BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menara Telekomunikasi (Tower)
Menara Telekomunikasi (Tower) Dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Klasifikasi Tower Berdasarkan Letak Berdirinya
Jika melihat berdasarkan letak berdirinya, Tower dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Rooftop
Tower Rooftop, yakni Tower yang berdiri di atas bangunan
Gambar 2.1 Tower Rooftop 2. Greenfield
Tower Greenfield, yakni Tower yang berdiri langsung diatas tanah.
b. Klasifikasi Tower Berdasarkan Bentuknya
Jika melihat berdasarkan bentuknya, Tower dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Rectangular
Tower Rectangular, yakni Tower yang berbentuk segi empat dengan
empat kaki.
Gambar 2.3 Tower Rectangular (Kaki Empat) 2. Triangular
Tower Triangular, yakni Tower yang berbentuk segi tiga dengan tiga
kaki. Berikut adalah kelebihan atau keuntungan tower Triangular : a. Lebih kecil tahanan anginnya karena sruktur yang lebih simple b. Tidak membutuhkan lahan yang luas
c. Tower Kaki Tiga lebih ekonomis dalam perencanaannya karena memiliki berat beban yang lebih ringan dari tower Kaki Empat.
Gambar 2.4 Tower Triangular (Kaki Tiga) 3. Pole
Tower Pole, yakni Tower berupa tiang tunggal atau memiliki satu kaki
saja dengan menggunakan profil pipa.
Pole Greenfield (Monopole) Pole Rooftop Gambar 2.5 Tower Pole
c. Klasifikasi Tower Berdasarkan Jenisnya
Jika melihat berdasarkan jenisnya, Tower dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu
1. Tower Mandiri (Self Supporting Tower)
Tower SST, merupakan Tower dengan struktur rangka baja yang berdiri
sendiri dan kokoh, sehingga mampu menampung perangkat telekomunikasi dengan optimal. Menara ini dapat didirikan diatas bangunan dan diatas tanah.
Menara tipe ini dapat berupa menara berkaki 4 (rectangular Tower) dan menara berkaki 3 (triangular Tower).
Gambar 2.6 Ilustrasi Tower SST 2. Tower Teregang (Guyed Tower)
Guyed Tower, merupakan Tower dengan struktur rangka baja yang
memiliki penampang lebih kecil dari menara mandiri dan berdiri dengan bantuan perkuatan kabel yang diangkurkan pada tanah atau diatas bangunan.
Menara tipe ini dapat berupa menara berkaki 4 (rectangular Tower) dan menara berkaki 3 (triangular Tower).
Gambar 2.7 Ilustrasi Guyed Tower 3. Tower Kamuflase
Tower Kamuflase, merupakan Tower yang dimaksudkan agar tampilan
menara menyatu secara kontekstual dengan lingkungan sekitarnya melalui penggunaan warna dan arsitekturnya.
Kamuflase Menara Masjid Kamuflase Pohon Gambar 2.8 Tower Kamuflase
4. Tower Tiang (Tower Pole)
Tower Pole, dibagi lagi menjadi 2 jenis, yakni monopole dan pole
Monopole
Monopole merupakan Tower yang hanya terdiri dari satu rangka
batang/tiang yang didirikan diatas tanah. Berdasarkan penampangnya, Tower monopole terbagi menjadi Tower berpenampang lingkaran (circular pole) dan Tower berpenampang banyak segi (polygonal pole).
Ilustrasi Monopole Monopole
Gambar 2.9 Monopole
Pole
Pole merupakan Tower satu tiang, sama seperti monopole, namun
dimesinya lebih kecil. Tower ini berdiri diatas bangunan gedung, dan dengan ketinggian yang relative kecil. Seringkali Tower pole ini menggunakan penyangga (support pole) sebagai pengaku tiang tersebut.
Gambar 2.10 Pole d. Klasifikasi Tower Berdasarkan Jenis Profil
1. Tower tipe Tubular Leg (pipa)
Tower jenis ini merupakan struktur rangka baja dimana Leg (kaki tower)
menggunakan material pipa atau biasa disebut Tubular.
Gambar 2.11 Tower tipe Tubular
2. Tower tipe Angular Leg (siku)
Tower jenis ini merupkan struktur rangka baja dimana Leg (kaki tower)
Gambar 2.12 Tower tipe Angular e. Klasifikasi Tower Berdasarkan Struktur Rangka
1. X Face Panels
Tower dengan struktur rangka berbentuk “X”
Dari semua jenis struktur rangka yang sering digunakan dalam perencanaan tower, jenis stuktur rangka inilah yang sering digunakan karena struktur rangka yang sederhana. Dari segi kekuatan, akan berpengaruh pada pemilihan profil kaki tower (LEG) karena semakin sederhana struktur-nya maka distribusi beban semakin besar terhadap batang profil kaki tower. Sebagai alternatif, pemilihan untuk struktur rangka ini bisa digunakan tipe XH2A* atau XH3A* pada gambar 2.13
2. K Face Panels
Tower dengan struktur rangka berbentuk “K”
Selain struktur rangka berbentuk “X”, struktur rangka jenis “K” ini sering digunakan dalam perencanaan tower. Adapula beberapa perencanaan tower yang menggabungkan kedua jenis struktur ini. Dari segi kekuatan, akan berpengaruh pada pemilihan profil harizontal (H1) karena gaya tekan terhadap batang horizontal (H1) lebih besar. Sebagai alternatif, pemilihan untuk struktur rangka ini bisa digunakan tipe K1 atau K1P pada gambar 2.14
Gambar 2.14 K Face Panels 2.2 Struktur Rangka (Truss)
Struktur merupakan gabungan dari beberapa elemen lurus yang disambungkan pada titik perpotongannya. Dimana sambungan itu dibuat hanya dengan menggunakan pin. Penyambungan elemen sehingga membentuk suatu struktur dengan menggunakan pin ini dikenal sebagai truss.
Karena hanya sambungan dengan pin maka pembebanan pada truss ini hanya terjadi pada sambungan dimana beban yang bekerja ini berupa gaya yang disebut dengan gaya aksial. Gaya aksial ini akan menimbulkan adanya tegangan dimana disebut juga dengan tegangan primer. Selain penyambungan dengan pin, truss juga disebut sebagai suatu struktur jika disambung dengan proses pengelasan dan keling dimana sambungan itu akan menemukan dua buah titik menjadi satu. Berbeda dengan pin, pada pengelasan teganan yang muncul disebut dengan tegangan sekunder.
Konstruksi dasar truss memiliki kedudukan yang stabil jika bentuk elemen pembangunnya berupa segitiga. Kedudukan yang stabil ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan n = 2j – 3 dimana n adalah jumlah batang dan j adalah jumlah sambungan. Kelebihan dari nilai batang pada truss akan menghasilkan suatu batang yang disebut dengan batang redundant.
Gambar 2.15 Struktur Truss 2.2.1 Kekuatan dan Kekokohan
Struktur harus memiliki cukup kekuatan struktural untuk dapat mendukung beban rencana terfaktor yang bekerja padanya. Struktur dan segenap komponennya harus direncanakan sehingga penampangnya mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu yang dihitung berdasarkan kombinasi beban dan gaya terfaktor yang
sesuai.Berdasarkan tegangan leleh dan tegangan putusnya menurut SNI03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5 kelas mutu sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sifat Mekanis Baja Struktural
Jenis Baja Tegangan putus Minimum, fu (MPA) Tegangan leleh Minimum, fy (MPA) Peregangan Minimum (%) BJ 34 340 210 22 BJ 37 370 240 20 BJ 41 410 250 18 BJ 50 500 290 16 BJ 55 550 410 13 Sumber: SNI 03-1729-2002
Modulus Elastis : E = 200.000 Mpa Modulud Geser : G = 80.000 Mpa Rasio Poisson : µ = 0.3
Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10-6/ ºC
2.3 Karakteristik Penampang Profil Angular dan Tubular
a. Profil Angular (Siku Sama Sisi)
Profil Angular mempunyai penampang yang tidak simetris sehingga ada perubahan pada sumbu utama menjadi sumbu U dan sumbu V.
Sumbu U adalah perubahan sumbu terhadap arah y sebesar 45° Sumbu V adalah perubahan sumbu terhadap arah x sebesar 45°
Keterangan :
B : Lebar profil siku H : Tinggi profil siku t : Tebal profil siku
Cy : titik berat arah sumbu Y Cx : titik berat arah sumbu X r1 : radius sudut
r2 : radius tepi kaki
ix : radius girasi arah sumbu X iy : radius girasi arah sumbu Y b. Profil Tubular (Pipa)
Profil Tubular mempunyai dua sumbu utama yaitu Sumbu X dan Sumbu Y
Gambar 2.17 Penampang Profil Tubular (Pipa)
Keterangan : D : Diameter pipa t : Tebal pipa D t x y
2.4 LRFD (Load and Resistance Factor Design)
LRFD didasarkan pada filosofi kondisi batas (limit state). Istilah kondisi batas digunakan untuk menjelaskan kondisi dari suatu struktur atau bagian dari suatu struktur tidak lagi melakukan fungsinya. Ada dua kategori dalam kondisi batas, yaitu batas kekuatan dan batas layan (serviceability).
Kondisi kekuatan batas (strength limit state) didasarkan pada keamanan atau kapasitas daya dukung beban dari struktur termasuk kekuatan plastis, tekuk (buckling), hancur, fatik, guling, dll. Kondisi batas layan (serviceability limit
state) berhubungan dengan performansi (unjuk kerja) struktur dibawah beban
normal dan berhubungan dengan hunian struktur yaitu defleksi yang berlebihan, gelincir, vibrasi, retak, dan deteriorasi.
Struktur tidak hanya harus mampu mendukung beban rencana atau beban ultimate, tetapi juga beban servis/layan sebagaimana yang disyaratkan pemakai gedung. Misalnya suatu gedung tinggi harus dirancang sehingga goyangan akibat angin tidak terlalu besar yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan, takut atau sakit. Dari sisi kondisi batas kekuatan, rangka gedung tersebut harus dirancang supaya aman menahan beban ultimate yang terjadi akibat adanya angin besar 50-tahunan, meskipun boleh terjadi kerusakan kecil pada bangunan dan pengguna merasakan ketidaknyamanan.
Metode LRFD mengkosentrasikan pada persyaratan khusus dalam kondisi batas kekuatan dan memberikan keluasaan pada perancang teknik untuk menentukan sendiri batas layannya. Ini tidak berarti bahwa kondisi batas layan tidak penting, tetapi selama ini hal yang paling penting (sebagaimana halnya pada semua
peraturan untuk gedung) adalah nyawa dan harta benda publik. Akibatnya keamanan publik tidak dapat diserahkan kepada perancang teknik sendiri
Dalam LRFD, beban kerja atau beban layan dikalikan dengan faktor beban atau faktor keamanan hampir selalu lebih besar dari 1,0 dan dalam perancangan digunakan ‘beban terfaktor’. Besar faktor bervariasi tergantung tipe dan kombinasi pembebanan. Struktur direncanakan mempunyai cukup kekuatan ultimate untuk mendukung beban terfaktor. Kekuatan ini dianggap sama dengan kekuatan nominal atau kekuatan teoritis dari elemen struktur yang dikalikan dengan suatu faktor resistansi atau faktor overcapacity yang umumnya lebih kecil dari 1,0. Faktor resistansi ini dipakai untuk memperhitungkan ketidak pastian dalam kekuatan material, dimensi, dan pelaksanaan. Faktor resistansi juga telah disesuaikan untuk memastikan keseragaman reliabilitas dalam perancangan.
Tabel 2.2Faktor Reduksi ϕ untuk keadaan kekuatan batas Komponen struktur yang memikul
gaya tekan aksial : • Kuat penampang
• Kuat komponen struktur
9.1 & 9.2 9.1 & 9.3 0,85 0,85 Sumber: SNI 03-1729-2002 2.4.1 Batang Tekan
Batang tekan merupakan batang dari suatu rangka batang atau elemen kolom pada bangunan gedung yang menerima tekan searah panjang batang Beban yang cenderung membuat batang bertambah pendek akan menghasilkan tegangan tekan pada batang tersebut.
Pada rangka batang, umumnya batang tepi atas adalah batang tekan, struktur tekan terdapat pada bangunan-bangunan :
• Jembatan rangka • Rangka kuda-kuda atap • Rangka menara / tower
• Kolom pada portal bangunan gedung
• Sayap tertekan pada balok I (portal, jembatan)
a. Perencanaan akibat Gaya tekan
Suatu komponen yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor, Nu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
1. Nu ≤
ϕ
n Nn (a-1)Keterangan :
ϕn
adalah Faktor reduksi kekuatanNn adalah Kuat Tekan Nominal komponen struktur yang
ditentukan berdasarkan tabel 2.1 2. Perbandingan Kelangsingan
Kelangsingan elemen Penampang lihat tabel 2.2 < λr Kelanngsinga komponen tekan λ = Lk/r < 200
3. Komponen Struktur Tekan yang elemen penampangnya mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal lebih besar daripada nilai λr yang ditentukan dalam tabel 2.2 harus direncakan dengan analisis rasional yang dapat diterima.
b. Angka kelangsingan (slenderness ratio) : λ
Angka kelangsingan adalah perbandingan antara panjang batang dengan jari-jari kelembaman
𝜆 =𝐿𝑟 𝑟2 = 𝐼
𝐴 L = panjang batang
r = jari-jari girasi / kelembaman I = momen inersia
A = luas penampang
c. Daya Dukung nominal komponen struktur tekan
Unuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebalnya lebih kecil daripada nilai λr pada tabel, daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut:
𝑁𝑛 = 𝐴𝑔𝐹𝑐𝑟 = 𝐴𝑔𝐹𝑦𝜔 𝐹𝑐𝑟 =𝐹𝑦𝜔 untuk λc ≤ 0,25 maka 𝜔 = 1 untuk 0,25 < λc < 1 maka 𝜔 =1,6−0,67λc1,43 untuk λc ≥ 1,2 maka 𝜔 = 1,25 λc2 Keterangan:
Ag, adalah Luas Penampang Bruto mm2 Fcr, adalah Tegangan kritis penampang, Mpa Fy, adalah Teganga leleh material, Mpa
2.4.2 Batang Tarik
Batang tarik merupakan beban tarik yang membuat batang tetap lurus pada sumbunya, dan adanya lubang-lubang baut pada sambungan akan mengurangi luas penampang yang memikul beban tarik tersebut
a. Perencanaan akibat Gaya Tarik
Suatu komponen yang memikul gaya tarik aksial akibat beban terfaktor, Nu harus memenuhi sebagai berikut:
Nu≤ ϕ Nn
Keterangan Φ Nn adalah Kuat tarik rencana yang besarnya diambil
sebagai nilai terendah diantara dua perhitungan menggunakan harga-harga Φ dan Nn dibawah ini
Φ = 0,9 Nn = Ag. Fy Φ = 0,75; Nn = Ae. Fu Keterangan:
Ag, adalah Luas Penampang Bruto, mm2 Ae, adalah Luas Penampang efektif, mm2 Fy, adalah Teganga leleh material, Mpa Fu, adalah Tegangan tarik putus, Mpa
Luas penampang efektif komponen yang mengalami gaya tarik ditentukan sebgai berikut:
Ae = A . U Keterangan:
A = Luas penampang, mm2 U = factor reduksi 1 – (x/l) ≤ 0,9
X = Eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang kommponen yang disambung dengan bidang sambungan, mm2
2.5 Antenna Pemancar
Ada beberapa jenis antena BTS Tower, dua jenis antenna yang sering kita jumpai di Tower-Tower seluler yaitu :
a. Antenna Parabola (Microwave)
Antenna ini disebut juga dengan antenna parabola. Antenna parabola ini memiliki radiasi gelombang elektromagnetik yang menyempit sehingga bisa menjangkau jarak yang jauh. Oleh karena itu antenna parabola ini dipakai untuk menghubungkan antar Tower seolah-olah kabel yang tak terlihat. Antenna jenis ini memiliki berbagai ukuran, dari yang paling kecil 0.2m, 0.3m, 0.6m, 0.9m, 1.2m, 1.8m, 2.7m, 3.0m, sampai yang terbesar berdiameter 3.7m bahkan 4.5m.
Semakin besar antenna semakin sempit radiasinya, sehingga semakin jauh jangkauannya. Istilah dalam dunia telekomunikasi yakni semakin tinggi Gain-nya (Penguatannya). Tetapi apabila menggunakan antenna yang besar perlu diperhatikan juga ruang di Tower, apakah mencukupi dan juga kekuatan Towernya.
Dalam dunia telekomunikasi, antenna parabola ini dipakai oleh perangkat yang dinamai perangkat transmisi microwave (gelombang mikro). Disebut microwave/gelombang mikro, karena frekuensi yang dipakai cukup tinggi, dimulai dari 3 GHz sampai 80 GHz.
Gambar 2.18 Antenna Microwave b. Antenna Sektor (RF)
Antenna berbentuk persegi panjang ini disebut antenna sektor, karakteristik antenna ini memiliki radiasi yang lebih lebar yang berguna untuk menangkap sinyal dari hand phone di sekitar Tower. Antenna jenis ini yang dipakai oleh perangkat yang disebut sebagai BTS (2G), NodeB (3G) maupun eNodeB (LTE).
Antenna jenis ini memiliki berbagai ukuran, dengan panjang antenna : 1m, 1.4m, 1.8m, 2m, 2.2m, 2.3m, 2.5m, 2.8m dan 3m.
2.6 Pembebanan Pada Tower
Pembebanan pada tower terdiri dari beban mati dan beban angin. Untuk beban mati, yakni berupa berat sendiri tower berikut appurtenance (antenna dan perlengkapannya)
1. Beban Mati
Beban mati pada tower berupa berat sendiri struktur tower berikut
appurtenance. Appurtenance adalah segala macam perangkat yang
menempel pada struktur tower seperti antenna, mounting, kabel
a. Beban Antenna
Berikut ini adalah tabel perincian beban antenna pada tower yang dianalisis :
Tabel 2.3Beban Antenna Sektor (RF) Ketinggian
Jenis Antenna Berat Jumlah
(m) (kg)
68.5 Kathrein (2580x262x116 mm) 45 3 65.5 Kathrein (2580x262x116 mm) 45 3 62.5 Kathrein (2580x262x116 mm) 45 3
Tabel 2.4Beban Antenna Microwave (MW) Ketinggian
Jenis Antenna Berat Jumlah
(m) (kg)
69 Antenna MW 1 (Ø 600 mm) 60 1 66 Antenna MW 2 (Ø 600 mm) 60 1 63 Antenna MW 3 (Ø 600 mm) 60 1
2. Beban Angin pada Tower
Beban angin pada tower, berupa kecepatan angin dasar (Basic Wind
Speed) sesuai dengan yang direncanakan yakni : 120 km/jam. Kecepatan
angin terhadap struktur tower ini fungsinya adalah untuk pengecekan terhadap kekuatan struktur tower berupa rasio tegangan (stress ratio) yang terjadi pada seluruh batang tower.
Kemudian untuk beban angin terhadap appurtenance, yakni berupa kecepatan angin operasional (Operational Wind Speed) yang fungsinya adalah untuk pengecekan goyangan (sway), puntiran (twist) dan defleksi tower (deflection) yang kesemuanya itu sangat berpengaruh terhadap operasional antenna yang terpasang pada tower. Besarnya kecepatan angin operasional yang dipakai adalah 84 km/jam, untuk arah anginnya dimodelkan bekerja pada berbagai arah.
Gambar 2.21 Penyebaran beban angin pada tower kaki tiga dari
berbagai arah
3. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan sesuai dengan standard EIA-222-F, yakni : CL = DL + WL
Dimana :
CL = Kombinasi pembebanan
DL = Beban mati yakni beban struktur tower dan appurtenance
WL = Beban angin yang bekerja pada struktur tower, appurtenance, dll
TOWER KAKI TIGA An g in 0° Ang in 3 0° Angin 60° Angin 90° Ang in 120° Ang in 330° Ang in 300° Angin 270° Ang in 150° Ang in 1 80° Ang in 2 10° Angin 240°
2.7 Analisa Struktur
Struktur terbentuk dari elemen-elemen batang lurus (lazimnya prismatis) yang dirangkai dalam ruang 3-dimensi, dengan sambungan antar ujung-ujung batang diasumsikan “sendi sempurna”. Beban luar yang bekerja harus berada titik-titik buhul (titik sambungan) dengan arah sembarang dalam ruang 3-dimensi. Posisi tumpuan, yang lazimnya berupa sendi, juga harus berada pada titik-titik buhul. Berdasarkan pertimbangan stabilitas struktur, bentuk dasar dari rangkaian batang-batang tersebut umumnya adalah berupa bentuk segitiga. Apabila semua persyaratan tersebut dipenuhi maka dapat dijamin bahwa semua elemen-elemen pembentuk sistem rangka batang 3-dimensi (space truss system) tersebut hanya akan mengalami gaya aksial desak atau tarik.
Sedangkan pemodelannya dalam Ms. Tower dikenal 3 sumbu koordinat, yakni sumbu X, Y, dan Z
2.7.1 Standar Perencanaan Berdasarkan TIA/EIA-222-F-1996
Standar perencanaan suatu tower terdiri dari operational requirements dan stresses. Toleransi analisis dan design (operasional) adalah sebagai berikut :
a. Twist
Twist adalah rotasi angular pada sumbu horisontal akibat
pembebanan antenna tanpa beban angin pada ketinggian tertentu.
Twist tidak boleh lebih dari 0,50
b. Sway
Sway adalah rotasi angular pada sumbu vertikal akibat pembebanan
antenna tanpa beban angin pada ketinggian tertentu. Sway tidak boleh lebih dari 0,50
c. Displacement horizontal
Displacement Horisontal adalah perpindahan horisontal dengan nilai
relatife pada ketinggian tertentu. Displacement tidak boleh dari H/200 (H = tinggi tower)
d. Stresses ratio
Stresses Ratio adalah perbandingan antara tegangan aksial yang
terjadi dengan tegangan ijin. Untuk tegangan lentur dan tarik, perhitungan rasio interaksi ditentukan berdasar pada perbandingan Pu/φPn. Jika Pu adalah tarik, Pn adalah kekuatan tarik aksial nominal dan φ = φt = 0,9 dan jika Pu adalah tekan, Pn adalah kekuatan tekan aksial nominal dan φ = φt = 0,85 , kecuali untuk angle section/ penampang persegi. Sebagai tambahan, faktor keamanan untuk lentur
φb = 0,9. Rasio kapasitas akibat beban luar apabila mempunyai hasil lebih besar dari 1 menunjukkan batang melebihi kapasitas limitnya