• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAAN HASIL IMPLEMENTASI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN KENDAL (Studi Kasus di Desa Blimbing, Kecamatan Boja, Kebupaten Kendal)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KERAGAAN HASIL IMPLEMENTASI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN KENDAL (Studi Kasus di Desa Blimbing, Kecamatan Boja, Kebupaten Kendal)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN HASIL IMPLEMENTASI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KABUPATEN KENDAL

(Studi Kasus di Desa Blimbing, Kecamatan Boja, Kebupaten Kendal) Joko Pramono, Muryanto, dan Agus Sutanto

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah

ABSTRAK

Pekarangan merupakan bagian fungsional yang tak terpisahkan dari lingkungan rumah tangga.

Implementasi program ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian antara lain adalah Gerakan Percepatan Optimalisasi Pekarangan dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M- KRPL). M-KRPL dibangun dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Implementasi M-KRPL telah dilakukan di Desa Blimbing, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal pada bulan Mei hingga Oktober 2012. Tahapan pelaksanaan dimulai dari; (1) identifikasi potensi lokasi melalui RRA, (2) penyusunan rancang bangun model pengembangan M-KRPL, (3) sosialisasi rencana program, (4) pembinaan sumberdaya manusia, (5) implementasi M-KRPL, dan pembinaan rutin. Hasil penerapan program M-KRPL pada semester pertama dari aspek adopsi/partisipasi warga yang mengikuti tercatat sudah 39 rumah tangga atau 156 % yang mengadopsi pemanfaatan pekarangan untuk budidaya aneka tanaman sayuran, (b) sebagian besar hasil panen sayuran masih digunakan untuk konsumsi sendiri (84 %) dan sebagian kecil dijual di bakul desa setempat (16 %), (c) rerata kontribusi hasil penjualan aneka produk sayuran dari usaha intensifikasi pekarangan terhadap penurunan belanja bulanan berkisar Rp. 138.900,- hingga Rp.

140.100,-/KK/bulan, sedangkan kontribusi tunai terhadap pendapatan rumah tangga masih rendah baru mencapai Rp. 21.255,-/KK/bulan, dan (d) M-KRPL dapat menumbuhkan unit usaha produktif warga dalam bentuk unit usaha penyediaan pupuk organik, unit usaha penyediaan bibit dan unit usaha penjualan tanaman sayuran dalam pot (sayulampot) siap pajang. Beberapa kelemahan yang dominan dihadapi warga masyarakat dalam menerapkan M-KRPL adalah; (a) kurangnya pengetahuan dalam menentukan jenis tanaman yang sesuai kondisi agroekosistem dan musim, dan (b) lemahnya pengetahuan tentang budidaya sayuran terutama terkait pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).

Kata kunci : pekarangan, budidaya, sayulampot

PENDAHULUAN

Pekarangan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan rumah tangga. Di berbagai wilayah perdesaan di Jawa Tengah, dimana lahan pekarangan masih relatif luas banyak dimanfaatkan sebagai unit usahatani pendukung bagi rumah tangga tani, yaitu sebagai sumber penghasil pangan dan gizi keluarga dengan diusahakannya berbagai komoditas pangan (ubi kayu, talas, jagung) dan sayuran

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan adalah kebutuhan dasar manusia.

Menurut undang - undang nomor 7 tahun 1996, ketahanan pangan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

Peraturan pelaksanaan UU No. 7 tersebut antara lain adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan yang mencakup aspek ketersediaan pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan

(2)

dan penanggulangan masalah pangan.

Salah satu upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan adalah melalui penganekaragaman pangan, yaitu proses pengembangan produk pangan yang tidak tergantung kepada satu jenis bahan saja, tetapi memanfaatkan berbagai macam bahan pangan.

Komitmen pemerintah pusat untuk penganekaragaman pangan ditunjukkan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (PP) nomor 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 43 tahun 2009 tentang Gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal.

Implementasi program ketahanan pangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian antara lain adalah Gerakan Percepatan Optimalisasi Pekarangan dan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL). M-KRPL yang diawali pada Bulan Nopember 2010 di Dusun Jelok, Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, diinisiasi oleh Badan Litbang Pertanian. M-KRPL dibangun dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Kemtan, 2011).

Melalui pengembangan rumah pangan, kebutuhan pangan dan gizi keluarga dapat terpenuhi, ekonomi produktif dapat berkembang sehingga masalah kerawanan pangan dapat teratasi dan lingkungan hijau yang bersih dan sehat dapat tercipta (Tani Pos, 2011).

Pemanfaatan pekarangan sebagai salah satu lahan alternatif untuk meningkatkan ketahanan pangan di masyarakat cukup besar (Sismihardjo, 2008). Pekarangan adalah sebidang tanah darat terletak langsung di sekitar rumah yang jelas batas-batasnya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan (Soemarwoto et al., 1976 dalam Danoesastro, 1997). Menurut Irsal Las (Kompas, 11 April 2011), luas lahan pekarangan di Indonesia mencapai 5,5 juta hektar. Sedangkan menurut data BPS, luas lahan pekarangan di Kabupaten Kendal adalah 12.829 ha (Bappeda dan BPS Prov. Jateng, 2011).

Implementasi MKRPL di Jawa Tengah telah dimulai pada tahun 2012 di dua lokasi percontohan desa Seboto, Kab. Boyolali dan desa Salaman, Kab.Karanganyar. Pada tahun anggaran 2012, Kabupaten Kendal mendapatkan alokasi untuk membuat percontohan model pengelolaan lahan pekarangan. Tujuan dari program ini adalah untuk membuat percontohan model pengelolaan lahan pekarangan dengan berbagai aktivitas usahatani dalam bentuk Model- Kawasan Rumah Pangan Lestari.

METODE

Kegiatan M-KRPL di laksanakan di lahan pekarangan milik masyarakat di desa Blimbing, kecamatan Boja, kabupaten Kendal. Pelaksanaan kegiatan dimulai pada bulan Mei – Oktober 2012. Lokasi kegiatan yang dibuat percontohan terfokus pada satu RT, yang terdiri dari 28 Kepala Keluarga (KK), dan areal pengembangan di tujuh RT dalam satu dukuh Blimbing Krajan.

Kegiatan dilaksanakan melalui pendekatan; (a) rumah tangga tani, (b) dilaksanakan secara partisipatif, dan (c) usahatani pekarangan.

Tahapan kegiatan dimulai dari; (a) koordinasi dengan unsur struktural Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Kendal dan Kepala Desa calon lokasi kegiatan M-KRPL, (b) Observasi alternatif calon lokasi bersama dengan Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten di beberapa calon lokasi, (c) Identifikasi calon lokasi melalui RRA di desa terpilih dalam rangka mengidentifikasi potensi sumberdaya lahan, sumberdaya manusia, kelembagaan, penerapan teknologi usahatani tanaman dan ternak eksisting, (d) perumusan masalah dan alternatif inovasi teknologi yang akan diintroduksikan pada kegiatan dalam bentuk Rancang-bangun M-KRPL Kab. Kendal, (e) Sosialisasi program dan rancangan MKRPL di tingkat desa dan kabupaten, dan (f) implementasi Model- KRPL pada rumah tangga sasaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lokasi Desa Pengkajian

Hasil identifikasi potensi desa terpilih melalui RRA, bahwa wilayah desa Blimbing secara geografis berbatasan dengan desa Bebengan di sebelah Utara, dan desa Salamsari

(3)

di sebelah Timur, dan desa Kaligading di sebelah Selatan, ketiga desa tersebut masih berada di wilayah kecamatan Boja, sedangkan batas di sebelah Barat adalah desa Getas, kecamatan Singorojo. Desa Blimbing berada pada ketinggian antara 360 – 430 mdpl dengan topografi dominan datar (50%) bergelombang (34 %) dan berbukit (16 %).

Berdasarkan data kependudukan jumlah penduduk desa Blimbing sejumlah 2.415 jiwa, yang terdiri penduduk laki-laki 1.181 jiwa dan perempuan 1.234 jiwa. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani 43,5% dan 36,7% bergerak di bidang jasa. Sebagian besar penduduk berada pada tahap Sejahtera III sebesar 60,5% dan pra sejahtera sebanyak 28,8%.

Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk, mayoritas penduduk 37,9% hanya tamat SD, dan yang tamat SLTP adalah 17,9% (Bapelluh P2K Kendal, 2011). Jika melihat kondisi pendidikan, penduduk yang demikian tentunya dibutuhkan bimbingan dan berbagai pelatihan yang berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani, khususnya dalam memperbaiki kinerja usahatani yang terkait dengan pengelolaan pekarangan.

Kondisi agroklimat desa Blimbing, berdasarkan data curah hujan rata-rata sepuluh tahun terakhir pada kisaran 3.400 – 4.200 mm/th dengan jumlah hari hujan antara 126-158 hari.

Musim hujan berlangsung pada bulan Oktober–

Mei, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Desember- Maret, dengan suhu rata-rata 30 oC

pada siang hari dan 22 oC pada malam hari di musim hujan. Tata guna lahan didominasi lahan kering 129,36 ha (33%), lahan sawah 104 ha (27,3%), dan pekarangan seluas 129, 6 ha (33,8%). Melihat proporsi penggunaan lahan desa Blimbing, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting perannya dalam pembangunan ekonomi desa tersebut dan pekarangan cukup potensial untuk dikelola lebih intensif. Secara umum pegelolaan pekarangan belum intensif untuk usahatani tanaman sayuran dan sebagian besar digunakan untuk budidaya tanaman buah.

Khususnya untuk dukuh Blimbing Krajan, yang merupakan bagian dari wilayah Desa Blimbing terdiri dari delapan RT, dan merupakan wilayah terfokus untuk kegiatan pengkajian M- KRPL, wilayahnya dibelah oleh saluran irigasi yang airnya mengalir sepanjang tahun, termasuk pada musim kemarau. Kondisi ini sangat mendukung dalam upaya pengembangan intensifikasi pekarangan, karena ketersediaan air merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman (sayuran, pangan, buah) di pekarangan.

Masalah Pemanfaatan Lahan Pekarangan dan Alternatif Pemecahan

Berdasarkan hasil pemahaman pedesaan secara cepat atau rapid rural appraisal (RRA), yang telah dilaksanakan tim BPTP, di dampingi tim dari kabupaten terekam berbagai potensi, Tabel 1.

Potensi, Permasalahan Dalam Pengelolaan Lahan Pekaranga

Kondisi dan Potensi Akar Masalah Pemecahan Masalah Alternatif Kegiatan Sebagian besar

pekarangan sempit strata 1

Sebagian kecil masyarakat yang memiliki pekarangan luas belum dikelola secara intensif Pengetahuan warga terhadap budidayaa sayuran po rendah Tersedia sumber air melimpah sepanjang

Pengetahuan masyarakat (SDM) tentang intensifikasi pekarangan kurang Modal untuk menunjang usaha intensifikasi terbatas

Akses ke sumber teknologi terbatas

Diperlukan pembinaan dan penyuluhan budidaya sayuran di lahan sempit

Peningkatan kapasitas SDM melalui studi banding di desa yang sudah berhasil menerapkan program intensifikasi pekarangan (KRPL)

Insentif modal dalam bentuk inovasi dan

Pelatihan budidaya sayulampot

Studi banding lokasi MKRPL

Membuat percontohan budidaya sayuran vertikal (vertikultur) dilahan sempit Pemanfaatan lahan untuk kolam-kolam ikan dari terpal

Membuat saluran-saluran air dengan pipa paralon dari sumber air ke rumah tangga

(4)

permasalahan warga dalam mengembangkan usahatani pekarangan. Potensi dan permasalahan dalam mengembangkan usaha pekarangan di desa Blimbing, kecamatan Boja, secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Perkembangan Implementasi M-KRPL

Pada awal kegiatan pengkajian MKRPL kondisi lahan pekarangan warga pada umumnya belum dikelola secara intensif, sebagian besar warga menganggap bahwa lahan sempit yang ada (kurang dari 50 m2), tidak dapat dimanfaatkan untuk budidaya aneka sayuran, tapi hanya sekedar sebagai area bermain anak-anak, Tabel 2.

Kondisi Pekarangan Warga RT. 07 Sebelum Dan Sesudah Implementasi Program MKRPL, Di Desa Blimbing, Kendal Tahun 2012

No Nama warga Luas pekarangan (m2)

Kondisi eksisting

(Maret-2012) Kondisi

(Oktober 2012) 1 Sapani 200 belum dimanfaatan aneka sayuran dalam pot, dan

bedengan, para-para 2 Mustaqim Taryono <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

3 FM. Suwito 500 kebun campuran, bunga aneka sayulampot, bedengan, buah pepaya

4 Radip <20 belum dimanfaatkan aneka sayuran pot, sayur pada bedengan kc.panjang

5 Joko Sutarman 100 kolam kecil aneka sayulampot, kolam

6 Jumarni <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

7 Harsono <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

8 Kusyanto <20 belum dimanfaatkan sayulampot, sayur pada para-para 9 Sugiono 300 kolam, kebun rambutan kolam, aneka sayulampot, buah,

sayuran pada bedengan 10 Suwarni <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot 11 Margono <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

12 Edy Susanto 200 kolam ikan 1 unit kolam 2 unit, sayulampot, sayur pada bedengan

13 Slamet <20 belum dimanfaatkan sayulampot, sayur pada bedengan

14 Purwanto 50 kolam rusak aneka sayulampot, kolam

15 Utami 250 campuran buah, bunga buah, aneka sayulampot, sayur pada bedengan

16 Sugeng 50 belum dimanfaatkan anekasayulampot

17 Sulaksono Irwan 50 belum dimanfaatkan aneka sayulampot 18 Hery Iswahyudi <20 belum dimanfaatkan kolam ikan, sayulampot 19 Maksum/Yudi 400 kolam, kebun campuran kolam ikan, sayulampot 20 Puji Hadi <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

21 Muamadasim <20 cabe dalam pot aneka sayulampot

22 Sutanto <20 tanaman hias pot aneka sayulampot

23 Utomo <20 belum dimanfaatkan aneka sayulampot

24 Herlan W. 1200 tanaman keras,

rambutan, mangga

kolam ikan, aneka sayulampot, ubi jalar bedengan, pepaya 25 Susilowati 200 kolam, tanaman buah kolam, aneka sayulampot, sayur

bedengan, buah jambu 26 Prayogo 200 bunga, rambutan, kosonganeka sayulampot dan buah

27 Widayat 200 kolam, bunga aneka sayulampot, bedengan

28 Arif 200 kolam, tanaman keras aneka sayulampot

Ket : sayulampot = sayuran dalam pot (terung, cabe, tomat, sawi, bunga kol) Sumber : Data primer Ketua Poktan (2012)

(5)

menjemur hasil panen atau sebagai service area untuk keluarga.

Hasil pembinaan yang dilakukan sejak Maret hingga Oktober 2012, telah merubah wajah kampung menjadi lebih asri dengan aneka tanaman sayuran ( tomat, terung, cabai, sawi, kol bunga, pare, bayam, kangkung dll.) yang ditanam pada pot-pot atau polibag dan juga pada bedeng- bedeng tanah untuk pekarangan yang masih relatif luas. Pada setiap sore hari ada aktivitas baru bagi ibu-ibu warga desa dalam merawat (menyiram) aneka jenis tanaman sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lahan pekarangan mereka. Pada Tabel 2, ditunjukkan informasi perkembangan kondisi pemanfaatan lahan pekarangan warga lokasi pengkajian pada saat sebelum implementasi program M-KRPL dimulai (Mei-2012) dan kondisi setelah implementasi program MKRPL (Oktober 2012), setelah kurang lebih enam bulan dilakukan pembinaan dan pendampingan penerapan intensifikasi pekarangan melalui program M- KRPL, secara umum pola pengelolaan pekarangan sudah mulai membuahkan hasil. Pola pengelolaan yang dilakukan warga desa Blimbing, bergantung pada luas lahan pekarangan. Pada lahan pekarangan yang sempit strata-1, mayoritas warga memilih menanam sayuran dalam pot dan polibag, sedangkan pada pemilikan lahan pekarangan yang lebih luas strata 2 (> 200 m) warga mengkombinasikan antara tanam dengan polibag dan pot juga menanam langsung aneka sayuran pada bedengan-bedengan dan bahkan sebagian kecil warga mulai membuat kolam-kolam ikan dan lahan pekarangan yang semula kosong sebagian telah dimanfaatkan untuk budidaya aneka sayuran dan buah (pepaya).

Ditinjau dari hasil adopsi penerapan MKRPL melalui kegiatan penataan dan

intensifikasi pekarangan, selama enam bulan secara umum respon masyarakat sangat positif.

Hal ini terlihat dari data perkembangan dimana sasaran awal pelaksanaan program yang hanya terdiri dari 28 KK (RT 07), sudah berkembang menjadi 67 KK di 4 RT pada akhir Juli.

Perkembangan Hasil Panen dan Manfaat Pada Tabel 3, disajikan data hasil survei (before- after) untuk merekam perkembangan hasil penjualan sayuran dalam rangka pelaksanaan program M-KRPL di Kabupaten Kendal. Data yang tersaji pada Tabel 3 tersebut, menerangkan bahwa rerata belanja harian rumah tangga warga sampel sebelum pelaksanaan program adalah sebesar Rp 21.430,- (lokasi inti) dan Rp 25.000,- (lokasi pengembangan), sedangkan setelah enam bulan program berjalan hasil survei menunjukkan terjadi penurunan besarnya uang belanja harian menjadi Rp.16.800,- (lokasi inti) dan - Rp.20.330,-(lokasi pengembangan) atau terjadi penurunan belanja harian sebesar 18,6% dan 21,6%. Hal ini berarti bahwa kontribusi program M-KRPL terhadap penurunan biaya belanja bulanan rerata mencapai Rp. 138.900,-/KK/bulan untuk lokasi inti dan sebesar Rp. 140.100,-/KK/bulan untuk lokasi pengembangan. Penurunan uang belanja harian telah dirasakan oleh semua ibu rumah tangga sampel, karena sebagian besar hasil panen aneka sayuran memang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari yang dapat menyebabkan biaya belanja untuk membeli sayuran tiap rumah tangga menjadi berkurang. Hasil survei juga menunjukkan bahwa sebagian besar hasil panen aneka sayuran dalam program M-KRPL di desa Blimbing, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal masih digunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga sendiri termasuk untuk dibagikan

Tabel 3.

Rerata Belanja Harian, Hasil Penjualan Dan Persentase Hasil Panen Yang Dikonsumsi Di Lokasi MKRPL, Kabupaten Kendal

Uraian Belanja harian (Rp) (Maret 2012)

Belanja harian (Rp) (Okt 2012)

Hasil penjualan (Rp) (s/d Okt 2012)

Persentase hasil di konsumsi (%)

Lokasi inti 21.430

(6,02)

16.800 (5,99)

89.071 84

Lokasi

pengembangan

25.000 (10,44)

20.330 (10,37)

166.000 55

(6)

kepada keluarga dan teman yang mencapai rerata 84% untuk lokasi inti (28 KK) dan 55% untuk lokasi pengembangan.

Pada tabel 3, menunjukkan bahwa pada KK yang mengembangkan budidaya sayuran dalam pot (lokasi pengembangan) dengan mengadopsi dari lokasi inti rerata hasil penjualan sayuran lebih besar dibandingkan lokasi inti. Hal ini menarik karena pada lokasi pengembangan dimana fasilitasi dari program M-KRPL minim, mereka untuk dapat terus mengembangkan budidaya sayuran pada pekarangan diperlukan biaya, untuk itu begitu warga melihat peluang pasar dan hasil panen laku dijual melalui pedagang sayur desa, maka warga bersemangat untuk mengembangkan untuk tujuan produktif, sedangkan pada lokasi inti dimana sarana sebagian besar disubsidi (bantuan) ada rasa kurang enak untuk menjual hasilnya.

Ada fenomena menarik dengan semakin dikenalnya program M-KRPL oleh masyarakat sekitar, ternyata membuka peluang usaha warga untuk menyediakan tanaman dalam pot siap pajang. Ada petani di lokasi pengembangan yang mengkhususkan menerima pesanan dan menjual tanaman sayuran dalam pot (sayulampot) dalam kondisi sudah berbuah. Disamping itu dampak dari program MKRPL, juga menumbuhkan peluang usaha penyedia pupuk organik/kompos, penyedia bibit yang dilakukan warga secara mandiri, disamping Kebun Bibit Desa (KBD) yang dikelola warga.

Manfaat lain yang terekam dari hasil survei, bahwa semua responden (100%) menyatakan manfaat program M-KRPL adalah; (a) mengurangi uang belanja sayuran, (b) menjadikan lingkungan menjadi asri. Disamping manfaat yang dirasakan warga pelaksana prorgam M-KRPL, ada beberapa kelemahan yang dominan dihadapi warga masyarakat dalam menerapkan M-KRPL adalah; (a) kurangnya pengetahuan dalam menentukan jenis tanaman yang sesuai kondisi agroekosistem dan musim, dan (b) lemahnya pengetahuan tentang budidaya sayuran terutama terkait pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT). Kondisi tingginya intensitas serangan OPT untuk jenis sayuran tertentu pada musim-musim tertentu perlu segera diatasi, karena ada indikasi dapat menurunkan minat warga untuk melestarikan program intensifikasi pekarangan dengan budidaya

sayulampot, jika beberapa kali mengalami kegagalan panen akibat OPT. Dari pengalaman melakukan pendampingan dan pembinaan dilapangan, perlu kiranya untuk dilakukan; (a) pembinaan rutin dalam bentuk pelatihan berbagai aspek budidaya sayulampot, (b) pelatihan pemanfaatan bahan alami yang dapat digunakan sebagai pestisida organik, dan (c) penyusunan brosur atau pedoman teknis budidaya sayulampot.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Hasil penerapan program M-KRPL pada semester pertama dari aspek adopsi/partisipasi warga yang mengikuti tercatat sudah 39 rumah tangga atau 156%

yang mengadopsi pemanfaatan pekarangan untuk budidaya aneka tanaman sayuran, 2. Pemanfaatan hasil panen sayuran pada

program M-KRPL di kab. Kendal masih digunakan untuk konsumsi sendiri (84%) dan sebagian kecil dijual di bakul desa setempat (16%)

3. Kontribusi hasil penjualan sayuran pada program MKRPL terhadap pendapatan rumah tangga masih rendah baru mencapai Rp. 21.255,-/KK/bulan, sedangkan kontribusi terhadap penurunan biaya belanja bulanan mencapai Rp.138.900,-/KK/bulan

untuk lokasi inti dan

Rp.140.100,-/KK/bulan untuk lokasi pengembangan.

4. Program M-KRPL dapat menumbuhkan unit usaha produktif warga dalam bentuk unit usaha penyediaan pupuk organik, unit usaha penyediaan bibit dan unit usaha penjualan tanaman sayuran dalam pot (sayulampot) siap pajang.

5. Beberapa kelemahan yang dominan dihadapi warga masyarakat dalam menerapkan M- KRPL adalah; (a) kurangnya pengetahuan dalam menentukan jenis tanaman yang sesuai kondisi agroekosistem dan musim, dan (b) lemahnya pengetahuan tentang budidaya sayuran terutama terkait pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1996. Undang Undang Negara

(7)

Republik Indinesia. Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan. Kantor Menteri Negara Pangan RI.

Bappeda Jawa Tengah. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka 2009. Kerjasama Bappeda Prov. Jawa Tengah dengan BPS Provinsi Jawa Tengah.

Baappeda Kendal, 2010. Kabupaten Kendal Dalam Angka 2009. Kerjasama Bappeda dengan BPS Kabupaten Kendal.

Ginting, M. 2010. Eksplorasi Pemanfaatan Pekarangan secara Konseptual Sebagai

Konsep ”Program gerakan Dinas Kota Pematangsiantar”

http://musgin.wordpress.com/2010/03/27/

pemanfaatan pekarangan.

Kemtan, 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Kementerian Pertanian, Jakarta

Tani Pos. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari Libatkan 100 ribu KK.Tani Pos April 2011. http://www.tanipos.com/berita- agribisnis/kawasan-rumah-pangan-lestari- libatkan-100-ribu-kk.html.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang lamtoro 0,5% b/v; 1% b/v; 2% b/v; dan 4% b/v berkemampuan membunuh cacing gelang babi dengan

Basuki Pratama Engineering Dengan PT Hitachi Construction Machinery Indonesia bahwa seringkali terjadi gesekan antara kepentingan perusahaan dengan kesejahteraan

Berdasarkan survei awal, wilayah Pantai Kalasey mengalami abrasi dan mengakibatkan hilangnya sebagian lahan daratan yang disebabkan oleh proses laut berupa gelombang dan

Bari dapat dipergunakan untuk menganalisa data pasien sehingga didapat informasi jumlah pasien RSUD Palembang Bari dari berbagai dimensi (waktu, pasien, asuransi,

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur

Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi kandungan limbah akan diikuti dengan semakin banyaknya bentonit berpilar BP 1 maupun kandungan uranium yang ada dalam blok polimer-

Dalam menggalakkan penggiat fi lem terus berkarya, persatuan terbabit juga bertindak selaku penggalak kepada ahli misalnya SWAM telah menubuhkan Bank Skrip yang berfungsi

RPP dikembangkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Setiap guru pada satuan pendidikan