• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan High Order Thinking pada Mata Pelajaran Fisika Peserta Didik Kelas X MAN Yogyakarta 3.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan High Order Thinking pada Mata Pelajaran Fisika Peserta Didik Kelas X MAN Yogyakarta 3."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan High Order Thinking pada Mata Pelajaran Fisika Peserta Didik

Kelas X MAN Yogyakarta 3 Azza Ismu Annisa

12316244015

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) dan model direct instructional, dan (2) Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) dan model direct instructional.

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental, dengan desain penelitian pretest-posttest group design. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X MAN Yogyakarta 3. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Nonprobability Purposive Sampling yang terdiri atas 30 peserta didik kelas X IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan 30 peserta didik kelas X IPA 5 sebagai kelas kontrol, teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes (pretest dan posttest). Teknik pengujian instrumen menggunakan program analisis butir QUEST dan teknik pengujian prasyarat analisis menggunakan uji Normalitas dan uji Homogenitas. Sedangkan teknik pengujian hipotesis menggunakan uji independent sample t test dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi menggunakan rerata standart gain.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Think Pair Share dengan model direct instructional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dibandingkan dengan model direct instructional. (2) Berdasarkan rerata standar gain, peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang menggunakan model cooperative learning tipe Think Pair Share lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan model direct instructional, sehingga bisa dikatakan terdapat perbedaan peningkatan yang cukup signifikan.

(2)

Application Model of Cooperative Learning with Think Pair Share Type to Increase High Order Thinking in Subject Matter Physisc of Tenth Grade at

MAN Yogyakarta 3 Azza Ismu Annisa

12316244015

Abstract

This research purposes to know (1) the difference of high order thinking skill through cooperative learning model with type TPS with direct instructional, (2) the difference of increses of high order thinking skill through cooperative learning model with type TPS and direct instructional.

The method was used in this experiment is quasi experimental, with pretest-posttest group design. The population of this research are student of MAN Yogyakarta III in grade X. We use nonprobability purposive sampling to take the sample, consisting of 30 students in X IPA 2 as experiment class and X IPA 5 as control class. Technique to collect data use pretest and posttest. To examine the instrument we use QUEST program and to examine the analyze prerequisite use normality test and homogeneity test. Whereas to examine the hypotheses we use independent sample t test and to know the increases of high order thinking skill we uses gain value.

The result of research shown that (1) there a difference of high order thinking skill of student between cooperative learning type TPS with direct instructional. Student that use cooperative learning type TPS better than direct instructional (2) Based on gain value, the increase of High order thinking of students with cooperative learning with type TPS better than direct instructional, so that we could said there were the significant different of high order thinking skill.

(3)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk mendidik

manusia sehingga dapat menggunakan potensi yang dimiliki dalam dirinya.

Menurut Sugihartono,dkk (2012: 5), pendidikan adalah usaha yang dilakukan

secara sadar dengan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik

secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan latihan.

Pendidikan tentunya sangat dekat dengan kegiatan pembelajaran.

Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan

suasana atau memberi pelayanan agar peserta didik belajar. Pembelajaran

adalah tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta

didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian yang nantinya akan

berpengaruh terhadap rangkaian kejadian-kejadian akan dialami peserta didik.

Proses pembelajaran di kelas menjadi bagian yang tidak kalah penting

dari pendidikan, karena pada dasarnya mutu pembelajaran akan berdampak

luas. Pembelajaran yang bermutu tentu akan memperoleh hasil yang lebih

baik. Guru mempunyai peran penting dalam mengorganisasi kelas selama

proses pembelajaran berlangsung. Masalah yang sering dihadapi dalam proses

pembelajan ialah bagaimana mengemas proses pembelajaran agar dapat

(4)

2

pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta didik adalah

dengan pemilihan model, pendekatan, strategi, metode maupun tipe

pembelajaran yang sesuai sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk

memahami konsep dan prinsip ilmu yang dipelajari.

Berdasarkan observasi di lapangan, pembelajaran di MAN Yogyakarta

3 beberapa masih berpusat pada guru, materi disampaikan dengan model

direct instructional dan diselingi dengan diskusi dalam penyelesaian tugas.

Namun hal itu belum mampu meningkatakan keaktifan peserta didik

dikarenakan dalam proses pembelajaran masih terlalu banyak melibatkan guru

sebagai sumber informasi. Hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi

cenderung pasif dan kurang mampu menyampaikan pendapatnya, sehingga

akibatnya peserta didik kurang mampu menganalisis permasalahan serta

menghubungkan materi yang diterima dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan survei Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS)

yang diadakan oleh International Association for the Evaluation of

Educational Achievement (IEA). Hasil TIMSS 2011 pada bidang Fisika

menunjukkan Indonesia memperoleh nilai 397 dimana nilai ini berada di

bawah nilai rata internasional yaitu 500. Berdasarkan data persentase

rata-rata jawaban benar untuk konten sains dan domain kognitif khususnya Fisika,

persentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi

dibandingkan dengan persentase jawaban benar pada soal penerapan dan

penalaran. Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran dalam ranah

(5)

3

untuk menunjukkan profil kemampuan berpikir siswa. Dari ketiga aspek

tersebut, aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan

berpikir dasar. Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam kemampuan

berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hasil TIMSS maka dapat dikatakan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal ini

dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran siswa kurang dirangsang

untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (TIMSS & PIRLS

International Study Cen-ter dalam Emi, 2013: 17).

Pembelajaran fisika yang diselenggarakan di MAN Yogyakarta 3

dengan guru sebagai sumber belajar ternyata membuat peserta didik yang

belajar menjadi bosan. Keadaan dimana guru hanya memberi, membuat

sebagian peserta didikjustru tidak memahami materi yang disampaikan.

Akibatnya, pada saat mengerjakan soal peserta didikmasih merasa

kesulitan.Berangkat dari masalah ini, kami menemukan sebuah pernyataan

dari beberapa peserta didikbahwa mereka justru lebih nyaman dan senang

ketika mereka diajarkan oleh teman mereka sendiri. Dengan belajar bersama

temannya, mereka menjadi lebih leluasa untuk berfikir dan berpendapat.

Namun, model direct instructional masih kurang menciptakan interaksi dan

kerjasama antar peserta didik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perlu

diadakannya model pembelajaran yang mampu meningkatkan interaksi

peserta didik sebagai subjek belajar serta mampu meningkatkan kemampuan

(6)

4

Untuk mengadakan perbaikan dalam rangka meningkatkan kualitas

pembelajaran fisika maka dilakukan penelitian pembelajaran fisika. Peneliti

bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan model

cooperative learning tipe TPS. Model tersebut dianggap sesuai dengan

pembelajaran fisika yang berorientasi pada proses dan hasil belajar.

Penggunaan model tersebut dirasa tepat karena nantinya proses pembelajaran

akan lebih variatif, sehingga mampu menjawab kebosanan peserta didik yang

selama ini hanya diajarkan dengan model yang kurang variatif.

Model cooperative learning tipe TPS menekankan pada proses yakni

pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar dan

menekankan proses yang terjadi di dalamnya. Pembelajaran ini memberikan

kesempatan bagi peserta didik untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan

orang lain. Peserta didik bukan ember kosong yang mendapat air dari luar,

dalam arti tidak mempunyai modal awal pengetahuan sedikitpun kecuali

kosong. Peserta didik sebagai makhluk yang hidup dan berkembang, yang

hakikatnya telah mempunyai pengertian serta pengetahuan dalam otaknya, dan

mengalami perubahan seiring dengan proses belajarnya.

Model cooperative learning tipe TPS mendorong peserta didikuntuk

terbiasa berpikir mula-mula secara mandiri, kemudian bekerja secara

berpasangan. Proses belajar melibatkan interaksi antara subjek belajar dengan

lingkungannya termasuk dalam hal ini adalah peserta didiklain sebagai sesama

subjek belajar. Pembelajaran fisika seharusnya menyenangkan dan peserta

(7)

5

individu maupun kolektif. Pembelajaran yang mampu menciptakan susana

kelas yang kondusif serta merangsang peserta didikuntuk aktif memperoleh

pengalaman belajarnya melalui indra yang dipunya, kemudian mengolahnya,

dan merubah pemahamannya sendiri. Guru hanyamenjadi fasilitator serta

melengkapi penyajian daripeserta didik.

Model cooperative learning tipe TPS juga memperhatikan hasil yang

merupakan produk dari proses. Hasil pencapaian proses belajar adalah

peningkatan kompetensi diri dalam proses belajar. Dalam penelitian kali ini,

model cooperative learning tipe TPSbertujuan untuk meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Sebagaimana telah

disebutkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi pada mata pelajaran

fisika masih cenderung rendah, sehingga peserta didik membutuhkan model

pengajaran yangmampu membuat peserta didik terbiasa untuk dapat

meningkatkan pemahaman dan cara berpikirnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang

penerapan model cooperative learning tipe TPS untuk meningkatkan high

order thinking pada mata pelajaran fisika peserta didik kelas X MAN

(8)

6 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diungkapkan di atas, dapat

diidentifikasi beberapa masalah yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini,

antara lain:

1. Kurangnya pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta

didik sehingga diperlukan proses pembelajaran yang mampu

mengembangkan potensi peserta didik secara lebih optimal.

2. Masih kurangnya pemilihan model, pendekatan, strategi, metode maupun

tipe pembelajaran yang sesuai agar peserta didik dapat lebih mudah untuk

memahami konsep dan prinsip ilmu yang dipelajari.

3. Penggunaan model direct instructional masih sulit untuk menumbuhkan

keaktifan dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta

didik sehingga diperlukan model pembelajaran yang mampu

meningkatkan peran aktif serta kemempuan berpikir tingkat tinggi peserta

didik.

4. Rendahnya komunikasi dan kerjasama antar peserta didik dalam

memecahkan permasalahan dalam pembelajaran sehingga perlu dilakukan

proses pembelajaran yang mampu meningkatkan kominikasi dan kerja

sama antar peserta didik..

5. Perlunya model pembelajaran kooperatif tipe TPSdi MAN Yogyakarta 3

untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

(9)

7

Penelitian ini dibatasi mengenai kemampuan berpikir tingkat

tinggipeserta didikdengan menekankan pada kemampuan berpikir analisis,

evaluatif,kreatif, keaktifan, kemampuan kerjasama serta hubungannya dengan

tingkat kepahaman peserta didikterhadap konsep fisika. Penelitian ini

menerapkan model cooperative learning tipe TPS. Penelitian ini dibatasi pada

proses pembelajaran fisika kelas X Madrasah Aliyah Negeri (MAN)

Yogyakarta 3 semester 1 pokok bahasan Gerak Melingkar Beraturanpada

Tahun Ajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang telah

dikemukakan, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah adaperbedaankemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek

kognitif peserta didik yang mengikutipembelajaran dengan model

cooperative learning tipe TPSdan model direct instructional?

2. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi

fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikutipembelajaran dengan

modelcooperative learning tipe TPSdanmodel direct instructional?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Mengetahui perbedaankemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek

kognitifpeserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model

(10)

8

2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi

fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti beraturan dengan model

cooperative learning tipe TPSdan model direct instructional.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,

antara lain :

1. Bagi guru dan calon guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guru dan

calon guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah dengan

penerapan model cooperative learning tipe TPS pada pokok bahasan gerak

melingkar beraturan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian

yang berhubungan dengan masalah ini, sehingga hasilnya dapat lebih luas

dan mendalam serta mendapatkan kejelasan tentang penerapan model

cooperative learning tipe TPS untuk pembelajaran fisika.

3. Bagi sekolah

Model cooperative learning tipe TPS untuk pembelajaran fisika ini

dapat digunakan oleh pihak sekolah untuk meningkatkan kemampuan

berpikir tingkat tinggipeserta didik SMA/MA terutama pada mata

(11)

9 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Pada bagian kajian teori ini secara berturut-turut akan dikaji tentang

hakikat fisika, pembelajaran fisika, model pembelajaran kooperatif, model

pembelajaran kooperatif tipe TPS, kemapuan berpikir tingkat tinggi atau high

order thinking, struktur materi gerak melingkar beraturan, dan materi gerak

melingkar beraturan.

1. Hakikat Fisika

Fisika merupakan ilmu yang bertujuan untuk mengenalkan

seseorang pada alam dan gejala-gejala yang terjadi di alam.Alam yang

menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya tersusun atas kumpulan benda

dan peristiwa yang saling terkait dengan sangat kompleks.Semua gejala

alam tersebut dikaji dengan metode-metode khusus yang disebut metode

ilmiah sehingga pengetahuan yang diperoleh merupakan pengetahuan

yang empirik dan sistematik tentaang alam yang disusun berdasarkan

pengamatan, analisis, investigasi, dan eksperimen.

Menurut Mundilarto (2002: 3), fisika merupakan ilmu yang

berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan rapih dapat

dideskripsikan secara matematis. Matematis dalam ilmu fisika digunakan

sebagai bahasa komunikasi sains. Selain itu sebagian orang menganggap

fisika sebagai sekumpulan informasi ilmiah, sedangkan para ilmuan fisika

(12)

10

(hipotesis), dan para ahli filsafat memandang fisika sebagai cara bertanya

tentang kebenaran dari segala sesuatu yang diketahui.

2. Pembelajaran Fisika

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai

hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Menurut Santrock dan Yussen dalam Sugihartono,

dkk.(2012: 74), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif

permanen karena adanya pengalaman. Sedangkan menurut Reber dalam

Sugihartono,dkk. (2012: 74), mendefinisikan belajar dalam 2

pengertian.Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan

kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif

langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dari beberapa definisi

tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar yakni proses untuk mendapatkan

pengetahuan serta pengalaman berdasar kepada individu dengan

lingkungannya yang dilakukan secara kontinyu.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mencipta atau memberi pelayanan agar peserta didik belajar. Menurut

Sugihartono, dkk (2012: 81), pembelajaran merupakan suatu upaya yang

dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu

pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan

berbagai metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar

secara efektif dan efisien dengan hasil yang optimal. Pembelajaran fisika

(13)

11

sosial dengan memberikan pemahaman terhadap keilmuan fisika yakni

berupa konsep dan prinsip fisika serta mencakup keterampilan proses yang

didalamnya menunjukkan penerapan dalam kehidupan.

Menurut Trianto (2010: 143), pembelajaran fisika lebih ditekankan

pada pendekatan keterampilan proses, hingga peserta didik dapat

menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap

ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap

kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Oleh karena itu,

pembelajaran fisika baiknya memang tidak hanya sekadar mengerti tetapi

juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir sehingga dapat

mengolah informasi yang didapat dan mampu memberikan pemecahan

atas suatu masalah yang tengah dihadapi.

Tujuan utama pengajaran Fisika adalah membantu siswa

memperoleh sejumlahpengetahuan dasar yang dapat digunakan secara

fleksibel. Fleksibilitas ini didasari oleh dua alasan yaitu :

1. Tujuan pengajaran sains bukan akumulasi berbagai fakta tetapi lebih

pada kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan dasar untuk

memprediksi dan menjelaskan berbagai gejala alam.

2. Siswa harus mampu memahami perkembangan serta perubahan ilmu

dan teknologi yang sangat cepat.

Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan agar siswa mampu

menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu

(14)

12

memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih

menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan Fisika akan

bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai

fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa

pendidikan sains tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis,

akan tetapi lebih pada usaha membantu siswa memahami arti pentingnya

berpikir secara kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan

dengan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya (Mundilarto, 2002:

5).

3. Model Pembelajaran Kooperatif atau Coopeartive Learning a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Abdul Majid (2013: 174), pembelajaran kooperatif

adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar

dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur

kelompok yang bersifat heterogen.

Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja

kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan dengan

kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan tidak

ada sesuatu yang aneh dalam coperative learning, karena mereka telah

(15)

13

belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut

dengan cooperative learning.

Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif adalah

model pembelajaran yang menuntut kerja sama dan interdependensi

siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reaward-nya

(Arends, 2008:4).

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain :

1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk memahami materi yang

sedang dipelajari.

2) Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa yang memiliki

kemmapuan tinggi, sedang, dan rendah. Dan bila memungkinkan

berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.

3) Penghargaan lebih diberikan kelompok daripada individu

(Rusman, 2010:208).

c. Menurut Abdul Majid (2013:175), pembelajaran kooperatif

mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:

1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model

kooperatif ini memiliki keunggulan dalm membantu siswa untuk

memahami konsep-konsep yang sulit

2) Agar siswa dapat menerima teman-teman yang mempunyai

(16)

14

3) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa, berbagi tugas, aktif

bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman

untuk bertanya, mau menjelaskan ide atu pendapat, dan bekerja

kelompok.

d. Enam fase atau langkah utama yang terlibat dalam pelajaran yang

menggunakan model cooperative learning adalah:

1) Pelajaran dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pelajaran

dan membangkitkan motivasi belajar siswa.

2) Fase ini diikuti oleh presentasi informasi, sering kali dalam

bentuk teks daripada ceramah.

3) Siswa kemudian diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok

belajar.

4) Dalam langkah berikutnya, siswa dibantu oleh guru,

bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas interpenden.

5) Persentasi hasil akhir kelompok atau menguji segala yang sudah

dipelajari siswa.

6) Member pengakuan pada usaha kelompok maupun individu

(Arends, 2008: 6).

Model cooperative learning terdiri dari beberapa tipe di

antaranya: Students-Teams Achievement Divisions atau STAD, Jigsaw,

Group Investigation atau GI, TPSatau TPS, Number-Heads-Together atau

NHT, Cooperative Integrated Reading and Composition atau CIRC, dan

(17)

15

4. Model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share (TPS) a. Pengertian Cooperative Learning tipe TPS atau TPS

Salah satu bentuk Cooperative Learning adalah

TPS.Strategi TPStimbul dari penelitian tentang cooperative learning

dan wait-time.Pendekatan yang dideskripsikan di sini, yang awalnya

dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 1985 dan rekan-rekannya

di University of Maryland, adalah cara efektif untuk mengubah pola

wacana dalam kelas. Pendekatan ini menantang asumsi bahwa semua

resitasi atau diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok,

dan memiliki memiliki prosedur-prosedur built-in untuk memberikan

lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, merespons, dan

untuk saling membantu (Arends, 2008: 15).

Menurut Kokom Komalasari (2013: 64), guru

memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa

membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru

menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah

dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan TPSuntuk

membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.

b. Langkah-langkah Cooperative Learning tipe TPS

Menurut Frank Lyman dalam Richard I Arends (2008: 15),

langkah atau prosedur pembelajaran TPSdapat dibagi dalam tiga

(18)

16

Langkah 1-Thinking. Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau

isu yang terkait dengan pelajaran dan meminta siswa-siswanya

untuk menggunakan waktu satu menit untuk memikirkan sendiri

tentang jawaban untuk isu tersebut. Siswa perlu diajari bahwa

berbicara tidak menjadi bagian dari waktu berpikir.

Langkah 2-Pairing. Setelah itu guru meminta siswa untuk

berpasang-pasangan dan mendiskusiakan segala yag sudah mereka

pikirkan. Interaksi selama periode ini dapat berupa saling berbagi

jawaban bila pertanyaan yang diajukan atau berbagi ide bila sebuah

isu tertentu diidentifikasi. Biasanya, guru memberikan waktu lebih

dari empat atau lima menit untuk berpasangan(pairing).

Langkah 3-Sharing. Dalam langkah terakhir ini, guru meminta

pasangan-pasangan siswa untuk berbagi sesuatu yang sudah

dibicarakan bersama pasangannya masing-masing dengan seluruh

kelas. Lebih efektif bagi guru untuk berjalan mengelilingi ruangan,

dari satu pasangan ke pasangan lain sampai sekitar seperempat atau

separuh pasangan berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.

c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi siswa, karena siswa harus saling melaporkan hasil

pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan

(19)

17

dengan seluruh kelas.Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong

setiap anggota untuk terlibat secara aktif.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:

1) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena

secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang

diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk

memikirkan materi yang diajarkan.

2) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat

dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan

dalam memecahkan masalah.

3) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan

tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri

dari 2 orang.

4) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil

diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.

5) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam

proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12).

Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah

sangat sulit diterapkan di sekolah yang kemampuan siswanya rendah

dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk

(20)

18

kelompok berpasangan (kelompok yang terdiiri dari 2 orang siswa)

adalah:

1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu di monitor

2) Lebih sedikit ide yang muncul, dan

3) Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok

5. Model Direct Instructional (DI)

Model DI sebenarnya tergolong model pembelajaran berbasis

guru.Pembelajaran langsung atau pengajaran langsung didefinisikan

sebagai model pembelajaran yang berorientasi pada tujuan dan

distrkturkan oleh guru, dan dengan landasan itu guru mentransformasikan

pengetahuan atau keterampilan langsung kepada siswa.Tujuan utama

pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu

untuk belajar siswa. Pada implementasinya model DI tetap berpusat

kepada guru tetapi meminta keaktifan siswa.

Terdapat 3 komponen dasar yang menjadi pilar pengajaran

langsung. Tiga pilar itu adalah:

1. Rencana program;

2. Organisasi pengajaran; dan

3. Interaksi guru/siswa (Suyono dan Hariyanto, 2015: 135)

Menurut Slavin dalam Suyono dan Hariyanto (2015: 138), ada tujuh

(21)

19

1. Informasi dan orientasi, pada tahap ini guru menginformasikan tujuan

pembelajaran serta orientasi materi ajar kepada para siswa.

2. Review, pada fase ini guru mereview pengetahuan dan keterampilan

prasyarat, dengan cara menyusun dan mengajukan sejumlah

pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa.

3. Menyampaikan materi pelajaran, pada fase ini guru menyampaikan

materi pembelajaran dengan menggunakan alat bantu pembelajaran.

4. Melaksanakan bimbingan, dilakukan dengan cara mengajukan

sejumlahn pertanyaan dalam suatu interaksi tanya-jawab.

5. Latihan, pada fase ini guru memberikan kesempatan para siswa untuk

melatih keterampilan, menerapkan konsep, atau informasi yang baru

diterimanya dari guru.

6. Evaluasi dan umpan baik, dalam tahap ini guru memberikan komentar

dan ulasan mengenai hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan

umoan balik kepada sisea yang benar.

7. Latihan mandiri, karena menganggap semua siswa sudah mengerti,

maka guru memberikan latihan mandiri kepada siswa untuk

meningkatkan pemahamannya.

6. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi atau High Order Thinking

Salah satu tujuan Mata Pelajaran Fisika di SMA agar peserta didik

memiliki kemampuan mengembangkan kemampuan bernalar dalam

berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan

(22)

20

menyelesaikan masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (BSNP,

2006, p.160).Dengan demikian, melalui pembelajaran fisika diharapkan

peserta didik dapat mengembangkan diri dalam berpikir.Peserta didik

dituntut tidak hanya memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah (lower

order thinking), tetapi sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi

(higher order thinking, HOT) (Edi, 2014: 2).

Berdasarkan hasil TIMSS tahun 2011 dapat dikatakan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal ini

dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran siswa kurang dirangsang

untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan

berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara

lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat

tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau

pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau

kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi adalah

berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta

atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu

disampaikan kepada kita.

Wardana dalam Edi Istiyono (2014: 2), mengemukakan bahwa

kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan

aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks,

(23)

21

yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis,

sintesis, dan evaluatif.

Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif

terbagi menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order

Thinking) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order

Thinking). Kemampuan yang termasuk LOT adalah kemampuan

mengingat (remember), memahami (under-stand), dan menerapkan

(apply), sedangkan HOT meliputi kemampuan menganalisis (analyze),

mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create) (Anderson &

Krathwohl). Taksonomi Bloom sudah lama diterapkan dalam bidang

pendidikan dan sudah lama digunakan. Taksonomi Bloom masih

digunakan dalam banyak kurikulum dan bahan pengajaran. Dengan

demikian, kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika (Physics Higher Order

Thinking) meliputi kemampuan fisika dalam menganalisis, mengevaluasi,

dan menciptakan.

1. Menganalisis (Analyze)

Analisis adalah proses berpikir untuk merinci suatu kesatuan ke dalam

bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat

dipahami dengan baik. Adanya proses berpikir ini dinyatakan dalam

penganalisan bagian-bagian pokok atau komponen dasar, bersama

hubungan antara bagian-bagian itu. Analisis setingkat lebih tinggi

dibanding penerapan, karena proses berpikir ini menangkap adanya

(24)

22

Menurut Ari Widodo (2006:26), kemampuan yang

seringdisepadankan dengan analisis adalah kemampuan membedakan

(differentiating), dan mengorganisasi (organizing) dan menemukan

pesan tersirat (attributting).Differentiating meliputi

kemampuanmembedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur

dalam bentuk yang sesuai.

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi

yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke

dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau

hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor

penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

2. Mengevaluasi(evaluate)

Evaluasi adalah kemampuan berpikir untuk membuat suatu

pertimbangan judgement berdasarkan pada kriteria dan standar tertentu

melalui proses memeriksa(checking) dan mengkritik atau critiquing.

Memeriksa adalah menguji konsistensiatau kekurangan suatu karya

bedasarkankriteria internal (kriteria yang melekat pada sifat karya

tersebut). Mengkritik adalah menilai suatu karya baik kelebihan atau

kekurangan bedasarkan kriteria ekternal (Ari,2006:27).

3. Mencipta (create)

(25)

23

Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini,

yaitu: membuat(generating), merencanakan (planning), dan

memproduksi (producing).

Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga

dapat dirumuskanberbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah

pada pemecahan masalahtersebut. Contoh: merumuskan hipotesis

untuk memecahkan permasalahan yangterjadi berdasarkan

pengamatan di lapangan.

Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi

untukmemecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian

percobaan untuk mengujihipotesis yang telah dirumuskan.

Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau

menjalankan suaturencana untuk memecahkan masalah. Contoh:

mendesain (atau juga membuat)suatu alat yang akan digunakan

untuk melakukan percobaan (Ari, 2006: 28).

7. Struktur Materi Gerak Melingkar Beraturan dalam Kurikulum a. Kompetensi Inti

KI 1 :Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

KI 2 :Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab,

peduli, santun , ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,

cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap

sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa

(26)

24

alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa

dalam pergaulan dunia.

KI 3 :Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi

pegetahuan faktual, konseptual, prosedural, dalam ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan

wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban

terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan

prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat

dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI 4 :Mencoba, mengolahm dan menyaji dalam ranah konkret dan

ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang

dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu

menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

b. Kompetensi Dasar

1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur

alam jagad raya melaluipengamatan fenomena alam fisis dan

pengukurannya

2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif;

jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab;

terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam

aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam

(27)

25

3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju

konstan dan penerapannya dalam teknologi

4.5 Menyajikan ide/gagasan terkait gerak melingkar (misalnya pada

hubungan roda-roda)

c. Materi Gerak Melingkar Beraturan Peserta Didik SMA

Mekanika merupakan studi yang mempelajari tentang gerakan

benda, dan konsep-konsep terkait mengenai gaya dan energi. Menurut

Giancoli (2014: 27), mekanika dibagi menjadi dua bagian yaitu

kinematika yang meupakan deskripsi tentang bagaimana benda

bergerak, dan dinamika yang merupakan deskripsi tentang gaya dan

penyebab benda bergerak.

a) Gerak Melingkar

Pada suatu pusat sebuah bola bumi yang berputar tetap

terhadap suatu acuan, namun posisi partikel-partikel di pinggir bola

berubah setiap saat terhadap pusat bola atau garis yang melalui

pusat bola (disebut sumbu rotasi).Gerak yang dialami

partikel-partikel di pinggir bola disebut gerak melingkar.

b) Gerak Melingkar Beraturan (GMB)

Gerak Melingkar Beraturan didefinisikan sebagai gerak

suatu benda menempuh lintasan melingkar dengan kelajuan (atau

besar kecepatan) tetap.Pada gerak melingkar beraturan, besar

(28)

26

juga bernilai tetap.Karena besar maupun arah dari vektor kecepatan

sudut ω tetap, vektor yang tetap dalam GMB adalah vektor

kecepatan sudutnya.Dengan demikian, GMB dapat didefinisikan

sebagai gerak suatu partikel dengan vektor kecepatan sudut ω tetap

(Marthen, 2013:134).

c) Periode dan Frekuensi

Sebuah partikel/benda yang bergerak melingkar baikgerak

melingkar beraturan ataupun yang tidak beraturan,geraknya

akanselalu berulang pada suatu saat tertentu.Dengan

memperhatikan sebuah titik pada lintasan geraknya,sebuah partikel

yang telah melakukan satu putaran penuhakankembali atau

melewati posisi semula. Gerak melingkarsering dideskripsikan

dalam frekuensi (f), yaitu jumlahputaran tiap satuan waktu atau

jumlah putaran per sekon.Sementara itu, periode (T) adalah waktu

yang diperlukanuntuk menempuh satu putaran.Hubungan antara

periode (T ) dan frekuensi ( f )adalah:

�= 1

� ….. (1)

Dengan, T = periode(s), f =frekuensi (Hz)

Sebagai contoh, jika sebuah benda berputar denganfrekuensi 3

putaran/sekon, maka untuk melakukan satu putaran penuh, benda

itu memerlukan waktu 1/3 sekon.Untuk benda yang berputar

(29)

27

�=

2��

Hal ini disebabkan dalam satu putaran, benda tersebutmenempuh

satu keliling lingkaran (= 2 π R).

d) Perpindahan dalam Gerak Melingkar

Misalkan, gerak sebuah CD (Compact Disk) yang

berputar.Tampak pada CD bahwa tiap partikel, kecuali partikel pada

poros CD, menempuh gerak melingkar.Poros CD adalah garis lurus

melalui pusat CD (titik O) dan tegak lurus pada bidang CD.

Sudut yang dibentuk pada CD selama CD berputar terhadap

porosnya disebut perpindahan sudut (notasi ΔƟ) (Marthen, 2013:

126).

e) Posisi Sudut

Gambar 1. Posisi Sudut

Gambar 1 melukiskan sebuah titik P yang berputarterhadap sumbu

yang tegak lurus terhadap bidang gambar melalui titik O. Titik P

(30)

28

dari besarnya sudut yang ditempuh, yaitu θ yang dibentuk oleh garis

AB

terhadap sumbu x yang melalui titik O. Posisi sudut θdiberi satuan

radian (rad). Besar sudut satu putaran adalah 360° = 2πradian. Jika θ

adalah sudut pusat lingkaran yang panjang busurnya s dan jari-jarinya

R, diperoleh hubungan:

�=

�….. (2)

Dengan :

θ = lintasan/posisi sudut (rad)

s = busur lintasan (m)

R = jari-jari (m)

f) Kecepatan Sudut

Pada gerak lurus dikenal dengan kelajuan dan kecepatan,

dengan kecepatan menyatakan kelajuan berikut arahnya.Pada gerak

melingkar pun, dapat menyatakan arah melingkar dalam dua

arah.Misalnya, jika benda dipandang dari atas, arah melingkar adalah

berlawanan dengan arah jarus jam.Jika dilihat dari bawah maka arah

melingkar adalah searah jarum jam.Oleh karena itu, hal tersebut dapat

disebut sebagai kecepatan sudut, yang selain menyatakan kelajuan

sudut juga menyatakan arahnya (Marthen, 2012: 129).

Kecepatansudutyaitubesarnyasudutyangditempuh tiap

satuanwaktu.Kecepatan sudutmemilikinotasiωdan satuanradian per

(31)

29

menentukankecepatanpadasebuahmesinadalahrpm,singkatan

darirotationperminutes(rotasiper menit).

Suatu benda yang melakukan gerak melingkar dengan

menempuh sudut θselamatsekon memiliki kecepatan sudut sebesar ω

dengan persamaanberikut:

�=Ɵ….. (3)

Dengan :

ω =kecepatansudut(rad/s)

θ=sapuan/posisi sudut (rad)

t=waktuyang ditempuh untuk menyapu sudut (s)

Untukbendayangmelakukangeraksatukaliputaran,didapatkan

sudutyangditempuh θ=360o =2πraddanwaktutempuht=T. Berarti,

kecepatansudut(ω)padagerak melingkarberaturanyaitu:

�= 2π

� ….. (4)

Kitaketahuibahwaf=1/Tsehingga

�= 2��…..(5)

dengan:

ω =kecepatansudut(rad/s)

T=periode(s)

f =frekuensi(Hz)

(32)

30

Tinjau sebuah benda bermassa m yang sedang bergerak

melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan R dan laju linear v,

seperti Gambar 3.

Saat t = 0, kedudukan benda di O. setelah waktu t detik, benda

di P dan setelah selang waktu Δt melewati P, benda di Q. vektor

kecepatan lnear P dan Q tidak sama, walaupun besarnya sama. Jika

kecepatan benda di P adalah v dan kecepatan di Q adalah v’,

perubahan kecepatan dari P ke Q adalah Δv = v’ – v.

Untuk menyederhanakan persamaannya, perubahan kecepatan

merupakan sisi segitiga PST dimana PS = PT.

Gambar 2.Benda bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan R dan laju linear v

Ditinjau dari ΔPTS diperoleh

∆�

2 = � �� �

2………. (5)

Bila Ɵ = 0 makan sin Ɵ = 0 sehingga

∆� 2 =�

� 2 ⇒

∆�

� = � ... (6)

(33)

31

nol, melainkan harga percepatan sesaat pada saat t:

lim 0∆�

menuju pusat lingkaran.Selanjutnya a disebut percepatan sentripetal.

h) Hubungan Roda-Roda

Gerakmelingkar dapat kitaanalogikan sebagaigerakroda

sepeda, sistem gir pada mesin, ataukatrol.Pada dasarnya ada tiga

macam hubungan roda-roda.Hubungan tersebut adalah hubungan

antar dua roda sepusat, bersinggungan, dan digubungakan memakai

(34)

32 R

1

R

2

Tabel 1. Jenis Hubungan Roda-roda

No. Jenis Hubungan

3. Bersinggungan • Kelajuan linear

sama

(2013) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

TPSDisertai LKS Dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Kesimpulan dari

penelitian ini: (1) Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara model R1

R2

(35)

33

pembelajaran kooperatif tipe TPSdisertai LKS dengan pembelajaran

konvensional pada siswa kelas X semester ganjil di SMA Negeri Balung tahun

ajaran 2012/2013. (2) Aktivitas belajar siswa pada kelas X semester ganjil di

SMA Negeri Balung tahun ajaran 2012/2013 dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TPSdisertai LKS termasuk kategori aktif.

Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Istiqomah (2010) yang berjudul

Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Terhadap

Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas VIII MTsN Model Tegal Tahun

Ajaran 2009/2010 Pada Materi Pokok Tekanan. Kesimpulan dari penelitian

ini: Penggunaan modelpembelajaran kooperatif tipe TPS efektif terhadap

peningkatan hasil belajarfisika pada materi pokok tekanan bagi peserta didik

kelas VIII MTs N ModelBabakan Lebaksiu Tegal tahun pelajaran 2009/2010.

hal ini terlihat padaanalisis akhir yang memperoleh thitung> ttabel dimana thitung = 3,265 dan ttabel =1,9908, ini berarti bahwa thitung di luar daerah permintaan Ho

pada taraf nyata α = 5 % dan dk = (n1 + n2 - 2) yaitu (40+40-2) = 78. Dengan

demikian dapatdisimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS pada

pokok bahasanperbandingan lebih efektif dari pada pembelajaran

konvensional.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Emi Rofiah, dkk (2013) yang

berjudul Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Fisika Pada Siswa SMP. Kesimpulan dari penelitian ini : (1). Aspek

kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6 indikator yaitu siswa mampu

(36)

34

mengevaluasi keputusan, mengkritik suatu pernyataan, dan mampu

mengevaluasi keputusan. (2). Aspek kemampuan berpikir kreatif terdiri dari

12 indikator yaitu siswa mampu memformulasikan persamaan, membangun

keterkaitan antarkonsep, mengusulkan ide baru, menyusun hubungan

konsep-konsep dalam bentuk skema, menggambarkan ide, berani bereksperimen,

mengorganisasi konsep, menghasilkan sesuatu yang baru, mendesain

percobaan, memodifikasi konsep dengan hal-hal yang baru, mampu

menggabungkan konsep yang koheren, dan mampu mengubah persamaan. (3).

Aspek kemampuan pemecahan masalah terdiri dari 11 indikator yaitu siswa

mampu mengidentifikasi masalah, menyatakan hubungan sebab-akibat,

mampu menerapkan konsep yang sesuai dengan masalah, memiliki rasa ingin

tahu, mampu membuat chart atau gambar untuk menyelesaikan sebuah

masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai solusi, berpikiran

terbuka, membuat keputusan, mampu bekerja secara teliti, berani berspekulasi

serta mampu merefleksi keefektifan proses pemecahan masalah. (4).

Berdasarkan analisis tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor

pada paket tes A diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 73% item direvisi

serta 7% item ditolak. Pada paket tes B diperoleh hasil akhir 20% item

(37)

35 C. Kerangka Berpikir

memiliki

diperlukan

dipilih

dapat berpengaruh meningkatkan

hasil

Gambar 3. Kerangka Berpikir

Proses kegiatan belajar mengajar di sekolah formal pasti melibatkan

pendidik dan peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan secara lancar

dan mengarah pada tujuan pembelajaran, maka pendidik harus merencanakan

dengan benar model yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Model

pembelajaran yang digunakan diharapkan dapat memberikan perubahan

tingkah laku serta dapat meningkatan hasil belajar peserta didik .

Pada umumnya, sekolah-sekolah formal termasuk sekolah yang

peneliti observasi masih menerapkan model pembelajaran yang bersifat direct Pembelajaran Fisika

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Tujuan Pembelajaran

Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi Model Pembelajaran

(38)

36

instructional. Guru masih diposisikan sebaagai aktor utama dan justru bukan

berperan sebagai fasilitator. Hal seperti itu justru dapat menghambat keaktifan

peserta didik dalam belajar.Peserta didik menjadi pasif dan kurang

berkembang.Keadaan semacam ini yang membuat peserta didik hanya berada

pada tahap mengingat serta mengerti, yang keduanya masih dikategorikan

dalam kemampuan berpikir tingkat rendah.

Berkaca dari hal ini, model pembelajaran yang dapat melibatkan

peran aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran adalah model

pembelajaran kooperatif. Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe

TPS (TPS) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini, peserta

didik nantinya akan mampu berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran ini melibatkan peserta didik untuk berdiskusi sehingga

akan tercipta komunikasi berbagai arah dengan lingkungannya, disini yang

dimaksud adalah teman sebayanya yang ada di kelas. Model pembelajaran

yang seperti ini diharapkan mampu meningkatkan peran aktif peserta didik

sehingga nantinya peserta didik mampu meningkatkan kemampuan berpikir

tingkat pada aspek kognitif.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir seperti diuraikan di

atas maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara kelas yang

menggunakan model cooperative learning tipe TPS dan model direct

(39)

37

2. Ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara

kelas yang menggunakan model cooperative learning tipe TPS dan direct

(40)

69

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang

telah disampaikan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

i. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara

pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TPSdengan

model direct instructional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta

didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih

tinggi dibandingkan dengan model direct instructional.

ii. Berdasarkan rerata standar gain, peningkatan kemampuan berpikir tingkat

tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang menggunakan model

cooperative learning tipe TPSlebih baik dibandingkan dengan peserta

didik yang menggunakan model direct instructional sehingga bisa

dikatakan terdapat perbedaan peningkatan yang cukup signifikan.

B. Implikasi

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan yang

diambil dalam penelitian ini, haisl penelitian ini dapat memberikan wawasan

dan pengalaman bagi para pendidik untuk dapat menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe TPSyang akan memberikan peranan dalam

(41)

70

C. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan.

Beberapa keterbatasan tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe

TPSkarena maish jarang digunakan dalam proses pembelajaran di

sekolah sehingga selama pelaksanaan proses pembelajaran, peserta didik

masih kurang sesuai dalam melaksanakan posedur yang telah diberikan.

2. Penelitian ini hanya meneliti hasil belajar dalam aspek kognitif,

khusunya pada kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, padahal

masih terdapat aspek afektif dan psikomotor yang belum diteliti.

3. Manajemen waktu yang masih kurang baik dalam melaksanakan proses

pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, sehingga

proses pembelajaran masih dirasa kurang maksimal.

4. Beberapa nomor dalam instrumen yang digunakan untuk mengetahui

kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik masih berada pada

tahap C3.

D. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka

saran dari peneliti adalah sebagai berikut:

1. Perlu sering dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran tipe TPSagar peserta didik terbiasa dengan model

(42)

71

2. Dapat dikembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSuntuk

mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam ranah afektif dan

psikomotorik.

3. Manajemen waktu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

sebaiknya lebih diperhatikan lagi sehingga dapat memanfaatkan waktu

dengan lebih baik.

4. Perlu diadakan pengecekan berulang-ulang terhadap instrumen yang

(43)

72

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2013). Strategi Pembelajaran, Bandung : Remaja Prosda Karya.

Anita Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT.Gransindo.

Arend, Richard I. (2008). Learning To Teach Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ari Widodo. (2006).Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal.Jurnal Puspendik (Vol 3/No.2). Hlm. 18-29.

Bambang Subali dan Pujiyati Suyata.(2011). Panduan Analisis Data Pengukuran Pendidikan untuk Memperoleh Bukti Empirik Kesahihan Menggunakan Program Quest. Yogyakarta: UNY.

BSNP. (2006). Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Peajaran

Fisika Untuk SMA dan MA. Jakarta:BSNP-Depdiknas.

Burhan Bungin.(2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif.Jakarta: Kencana

Prenada Media Grop.

Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta

Edi Istiyono. et al. (2014).Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA.Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan(Vol 18 No 1). Hlm. 1-12.

Emi Rofiah. et al. (2013). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika (Vol.1 No.2). Hlm. 17-22.

Fariska Candra AK., Sutarto, & Tjiptaning.S .(2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Disertai LKS Dalam Pembelajaran Fisika di SMA.Laporan Penelitian.

Giancoli, Douglas C. (2005). Fisika Prinsip dan Aplikasi. (Alih Bahasa: Irzam Hardiansyah). Jakarta: Erlangga.

Hake, Richard. (2012). Analyzing Change / Gain Scores.Diakses dari

(44)

73

Hartina.(2008). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Paire Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Makassar (Studi pada Materi Pokok Laju Reaksi).Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, UNM. Diakses dari http://Model.Pembelajaran.Kooperatif.Tipe Think-Pair-Share .Tuan Guru.htmlpada tanggal 15 Maret pukul 14.34 WIB.

Hartini Nana & Eveline Siregar.(2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghlia Indonesia.

Istiqomah. (2010). Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think - Pair - Share (Tps) Terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas VIII MTsN Model Tegal Tahun Ajaran 2009/2010 Pada Materi Pokok Tekanan. Skripsi.

Jewett, Serway. (2009). Fisika untuk Sains dan Teknik Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika.

Joko Sumarsono. (2008). Fisika SMA Kelas X. Jakarta: BSE.

Kokom Komalasari. (2013). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.Bandung: Refika Aditama.

Marthen Kanginan. (2013). Fisika Untuk SMA Kelas X Semester 1.Jakarta: Erlangga.

Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Nanang Martono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder.Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Rusman.(2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Slavin, Robert E. (1995).Cooperative Learning Theory: Theory Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon.

Sugihartono. et al. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

(45)

74

TIMSS & PIRLS International Study Cen-ter. (2012).TIMSS 2011 international results in science. Boston: The TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College. Diambil tanggal 5 Januari 2016, dari http: timss.bc.edu/ timss2011/release.html

Gambar

Gambar 1. Posisi Sudut
Gambar 2.Benda bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan R dan laju linear v
Gambar Ciri-ciri
Gambar 3. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor Resiko Terjadinya Diabetic

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode prospektif agar peneliti dapat mengamati secara langsung kondisi pasien dan terapi obat yang diberikan

Penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh, tentang proses dan hasil belajar yang dicapai oleh

Penelitian ini membuktikan bahwa perceived usefulness, perceived credibility, dan social influence memberikan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas penggunaan layanan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan yaitu model terbaik untuk kasus DBD di Jawa Timur tahun 2014 adalah model

maka model bulanannya adalah model pada langkah ke-a, namun apabila error dari model regresi dummy belum white noise maka dilanjutkan pada langkah ke-c.

Jika Dua Unsur Dapat Membentuk Lebih Dari Dua Jenis Senyawa, Dan Jika Massa Salah Satu Unsur Dalam Senyawa –Senyawa Itu Sama.. Pernyataan Diatas Merupakan Definisi Dari

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan tentang Motif Perselingkuhan dalam Pernikahan (Studi Kasus tentang Perselingkuhan Seorang Istri di Desa Kranggan,