan tentang pengobatan tradisional itu termuat dalam kitab Pustaha Ogung. Pustaha Ogung adalah satu dari dua kitab yang diwariskan nenek moyang orang Batak Toba. Kitab yang lainnya disebut Tumbaga Holing yang berisikan tentang pengetahun politik, seni, pemerintahan dan perdagangan. Sedangkan Pustaha Ogung sendiri adalah kitab berupa kumpulan pengetahuan dan teknik-teknik pengobatan yang dipraktikkan secara turun temurun. Kitab ini dituliskan oleh orang- orang pintar (tabib) yang dalam bahasa Batak Toba kerap disebut Namalo secara

(24)

turun-temurun. Kadang merupakan hasil eksperimen masing-masing pengobat. Para tabib bekerja berdasarkan ajaran Si Raja Batak mengenai tubuh, jiwa, dan roh manusia itu sendiri. Ajaran itulah yang menjadi dasar bagi tabib untuk berkreasi dalam ilmu pengobatan. Salah satu ajaran Si Raja Batak yang menjadi dasar dari pengetahuan dan seni pengobatan itu berbunyi, “bahwa segala sesuatunya yang tumbuh di atas bumi dan di dalam air sudah ada gunanya masing-masing di dalam kehidupan sehari-hari. Sebab tidak semua manusia yang dapat menyatukan darahku dengan darahnya, maka gunakan tumbuhan ini untuk kehidupanmu”. Ajaran itu kemudian dikembangkan para tabib secara turun-temurun. Mereka melakukan eksperimen, meditasi dan tapa laku. Hasilnya selama berabab-abad, diperoleh sejumlah pengetahuan dan pengobatan. Antara lain, pengobatan penyakit fisik maupun yang berkaitan dengan metafisis. Secara garis besar isi dari kitab itu adalah pengetahuan dan teknik pengobatan, ilmu tentang meramal, tafsir mimpi, maniti ari (melihat hari baik), memanggil arwah, ilmu nujub, teknik pembuatan racun dan tawar, sampai kepada yang berkaitan dengan ilmu perbintangan (astrologi) (Gultom Jones & Sasli Simarmata , 2015).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ria Manurung (2016) yang dilakukan di Kabupaten Toba Samosir ini diketahui bahwa proses pengobatan yang dilakukan oleh Namalo dilakukan dengan menggunakan ramuan tumbuh-tumbuhan.

Ramuan obatan ini diketahui oleh Namalo dari pengetahuan turun-temurun dari nenek moyang mereka, melalui pengetahuan ini Namalo mulai belajar memahami tumbuhan herbal mulai dari manfaatnya, proses meramunya, bagian tumbuhan yang

(25)

digunakan hingga cara menanam tanaman tersebut. Keberhasilan Namalo dalam meyembuhkan penyakit pasien mulai dari penyakit yang sederhana hingga penyakit dengan tingkat kronis menimbulkan kepercayaan pada masyarakat untuk memilih pengobatan ini. Keberhasilan yang dilakukan oleh Namalo menjadi pembicaraan didalam masyarakat dan semakin meluas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan tradisional yang dilakukan oleh Namalo masih diakui oleh masyarakat sekitar. Cara pengobatan yang biasa dilakukan oleh Namalo untuk mengetahui jenis penyakit yang dialami oleh pasiennya dengan cara memijat tubuh dan dengan meraba bagian tubuh pasien (Manurung R, Ismail R & Daulay H, 2016).

Tradisi penyembuhan penyakit secara tradisional juga ditemui di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Dairi yang akan menjadi lokasi penelitian.

Berdasarkan data tentatif yang ditemukan dilokasi penelitian menunjukan bahwa masyarakat di Kabupaten Humbang Hasundutan masih ada yang mempercayai dan menggunakan pengobatan alternatif sebagai media penyembuhan. Tidak hanya jenis penyakit ringan yang dapat disembuhkan tetapi jenis penyakit yang berbahaya seperti kanker juga dapat disembuhkan oleh pengobatan tradisional. Salah satu jenis kanker yang dapat diobati adalah kanker payudara.

(26)

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara atau metode Namalo dalam proses pengobatan tradisional terhadap kanker payudara? Termasuklah didalam nya obat-obatan yang digunakan (herbal) cara mendiagnosa penyakit, pantangan dalam pengobatan dan ritual-ritual yang dilakukan.

2. Bagaimana tindakan sosial penderita dalam memilih pengobatan?

3. Bagaimana kepercayaan (Sugesti) mempengaruhi penderita kanker payudara dalam memilih pengobatan tradisional Batak Toba?

1.3. Tujuan penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara atau metode Namalo dalam proses pengobatan tradisional terhadap kanker payudara, termasuklah didalamnya obat-obatan (herbal) yang digunakan, cara mendiagonosis penyakit, pantangan dalam pengobatan dan ritual-ritual yang dilakukan.

2. Untuk mengetahui bagaimana tindakan sosial penderita dalam memilih pengobatan tradisional pada kanker payudara.

3. Untuk mengetahui bagaimana sugesti mampu mempengaruhi penderita kanker payudara dalam memilih pengobatan tradisional Batak Toba.

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Adapun yang menjadi manfaat teoritis dari penelitian adalah sebagai berikut:

 Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan peneliti dan dijadikan refrensi untuk bahan rujukan penelitian sosiologi bagi peneliti selanjutnya.

1.4.2. Manfaat Praktis

Adapun yang menjadi manfaat praktis dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini dapat menambah, memperdalam dan mengembangkan pengetahuan penulis dalam pengobatan tradisional khususnya pengobatan penyakit kanker payudara.

2. Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi masyarakat mengenai pengobatan tradiisional kanker payudara.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah fokus penelitian. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan penelitian. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

(28)

1. Pengobat tradisional Batak Toba (Namalo)

Namalo adalah salah satu pengobat yang telah lama dikenal dalam kehidupan masyarakat Batak Toba. Namalo dikenal oleh masyarakat Batak Toba sejak dahulu kala hingga saat ini. Namalo awalnya dikenal dengan sebutan Datu atau Sibaso.

Perubahan sebutan ini terjadi akibat dari adanya perubahan sistem pengobatan yang dilakukan oleh pengobat tradisional saat ini.

2. Pengobatan tradisional

a. Menurut pendapat organisasi kesehatan dunia (WHO) pengertian pengobatan tradisional sebagai serangkaian pengetahuan, keterampilan dan praktik-pratik yang berdasarkan teori, keyakinan dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak yang digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan diagnosa perbaikan dan pengobatan penyakit secara fisik dan mental. Terdapat dua jenis pengobatan tradisional menurut WHO yaitu, (1) pengobatan dengan cara-cara yang bersifat gaib; dan (2) pengobatan yang menggunakan obat-obatan, yakni jamu dan obat herbal (Rahmat, 2013)

b. Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/VII/2003 tentang penyelenggaraan Pengobatan Tradisioanal, pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

c. Menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional dibedakan mejadi dua, (1) cara penyembuhan tradisional (traditional healing) yang terdiri dari pijatan, kompres,

(29)

akupuntur dan lain sebagainya, (2) obat tradisional (traditional drugs) yaitu dengan menggunakan bahan-bahan yang telah tersedia dari alam seperti halnya tanaman, hewan, sumber mineral/ garam garam serta air. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis yaitu, (i) terbuat dari sumber nabati yang diambil dari bagian-bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit, batang dan sebagainya, (ii) obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang maupun dagingnya dan (iii) obat tradisional yang diambil dari sumber mineral atau garam-garam yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah. Dalam perkembangannya, pengobatan tradisional itu sendiri dikategorikan kedalam salah satu cabang dari pengobatan alternatif yang dapat pula didefinisikan sebagai cara pengobatan yang dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan.

d. Kanker payudara atau Carsinoma Mammae adalah pertumbuhan sel yang tidak terkendali pada kelenjar penghasil susu (lobular), saluran kelenjar dari lobular ke puting payudara (duktus), jaringan penunjang payudara yang mengelilingi lobular, duktus, pembuluh darah dan pembuluh limfe, tetapi tidak termasuk kulit payudara (American Cancer Society, 2014).

Menurut Soemitro (2012), kanker payudara merupakan suatu jenis kanker yang dapat menyerang saja baik kaum laki-laki maupun pria. Hingga kini kanker payudara masih menjadi momok terutama pada kaum wanita oleh karena kanker payudara ini didentikkan dengan sebuah keganasan yang dapat berakibat pada kematian. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada kantung dan saluran penghasil susu (Julia Rottie, N. A., 2013).

(30)

e. Sugesti

Sugesti adalah pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun dari orang lain tanpa adanya daya kritik dari individu yang bersangkutan. Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Sugesti terkadang dilakukan dengan kata-kata yang jelas atau implisit dengan cara bercerita. Pengobatan yang bersandar pada kekuatan dalam jiwa orang yang sakit, yaitu dengan menggali obat yang ada pada dirinya. Sugesti bisa dengan kata-kata yang jelas dan bisa berupa kisah-kisah yang dapat memberikan pengaruh kepada orang yang sakit. juga bisa dengan melakukan perbuatan yang bisa menyentuh perasaan orang yang sakit sehingga perbuatan itu secara implisit memberikan pengaruh yang diinginkan kepadanya (Basid Muhammad Abdul, 2008).

(31)

PROSES SUGESTI

Rangsangan yang kuat dari luar

Terjadinya Sugesti

Sanubari

Pertentangan pribadi dengan pertimbangan yang diajukan orang yang memberi sugesti

Pertimbangan yang

memberi sugesti pribadi

kalah dan tunduk pada

pihak lain

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Tindakan Sosial

Menurut Max Weber, metode yang bisa dipergunakan untuk memahami arti- arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya sekedar merupakan intropeksi yang hanya bisa digunakan untuk memahami arti subjektif tindakan diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu (Setiawati, N. P., 2016).

Max Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat. Keempat jenis tindakan sosial itu adalah:

1. Raionalitas Intrumental

Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan dasar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya. Dalam tindakan ini aktor menilai dan menentukan tujuan itu dan bisa saja tindakan itu dijadikan sebagai cara untuk mencapai tujuan lain.

(33)

2. Rasionalitas yang berorientasi nilai

Sifat rasional tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuan nya sudah ada didalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut.

Artinya nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional.

3. Tindakan tradisional

Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Campbell, Weber menjelaskan, bahwa tindakan tradisional lebih pada tindakan tanggapan atas rangsangan dari luar yang bersifat otomatis sehingga bisa dimengerti namun kurang berarti. Sekalipun demikian tindakan itu pada waktu tertentu bisa berubah menjadi tindakan yang penuh arti atau sebagai tindakan yang sepenuhnya dapat dipahami.

4. Tindakan afektif

Tipe tindakan ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencaan sadar. Tindakan afektif sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.

Max Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam kenyataan. Tetapi dari soal itu, apa yang hendak disampaikan oleh Weber adalah bahwa tindakan sosial apapun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi

(34)

individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.

Tindakan rasional instrumental (Zweck Rational), Tindakan Rasional Nilai (Wert Rational), tindakan afektual dan tindakan tradisional. Di sini teori tindakan sosial Max Weber, memandang perilaku kesehatan dari sudut pandang sosiologis.

Bagi Weber, sosiologi adalah suatu ilmu yang berusaha memahami tindakan-tindakan sosial dengan menguraikannya dengan menerangkan sebab-sebab tindakan tersebut.

Inti dari sosiologi Weber bukanlah bentuk-bentuk substansial dari kehidupan masyarakat maupun nilai yang obyektif dari tindakan, melainkan semata-mata arti arti yang nyata dari tindakan perseorangan yang timbul dari alasan-alasan subyektif.

Adanya kemungkinan untuk memahami tindakan orang seorang inilah yang membedakan sosiologi dari ilmu pengetahuan alam, yang menerangkan peristiwa- peristiwa tetapi tidak pernah dapat memahami perbuatan obyek-obyek. Pokok penyelidikan Weber adalah tindakan orang seorang dan alasan-alasannya yang bersifat subyektif dan itulah yang disebutnya dengan Verstehende Sociologie (Siahaan, 1986).

Dalam penelitian ini akan melihat penyebab masyarakat memilih melakukan pengobatan ke pengobatan tradisional dengan menggunakan teori tindakan sosial oleh Max Weber pada salah satu tipe tindakan sosial yaitu tindakan sosial tradisional.

Tindakan sosial tradisional adalah tindakan yang didasarkan atas kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu dan dijadikan kebudayaan hingga saat sekarang ini oleh masyarakat sehingga masyarakat tidak canggung lagi dalam tindakan pengobatan.

(35)

Dalam hubungannya dengan konsep tindakan sosial yang dikemukakan oleh Weber melalui telaah para sosiolog tersebut, dalam konteks ini dapat digunakan untuk melihat dan memahami pengobatan alternatif yang dilakukan oleh penderita kanker payudara dan Namalo, apakah pengobatan yang dilakukannya termasuk sebagai suatu tindakan sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Weber tersebut.

2.2. Teori Kepercayaan

Kepercayaan merupakan kesediaan seseorang untuk bertumpu dan memiliki perasaan yakin yang kemudian diberikan orang lain dalam suatu situasi tertentu.

Bagaimana kepercayaan ini didasari oleh ketidak paksaan atas perasaan menerima apa adanya. Kepercayaan juga merupakan kondisi mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya. Kepercayaan menjadi kompleksitas hubungan antar relasi manusia. Kepercayaan (trust) adalah suatu keadaan psikologis berupa keinginan untuk menerima kerentanan berdasarkan pengharapan yang positif terhadap keinginan ataupun tujuan dari perilaku orang lain.

Fukuyama mendefinisikan kepercayaan atau trust sebagai pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, kooperatif, dan berdasarkan norma yang diakui bersama demi kepentingan orang lain dalam komunitas tersebut. Norma-norma tersebut bisa berupa nilai juga standar-standar profesional dan aturan-aturan perilaku. Lawang dalam (Damsar 2009: 186) menyimpulkan inti konsep kepercayaan tersebut sebagai berikut:

1. hubungan sosial antara dua orang atau lebih, termasuk dalam hubungan ini adalah institusi yang diwakili oleh orang atau individu.

(36)

2. Harapan yang terkandung dalam hubungan itu jika direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak.

3. Interaksi adalah hal yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud.

Giddens dalam (Damsar, 2009:187-193) selanjutnya membagi kepercayaan dapat tumbuh dan berkembang dalam dua lingkungan yakni pada masyarakat pramodern dan modern. Masyarakat pramodern yang dimaksudkan Giddens disini adalah bukan masyarakat yang benar-benar terisolasi melainkan juga masyarakat yang sedang menuju masyarakat industri atau masyarakat transisi. Dalam masyarakat modern kepercayaan dapat tumbuh dan berkembang pada sistem abstrak seperti transaksi uang dan etika profesional, juga dapat berkembang pada relasi personal seperti persahabatan, yang terakhir adalah pada orientasi masa depan seperti misalnya kontrak, atau kontrak bisnis. Sedangkan dalam masyarakat pramodern kepercayaan dapat tumbuh dalam empat lingkungan yakni:

1. hubungan kekerabatan

Hubungan kekerabatan menyediakan suatu mata rantai hubungan sosial yang dapat diandalkan. Orang-orang dalam hubungan sosial terebut biasanya memiliki rasa kedekatan dan biasanya memiliki interaksi yang tinggi sehingga dapat membentuk relasi kepercayaan.

2. komunitas masyarakat lokal

Komunitas lokal dalam hal ini bukan romantisme budaya melainkan lebih kepada arti penting dari relasi lokal yang diatur oleh konteks tempat. Giddens melihat tempat sebagai sebuah hubungan yang dapat menimbulkan persahabatan, oleh karenanya dapat menumbuhkan kepercayaan.

(37)

3. kosmologi religius

Kosmologi religius merupakan bentuk kepercayaan dan praktik ritual yang menyediakan interpretasi yang menguntungkan bagi manusia dan lingkungan alam.

Kosmologi religius menyediakan interpretasi moral dan praktik bagi kehidupan sosial dan pribadi, dan bagi dunia alam, yang mempresentasikan alam yang aman bagi pemeluknya.

4. tradisi

Tradisi diartikan sebagai sebuah rutinitas atau perilaku yang dilakukan berulang- ulang oleh suatu masyarakat tertentu. Tradisi merupakan sarana untuk mengaitkan masa lalu dan masa yang akan datang. Tradisi dalam hal ini bukanlah sekedar perilaku kosong yang berorientasi kepada kebiasaan saja melainkan memiliki makna intrinsik. Makna aktivitas rutin berada dalam penghormatan atau pemujaan.

2.3. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian ini dilakukan oleh Boon (2007), penelitian ini menemukan bahwa baik pengguaan produk CAM dan kunjungan ke Praktisi CAM oleh wanita yang didiagnosis dengan kanker payudara meningkat secara signifikan dari 1998 hingga 2005. Pada tahun 2005 , 81,9% responden melaporkan menggunakan CAM ( 41% untuk membantu mengobati kanker payudara) dibandingkan menjadi 66,7%

pada tahun 1998, menunjukkan bahwa pada tahun 2005 penggunaan CAM telah menjadi “norma” dalam populasi pasien.

Penelitian ini membandingkan secara keseluruhan penggunaan CAM, serta penggunaan produk dan terapi khusus pada dua waktu yang berbeda (1998 vs

(38)

2005) oleh wanita yang didiagnosis kanker payudara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas wanita dengan kanker payudara menggunakan CAM berkombinasi dengan perawatan pengobatan konvensional kanker payudara dan ini menyoroti penelitian tambahan tentang keamanan, kemanjuran dan interaksi dari produk dan terapi. Wanita pada tahun 2005 melaporkan bahwa 41%

(n = 220) menggunakan CAM sebagai bagian dari manajemen kanker payudara mereka. Produk dan praktisi yang paling sering digunakan untuk mengelola kanker payudara termasuk teh hijau, vitamin E, biji rami dan vitamin C, terapis pijat dan ahli diet/ahli gizi. Peningkatan signifikan terlihat dalam penggunaan praktisi kerja tubuh (termasuk praktisi Reiki, terapis pijat, praktisi sentuhan terapi dan praktisi shiatsu), ahli akupunktu/pengobatan tradisional Cina (TCM). Secara keseluruhan dalam penelitian ditemukan bahwa penggunaan produk CAM yaitu tanaman obat dan kunjungan ke praktisi CAM oleh wanita yang didiagnosis dengan kanker payudara meningkat secara signifikan dari 1998 hingga 2005, hal ini disebabkan oleh keberhasilan CAM dalam pengobatan kanker payudara melalui bodywork atau kunjungan pasien kepada praktisi pengobat dan penggunaan tanaman obat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2015), Penelitian Fenomenologi ini memperoleh hasil yang luas dan mendalam. Penelitian ini menemukan 5 tema pengalaman pasien kanker payudara pada yang menjalani kemoterapi. Kelima tema tema tersebut adalah mengalami ketidakstabilan emosi kanker payudara sebagai respon terhadap kemoterapi, mengupayakan penyembuhan dan pemulihan yang dilakukan pasien kanker payudara pada suku Batak dalam mengatasi dampak

(39)

kemoterapi dalam proses penyembuhan dan pencegahan pasien penderita kanker payudara mengurangi efek samping dari radiasi dan kemoterapi dapat juga menurunkan tingkat stress. Pengobatan ini membuat penderita merasa lebih kuat dan bersemangat, karena dengan cara ini mereka bisa memberi penanganan sendiri yang positif dari pada hanya sekedar bergantung kepada dokter. Selain pengobatan alternatif partisipan juga mengkonsumsi obat tradisional suku batak yang bertujuan untuk meningkatkan kekebalan/ketahanan tubuh sehingga dapat melawan sel-sel kanker. Pengobatan kanker dengan ramuan herbal adalah pengobatan dengan berbagai macam ekstrak dari tumbuh-tumbuhan dikombinasikan dengan bahan alami lainnya yang diolah secara modern, yang dapat membantu detoxifikasi jaringan darah dan menstimulasi sistem kekebalan tubuh untuk bersama-sama memberantas sel kanker.

Dalam penelitian ini juga ditemukan tradisi suku Batak dalam proses penyembuhan penyakit. Dalam Jurnal Sitor Situmorang (2009) yang dikutip oleh peneliti memaparkan bahwa jika sakit orang Batak dilarang minum obat dari dokter. Dalam pengobatan tradisional suku Batak sering disertai ritual-ritual.

Untuk setiap masalah yang hendak diselesaikan berbeda upcara ritualnya dan untuk mengetahui bagaimana cara penyembuhkan yang sakit agar mendekatkan diri kepada Debata Mula Jadi Na Bolon (Tuhan Yang Maha Esa). Pada umumnya informan mengatakan bahwa mereka lebih nyaman dengan pengobatan ritual karena mereka mendapatkan informasi dari penyembuh tentang penyebab sakit

(40)

dan jenis penyakit, pengobatan, dan beberapa larangan atau pantangan yang harus dilakukan.

Menggunakan daun sirih yang dikunyah dan disemburkan (puih-puih) ke payudara. Sembur adalah suatu obat tradisional dalam masyarakat Karo yang terdiri dari beras, daun-daunan hutan, jah, lada, pala dan akar-akaran dan dari tanaman obat lainnya yang semuanya dicincang tidak terlalu halus. Cara penggunaanya yaitu disembur kebagian tubuh yang dianggap perlu. Sangat dipercayai penyembuhan penyakit yang diderita seseorang yang berkaitan dengan penyakit dalam seperti sakit perut, masuk angin, sakit maag, panas dalam, sakit kepala, dan berguna bagi wanita yang sedang mengalami mensturasi agar mengurangi rasa nyeri diperut. Mengurangi ketidakstabilan emosi yang dilakukan oleh pasien kanker payudara pada suku Batak selama menjalani kemoterapi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh (Efendi Masitah, 2013) menemukan pemanfaatan pengobatan tradisional (Battra) di puskesmas, yaitu Pertama dari karakteristik demografi dan sosial ekonomi yaitu pengguna pengobatan ini rata-rata berumur 20-40 tahun. Responden masih memperdulikan pendidikan, terbukti dengan responden pendidikannya masuk dalam kategori sedang yaitu tamat SLTP dan tamat SMA. Rata-rata pendapatan responden masuk dalam ketegori pendapatan rendah yaitu pendapatan sebesar Rp 150.000,00 – Rp 3.620.000,00. Kedua, pengetahuan responden tentang pengobatan tradisional yaitu, semua responden mengetahui tentang pengobatan tradisional, mereka rata-rata mengetahui pengobatan tradisional yaitu dari saudara dan teman, tetapi ada juga yang

(41)

mengetahui dari media massa. Responden juga mengetahui tentang jenis – jenis pengobatan tradisional, paling popular jenis pengobatan tradisional yang diketahui oleh responden adalah pengobatan tradisional (akupuntur, pijat, jamu) dan terapi energi, dan pendapat terbanyak menurut responden tentang pengertian pengobatan tradisional adalah pengobatan yang obatnya berasal dari tumbuhan, hewan, dan bahan mineral.

Ketiga, pemanfaatan pengobatan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat yaitu :responden biasanya di pengobatan tradisional yaitu untuk berobat, tak sedikit juga yang untuk terapi, untuk memulihkan kesehatannya. Jenis pengobatan yang sering dilakukan oleh masyarakat yaitu herbal teknik pengobatan dengan cara meminum jamu sesuai dengan jenis penyakit yang di deitanya. Jenis penyakit yang di periksakan mulai dari jenis penyakit ringan sampai penyakit yang berat, yaitu jenis penyakitnya flu, rematik, diabetes, kanker, gagal ginjal, down syndrome, gizi buruk, obesitas, kolesterol, penyempitan syaraf, anyang-anyangan, lambat berbicara, gagal prostrate, usus mepet, dan tumbuh kembang otak lambat.

Selanjutnya pijat, akupressure dan akupuntur adalah jenis pengobatan yang sering dilakukan oleh responden untuk menyembuhkan penyakit yang sedang di deritanya.

Keempat, yaitu faktor-faktor yang melatarbelakangi responden menggunakan pelayanan pengobatan tradisional yang di sediakan oleh puskesmas, adalah mayoritas responden memilih menggunakan pengobatan tradisional yang disediakan oleh puskesmas yaitu mayoritas pendapat responden dikarenakan

(42)

pengobatannya menggunakan bahan herbal, sudah percaya karena pengobatannya sudah dilakukan secara turun temurun, selain itu biaya lebih murah dari pengobatan tradisional yang lain, ataupun lebih murah dari pengobatan yang dilakukan di pengobatan umum, puskesmas ataupun rumah sakit pada umumnya.

Kelima, yaitu efektifitas dari pengobatan tradisional (Battra) yang dirasakan oleh responden yaitu : penyakit yang di derita oleh responden sembuh, dan responden cocok dengan teknik pengobatan yang dilakukan di pengobatan tradsional dan juga cocok mengkonsumsi obat yang di berikan, misalkan saja cocok dengan jamunya atau cocok dengan kapsul herbalnya. Keefektifan yang dirasakan responden ini dibuktikan dengan rata-rata responden menggunakan pengobatan tradisoonal ini sudah hampir lebih dari satu tahun. Hal ini di akui responden, karena responden cocok menggunakan pengobatan tradisional, dan juga penyakitnya sembuh dengan berobat ke pengobatan tradisional yang disediakan oleh puskesmas ini.

4. Penelitian yang dilakukan oleh (M.Waston & H. Junedi, 2015), menemukan pengobatan tradisinonal Batak Toba memiliki berbagai jenis obat-obatan yang dapat kita jumpai dengan mudah. Dampol tongosan nerupakan pengobatan tradisional yang sistem dan cara pengobatannya dilakukan dari jarak yang berjauhan yang bisa saja tanpa ada pertemuan antara pasien dengan pendampol.

artinya hanya melihat Gambar yang dikirimkan oleh pasien. Hal tersebut biasa terjadi karena jarak yang sangat jauh tetapi untuk jarak yang lumayan dekat bisa saja langsung datang ke tempat pengobatan tetapi hanya beberapa kali saja, adapun penyakit yang dapat di sembuhkan dengan menggunakan pengobatan

(43)

tradisional dampol tongosan adalah jenis penyakit patah tulang, baik patah tebu, tulak retak, tulang yang hancur sar-sar), keseleo, terselip, (tarhapit ) dan gejala struk.

Bahan ramuan yang digunakan untuk pengobatan tersebut adalah bahan yang berasal dari alam tanpa ada unsure kimiawi seperti, sarang burung siburuk, burung siburuk , daun sirih, andulpak, santan kelapa, kamput . Adapun peralatan yang digunakan dalam pengobatan tersebut adalah pinggan, cawan, perban pelepah pisang, adapun cara pembuatan minyak urutnya adalah sarang burung siburuk dan satu ekor burung siburuk dimasak hingga mendidih hinga berubah menjadi minyak. Cara pemakaian obat yang dikirimkan yaitu dengan cara dioleskan dengan menggunakan daun sirih dan andulpak. Penggunaan obat tersebut dilakukan secara rutin untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit karena semakin rajin mengoleskan minyak semakin cepat penyembuhannya.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu metode yang menggunakan cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data.

Pendekatan kualitatif adalah pendekatan untuk mengekplorasi dan memahami makna yang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan oleh sejumlah individu atau kelompok orang. Penelitian kualitatif sangat memperhatikan proses, peristiwa dan autentisitas. Nilai penelitian bersifat eksplisit dalam situasi yang terbatas dan melibatkan subjek dengan jumlah yang relatif sedikit. Peneliti memilih metode deskriptif karena penelitian memiliki tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat- sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu di lokasi penelitian.

Peneliti berusaha menggali, mengidentifikasi, memetakan dan menjelaskan berbagai kondisi pengobatan tradisional kanker payudara, selain itu alasan peneliti menggunakan metode deskriptif peneliti ingin mendeskripsikan tentang penyebab masyarakat memilih melakukan pengobatan tradisional.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan dan Kabupaten Dairi dengan fokus pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Doloksanggul dan Kecamatan Parbuluan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena 2 kecamatan tersebut masih ditemukan masyarakat yang memilih pengobatan

(45)

tradisional dan masih ditemukan pengobat tradisional (Namalo) yang bisa mengobati kanker payudara. Sesuai data tentatif yang ditemukan oleh peneliti ialah bahwa data PUSKESMAS mencatat bahwa ada masyarakat Doloksanggul yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara.

3.3. Unit Analisis dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek dari keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini, yang menjadi unit analsis adalah masyarakat yang memiliki riwayat penyakit kanker payudara dan melakukan pengobatan alternatif.

3.3.2. Informan

Pemilihan informan dalam penelitian ini dengan cara purposive sampling.

Purposive sampling adalah menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin, 2011:107). Jadi informan ditetapkan sengaja oleh peneliti berdasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengobat tradisional Batak Toba (Namalo)

2. Penderita kanker payudara (Dalam pengobatan Namalo)

Alasan pemilihan informan pada wanita Batak Toba karena fenomena yang di dapatkan dari pasien yang dirawat dengan kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan terdapat peningkatan jumlah penderita

(46)

kanker payudara sepanjang tahun 2014 ada 9.189 orang dan penderita kanker payudara yang tertinggi di Sumatera Utara adalah wanita suku batak sebanyak 215 orang (68.9%) (Sianipar, Nurmaini, & Darti, 2015).

Berikut life histori informan penderita kanker payudara dan informan pengobat (Namalo).

1. Pengobat (Namalo) B. Manalu (94)

Namalo adalah sebutan yang digunakan masyarakat Batak Toba untuk seseorang yang memiliki kemampuan mengobati dan meramu tanaman-tanaman obat sebagai sarana pengobatan yang dipercayai dapat menyembuhkan. Namalo B.Manalu berusia 94 tahun ini tinggal bersama isterinya di Desa Pakkat Toruan Dusun Aek Mardugu, Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Namalo memiliki sembilan (9) orang anak, delapan (8) orang anaknya memutuskan setelah menikah tinggal dan menetap diluar kota. Beberapa alasan anaknya karena pekerjaan, ada juga alasan anak perempuannya karena ikut suami. Namun ada juga satu (1) orang anak perempuannya yang tinggal di desa tepatnya di Desa Pasaribu yang tidak jauh dari Desa Pakkat Toruan alasanya yaitu karena pernikahan.

Saat B.Manalu masih produktif ia menanam padi, berkebun kopi, dan juga berternak babi, ayam, dan bebek. Bertani dan bertenak merupakan penghasilan utama beliau dan keluarganya. Namun setelah sudah berusia 94 tahun ia tidak bisa lagi bertani yaitu menanam padi begitu juga dengan istrinya. Pekerjaan yang masih bisa dikerjakan oleh B.Manalu dan isterinya adalah berkebun kopi, dan beternak ayam dan

(47)

bebek. Berhubung letak kebun kopinya tepat disamping rumahnya dan kandang ayam dan bebeknya dipekarangan rumahnya sehingga mereka tidak kesulitan untuk . Mereka masih berkebun kopi dan bertenak bukan karena kekurangan dalam hal ekonomi melainkan sebagi ulaon lalap.

Namun, walaupun usia B.Manalu sudah 94 tahun ia masih mampu dan mau untuk melakukan pengobatan kepada setiap pasien yang sakit. Ia masih melakukan pengobatan karena selain sudah dianggap sebagai tanggungjawabnnya, pengobatan yang ia lakukan sudah mendarah daging baginya. Sehingga jika ada yang datang untuk melakukan pengobatan ia masih mau menerima walaupun terkadang ada yang ia tolak karena kondisi pasien yang sudah tergolong parah dan tidak dapat ditangani lagi.

Awal pengobatan B.Manalu ini saat ia pergi merantau ke Sidikalang untuk mengupas nilam. Disana ia bergaul dengan banyak orang. Suatu waktu ia pergi kerumah temannya. Pada saat mereka tidur B.Manalu bermimpi dilempar batu, saat dia mau menghalau batu itu tiba-tiba batu itu berubah menjadi kucing kemudian B.Manalu dalam mimpinya melempar kucing itu dan tercampak ke tiang penyanggah rumah. Dalam mimpinya memiliki punya tongkat dan tidak tahu darimana tokkat itu datang lalu mengambil tongkat itu dan memukul kucing itu dan setelah jatuh B.Manalu menendangnya hingga mati. Kemudian setelah terbangun dia menceritakan kepada teman nya yang kemudian disimpulkan bahwa mimpi itu merupakan pencobaan guna-guna dari Bapa Udanya yang dalam mimpi itu tidak mempan.

Kemudian suatu hari ketika B.Manalu bekerja anak dari bapak Uda teman B.Manalu

(48)

datang dan mencobai lewat guna-guna yaitu gatal-gatal disekujur tubuh nya. Saat mulai gatal dia menggaruk dan dilihat anak itu, kemudian B.Manalu dijumpai anak itu dan katanya “ bapa saya bisa mengobatinya” katanya. Tetapi B.Manalu tidak mau lalu B.Manalu berdoa dan kemudian meludahi bagian tubuh yang gatal itu, setelah itu B.Manalu mengatakan pada anak itu “10 kali lebih kuat dan berat darisini saya masih sanggup”. Pada keesokan hari nya saat B.Manalu akan menjual nilam nya ke pajak lalu berjumpa dengan bapa anak itu dan B.Manalu minta rokok nya, sejak itu dia merasa minder dan selalu menyapa B.Manalu dengan panggilan akrab “appara”

(saudara sederajat) “karena mungkin dia sudah sadar bahwa ilmunya (gadamnya) tidak mempan” kata B.Manalu. Dan semejak itulah dijelaskan oleh B.Manalu melalui mimpi-mimpinya diberi tahu, “jika penyakit begini penyakitnya maka obat nya begini” semua obat-obatan dikasih tahu lewat mimpi B.Manalu.

Awal pengobatan Namalo B.Manalu pada penyakit andorabion (kanker payudara) saat isterinya terkena penyakit andorabion pada saat usia 30 tahun setelah melahirkan anak pertama. Keluarga B.Manalu menawarkan untuk melakukan pengobatan tradisional (Namalo) tetapi B.Manalu tidak mau karena pada saat itu ia tidak berniat melakukan pengobatan ke natua-tua najolo (orang tua), sehingga ia meramu sendiri obat untuk isterinya dan pengobatan itupun berhasil. Ramuan yang diramunya dalam pengobatan penyakit andorabion yang dialami isterinya yaitu minyak salam, pinang, tembakau Karo, kapur sirih, dan jarum yang belum pernah digunakan. Ini adalah pengobatan yang dilakukan pertama sekali oleh B.Manalu.

Mengetahui B.Manalu bisa mengobati andorabion keluarga nya pun mengatakan

Gambar

Tabel 4.5.  Metode Pengobatan  No  Nama Penderita Andorabion  Ramuan  Metode  Menggunakan  ramuan   1

Referensi

Dokumen terkait