BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan proses terputusnya kontiniutas jaringan tulang, yang biasanya akan disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dan kuat dari yang dapat diabsobsinya. Fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek sebuah tekanan yang lebih besar dari yang dapat diserapnya. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat adanya gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2016).
Fraktur juga bisa dikatakan sebagai patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan kondisi jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan semua ketebalan tulang. (Andry &
Wahid, 2016). Fraktur bisa dikatakan sebagai salah satu penyebab cacat salah satunya akibat adanya suatu trauma karena kecelakaan. Fraktur yang terbanyak saat ini di Indonesia yaitu fraktur ekstremitas bawah. Bagian tubuh yang banyak mengalami cedera sendiri adalah ekstremitas bagian bawah (Santos, 2018).
Fraktur juga bisa terjadi dibagian ekstremitas bawah antara lain fraktur pinggul, fraktur femur, fraktur patella, fraktur tibia dan fibula. Fraktur femur sendiri adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas ataupun jatuh dari ketinggian),Patah pada
5
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, sehingga mengakibatkan penderita jatuh dalam syok (Muttaqin, Arif, 2015). Fraktur femur sendiri terbagi dua macam yaitu fraktur femur terbuka dan fraktur femur tertutup.
Fraktur femur terbuka merupakan proses hilangnya kontinuitas tulang paha disertai kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) yang bisa disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Fraktur femur tertutup atau patah tulang paha tertutup merupakan proses hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit yang dapat disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan tulang paha yang bisa menyebabkan fraktur patologis.
2.1.2 Etiologi
Menurut (Dehandra, 2019) Penyebab fraktur antara lain : a. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung akan menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian biasanya bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung akan menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang sangat lemah dalam jalur hantaran vector kekerasan.
c. Kekerasan Akibat Tarikan Otot
Patah tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa adanya penekanan dan penarikan.
Selain itu fraktur bisa disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung akan terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan adanya perubahan hormon pada menopause (Muttaqin, Arif, 2015; Andry & Wahid, 2016).
2.1.3 Patofisiologi
Fraktur merupakan gangguan yang terjadi pada tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma. Adanya suatu gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, patologik. Adanya kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan adanya perdarahan, maka volume darah menurun. COP menurun menimbulkan perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka akan terjadi penumpukan didalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut yang ada pada saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan respon nyeri gerak sehingga mobilitas terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan adanya kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit (Wijaya, Andra Saferi , 2016) Adanya kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan hambatan mobilitas fisik dan diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan deformitas khas pada paha, yaitu terjadinya pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, maka akan menimbulkan risiko terjadinya malunion pada tulang femur.
Fraktur
Kondisi Patologis Trauma Tidak Langsung
Trauma Langsung
Resiko Syok
2.1.4 Pathway Fraktur
Gambar 1. Pathway Fraktur Nanda Nic Noc 2015 (modifikasi)
Sosame Otot
Pelepasan Histamin
Protein Plasma Hilang
Edema
Putus Vena Arteri
Menyumbat Pembuluh Darah
Penekanan Pembuluh Darah
Resiko Jatuh Defisit Perawatan Diri
Hambatan Mobilitas Fisik
Luka Terbuka
Perubahan Jaringan Sekitar
Kehilangan volume cairan Perdarahan Ketidaefektifan Perfusi
Jaringan Perifer Kerusakan Integritas
Kulit
Emboli
Resiko Infeksi Port de entry Kuman
Bergabung dengan Trombosit
Metabolisme Asam Lemak Gangguan Fungsi
Ekstermitas
Melepaskan Katekolamin Peningkatan Tekanan
Kapiler Deformitas
Pergeseran Fragmen Tekanan Sumsum Tulang
Lebih Tinggi dari Kapiler Kerusakan Fragmen Tulang
Nyeri Akut Pergeseran Fragmen
Diskontinuitas Tulang
2.1.5 Klasifikasi Fraktur
Menurut (Robinson, Joan. M dan Lyndon Saputra, 2016), ada beberapa istilah yang dipakai untuk menjelaskan fraktur :
a. Sudut Patah, Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus pada sumbu panjang tulang. Pada fraktur ini, segmen- segmen tulang yang patah direposisi atau direduksi akan kembali ketempatnya semula. Fraktur oblik merupakan fraktur yang garis patahnya akan membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
b. Fraktur multiple pada satu tulang, Fraktur segmental merupakan dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur ini sulit ditangani.
c. Fraktur impaksi, Fraktur kompresi terjadi ketika ada dua tulang menumbuk (akibat tubrukan) tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
d. Fraktur patologi, terjadi pada daerah-daerah tulang yang sudah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya.
e. Fraktur beban, Fraktur beban atau fraktur kelelahan bisa terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka. Fraktur semacam ini akan sembuh kembali dengan baik jika tulang itu diimobilisasi selama beberapa minggu.
f. Fraktur greenstick, fraktur yang sering terjadi pada anak-anak.
g. Fraktur avulse, Fraktur avulse akan memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligament.
h. Fraktur sendi, cedera ini yang memiliki resiko tinggu untuk osteoarteritis pasca trauma yang progresif pada sendi yang cedera tersebut.
Selain itu klasifikasi fraktur dapat dibedakan berdasarkan derajatnya, menurut (Aisyah, 2017) klasifikasinya antara lain :
a. Fraktur Tertutup (closed), karena tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open), karena terdapat hubungan atara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya luka di kulit, fraktur terbuka dibagi lagi menjadi tiga derajat: Derajat I ( jaringan terkena luka sedikit), Derajat II ( kerusakan jaringan lunak ) dan Derajat III ( kerusakan yang luas, dan meliputi struktur kulit maupun otot).
c. Fraktur Complate, yaitu pada seluruh garis tengan tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur Incomplet, yaitu patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinis dari fraktur yaitu nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Brunner & Suddarth, 2016)
a. Nyeri yang terus menerus dan bertambah beratnya dan akan bertambah nyerinya sampai fragmen tulang di imobilisasi.
b. Hilangnya dari fungsi dan deformitas (cenderung bergerak secara tidak alamiah dan adanya pemendekan pada tulang)
c. Krepitus (teraba adanya suaraderik tulang akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya)
d. Adanya pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit (terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut (Smeltzer, Suzanne C & Brenda dkk, 2018) prinsip penangan fraktur femur disebut dengan empat “R” yaitu :
a. Rekognisi, tingkatan untuk menentukan diagnosa keperawatan dan tindakan selanjutnya maka dari itu harus mengetahu dengan jelas riwayat kecelakaan dan tingkat keparahan fraktur.
b. Reduksi, tindakan usaha untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
c. Retensi, dapat dikatakan sebagai immobilisasi upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga akan kembali seperti semula secara optiomal. Setelah fraktur reduksi, fragmen tulang harus dilakukan imobilisasi atau dipertahankan.
d. Rehabilitasi, diarahkan untuk penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
2.1.8 Komplikasi Fraktur
Komplikasi yang dapat ditimbulkan fraktur dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Komplikasi awal, adanya pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan (Carpintero, 2014)
b. Sindrom kompartemen, komplikasi serius yang bisa terjadi karena terjebaknya otot, syaraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
c. Fat embolisme sindrom, komplikasi serius yang bisa sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang (Ihtisan, A, 2017)
d. Infeksi, System pad pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada jaringan. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka (Andarmoyo S. , 2020)
e. Nekrosis avaskuler, akan terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk atau terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang, biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman.
f. Syok, terjadi dikarenakan kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun. Hal ini biasanya terjadi pada kejadian fraktur (Muttaqin, Arif, 2015)
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Hernawilly, 2017), pemeriksaan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada fraktur yaitu:
1. Dimulai dengan melakukan anamnesa atau pemeriksaan umum.
2. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan menggunakan sinar Rontgen (sinar-x) yang digunakan untuk melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan tulang dan kedudukan tulang yang sulit. Selain itu juga untuk menetukan lokasi atau luasnya fraktur atau juga luasnya trauma
3. CT Scan, merupakan pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat digunakan untuk memperlihatkan jaringan lunak atau adanya cedera ligament dan tendon.
4. Permeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium yang lazim dipergunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang ada meliputi :
a. Kalsium serum dan fosfor serum
b. Fosfatase alkali, biasanya akan meningkat setelah adanya kerusakan tulang.
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat aminotransferase (AST) dan aldolase akan ada peningkatan pada tahap penyembuhan tulang.
5. Pemeriksaan Lain :
a. Biopsi tulang dan otot
b. Elekromiografi, dilakukan jika ada kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
c. Artroskopi, dilakukan jika didapatkan adanya jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan (Abbott A, 2019).
d. MRI, merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk menggambarkan semua kerusakan akibat terjadinya fraktur.
2.2 Konsep Pengalaman 2.2.1 Definisi Pengalaman
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengalaman adalah suatu hal yang pernah dialami, dijalani, dirasa, ditanggung, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan maupun tidak. Menurut (Bungin, 2015) data pengalaman individu ialah berbagai keterangan mengenai hal yang dialami individu yang sedang menjadi objek penelitian. Fokus mengenai suatu pengalaman bagi setiap individu bisa jadi berbeda. Terdapat tiga pokok mendasar mengenai pengalaman manusia yang harus diperhatikan yakni hal yang dilakukan, yang diketahui, dan benda-benda yang digunakan dalam peristiwa ingatan tersebut. Ketiga hal tersebut diyakini menjadi aspek kuat yang mendukung suatu pengalaman. (setiawan, 2016) mengungkapkan bahwa pengalaman meliputi pengalaman biasa dan pengalaman luar biasa. Pengalaman biasa merupakan aktivitas atau peristiwa yang dialami secara pasif, sedangkan pengalaman luar biasa meliputi aktivitas atau peristiwa secara aktif yang memungkinkan interaksi antar-individu. Pengalaman biasa cenderung hanya dianggap oleh individu sebagai suatu kesadaran, sedangkan pengalaman luar biasa dianggap sebagai alur yang mempunyai permulaan sesuai dengan subjektifitas diri dan mencerminkan ekspresi
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut menentukan pengalaman. (Notoatmodjo, 2012) Pengalaman setiap orang dapat berbeda dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Faktor-faktor yang memengaruhi pengalaman tersebut adalah kondisi lingkungan, ekosistem, kenikmatan hidup, pengembangan diri, pengalaman baru, motivasi, dan harapan. Indikator pengalaman biasa meliputi kenangan yang cenderung mudah dilupakan, kenyamanan, kemudahan, dan kedamaian. Indikator pengalaman luar biasa
meliputi kenangan yang sulit dilupakan, kekaguman, kegairahan dan kebahagiaan batin (setiawan, 2016) Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda–beda karena pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru. Menurut Sulaiman (2015) tingkatan pengetahuan terdiri dari 4 macam, yaitu pengetahuan deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan normatif dan pengetahuan esensial. Pengetahuan deskriptif yaitu jenis pengetahuan yang dalam cara penyampaian atau penjelasannya berbentuk secara objektif dengan tanpa adanya unsur subyektivitas. Pengetahuan kausal yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat.
Pengetahuan normatif yaitu suatu pengetahuan yang senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran dan norma atau aturan. Pengetahuan esensial adalah suatu pengetahuan yang menjawab suatu pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini sudah dikaji dalam bidang ilmu filsafat. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda, dan menjelaskan bahwa ada enam tingkatan pengetahuan yaitu sebagai berikut:
1. Pengetahuan (Knowledge) Tahu diartikan hanya sebagai recall (ingatan). Seseorang dituntut untuk mengetahui fakta tanpa dapat menggunakannya. Pemahaman (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.
2. Penerapan (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek tersebut dapat menggunakan dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.
3. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu objek.
4. Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah
ada. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
5. Penilaian (evaluation) Yaitu suatu kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu didasarkan pada suatu kriteria atau norma-norma yang berlaku di