39
BAB III
HASIL PENELITIAN
Bagian ini merupakan suatu pemaparan hasil penelitian terhadap masyarakat Hindu Bali dalam hubungannya dengan ritual dan upakara yang dimulai dari gambaran umum masyarakat Hindu Bali sampai pada bagaimana pemahaman masyarakat Hindu Bali terhadap sisa upakara serta pandangan ajaran Tri Hita Karana dalam keharmonisan kosmos.
1. Gambaran Umum Masyarakat Hindu Bali
Masyarakat Bali dalam kehidupannya mengenal adanya dua bentuk desa yaitu desa dinas dan desa adat. Desa dinas dapat diartikan sebagai kelompok masyarakat yang termasuk dalam segala tugas dan urusan pemerintah pusat. Sedangkan desa adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki suatu wilayah tertentu dengan pemimpin adat yang menjalankan peraturan bagi masyarakatnya. Desa adat kemudian mengatur berbagai pelaksanaan ritual keagamaan masyarakat Hindu Bali.
1Demikian halnya dalam
1 Wawancara bersama AA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
Peraturan Gubernur Bali No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali: Desa Adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Pemerintahan Desa Adat adalah penyelenggaraan tata kehidupan bermasyarakat di Desa Adat yang berkaitan dengan Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
40
penelitian ini berkoordinasi bersama dengan pihak Desa Adat khususnya Desa Adat Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan.
Kehidupan masyarakat Hindu Bali tidak terlepas dari kegiatan keagamaan salah satunya adalah ritual atau upacara. Upacara-upacara dalam keseharian masyarakat Bali ditujukan kepada Tuhan, manusia dan alam. Dalam pelaksanaan upacara masyarakat Hindu Bali terdapat salah satu unsur yang begitu dikenal oleh masyarakat umum juga lekat dengan upacara yaitu upakara/banten/persembahan.
2. Profil Partisipan
Berikut adalah profil partisipan dalam penelitian ini:
NO INISIAL
Jenis Kelamin
Status
1 P.O.W L Guru Agama Hindu
2 D.T L Masyarakat Hindu Bali pelaku ritual 3 N.M.M.R.A P Masyarakat Hindu Bali pelaku ritual
4 A.A.K.O.A L Kepala Desa Adat Panjer
3. Pemahaman Masyarakat Bali tentang Ritual dalam Agama Hindu
Pada zaman dahulu terdapat Raja yang pernah memerintah di Bali dan pernah
tidak melangsungkan ritual Galungan selama 22 atau 23 tahun. Kemudian terjadi wabah
penyakit yang menyerang masyarakat Bali. Wabah tersebut berdampak pada kesehatan
masyarakat Bali yang cenderung menurun hingga banyak yang meninggal dunia. Hal ini
melatarbelakangi dilaksanakannya Yadnya. Pelaksanaan Yadnya bertujuan untuk
41
memperoleh kesejahteraan, kedamaian, kesehatan, dan keselamatan masyarakat.
2Dalam Hindu dipercaya bahwa dalam kehidupannya manusia perlu dapat lebih baik menjalankan kedharmaanya, sehingga sedari lahir hingga meninggalnya seseorang perlu dilaksanakan ritual. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ritual bagian dari diri umat Hindu itu sendiri.
3Dalam agama Hindu dikenal istilah ritual adalah yadnya yang berarti persembahan. Yadnya dibagi menjadi lima jenis yang dikenal dengan panca yadnya.
Panca Yadnya yaitu pertama, Dewa Yadnya adalah pemujaan kepada Dewa. Kedua, Resi Yadnya yaitu Resi artinya guru atau orang suci, Resi sebagai pemimpin umat Hindu.
Melakukan resi yadnya berarti melakukan pemujaan kepada Resi. Ketiga, Pitra Yadnya yaitu pitra/pitara berarti leluhur. Masyarakat Hindu Bali memercayai adanya ikatan batin antara leluhur dan keturunannya. Keempat, Manusia Yadnya yaitu yadnya untuk manusia, contohnya pernikahan, potong gigi, lahiran tiga bulanan. Kelima, Bhuta Yadnya yaitu pemujaan kepada makhluk yang tidak terlihat. Ritual dalam agama Hindu memiliki beragam nama atau sebutan seperti metatah, metelah, otonan, manaek bajang, dan lain sebagainya.
4Ritual dalam masyarakat Hindu Bali umumnya dilakukan oleh seluruh umat Hindu Bali.
5Upacara paling sederhana biasanya diikuti oleh anggota keluarga, sanak saudara, dan tetangga. Sedangkan upacara yang lebih besar atau umum diikuti oleh
2 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
3 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
4 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
5 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
42
semua penganut Hindu Bali.
6Pelaksanaan ritual disesuaikan dengan jenis ritualnya sehingga terdapat waktu dan tempat tertentu. Ada perbedaan waktu dan tempat, misalnya untuk pelaksanaan Dewa Yadnya yang paling terlihat atau paling sering dilaksanakan di Pura karena ditujukan kepada Tuhan. Upacaranya mempunyai jangka waktu masing- masing yaitu Purnama (melakukan pemujaan ketika posisi bulan sedang penuh/maksimal, dilakukan sebulan sekali) dan Tilem (bulan gelap). Ritual Purnama ke Tilem memiliki jangka waktu sekitar 15 hari. Purnama dan Tilem dalam agama Hindu merupakan simbol balance atau seperti konsep Yin dan Yang. Ritual lainnya dalam agama Hindu dilaksanakan setiap enam bulan sekali yaitu hari raya Galungan. Ritual setiap setahun sekali disebut dengan Wali. Waktu pelaksanaannya berdasar pada hitungan tertentu.
7Adapun pelaksanaan Manusa Yadnya bagi diri manusia sendiri untuk menghilangkan sifat-sifat yang buruk dalam diri manusia, biasanya dilaksanakan di rumah.
8Upacara yang dapat ditentukan waktunya akan ditentukan oleh orang atau keluarga terkait yang melaksanakan upacara tersebut berdasarkan hari baik.
9Di bawah ini merupakan potret masyarakat Hindu Bali yang akan melakukan upacara di Pura. Upacara yang dilakukan adalah pada perayaan Galungan yang dirayakan oleh umat Hindu setiap 210 hari atau setiap enam bulan menurut kalender Bali.
6 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
7 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020
8 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021
9 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021
43
Gambar 1.
Masyarakat Hindu Bali melaksanakan ritual dan membawa upakara ke Pura pada Hari Raya Galungan
Dalam pelaksanaan ritual, umat Hindu dipandang sebagai makhluk yang diberikan akal budi oleh Tuhan dan berperan sebagai pelaksana ritual.
10Secara khusus dalam sastra Hindu dituliskan bahwa semuanya adalah Tuhan. Dalam setiap diri manusia, binatang maupun tumbuhan/makhluk hidup semuanya memiliki atma. Roh dalam manusia bernama jiwatma, manusia sebagai percikan terkecil Sang Hyang Widhi.
Manusia untuk menebus segala dosanya harus berbuat lebih daripada kehidupan sebelumnya. Masyarakat Hindu Bali meyakini tentang adanya karma. Karma itu ada Sacita (kehidupan yang dulu membawa hasil perbuatannya, diterima di kehidupan saat
10 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
44
ini), kedua karma yang diperbuat hari ini diterima saat ini juga. Manusia dalam keberadaannya perlu selalu memperbaiki kualitas dirinya menjadi lebih baik.
11Melakukan upacara adalah simbol melakukan pembersihan atau pemujaan kepada macro cosmos atau bhuana agung (alam semesta) dan juga dalam bhuana alit (dalam diri manusia, hewan dan tumbuhan). Hal ini secara otomatis menjadikan alam lebih bersih.
Sehingga ketika alam bersih, maka masyarakat merasa lebih nyaman, damai dan tenang.
Seseorang yang meyakini yadnya maka akan merasakan tidak ada gangguan, dan dapat terpancar aura baik.
12Pelaksanaan ritual dalam masyarakat Hindu Bali juga didasari keyakinan-keyakinan tertentu. Melaksanakan yadnya merupakan wujud ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas segala sesuatu yang diperoleh hingga saat ini. Dalam ritual itu umat menghaturkan hasil tanahnya sebagai simbol ucapan syukur.
13Masyarakat Hindu Bali juga meyakini bahwa dengan melakukan Yadnya dapat menolong seseorang dalam keadaannya. Seperti melakukan Ulapin ketika jatuh, dengan keyakinan bahwa hal tersebut tidak akan terulang kembali atau akan menghindarkan seseorang dari kejadian yang sama.
14Seperti halnya keyakinan akan kehadiran Pitra atau leluhur yang mana sebagai anak cucu pada masa sekarang harus menunjukkan sujud dan baktinya dengan melaksanakan yadnya. Yadnya juga dilaksanakan untuk memperoleh keselamatan.
15Pada beberapa keyakinan, ritual juga dilakukan dengan menghaturkan sesuatu oleh seseorang yang sebelumnya meminta sesuatu hal misalnya kelulusan anak.
1611 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
12 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
13 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
14 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
15 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
16 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
45
Ritual dilaksanakan dengan tata laksana secara umum yang lebih fleksibel, dengan tidak terdapat tata cara tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap daerah memiliki treste atau aturan serta budayanya masing-masing. Namun pada intinya, pelaksanaan upacara adalah sama. Diawali dengan melakukan pembersihan, merias (memuja/menyembah), kemudian prosesinya. Dalam masyarakat Bali dikenal adanya Panca Suara yaitu kidung (persembahan suara kepada Dewata/Dewati), suara Gamelan, suara Genta, suara klukuk, kemudian sembayang, dan memohon tirtha amerta (memohon untuk panjang umur). Upacara (upa artinya dekat, cara berarti cara) dalam Hindu berarti mendekatkan diri kepada kepada Sang Pencipta melalui upakara.
17Dalam ritual, upakara umat Hindu akan dihaturkan oleh orang suci yang disebut sebagai Pemangku.
18Upakara yang dihaturkan akan disesuaikan dengan jenis yadnya serta diiringi dengan doa atau mantra tertentu.
194. Pemahaman Masyarakat Hindu Bali tentang Simbol Upakara
Bali berasal dari kata Wali yang artinya upacara. Dalam upacara umat selalu mempersembahkan atau memberi persembahan. Persembahan dalam masyarakat Hindu Bali disebut upakara/banten. Memberikan upakara merupakan sesuatu yang wajib dilakukan untuk mengusahakan keseimbangan dengan alam dan menghadirkan kedamaian.
20Upakara merupakan bentuk terima kasih atas kehidupan manusia kepada Tuhan sehingga melalui upakara seseorang dapat menghaturkan rasa syukurnya.
21Upakara pada setiap ritual memiliki perbedaan. Misalnya pada ritual yang dilaksanakan
17 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
18 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
19 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
20 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
21 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
46
setiap hari digunakan canang sari. Upakara pada upacara yang lebih besar seperti upacara tahunan dibuat yang lebih besar seperti gebogan.
22Upakara pada dasarnya menggunakan bahan yang alami dan tidak memberatkan manusia. Semuanya diperoleh dari hasil alam seperti janur, buah, bunga. Seperti yang terdapat dalam kitab Suci agama Hindu disebutkan bahwa dengan sehelai daun, setangkai bunga, sebiji buah, setetes air, dengan jalan itu Aku akan menerimanya. Hal ini berarti apa yang dipersembahkan kepada Tuhan, bunga, daun, setetes air, buah atau biji-bijian dengan cinta bakti akan diterima oleh Tuhan.
23Penggunaannya disesuaikan dengan konteks upakara apa dan upacara apa yang akan dilaksanakan. Terdapat bahan-bahan tertentu yang wajib digunakan pada jenis upakara atau upacara tertentu seperti upakara pejati yang harus menggunakan buah kelapa, atau upakara yang isinya harus menggunakan beras. Upakara seperti canang sari dapat menggunakan buah apa saja.
Dalam perkembangannya, upakara saat ini juga banyak yang isinya menggunakan bahan dari kaleng atau plastik seperti minuman kaleng atau makanan dalam bungkusan.
24Di bawah ini merupakan salah satu bentuk upakara canang yang ada di depan rumah atau tempat tinggal masyarakat Hindu berisi bunga, daun dan juga sebungkus permen.
22 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
23 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
24 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
47
Gambar 2.
Upakara canang yang ada di depan tempat tinggal dan isiannya
Penggunaan bahan alami sebagai simbol upakara berdasar pada keyakinan umat Hindu yaitu apa yang di berikan oleh alam pada dasarnya kita persembahkan lagi atau haturkan kepada alam. Utamanya persembahan tersebut diberikan kepada Dewa yang juga kembali kepada alam.
25Penggunaan bahan alami dalam simbol upakara dasarnya ditujukan untuk alam dan seluruh isinya. Artinya apa yang diberikan oleh alam akan
25 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
48
kembali kepada alam. Segala bahan alami dapat diolah oleh alam dengan lebih baik.
26Menghaturkan upakara dalam bentuk hasil alam atau hasil dari tanah sendiri berarti tidak memberatkan seseorang untuk mempersembahkan apa yang tidak dimilikinya.
27Simbol-simbol upakara dalam perkembangannya dapat diperoleh dengan cara membeli dari para penjual. Bahan-bahan tersebut juga bahan yang sama yang berasal dari petani-petani lokal.
28Pada beberapa daerah atau tempat dimana seseorang memiliki lahan pribadi maka bahan upakara dapat langsung diambil dari lahan tersebut. Namun berbeda dengan daerah perkotaan atau tempat yang minim lahan kosong yang digunakan sebagai kebun untuk menanam berbagai hasil alam, maka cara yang digunakan untuk mendapatkan bahan upakara adalah dengan membeli. Membeli dinilai sebagai cara sederhana dan mudah yang dapat dilakukan dengan mengingat mobilitas masyarakat perkotaan yang tinggi.
29Pada masa modern saat ini, telah banyak hasil impor buah- buahan misalnya yang juga masuk ke wilayah Bali. Namun tidak dengan maksud melarang penggunaan bahan impor, masyarakat dapat lebih mengupayakan hasil alam yang sifatnya lokal. Hasil alam yang menjadi persembahan akan diadakan upacara tumpak wariga atau tumpak uduh atau tumpak pengakan yang dilaksanakan pada saat sabtu wariga sebelum Galungan 25. Dalam konteks pelaksanaan upacara ini
26 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
27 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
28 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
29 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
49
dimaksudkan untuk memberika persembahan kepada alam sebelum hasil alam tersebut diambil untuk dipersembahkan kepada yang kuasa, Sang Hyang Widhi Wassa.
30Tidak dapat dipungkiri bahwa dunia berkembang dengan pesat sehingga kita terbatas untuk membatasi perkembangan dalam kehidupan. Sehingga masyarakat pada saat ini menghaturkan upakaranya dengan adanya minuman kaleng atau jajanan lainnya yang menggunakan bungkusan plastik.
31Contoh yang lain adalah penjor pada galungan sudah dimodifikasi menggunakan styrofoam dan tali. Dahulu menggunakan tali bambu tetapi sekarang sudah mulai beralih ke tali plastik. Namun dalam Hindu tidak pernah menyalahkan hal tersebut karena Hindu menyarankan agar manusia hidup dengan lebih mudah dan tidak terbebani.
32Penggunaan bahan sintetis pada simbol upakara dinilai memiliki sisi positif dan negatif. Secara positif hal ini dapat memudahkan orang-orang untuk melaksanakan upacara di tengah mobilitas yang dihadapi. Upacara menjadi sederhana dan tidak memberatkan. Secara negatif penggunaan bahan sintetis ini akan mengurangi makna atau pengetahuan generasi penerusnya tentang prasarana upakara itu sendiri. Selain itu bahan yang tidak alami ini seperti besi atau plastik, akan kembali kepada manusia melalui alam.
33Selain itu, beberapa bahan seperti minuman kaleng beer juga dapat dipersembahkan untuk sodaan bagi leluhur. Berbagai makanan atau snack kemasan juga dapat digunakan sebagai upakara. Pendapat lainnya menunjukkan bahwa adanya penggunaan bahan yang tidak alamiah dalam upakara merupakan bentuk dari modernisasi dan tidak turut mengubah nilai atau makna dari upakara. Tidak terdapat
30 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
31 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
32 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
33 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
50
larangan atau tuntutan tertentu karena keikhlasan dan ketulusan hati merupakan dasar dari persembahan seseorang.
34Simbol-simbol atau sarana upakara dipersembahkan dengan disusun sedemikian rupa bentuknya, dijadikan satu dan diletakkan pada sebuah tempat atau wadah yang biasanya terbuat dari anyaman bambu. Selain itu terdapat pula tempat yang dibuat seperti meja untuk menaruh upakara di Pura. Upakara diletakkan pada tempat yang dipercayai sebagai tempat suci, disebut sebagai pelinggih.
35Tirta (air suci) diletakkan pada semacam kendi dari tanah sebagai wadah air tirta. Tirta di Pura biasanya menggunakan sangku seperti tempat air dari tembaga.
36Dalam upacara skala besar dapat mempersiapkan semacam meja untuk meletakan upakara di tempat tersebut. Upakara yang berada di atas dipersembahkan kepada Dewa. Tetapi upakara untuk ke bawah seperti bhuta cukup di persembahkan di bawah misalnya seperti di jalan raya maupun depan rumah.
37Sikap seseorang dalam agama Hindu dikenal dengan tatwa susila. Tatwa adalah makna dari upacara itu sendiri, sedangkan susila adalah etika dari manusia. Sehingga dalam upacara atau ritual terdapat dua hal yang utama yaitu upakara dan etika. Etika yang dimaksud adalah keadaan diri yang bersih yaitu sudah mandi baik laki-laki maupun perempuan. Parisada Hindu Dharma Indonesia khusus wilayah Bali menetapkan bagi laki-laki harus menggunakan pakaian adat Bali (destar/udeng, kamen dan baju). Bagi
34 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021, AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
35 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
36 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
37 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
51
perempuan harus menggunakan kebaya dan tidak dalam keadaan menstruasi. Pakaian adat lengkap wajib digunakan ketika pergi ke tempat suci atau Pura. Sedangkan dalam menghaturkan persembahan biasa dapat digunakan baju, kamen dan selendang.
38Dalam menghaturkan upakara biasanya seseorang akan berdiri dan tangannya mengayam atau melambai-lambai yang menandakan bahwa ia sedang menghaturkan upakara. Sedangkan persembahan yang dibawa ke Pura akan dihaturkan oleh Pemangku dengan menggunakan Genta.
39Masyarakat Hindu Bali memiliki sikap penghargaan dan penghormatan terhadap simbol yang menyimbolkan persembahan.
40Sikap penghargaan dan penghormatan yang ditunjukkan adalah seperti dengan menjaga sikap dan tutur kata, tidak berkata-kata kasar dalam proses pembuatan upakara karena dipandang sebagai bagian dari ritual yang suci.
41Mempersembahkan upakara dalam masyarakat Hindu Bali dipahami sebagai jalan keselamatan bahwa dengan apa yang dipersembahkan akan diterima oleh Tuhan dan diberikan keselamatan. Mempersembahkan upakara berarti menyerahkan diri sepenuhnya atau secara totalitas.
42Memberikan upakara juga merupakan wujud ucapan syukur atas segala sesuatu yang dialami hingga saat oleh masyarakat Hindu Bali serta memohon perlindungan serta ampunan atas kesalahan yang diperbuat dalam kehidupannya.
43Setiap simbol dalam upakara memiliki makna dan tujuan tertentu.
Misalnya penggunaan bunga dalam upakara. Bunga dimaknai sebagai sesuatu yang
38 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
39 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
40 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
41 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
42 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
43 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
52
harum. Keharuman dari bunga ini dimaksudkan agar Tuhan menyukai persembahan atau upakara yang diberikan. Hal lainnya seperti air. Air dalam masyarakat Hindu bali bermakna kemakmuran, kesuburan, dan dianggap suci sehingga dalam penggunaannya dimaksudkan untuk menyucikan.
44Dalam upakara Pejati misalnya, oleh masyarakat Hindu Bali digunakan buah kelapa. Buah kelapa dimaknai sebagai simbol dari Dewa Brahma. Upakara tersebut memiliki unsur Siwa (kesucian), Satyam (kebenaran), dan Sundaram (keindahan).
45Upakara yang telah dipersembahkan tidak dibiarkan begitu saja. Konsep persembahan dalam upacara Hindu di Bali yaitu ketika melaksanakan upacara atau odalan, upakara yang sudah di letakkan di pura atau biasa di sebut pelinggih, akan dihaturkan oleh sang yajemana (sang pemimpin upacara). Setelah upakara dihaturkan atau dipersembahkan, dilakukan persembayangan bersama. Setelah persembayangan selesai, umat akan memohon tirta amerta dengan sarana sangkuh yang berasal dari wadah tembaga berisi air tirta. Tirta di percikan terlebih dahulu kepada upakara, kemudian dipercikan pada masyarakat atau umat yang sembayang. Setelah itu upakara dapat dilungsur atau surut. Lungsuran atau prasadam yaitu upakara yang telah selesai dihaturkan atau dipersembahkan dapat diambil kembali, apa yang diambil adalah apa yang dibawa atau dipersembahkan.
46Upakara-upakara yang dipersembahkan di pura biasanya setelah sembayang dapat langsung dibersihkan secara pribadi, sedangkan jika sembayang di rumah maka upakara tersebut dapat dibiarkan hingga hari berikutnya. Hal ini tergantung pada jenis upakaranya, seperti misalnya upakara canang sari yang berisi
44 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
45 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020.
46 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
53
bunga-bungaan setelah dipersembahkan akan dibiarkan begitu saja hingga nantinya dibersihkan. Namun upakara yang isinya dapat dikonsumsi maka dapat dilungsur.
47Menghaturkan atau mempersembahkan upakara dengan tulus ikhlas dipercaya oleh masyarakat Hindu Bali akan menghadirkan perasaan nyaman, tenteram, dan tenang.
48Keadaan ini juga dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar. Keharmonisan dapat dirasakan bersama dengan keadaan alam. Ketika alam cenderung dalam keadaan panas seringkali seseorang juga menjadi kurang nyaman dan menjadi lebih emosional.
Sedangkan keadaan alam yang tenang memengaruhi seseorang mendapatkan perasaan yang tenang.
49Mempersembahkan upakara juga mendatangkan rasa penghormatan dan kepuasan karena merasa sudah dapat mempersembahkan dari apa yang didapatkan.
505. Pemahaman Masyarakat Hindu Bali tentang Simbol Upakara yang Menjadi Sampah Upakara dalam sebuah upacara atau ritual akan dihaturkan oleh sang yajemana (sang pemimpin upacara). Kemudian akan dilakukan persembayangan bersama dan memohon tirta. Tirta akan dipercikkan pada upakara dan umat yang hadir, setelah itu upakara tersebut dapat diambil kembali atau yang disebut dengan melungsur atau lungsuran. Upakara yang diambil adalah upakara yang kita bawa pada saat itu.
51Tergantung pada jenis upakaranya, maka upakara seperti canangsari akan dibiarkan begitu saja seperti di jalanan. Upakara seperti gebogan dapat diambil kembali karena
47 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
48 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
49 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
50 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
51 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
54
terdiri dari buah-buahan.
52Upakara yang telah dihaturkan tidak dapat digunakan kembali untuk upakara yang lainnya, sehingga perlu menggunakan bahan yang baru. Dapat dikatakan bahwa sebuah upakara hanya berlaku untuk sekali dihaturkan atau dipersembahkan. Namun wadah atau media upakara lainnya seperti yang terbuat dari logam, tembaga atau besi dapat digunakan kembali.
53Salah satunya wadah upakara yang dapat digunakan kembali adalah seperti gambar di bawah ini.
Gambar 3.
Upakara dengan wadah yang dapat digunakan kembali
Isi atau simbol dari upakara pada dasarnya adalah semua hasil dari alam, misalnya buah-buahan sehingga setelah dipersembahkan maka lungsuran tersebut dapat
52 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
53 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
55
dikonsumsi.
54Lungsuran yang telah dimakan sebaiknya dihabiskan karena menurut kepercayaan masyarakat Hindu Bali semua isi upakara tersebut telah diberkati sehingga suci dan mengandung energi spiritual. Terlepas dari isi lainnya yang tidak dapat dikonsumsi seperti daun atau bunga maka semua itu kembali pada alam.
55Sisa upakara yang tidak dapat dikonsumsi atau yang dapat dikonsumsi namun sudah basi dapat dimanfaatkan kembali. Bahan-bahan tersebut dapat dijadikan sebagai pupuk atau diberikan kepada hewan peliharaan, seperti batok kelapa dapat digunakan sebagai arang, kemudian juga dapat dibakar dan ditimbun dalam tanah. Simbol atau sarana upakara yang tidak dapat dimanfaatkan seperti bahan plastik akan langsung dibuang di tempat sampah atau dibakar dan ditimbun.
56Selain beberapa cara tersebut, lungsuran juga dapat dihanyutkan ke sungai misalnya upakara yang menggunakan kulit sapi. Hal ini dilakukan dengan berdasar pada kepercayaan Hindu Bali yaitu dengan menghanyutkan korban hewan baik anjing atau sapi maka mereka dikembalikan ke alam agar dapat bermanifestasi kembali pada tingkatan yang lebih tinggi di dunia ini.
57Di bawah ini salah satu bentuk sisa upakara masyarakat Hindu Bali di pekarangan rumah yang dibakar.
54 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
55 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
56 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
57 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
56
Gambar 4.
Sisa upakara yang dibakar berada di pekarangan rumah warga
Kebanyakan lahan di Bali dinilai sudah dibangun dan digunakan sebagai jalanan beraspal sehingga tidak mungkin dihancurkan untuk menanam upakara yang ada. Oleh karena itu upakara-upakara diletakkan begitu saja di tempat itu misalnya di perempatan jalan. Kurangnya kesadaran atau kepekaan masyarakat Bali akan menimbulkan ketidaknyamanan untuk orang yang melihatnya, sehingga upakara itu bercampur dengan bahan sisa dari rumah tangga dan dapat disebut sebagai sampah. Tidak dapat di pungkiri bahwa di jalanan seperti pada upacara-upacara besar misalnya sebelum upacara Nyepi dilakukan Mecaru yang dapat menghasilkan banyak lungsuran. Pihak yang kemudian membersihkannya adalah petugas kebersihan. Secara khusus lungsuran dapat dikatakan sebagai sampah ketika tidak dikelola sebagai mestinya yaitu di kubur atau dibakar.
58Pada pendapat yang lain menyebutkan bahwa upakara yang telah dipersembahkan sudah tidak berlaku lagi sehingga bahan-bahan upakara tersebut dapat dianggap sebagai
58 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
57
sampah.
59Gambar berikut ini merupakan beberapa potret sisa upakara di persimpangan jalan yang bahan atau isinya tidak dapat dikonsumsi kembali oleh masyarakat.
Gambar 5. Sisa upakara yang ada di persimpangan jalan
59 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
58
Bagi masyarakat Hindu Bali, lungsuran atau sisa upakara dari upacara tidak mengganggu kehidupan alam Bali. Lungsuran yang ada tidak sampai menghadirkan kerusakan yang luar biasa, karena bahan yang digunaan merupakan bahan yang alamiah, hasil dari alam itu sendiri sehingga baik jika kembali kepada alam.
60Lungsuran dapat diibaratkan seperti makanan yang telah dimakan oleh manusia kemudian sisa makanan tersebut akan dibuang. Demikian dengan upakara yang telah dipersembahkan atau dihaturkan, sudah diterima oleh Tuhan sehingga bisa saja lungsuran tersebut dibuang atau dimanfaatkan kembali.
61Masyarakat Hindu Bali dalam kehidupan sehari-hari selalu berhadapan dengan lungsuran. Baik yang berasal dari upakara di jalanan seperti canang, maupun ketika upacara besar yang menghasilkan banyak lungsuran di sekitar pura atau tempat upacara.
62Sebagai masyarakat Hindu Bali yang selalu menghaturkan upakara dalam setiap ritual atau upacara merasa cukup biasa bahwa upakara yang telah dihaturkan dapat dibersihkan dengan cara dibuang, dibakar atau ditimbun dalam tanah karena sudah tidak dapat digunakan lagi.
63Lungsuran atau sisa upakara yang dapat dikelola sebagaimana mestinya adalah baik. Namun kurang baik jika masyarakat yang telah memiliki pemahaman tentang apa yang harus dilakukan terhadap lungsuran namun tidak melaksanakannya.
6460 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
61 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
62 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
63 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
64 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
59
Berhadapan dengan sisa upakara atau lungsuran yang sudah tidak dapat dikonsumsi atau digunakan kembali, pada lingkungan pribadi masyarakat memilih untuk langsung membersihkan dan menimbun di dalam tanah. Namun lain halnya jika berhadapan dengan hal tersebut di luar lingkungan pribadi misalnya tempat-tempat umum, akan dibersihkan oleh petugas kebersihan.
65Masyarakat merasa bahwa secara pribadi tidak mungkin menegur atau memberitahukan orang lain agar membersihkan lungsurannya dengan benar karena dapat disangka semacam mencampuri urusan orang lain. Orang lain mungkin saja akan bertindak pada lungsuran tersebut meskipun pada waktu yang berbeda dengan yang lainnya.
66Selain itu keadaan semacam ini juga berkaitan dengan perasaan pribadi setiap umat terhadap upakara yang telah mereka persembahkan. Perasaan ini dapat diungkapkan secara sederhana seperti bahwa ini merupakan apa yang telah dipersembahkan kepada yang kuasa, mengapa perlu dibuang.
Oleh karena itu ada masyarakat yang akan menyimpan dengan cara menggantung di tembok, yang lainnya juga dapat ditanam dalam tanah.
676. Pemahaman Masyarakat Hindu Bali tentang Simbol Upakara dalam Hubungannya dengan Alam Sekitar
Lungsuran atau sisa upakara yang telah dipersembahkan dinilai oleh masyarakat Hindu Bali memiliki pengaruh terhadap lingkungan alam sekitar. Lungsuran yang pada dasarnya berbahan organik dan berasal dari alam sehingga dapat kembali juga kepada alam dengan baik misalnya ketika ditanam dapat diolah dan bermanfaat oleh zat-zat yang
65 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
66 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
67 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
60
ada dalam tanah.
68Namun pada sisi yang lain lungsuran dapat bernilai dan berdampak negatif akibat tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, misalnya dengan membuang lungsuran secara sembarangan. Hal yang disayangkan adalah kesadaran setiap individu bagaimana seharusnya mentreat sisa upakara yang tidak dapat dikonsumsi agar nantinya tidak menimbulkan sesuatu yang kurang baik.
69Dapat dilihat kembali bahwa lungsuran yang sudah busuk atau tidak dapat digunakan lagi dapat diusahakan untuk ditanam atau kubur dalam tanah. Sedangkan bahan lainnya yang berbahan non organik atau tidak alami misalnya plastik perlu diatur sedemikian rupa, seperti dikumpulkan pada tempat pembuangan sampah agar tidak sampai menjadi pencemaran lingkungan.
70Bila terdapat bahan yang tidak alami maka dapat membuat tanah sulit untuk mengurainya. Hal lain yang dirasakan adalah lungsuran jika tidak dibersihkan dengan baik akan mengganggu pemandangan.
71Salah satu bentuk bercampurnya sisa upakara dan sampah- sampah lainnya pada tempat yang tidak seharusnya, misalnya saluran air adalah seperti pada gambar di bawah ini.
68 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
69 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
70 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
71 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
61
Gambar 6.
Sisa upakara yang terabaikan, bercampur dengan sampah-sampah yang lainnya di got atau saluran air
Seringkali suatu ritual tidak hanya dilakukan di pura, tetapi juga di alam seperti di laut. Sebagaimana lungsuran berasal dari bahan alami yang dapat membusuk, sehingga dinilai tidak akan merusak lingkungan. Selain itu upakara yang banyak jumlahnya juga tidak dihanyutkan semuanya di laut tetapi hanya beberapa saja sebagai simbol.
72Sebagaimana melakukan yadnya dan menghaturkan upakara dimaksudkan untuk memohon kedamaian dan kesejahteraan maka keadaan lingkungan alam sekitar yang dapat dirasakan adalah adanya perasaan damai dan keadaan tenang dengan alam.
72 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
62
Misalnya, keadaan gunung Agung yang kembali tenang hingga saat ini setelah adanya persembayangan yang dilakukan ketika terjadinya erupsi gunung Agung. Hal ini juga dijelaskan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika yang menerangkan bahwa tidak diprediksi sebelumnya bahwa gunung Agung akan kembali menjadi tenang.
73Simbol upakara dan alam memiliki hubungan yang erat karena simbol atau sarana upakara pada hakikatnya diambil dari alam, kemudian dipersembahkan dan akan kembali kepada alam. Jadi apa yang diambil, dipersembahkan kembali kepada alam.
Dapat dikatakan juga sebagai ucapan syukur atas alam ini.
747. Pemahaman Masyarakat Hindu Bali tentang Keindahan
Pemahaman mengenai sesuatu yang indah bagi masyarakat Hindu Bali dapat dijabarkan sebagai berikut. Sesuatu yang indah adalah sesuatu yang natural atau nature.
Seperti alam tanpa bangunan di sekitarnya, danau, air terjun, pegunungan.
75Sesuatu dengan warna atau bentuk yang beragam juga dilihat sebagai yang indah.
76Keindahan juga terlihat dalam keadaan yang bersih, rapi dan tidak berantakan.
77Kehidupan masyarakat di Bali pada umumnya turut memperhatikan keindahan yaitu estetika. Tidak terkecuali juga dalam konteks upakara. Upakara memiliki tiga unsur yaitu satyam, sivam, sundaram (kebenaran, kesucian dan keharmonisan atau keindahan). Estetika dalam upakara merupakan bagian perwujudan dari rasa yang dimiliki. Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam upakara atau simbol-simbolnya terdapat keindahan.
7873 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
74 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
75 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
76 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
77 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
78 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
63
Kemampuan menata upakara juga memerlukan estetika. Dalam konteks keindahan muncul cara membuat yaitu seni. Pada upakara dapat dilihat bentuk yang dibuat oleh tukang upakara, seperti reringgitan semacam ukiran dengan pisau, di Bali dikenal dengan istilah tetuasan.
79Keindahan dalam simbol-simbol upakara terlihat melalui rangkaian atau tatanan antar bagian dalam upakara tersebut. Seperti upakara canang yang indah dengan susunan atau tatanan bunga yang ada. Pelinggih juga terlihat indah dengan ukiran-ukiran yang ada pada pelinggih tersebut. Ukiran yang ada terinspirasi dari alam misalnya bentuk daun, bunga, dan bentuk-bentuk seperti sayap burung.
80Penjor yang dirangkai bermacam-macam dapat terlihat keindahan atau seninya.
Sedangkan jika hanya bambu biasa akan terasa biasa saja. Demikian juga dengan upakara gebogan misalnya, terdapat beragam buah dan bunga yang dirangkai bertingkat yang berbeda rasanya jika hanya satu jenis yang dibuat bertingkat misalnya hanya buah kelapa maka akan terlihat seperti tumpukan kelapa.
81Simbol-simbol upakara disebut sebagai yang indah karena setiap bagiannya berasal dari alam dan dirangkai dengan seni.
82Selain itu warna-warni yang beragam serta bentuk ukiran yang ada membuat terlihat indah dan cantik.
83Berikut ini beberapa gambar bentuk ukiran pada janur dan pelinggih-pelinggih sebagai tempat menghanturkan upakara yang dimaknai sebagai salah satu bentuk keindahan khususnya dalam upakara.
79 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
80 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
81 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
82 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
83 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
64
Gambar 7.
Janur dan Pelinggih-pelinggih dengan berbagai ornamen dan ukiran
Keindahan dalam simbol-simbol upakara dapat diusahakan salah satunya dengan
tindakan menjaga alam. Menjaga alam dimaksudkan agar alam dapat tetap lestari dan
65
menghindari kerusakan alam akibat tindakan manusia. Jika tidak dapat menjaga alam maka berbagai kerusakan juga akan terjadi kembali kepada kita. Pembangunan yang berfokus pada satu wilayah akan menghasilkan kesenjangan alam. Kesenjangan alam yang dimaksud adalah keadaan alam pada suatu wilayah yang jauh berbeda dengan wilayah lainnya. Hal ini dapat dirasakan seperti pada wilayah Bali bagian Selatan yang mengalami lebih banyak pembangunan, situasi suhu menjadi lebih panas, penat, padat, serta polusi udara yang lebih tinggi. Berbeda dengan wilayah Bali bagian Utara yang masih belum cukup banyak tersentuh campur tanggan manusia pada alamnya.
84Selain itu pendidikan dan pemahaman yang tepat akan apa yang dipercayai perlu ditanamkan sedini mungkin. Misalnya pada saat ini pengenalan tradisi budaya lebih banyak dapat ditemui di daerah pedesaan. Seperti keterampilan membuat canang dalam praktek agama dapat menjadi media untuk memahami agama dan budaya. Namun pada sisi yang lain keadaan di perkotaan kurang mendukung tersedianya bahan-bahan untuk praktek karena sulit dicari. Praktek-praktek tersebut harus langsung menggunakan bahan karena membuatnya tidak semudah yang dilihat.
858. Pemahaman Masyarakat Hindu Bali tentang Tri Hita Karana
Tri Hita Karana merupakan tiga penyebab keharmonisan atau kebahagiaan khususnya yang beragama Hindu di Bali. Terdapat tiga konsep utama dalam Tri Hita Karana yaitu Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Dalam konteks Parahyangan, upakara merupakan jalan untuk menghubungkan atau mengharmonisasi manusia dengan Tuhan. Hubungan manusia dengan Tuhan dilakukan dengan Upakara atau upakara
84 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
85 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
66
misalnya canang (simbol terkecil dari persembahan atau upakara kepada Sang Hyang Widhi Wassa) karena tidak terdapat tuntunan tertentu untuk menghubungkan diri kepada ide Sang Hyang Widhi sehingga jalan yang bisa dilakukan adalah melalui pelaksanaannya (upakara/upakara).
86Dalam konteks kemanusiaan atau Pawongan, harmonisasi antara manusia dengan manusia perlu dijaga karena merupakan konsep kearifan lokal bagi manusia karena melakukan sesuatu dalam kehidupannya. Terdapat proses kelahiran hingga kematiannya.
Hubungan manusia dengan manusia tidak terbatas pada hal tersebut. Manusia dalam konteks agama mengajarkan yang disebut dengan tri kaya parisudha yaitu pikiran, perbuatan, pelaksanaan. Ketika berhadapan dengan manusia, selain sebagai makhluk individu, ia juga seorang makhluk komunal atau sosial. Sehingga sebagai makhluk individu dalam konteks berhubungan dengan kelompoknya, ia diikat oleh ikatan yang diatur dalam aturan atau awig-awig.
87Manusia menjadi pusat dari ajaran Tri Hita Karana karena untuk mencapai kelepasan abadi atau moksa atau kedamaian, manusia bisa menjadi lebih buruk atau lebih baik. Manusia dalam hubungan ke atas yaitu kepada sang Pencipta menurut Hindu Bali memiliki hutang kepada sang Pencipta yang harus dibayar.
Hutang tersebut dibayarkan dengan melaksanakan yadnya. Kedua, memiliki hutang kepada resi atau maha resi, yaitu yang membangun atau menumbuh kembangkan Bali seperti Mpu Kuturan yang berjasa untuk masyarakat Hindu Bali. Ketiga, Pitra reno yang paling dekat dengan kita yaitu leluhur kita karena tanpa leluhur kita maka kitapun tidak ada. Manusia dengan sesama manusia harus beretika, mengurangi egonya, serta menghargai orang lain. Manusia dengan alam harus bersahabat dengan tidak menyakiti
86 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
87 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
67
alam, seperti membuat polusi udara yang berlebihan seperti ketika tahun baru, skalanya bisa dikurangi, pembangunan dibatasi agar tidak menghasilkan panas. Tidak perlu kaget jika suatu saat alam tidak dapat memberikan apa yang dibutuhkan oleh manusia karena manusia juga tidak dapat menghargai alam.
88Dalam Palemahan atau alam lingkungan dapat dilihat mengenai bagaimana melakukan keseimbangan atau harmonisasi terhadap Palemahan melalui jalan upacara yaitu upacara bhuta kala. Dapat diibaratkan seperti manusia yang jika tidak diberi makan, akan terganggu dengan keadaan tersebut sehingga terdapat bentuk emosi seperti marah. . Demikian halnya dengan kehidupan di alam. Palemahan juga memberikan persembahan kepada isi alam karena manusia berada dalam keadaan bahwa bukan hanya dirinya yang berada di tempat ini tetapi terdapat juga makhluk hidup lainnya yang juga perlu mendapat keselarasan.
89Keseimbangan alam akan turut menghadirkan keseimbangan pada micro cosmos atau manusia. Kehidupan alam yang tidak bermasalah akan menghasilkan kehidupan manusia di alam tidak bermasalah. Dalam pandangan Tri Hita Karana, keseimbangan alam turut menghadirkan keseimbangan pada kehidupan manusia. Tidak terjadi halangan, hambatan atau permasalahan. Alam berperan penting dalam kehidupan manusia. Alam memiliki poin penting sebagai keberlangsungan hidup manusia.
90Dunia sebagai tempat keberadaan manusia.
91Dunia atau alam dan manusia merupakan apa yang telah diciptakan oleh Tuhan. Alam memberikan kehidupan bagi manusia.
9288 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
89 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.
90 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
91 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
92 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
68
Manusia memiliki hubungan dengan sesamanya manusia, alam, dan Tuhannya.
Hubungan sesama manusia, hubungan dengan alam, hubungan kepada Tuhan dapat diibaratkan seperti rantai. Saling membutuhkan, melengkapi dan menghormati. Ada hari raya atau upacara untuk menghormati manusia, hewan. Manusia, alam, sesama makhluk memiliki keterikatan satu sama lain diciptakan sama oleh Tuhan.
93Manusia dalam kehidupannya juga berhubungan dengan sesame manusia dan makhluk hidup yang lain di alam ini. Maka perlu membangun hubungan dengan alam semesta karena tanpa alam juga tidak terdapat kehidupan. Tuhan telah menciptakan segalanya, oleh karena itu manusia perlu mempertahankan dan memeliharanya agar dapat berkembang dalam kehidupannya.
94Pengelolaan terhadap kosmos dapat dilakukan dengan mengatur tindakan manusia kepada alam. Mengelola dunia dengan apa yang bisa dilakukan oleh manusia meskipun sederhana.
95Segala sesuatu yang dibutuhkan telah disediakan oleh alam. Ketika manusia dapat memanfaatkan alam dengan baik, dapat dikatakan harmonis. Namun tindakan manusia yang dapat menghadirkan keburukan seperti sampah yang tidak dibersihkan dengan benar akan menyebabkan polusi udara dan mengganggu kehidupan manusia.
Melalui hal ini dapat terjadi ke tidak harmonisan.
96Jika seluruh unsur dalam alam semesta dapat hidup dengan aman, damai, saling menjaga dan menghormati maka hubungan tersebut akan menghadirkan keadaan damai dan sejahtera.
9793 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
94 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
95 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 23 November 2020, DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
96 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
97 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
69
Segala sesuatu yang patut dikurangi atau dibatasi perlu untuk diperhatikan agar dapat menolong manusia untuk menjaga alam. Seperti dengan efek rumah kaca, pembangunan yang melonjak hanya pada suatu daerah tertentu dapat mengakibatkan keadaan alam yang lebih buruk.
98Dapat juga dilakukan dengan cara sederhana yaitu tidak menebang pohon secara berlebihan. Kemudian kesadaran untuk memelihara dan menghormati hewan atau makhluk hidup lainnya misalnya dengan berbagi makanan.
Melalui tindakan tersebut dapat dikatakan manusia menjalin dan menjaga ikatan satu sama lain. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang memiliki pikiran, sehingga keberadaannya dapat memelihara keseimbangan.
99Manusia membangun hubungan dengan Tuhan melalui yadnya, manusia membangun hubungan dengan manusia dan alam melalui tingkah laku dan perbuatan.
100Masyarakat Hindu Bali memiliki kepercayaan akan adanya Tuhan dan adanya hukum karma. Ketika percaya kepada Tuhan, maka apapun yang dilakukan, apapun yang dipersembahkan, dalam Bahgawadgita disebutkan bahwa apapun yang engkau persembahkan sesuai dengan persembahanmu akan aku terima. Tidak ada ketentuan bahwa seseorang harus memiliki harta tertentu untuk mempersembahkan upakara, tetapi tergantung pada rasa yang dimiliki oleh setiap manusia. Kepercayaan bahwa akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang dilakukan.
10198 Wawancara bersama POW (guru agama Hindu) pada 9 Desember 2020.
99 Wawancara bersama DT (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 8 Januari 2021.
100 Wawancara bersama NMMRA (masyarakat Hindu Bali pelaku ritual) pada 6 Februari 2021.
101 Wawancara bersama AAKOA (Kepala Desa Adat) pada 19 Februari 2021.