5
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1. Penilitaan Terdahulu
Penelitian [7] yang berjudul “pengaruh microexplosion terrhadap karakteristik pembakaraan bahan bakar minyak jarak pagar pada berbagai diameter droplet” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Microexplosion yang terjadi pada pembakaran droplet minyak jarak mempersingkat waktu penyalaan (ignition delay time) karena terdapat jumlah fatty acid yang banyak sehingga fatty acid terbakar terlebih dahulu dan sebagian menyusup ke dalam glicerol untuk melakukan microexplosion.
2. Burning rate pada pembakaran dengan microexplosion lebih rendah karena pada saat terjadi microexplosion, letupan ini membuat api bergoyang dan mengganggu proses pembakaran.
3. Semakin besar diameter droplet maka intensitas terjadinya microexplosion dan kekuatan microexplosion semakin besar.
Penelitian I.N.G. Wardana [10] “Combustion characteristics of jatropha oil droplet at various oil temperatures” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada suhu rendah, microploexsion terjadi lebih awal pada diameter tetesan yang lebih besar. Sedangkan microexpolosion pada suhu tinggi, terjadi pada diameter tetesan yang lebih kecil
2. Pada suhu ruang yang tinggi mengurangi viskositas pada minyak jarak yang kemungkinan meningkatkan ledakan mikro tanpa perubahan beberapa parameter pembakaran seperti ignition delay dan tingkat pembakaran.
Penilitian Hendry Y. Nanlohy, I.N.G. Wardana, Nurkholis Hamidi dan Lilis Yuliati [11] yang berjudul “Karakteristik pembakaran droplet dengan penambahan persentase volume katalis Rh3+ 0.00%, 0.01% dan 0.02% terhadap minyak jarak”
menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan katalis Rh3+ pada dosis volume 0.01%, ignition delay time menjadi lebih singkat dan dapat meningkatkan temperature pembakaran. Hasil ini juga mendapatkan bahwa semakin banyak penambahan katalis Rh3+, maka ignition delay time semakin lama dan dapat menurunkan temperatur pembakaran.
Penilitian Xiaorong Wanga, Minglu Daia, Jun Yana, Chen Chena, Genzhu Jianga, Jinxin Zhangb [12] yang berjudul Experimental investigation on the evaporation and micro-explosion mechanism of jatropha vegetable oil (JVO) droplets, menghasilkan kesimpulan bahwa Ledakan mikro tidak akan terjadi selama penguapan komponen ringan (sekitar 453 K-583 K), ledakan mikro multipel dan intens terjadi selama periode tengah dan selanjutnya dekomposisi komponen berat (sekitar 683 K-773 K) selama proses penguapan dari JVO. Ledakan mikro menyebabkan diameter tetesan berkurang dengan cepat dan mengeluarkan butiran- butiran kecil sehingga membantu mempercepat penguapan dan pembakaran. Hasil ini juga mendapatkan bahwa pada suhu (sekitar 873k – 1073k) tidak terjadi ledakan saat prose penguapan. Hal ini dikarnakan suhu diatas 873k lebih cenderung ke masa pakai bahan bakar yang mengarah ke “awan” uap.
Penilitian Nanlohy, Hendry Y.Wardana, I. N.G.Yamaguchi, Masaki Ueda, Toshihisa [13] yang berjudul The role of rhodium sulfate on the bond angles of triglyceride molecules and their effect on the combustion characteristics of crude jatropha oil droplets, menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan rhodium sulfat / katalis dengan minyak jarak pagar mentah (CJO) membuat molekul bahan bakar lebih reaktif sehingga viskositas dan titik nyala berkurang dan bahan bakar mudah tersulut. Selain itu, hasil juga menunjukkan bahwa katalis meningkatkan kinerja pembakaran, di mana waktu penyalaan droplet lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi, dan tetesan bahan bakar memiliki laju pembakaran dan suhu pembakaran yang lebih tinggi.
2.2. Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L)
Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman dari keluarga euphorbiacea yang berasal dari amerika tengah. Tanaman ini mulai dibudidayakan di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang, sebagai bahan bakar bagi pesawat tempur Jepang. Jarak pagar merupakan tanaman yang berpohon kecil yang dapat berumur sampai 50 tahun, tinggi tanaman 1,5 – 5 meter. Percabangannya tidak teratur, dengan ranting bulat dan tebal. Kulit batang berwarna keabu- abuan atau kemerah-merahan. Apabila ditoreh, batang akan mengeluarkan lateks ber- warna putih atau kekuning-kuningan.
Gambar 2.1 Pohon tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas L)
Buah jarak pagar berdiameter 3 cm, kulit buahnya halus, tidak berambut seperti jarak kosta dan berwarna hijau. Setelah tua kulit jarak pagar berwarna kekuningan kemudian berubah berwarna coklat dan hitam. Biji jarak pagar berbentuk lonjong , panjang sekitar 2 cm dengan diameter 1,25 cm. Buah jarak pagar terdiri dari 20% dan 80% (daging), mengandung 40%- 60% minyak.
Minyak jarak pagar diperoleh dari biji dengan metode pengeperesan atau dengan ektrasi pelarut.
Gambar 2.2 Minyak jarak pagar dan biodiesel minyak jarak pagar
Pada umumnya, minyak nabati mengandung lima jenis asam lemak yaitu asam palmitate, asam stearate, asam linolenat, asam linoleate, dan asam oleat. Dari kelima jenis asam lemak tersebut, asam linolenat, asam linoleate, dan asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh terdiri dari asam palmitate dan asam stearate. Untuk minyak jarak pagar lebih dominan tersusun dari asam asam lemak tak jenuh.
Berikut komposisi minyak jarak pagar dan sifat fisik minyak jarak dapat dilihat sebagai berikut:
Table 2.1 Komposisi asam lemak minyak jarak
Asam Lemak Kadar (%)
Asam miristat 0-0,1
Asam palmitate 14,1-15,3
Asam strearat 3,7 – 9
Arachidic acyd 0 – 0,3
Behedic acyd 0 – 0,2
Asam palmitoleat 0 – 0,3
Asam oleat 34,3 – 45,8
Asam linoleate 29,0 – 44,2
Asam llinolenat 0 – 0,3
Sumber [14]
Tabel 2.2 Sifat fisik minyak jarak pagar
Sifat fisik Satuan Nilai
Titik nyala °C 236
Densitas pada 15 °C 𝑔/𝑐𝑚3 0,9177
Viskositas pada 30 °C 𝑚𝑚2/𝑠 49,15
Residu karbon % (𝑚 𝑚)⁄ 0,34
Kadar abu sulfat %(𝑚 𝑚)⁄ 0,0007
Titik ruang kandungan
air -2,5
Kandungan sulfur 𝑝𝑝𝑚 < 1
Bilangan asam 𝑀𝑔 𝐾𝑂𝐻/𝑔 4,75
Bilangan oid 𝐺 𝑖𝑜𝑑/100𝑔 minyak 96,5
Kandungan air °C 935
Sumber : [14]
Minyak jarak pagar merupakan minyak yang tidak aman dikomsumsi sebagai minyak goreng atau sebagai ingredient olahan pangan. Hal tersebut dikarenakan minyak jarak mengandung senyawa phorbol yang dapat menyebabkan efek keracunan jika dikonsumsi [15]. Lebih dari itu, adapun alasan pemilihan minyak jarak sebagai bahan baku biodiesel adalah sebagai berikut:
Bahan biodiesel merupakan alternatif yang ideal untuk mengatasi tekanan permintaan bahan bakar fosil :
1. Memiliki sifat yang sama seperti solar atau minyak diesel.
2. Merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan.
3. Minyak jarak pagar merupakan sumber minyak terbarukan (renewable fuels), termasuk non edaible oil, sehingga minyak jarak tidak bersaing dengan minyak konsumsi manusia seperti minyak kelapa sawit dan minyak jagung.
Adapun karakteristik biodiesel jarak pagar dengan standart mutu biodiesel (SNI 10-7182-2015), dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.3 Karakteristik minyak jarak pagar dan biodiesel minyak jarak pagar
Sumber : [16],[17]
Parameter Satuan Biodiesel jarak pagar
Standart biodiesel nasional (SNI)
Massa jenis pada 40
°C 𝑘𝑔/𝑚3 887 850-890
Viskositas kinematic pada 40
°C
𝑚𝑚2
/𝑠 ( 𝑐𝑆𝑡) 11,3 2,0-4,5
Angka setana − 44 min. 51
Titi nyala °C 147 min. 100
Bilangan asam 𝑚𝑔
− 𝐾𝑂𝐻/𝑔 0,404 maks. 0,8
Bilanagan iodium % − 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 94,3 maks. 115
Kadar air % 0,05 Maks. 0,05
2.3. Biodiesel
Biodiesel sebagai energi terbarukan didefinisikan sebagai fatty acid methyl ester (FAME) atau biasanya disebut juga fatty acid alkyl ester [18]. Biodiesel adalah campuran fatty acid alkyl ester yang diperoleh dari transesterifikasi (pertukaran ester) minyak nabati dan lemak hewani. Bahan baku minyak nabati atau lemak hewani tersusun oleh 90-98% trigliserida dan sedikit mono dan digliserida [19]. Ada berbagai macam metode untuk menghasikan produk biodiesel, seperti transesterifikasi, pirolisis, mikroemulsifikasi, dan blending [4]. Salah satu metode untuk memperoleh FAME adalah dengan esterifikasi katalitik dari asam lemak yang terkandung dalam minyak nabati dengan menggunakan metanol. Biodiesel diproduksi dari berbagai sumber trigliserida merupakan bahan bakar alternatif untuk minyak diesel. Biodiesel telah diterima sebagai bahan bakar dan bahan bakar tambahan di seluruh dunia. Umumya biodiesel diproduksi dari sumber daya alam terbaharui melalui proses transesterifikasi [4].
Gambar 2.3 Reaksi transesterifikasi trigliserida
Sumber [19]
Pada proses transesterifikasi, katalis NaOH atau KOH dan basa homogen biasanya digunakan untuk meningkatkan laju reaksi [19]. Proses ini, akan menghasilkan methyl ester (jika trigliserida direaksikan dengan metanol) atau ethyl
ester (jika trigliserida direaksikan dengan etanol). Reaksi ini juga menghasilkan produk samping berupa gliserol.
Biodiesel sangat potensial untuk dijadikan bahan bakar alternatif karena lebih dari 20% campurannya dapat digunakan hampir pada semua diesel engine tanpa perlu adanya modifikasi mesin [20]. Selain itu, biodiesel juga memiliki keunggulan lain berupa biodegradable, non-toxic, memiliki kadar emisi yang lebih rendah (kecuali NOx), nilai flash point yang lebih tinggi dibandingkan petro diesel, pelumasan yang sempurna serta ramah lingkungan [18].
2.4. Solar
Solar merupakan bahan bakar jenis distlat yang digunakan untuk mesin diesel dengan sistem pembakaran yang diproduksi oleh pertamina. Berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah (Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi) tentang kandungan Bahan bakar minyak solar untuk dipasarkan di indonesia, sebagai berikut :
Tabel 2.4 Standart mutu spesifikasi soalar / biosolar Sumber [21]
No Parameter Unit Value
1 Densitas, densitiy 15°c Kg/m3 815-860
2 Viskositas, viscosity 40°c Mm2/s (cSt) 2.0 – 4,5 3 Bilangan setana, cetane
number
min. 48
4 Titik nyala, flash point °C min. 52
5 Titik awan cloud point °C max.18
6 Copper strip corrsion max.no 3
7 Residu karbon carbon residu % mass max. 0,1 8 Air dan endapan water and
sediment
mg/kg max. 500
9 Suhu destilasi, distillation temperature
°C max. 370
10 Abu tersulfatkan % v/v max. 0.01
11 Belerang, sulfur ppm (mg/kg) max. 100
12 Bilangan asam kuat Mg-KOH/g max. 0
13 Bilangan asam total Mg-KOH/g max. 0.6
2.5. Pembakaran
Pembakaran adalah suatu interaksi yang melibatkan proses kimia yang berupa termodinamika dan keadaan stokiometri lalu proses fisika yang berupa dinamika fluida dan juga perpindahan kalor dan massa. Pembakaran merupakan oksidasi kimia antara bahan bakar dan oksigen yang menghasilkan produk berupa cahaya dan panas .
Syarat-syarat terjadinya pembakaran diatas dikenal juga dengan segitiga api.Ilustrasi dari segitiga api dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Segitiga Api
Dalam setiap proses pembakaran tidak lepas dari dua peristiwa yang pasti akan terjadi saat pembakaran yaitu :
Terjadinya oksidasi antara bahan bakar dan udara terhadap waktu pembakaran yang menyebabkan perubahan Komposisi spesies pada tingkat molokuler.
Ikatan-ikatan molekul yang lemah terlepas, kemudian digantikan oleh ikatan yang lebih kuat. Kelebihan energi ikat dilepas ke dalam sistem yang biasanya menyebabkan kenaikan temperatur.
Berdasarkan kondisi campuran bahan bakar dengan oksigen, pembakaran dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Pembakaran preximed adalah proses pembakaran dimana bahan bakar dan udara sebagai pengoksidasi sudah bercampur terlebih dahulu sebelum terjadi pembakaran. Keberhasilan dari pembakaran preximed dipengaruhi oleh faktor homogenitas campuran udara dan bahan bakar, dimana pembakaran pada campuran udara dan bahan bakar yang tidak homogen menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna dan tekanan yang dihasilkan tidak maksimal.
2. Pembakaran difusi yaitu proses pembakaran dimana bahan bakar dan udara sebagai pengoksidasi tidak bercampur secara mekanik, melainkan dibiarkan bercampur sendiri secara alami melalui proses difusi selanjutnya baru terjadi pembakaran. Jenis pembakaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembakaran difusi.
Pada proses pembakaran selalu diusahakan untuk terjadinya pembakaran yang sempurna, karena itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Pencampuran udara dan bahan yang homogen.
2. Digunakan cukup udara dalam proses pembakaran.
3. Berat jenis bahan yang akan bakar.
4. Temperatur pembakaran harus cukup tinggi.
5. Lamanya waktu pembakaran yang berhubungan dengan laju pembakaran.
2.6. Pembakaran Droplet
Pembakaran pada droplet termasuk sparay combustion, yaitu bahan bakar disemprotkan hingga terbentuk butiran-butiran kecil (droplet). Dalam hal ini, model spray combustion dapat disederhanakan dengan asumsi bentuk pembakaran droplet individual (single droplet combustiom). Proses pembakaran ini, droplet beravaporasi ketika diapanaskan dan uapa bahan bakar berdifusi ke luar dan oksidator berupa udara berdifudi kedalam dari lingkungan sehingga membentuk nyala api (flare front).
Bentuk dari nyala api dapat berupa spherical atau non-spherical (memanjang).
Bentuk nyala api yang berbentuk spherical terjadi ketika keadaan zero gravity.
Untuk droplet berbentuk non-spherical (memanjang) terjadi akibat adanya efek gravitasi dan natural convection sehingga nyala api memanjang keatas.
Gambar 2.5 Model nyali api droplet
Sumber [22]
Pembakaran pada droplet diawali dengan evaporasi droplet dan kemudian pembakaran terjadi pada gari kesetimbangan antar difusi uap bahan bakar dari permukaan droplet dan difusi oksigen ke dalam yang ditandai oleh reaksi sisi luar api pada jarak tertentu dari droplet [23].
2.7. Karakteristik Pembakaran Droplet
Terdapat beberapa karakteristik pembakaran droplet yang ada pada penilitian ini yakni :
1. Ignition delay
Ignition delay merupakan interval waktu dari awal pemanasan heater yang diletakkan pada bagian bawah droplet hingga nyala api dapat terlihat [24]. Jika dilakukan analisa lebih mendalam pada peristiwa ignition delay. Ignition delay bergantung pada properti fisik dan kimia bahan bakar serta karakteristik engine.
Ignition delay dipengaruhi oleh efek fisik dari persiapan campuran bahan bakar (atomisasi, evaporasi, dan pencampuran dengan udara).
Ignition delay sangat dipengaruhi beberapa faktor, seperti jenis bahan bakar, kualitas bahan bakar (cetane number. Cetane number merupakan pengukuran kualitas pengapian pada autoignition temperature. Semakin tinggi cetane number maka semakin pendek waktu ignition delay dan semakin baik kualitas pengapian [25].
Ignition delay menjadi hal yang sangat perlu diperhatikan karena semakin lama waktu ignition delay, akan membuat pembakaran menjadi tertunda dan menghasilkan lebih banyak gas emisi. Ignition delay juga dapat menyebabkan high
pressure di ruang bakar dan mesin beroperasi lebih kasar sehingga mesin kehilangan daya yang besar.
2. Burning rate
Burning rate merupakan salah satu karakteristik dari pembakaran single droplet yang akan mempengaruhi besarnya daya yang dihasilkan selama proses pembakaran. Semakin besar nilai burning rate, maka daya yang dihasilkan akan semakin besar [23].
Burning rate atau laju pembakaran merupakan kecepatan bahan bakar yang terbakar dengan udara hingga bahan bakar tidak tersisa atau habis. Nilai burning rate dari pembakaran droplet dapat dijelaskan melalui 𝒅𝟐− 𝒍𝒂𝒘 yang menyatakan diameter kuadrat dari droplet yang akan berkurang secara linier terhadap waktu pembakaran . Persamaan 2-1 merupakan hubungan antara burning rate constant (K) terhadap perubahan diameter droplet [23].
𝑫𝟐 (𝒕) = 𝑫𝟎𝟐− 𝑲. 𝒕 ………(2-1) Dengan :
𝑫 = 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒅𝒓𝒐𝒑𝒍𝒆𝒕 (𝒎𝒎) 𝑫𝟎 = 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒅𝒓𝒐𝒑𝒍𝒆𝒕 (𝒎𝒎) 𝑲 = 𝒃𝒖𝒓𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒓𝒂𝒕𝒆 𝒄𝒐𝒏𝒔𝒕𝒂𝒏𝒕 𝒎𝒎𝟐/𝒔 𝒕 = 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖 (𝒔)
Burning rate suatu bahan bakar dipengaruhi oleh titik didih yang dimiliki bahan bakar dan juga panjang rantai hidrokarbon yang dimiliki bahan bakar.
Semakin tinggi titik didih suatu bahan bakar, maka semakin kecil nilai burning rate yang dimiliki oleh bahan bakar tersebut. Dan bila semakin panjang rantai
hidrokarbon yang dimiliki suatu bahan bakar, makan semakin kecil nilai burning rate yang dimiliki bahan bakar tersebut.
3. Dimensi Visualisasi Api
Visualisasi nyala api (flare front) atau dimensi api memiliki peran yang sangat menentukan dalam karakteristik pembakaran droplet dari suatu bahan bakar.
Dimensi nyala api menunjukkan seberapa besar dan panjang nyala api secara vertikal seiring dengan bertambahnya waktu pembakaran. Reaksi dari suatu pembakaran dapat diketahui dari dimensi visualisasi nyala api. Jika suatu reaksi pembakaran menghasilkan dimensi nyala api yang besar , maka dapat disimpulkan reaksi pembakaran yang terjadi berlangsung sangat lama. Sebaliknya, jika suatu reaksi pembakaran menghasilkan dimensi nyala api yang kecil, maka reaksi pembakaran yang terjadi berlangsung dalam waktu cepat.
Dimensi nyala api terjadi pada tahap awal pembakaran droplet yang disebabkan oleh pemanasan droplet dan pengaruh akumulasi uap bahan bakar pada sekitar permukaan droplet selama periode ignition delay. Semakin tinggi pembentukan jelaga pada pembakaran droplet akan meningkatkan tinggi nyala api [24].
4. Microexplosion
Selama proses evaporasi, droplet memiliki kecenderungan mengembang dan kemudian pecah menjadi micro droplet. Fenomena ini disebut microexplosion.
Microexplosion disebabkan oleh adanya perbedaan dari titik didih antara komponen penyusun bahan bakar. Ketika komponen bagian dalam dengan titik didih lebih rendah mencapai kondisi superheated, nukleasi terjadi dan komponen dengan titik didih rendah mengalami gasifikasi, menghasilkan akumulasi tekanan internal yang
mengarah pada pecahnya droplet. Setelah microexplosion terjadi setiap droplet melewati 3 proses yaitu pemulihan bentuk, nukleasi gelembung, dan penggabungan gelembung [12].
Microexplosion dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya diameter awal droplet, temperatur lingkungan, dan konsentrasi oksigen di lingkungan [7].
Campuran droplet yang terdiri dari komponen dengan volatilitas yang tinggi dan rendah sehingga memiliki potensi yang tinggi untuk terjadinya atomisasi sekunder yang diikuti dengan pendidihan di dalam cairan superheated. Pembakaran droplet dari campuran biodiesel dan alkohol biasanya digunakan untuk mengamati fenomena microexplosion [7].