Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan High Order Thinking pada Mata Pelajaran Fisika Peserta Didik
Kelas X MAN Yogyakarta 3 Azza Ismu Annisa
12316244015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) dan model direct instructional, dan (2) Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Think Pair Share (TPS) dan model direct instructional.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental, dengan desain penelitian pretest-posttest group design. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X MAN Yogyakarta 3. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Nonprobability Purposive Sampling yang terdiri atas 30 peserta didik kelas X IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan 30 peserta didik kelas X IPA 5 sebagai kelas kontrol, teknik pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes (pretest dan posttest). Teknik pengujian instrumen menggunakan program analisis butir QUEST dan teknik pengujian prasyarat analisis menggunakan uji Normalitas dan uji Homogenitas. Sedangkan teknik pengujian hipotesis menggunakan uji independent sample t test dan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi menggunakan rerata standart gain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe Think Pair Share dengan model direct instructional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dibandingkan dengan model direct instructional. (2) Berdasarkan rerata standar gain, peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang menggunakan model cooperative learning tipe Think Pair Share lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang menggunakan model direct instructional, sehingga bisa dikatakan terdapat perbedaan peningkatan yang cukup signifikan.
Application Model of Cooperative Learning with Think Pair Share Type to Increase High Order Thinking in Subject Matter Physisc of Tenth Grade at
MAN Yogyakarta 3 Azza Ismu Annisa
12316244015
Abstract
This research purposes to know (1) the difference of high order thinking skill through cooperative learning model with type TPS with direct instructional, (2) the difference of increses of high order thinking skill through cooperative learning model with type TPS and direct instructional.
The method was used in this experiment is quasi experimental, with pretest-posttest group design. The population of this research are student of MAN Yogyakarta III in grade X. We use nonprobability purposive sampling to take the sample, consisting of 30 students in X IPA 2 as experiment class and X IPA 5 as control class. Technique to collect data use pretest and posttest. To examine the instrument we use QUEST program and to examine the analyze prerequisite use normality test and homogeneity test. Whereas to examine the hypotheses we use independent sample t test and to know the increases of high order thinking skill we uses gain value.
The result of research shown that (1) there a difference of high order thinking skill of student between cooperative learning type TPS with direct instructional. Student that use cooperative learning type TPS better than direct instructional (2) Based on gain value, the increase of High order thinking of students with cooperative learning with type TPS better than direct instructional, so that we could said there were the significant different of high order thinking skill.
1 BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan sebuah proses yang bertujuan untuk mendidik
manusia sehingga dapat menggunakan potensi yang dimiliki dalam dirinya.
Menurut Sugihartono,dkk (2012: 5), pendidikan adalah usaha yang dilakukan
secara sadar dengan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik
secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan.
Pendidikan tentunya sangat dekat dengan kegiatan pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan
suasana atau memberi pelayanan agar peserta didik belajar. Pembelajaran
adalah tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta
didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian yang nantinya akan
berpengaruh terhadap rangkaian kejadian-kejadian akan dialami peserta didik.
Proses pembelajaran di kelas menjadi bagian yang tidak kalah penting
dari pendidikan, karena pada dasarnya mutu pembelajaran akan berdampak
luas. Pembelajaran yang bermutu tentu akan memperoleh hasil yang lebih
baik. Guru mempunyai peran penting dalam mengorganisasi kelas selama
proses pembelajaran berlangsung. Masalah yang sering dihadapi dalam proses
pembelajan ialah bagaimana mengemas proses pembelajaran agar dapat
2
pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta didik adalah
dengan pemilihan model, pendekatan, strategi, metode maupun tipe
pembelajaran yang sesuai sehingga peserta didik dapat lebih mudah untuk
memahami konsep dan prinsip ilmu yang dipelajari.
Berdasarkan observasi di lapangan, pembelajaran di MAN Yogyakarta
3 beberapa masih berpusat pada guru, materi disampaikan dengan model
direct instructional dan diselingi dengan diskusi dalam penyelesaian tugas.
Namun hal itu belum mampu meningkatakan keaktifan peserta didik
dikarenakan dalam proses pembelajaran masih terlalu banyak melibatkan guru
sebagai sumber informasi. Hal ini mengakibatkan peserta didik menjadi
cenderung pasif dan kurang mampu menyampaikan pendapatnya, sehingga
akibatnya peserta didik kurang mampu menganalisis permasalahan serta
menghubungkan materi yang diterima dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan survei Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS)
yang diadakan oleh International Association for the Evaluation of
Educational Achievement (IEA). Hasil TIMSS 2011 pada bidang Fisika
menunjukkan Indonesia memperoleh nilai 397 dimana nilai ini berada di
bawah nilai rata internasional yaitu 500. Berdasarkan data persentase
rata-rata jawaban benar untuk konten sains dan domain kognitif khususnya Fisika,
persentase jawaban benar pada soal pemahaman selalu lebih tinggi
dibandingkan dengan persentase jawaban benar pada soal penerapan dan
penalaran. Aspek pemahaman, penerapan, dan penalaran dalam ranah
3
untuk menunjukkan profil kemampuan berpikir siswa. Dari ketiga aspek
tersebut, aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan
berpikir dasar. Sedangkan aspek penalaran termasuk dalam kemampuan
berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hasil TIMSS maka dapat dikatakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal ini
dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran siswa kurang dirangsang
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (TIMSS & PIRLS
International Study Cen-ter dalam Emi, 2013: 17).
Pembelajaran fisika yang diselenggarakan di MAN Yogyakarta 3
dengan guru sebagai sumber belajar ternyata membuat peserta didik yang
belajar menjadi bosan. Keadaan dimana guru hanya memberi, membuat
sebagian peserta didikjustru tidak memahami materi yang disampaikan.
Akibatnya, pada saat mengerjakan soal peserta didikmasih merasa
kesulitan.Berangkat dari masalah ini, kami menemukan sebuah pernyataan
dari beberapa peserta didikbahwa mereka justru lebih nyaman dan senang
ketika mereka diajarkan oleh teman mereka sendiri. Dengan belajar bersama
temannya, mereka menjadi lebih leluasa untuk berfikir dan berpendapat.
Namun, model direct instructional masih kurang menciptakan interaksi dan
kerjasama antar peserta didik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan perlu
diadakannya model pembelajaran yang mampu meningkatkan interaksi
peserta didik sebagai subjek belajar serta mampu meningkatkan kemampuan
4
Untuk mengadakan perbaikan dalam rangka meningkatkan kualitas
pembelajaran fisika maka dilakukan penelitian pembelajaran fisika. Peneliti
bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan menerapkan model
cooperative learning tipe TPS. Model tersebut dianggap sesuai dengan
pembelajaran fisika yang berorientasi pada proses dan hasil belajar.
Penggunaan model tersebut dirasa tepat karena nantinya proses pembelajaran
akan lebih variatif, sehingga mampu menjawab kebosanan peserta didik yang
selama ini hanya diajarkan dengan model yang kurang variatif.
Model cooperative learning tipe TPS menekankan pada proses yakni
pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar dan
menekankan proses yang terjadi di dalamnya. Pembelajaran ini memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain. Peserta didik bukan ember kosong yang mendapat air dari luar,
dalam arti tidak mempunyai modal awal pengetahuan sedikitpun kecuali
kosong. Peserta didik sebagai makhluk yang hidup dan berkembang, yang
hakikatnya telah mempunyai pengertian serta pengetahuan dalam otaknya, dan
mengalami perubahan seiring dengan proses belajarnya.
Model cooperative learning tipe TPS mendorong peserta didikuntuk
terbiasa berpikir mula-mula secara mandiri, kemudian bekerja secara
berpasangan. Proses belajar melibatkan interaksi antara subjek belajar dengan
lingkungannya termasuk dalam hal ini adalah peserta didiklain sebagai sesama
subjek belajar. Pembelajaran fisika seharusnya menyenangkan dan peserta
5
individu maupun kolektif. Pembelajaran yang mampu menciptakan susana
kelas yang kondusif serta merangsang peserta didikuntuk aktif memperoleh
pengalaman belajarnya melalui indra yang dipunya, kemudian mengolahnya,
dan merubah pemahamannya sendiri. Guru hanyamenjadi fasilitator serta
melengkapi penyajian daripeserta didik.
Model cooperative learning tipe TPS juga memperhatikan hasil yang
merupakan produk dari proses. Hasil pencapaian proses belajar adalah
peningkatan kompetensi diri dalam proses belajar. Dalam penelitian kali ini,
model cooperative learning tipe TPSbertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Sebagaimana telah
disebutkan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi pada mata pelajaran
fisika masih cenderung rendah, sehingga peserta didik membutuhkan model
pengajaran yangmampu membuat peserta didik terbiasa untuk dapat
meningkatkan pemahaman dan cara berpikirnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang
penerapan model cooperative learning tipe TPS untuk meningkatkan high
order thinking pada mata pelajaran fisika peserta didik kelas X MAN
6 B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diungkapkan di atas, dapat
diidentifikasi beberapa masalah yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Kurangnya pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi peserta
didik sehingga diperlukan proses pembelajaran yang mampu
mengembangkan potensi peserta didik secara lebih optimal.
2. Masih kurangnya pemilihan model, pendekatan, strategi, metode maupun
tipe pembelajaran yang sesuai agar peserta didik dapat lebih mudah untuk
memahami konsep dan prinsip ilmu yang dipelajari.
3. Penggunaan model direct instructional masih sulit untuk menumbuhkan
keaktifan dan meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta
didik sehingga diperlukan model pembelajaran yang mampu
meningkatkan peran aktif serta kemempuan berpikir tingkat tinggi peserta
didik.
4. Rendahnya komunikasi dan kerjasama antar peserta didik dalam
memecahkan permasalahan dalam pembelajaran sehingga perlu dilakukan
proses pembelajaran yang mampu meningkatkan kominikasi dan kerja
sama antar peserta didik..
5. Perlunya model pembelajaran kooperatif tipe TPSdi MAN Yogyakarta 3
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.
7
Penelitian ini dibatasi mengenai kemampuan berpikir tingkat
tinggipeserta didikdengan menekankan pada kemampuan berpikir analisis,
evaluatif,kreatif, keaktifan, kemampuan kerjasama serta hubungannya dengan
tingkat kepahaman peserta didikterhadap konsep fisika. Penelitian ini
menerapkan model cooperative learning tipe TPS. Penelitian ini dibatasi pada
proses pembelajaran fisika kelas X Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Yogyakarta 3 semester 1 pokok bahasan Gerak Melingkar Beraturanpada
Tahun Ajaran 2014/2015.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang telah
dikemukakan, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah adaperbedaankemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek
kognitif peserta didik yang mengikutipembelajaran dengan model
cooperative learning tipe TPSdan model direct instructional?
2. Apakah ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi
fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikutipembelajaran dengan
modelcooperative learning tipe TPSdanmodel direct instructional?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Mengetahui perbedaankemampuan berpikir tingkat tinggi fisika aspek
kognitifpeserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model
8
2. Mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi
fisika aspek kognitif peserta didik yang mengikuti beraturan dengan model
cooperative learning tipe TPSdan model direct instructional.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat,
antara lain :
1. Bagi guru dan calon guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan guru dan
calon guru dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah dengan
penerapan model cooperative learning tipe TPS pada pokok bahasan gerak
melingkar beraturan.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian
yang berhubungan dengan masalah ini, sehingga hasilnya dapat lebih luas
dan mendalam serta mendapatkan kejelasan tentang penerapan model
cooperative learning tipe TPS untuk pembelajaran fisika.
3. Bagi sekolah
Model cooperative learning tipe TPS untuk pembelajaran fisika ini
dapat digunakan oleh pihak sekolah untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggipeserta didik SMA/MA terutama pada mata
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pada bagian kajian teori ini secara berturut-turut akan dikaji tentang
hakikat fisika, pembelajaran fisika, model pembelajaran kooperatif, model
pembelajaran kooperatif tipe TPS, kemapuan berpikir tingkat tinggi atau high
order thinking, struktur materi gerak melingkar beraturan, dan materi gerak
melingkar beraturan.
1. Hakikat Fisika
Fisika merupakan ilmu yang bertujuan untuk mengenalkan
seseorang pada alam dan gejala-gejala yang terjadi di alam.Alam yang
menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya tersusun atas kumpulan benda
dan peristiwa yang saling terkait dengan sangat kompleks.Semua gejala
alam tersebut dikaji dengan metode-metode khusus yang disebut metode
ilmiah sehingga pengetahuan yang diperoleh merupakan pengetahuan
yang empirik dan sistematik tentaang alam yang disusun berdasarkan
pengamatan, analisis, investigasi, dan eksperimen.
Menurut Mundilarto (2002: 3), fisika merupakan ilmu yang
berusaha memahami aturan-aturan alam yang begitu indah dan rapih dapat
dideskripsikan secara matematis. Matematis dalam ilmu fisika digunakan
sebagai bahasa komunikasi sains. Selain itu sebagian orang menganggap
fisika sebagai sekumpulan informasi ilmiah, sedangkan para ilmuan fisika
10
(hipotesis), dan para ahli filsafat memandang fisika sebagai cara bertanya
tentang kebenaran dari segala sesuatu yang diketahui.
2. Pembelajaran Fisika
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Menurut Santrock dan Yussen dalam Sugihartono,
dkk.(2012: 74), mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif
permanen karena adanya pengalaman. Sedangkan menurut Reber dalam
Sugihartono,dkk. (2012: 74), mendefinisikan belajar dalam 2
pengertian.Pertama, belajar sebagai proses memperoleh pengetahuan dan
kedua, belajar sebagai perubahan kemampuan bereaksi yang relatif
langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat. Dari beberapa definisi
tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar yakni proses untuk mendapatkan
pengetahuan serta pengalaman berdasar kepada individu dengan
lingkungannya yang dilakukan secara kontinyu.
Pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mencipta atau memberi pelayanan agar peserta didik belajar. Menurut
Sugihartono, dkk (2012: 81), pembelajaran merupakan suatu upaya yang
dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan
berbagai metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien dengan hasil yang optimal. Pembelajaran fisika
11
sosial dengan memberikan pemahaman terhadap keilmuan fisika yakni
berupa konsep dan prinsip fisika serta mencakup keterampilan proses yang
didalamnya menunjukkan penerapan dalam kehidupan.
Menurut Trianto (2010: 143), pembelajaran fisika lebih ditekankan
pada pendekatan keterampilan proses, hingga peserta didik dapat
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Oleh karena itu,
pembelajaran fisika baiknya memang tidak hanya sekadar mengerti tetapi
juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir sehingga dapat
mengolah informasi yang didapat dan mampu memberikan pemecahan
atas suatu masalah yang tengah dihadapi.
Tujuan utama pengajaran Fisika adalah membantu siswa
memperoleh sejumlahpengetahuan dasar yang dapat digunakan secara
fleksibel. Fleksibilitas ini didasari oleh dua alasan yaitu :
1. Tujuan pengajaran sains bukan akumulasi berbagai fakta tetapi lebih
pada kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan dasar untuk
memprediksi dan menjelaskan berbagai gejala alam.
2. Siswa harus mampu memahami perkembangan serta perubahan ilmu
dan teknologi yang sangat cepat.
Mata pelajaran Fisika di SMU bertujuan agar siswa mampu
menguasai konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu
12
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih
menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Pengetahuan Fisika akan
bermanfaat bagi siswa hanya jika pengetahuan tersebut mempunyai
fleksibilitas terhadap studi lanjut maupun dunia kerja. Harus diingat bahwa
pendidikan sains tidak semata-mata ditujukan untuk menghasilkan saintis,
akan tetapi lebih pada usaha membantu siswa memahami arti pentingnya
berpikir secara kritis terhadap ide-ide baru yang nampaknya bertentangan
dengan pengetahuan yang telah diyakini kebenarannya (Mundilarto, 2002:
5).
3. Model Pembelajaran Kooperatif atau Coopeartive Learning a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Abdul Majid (2013: 174), pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.
Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja
kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan dengan
kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan tidak
ada sesuatu yang aneh dalam coperative learning, karena mereka telah
13
belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut
dengan cooperative learning.
Cooperative Learning atau pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang menuntut kerja sama dan interdependensi
siswa dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur reaward-nya
(Arends, 2008:4).
b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain :
1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk memahami materi yang
sedang dipelajari.
2) Kelompok yang dibentuk terdiri dari siswa yang memiliki
kemmapuan tinggi, sedang, dan rendah. Dan bila memungkinkan
berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda-beda.
3) Penghargaan lebih diberikan kelompok daripada individu
(Rusman, 2010:208).
c. Menurut Abdul Majid (2013:175), pembelajaran kooperatif
mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:
1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model
kooperatif ini memiliki keunggulan dalm membantu siswa untuk
memahami konsep-konsep yang sulit
2) Agar siswa dapat menerima teman-teman yang mempunyai
14
3) Mengembangkan ketrampilan sosial siswa, berbagi tugas, aktif
bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman
untuk bertanya, mau menjelaskan ide atu pendapat, dan bekerja
kelompok.
d. Enam fase atau langkah utama yang terlibat dalam pelajaran yang
menggunakan model cooperative learning adalah:
1) Pelajaran dimulai dengan guru membahas tujuan-tujuan pelajaran
dan membangkitkan motivasi belajar siswa.
2) Fase ini diikuti oleh presentasi informasi, sering kali dalam
bentuk teks daripada ceramah.
3) Siswa kemudian diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok
belajar.
4) Dalam langkah berikutnya, siswa dibantu oleh guru,
bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas interpenden.
5) Persentasi hasil akhir kelompok atau menguji segala yang sudah
dipelajari siswa.
6) Member pengakuan pada usaha kelompok maupun individu
(Arends, 2008: 6).
Model cooperative learning terdiri dari beberapa tipe di
antaranya: Students-Teams Achievement Divisions atau STAD, Jigsaw,
Group Investigation atau GI, TPSatau TPS, Number-Heads-Together atau
NHT, Cooperative Integrated Reading and Composition atau CIRC, dan
15
4. Model Cooperative Learning tipe Think-Pair-Share (TPS) a. Pengertian Cooperative Learning tipe TPS atau TPS
Salah satu bentuk Cooperative Learning adalah
TPS.Strategi TPStimbul dari penelitian tentang cooperative learning
dan wait-time.Pendekatan yang dideskripsikan di sini, yang awalnya
dikembangkan oleh Frank Lyman pada tahun 1985 dan rekan-rekannya
di University of Maryland, adalah cara efektif untuk mengubah pola
wacana dalam kelas. Pendekatan ini menantang asumsi bahwa semua
resitasi atau diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok,
dan memiliki memiliki prosedur-prosedur built-in untuk memberikan
lebih banyak waktu kepada siswa untuk berpikir, merespons, dan
untuk saling membantu (Arends, 2008: 15).
Menurut Kokom Komalasari (2013: 64), guru
memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa
membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru
menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah
dijelaskan dan dialami. Guru memilih menggunakan TPSuntuk
membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan.
b. Langkah-langkah Cooperative Learning tipe TPS
Menurut Frank Lyman dalam Richard I Arends (2008: 15),
langkah atau prosedur pembelajaran TPSdapat dibagi dalam tiga
16
Langkah 1-Thinking. Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau
isu yang terkait dengan pelajaran dan meminta siswa-siswanya
untuk menggunakan waktu satu menit untuk memikirkan sendiri
tentang jawaban untuk isu tersebut. Siswa perlu diajari bahwa
berbicara tidak menjadi bagian dari waktu berpikir.
Langkah 2-Pairing. Setelah itu guru meminta siswa untuk
berpasang-pasangan dan mendiskusiakan segala yag sudah mereka
pikirkan. Interaksi selama periode ini dapat berupa saling berbagi
jawaban bila pertanyaan yang diajukan atau berbagi ide bila sebuah
isu tertentu diidentifikasi. Biasanya, guru memberikan waktu lebih
dari empat atau lima menit untuk berpasangan(pairing).
Langkah 3-Sharing. Dalam langkah terakhir ini, guru meminta
pasangan-pasangan siswa untuk berbagi sesuatu yang sudah
dibicarakan bersama pasangannya masing-masing dengan seluruh
kelas. Lebih efektif bagi guru untuk berjalan mengelilingi ruangan,
dari satu pasangan ke pasangan lain sampai sekitar seperempat atau
separuh pasangan berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi siswa, karena siswa harus saling melaporkan hasil
pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan
17
dengan seluruh kelas.Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong
setiap anggota untuk terlibat secara aktif.
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah:
1) Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena
secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang
diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk
memikirkan materi yang diajarkan.
2) Siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat
dan pemikiran dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan
dalam memecahkan masalah.
3) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan
tugasnya dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri
dari 2 orang.
4) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil
diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
5) Memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam
proses pembelajaran (Hartina, 2008: 12).
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah
sangat sulit diterapkan di sekolah yang kemampuan siswanya rendah
dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk
18
kelompok berpasangan (kelompok yang terdiiri dari 2 orang siswa)
adalah:
1) Banyak kelompok yang melapor dan perlu di monitor
2) Lebih sedikit ide yang muncul, dan
3) Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok
5. Model Direct Instructional (DI)
Model DI sebenarnya tergolong model pembelajaran berbasis
guru.Pembelajaran langsung atau pengajaran langsung didefinisikan
sebagai model pembelajaran yang berorientasi pada tujuan dan
distrkturkan oleh guru, dan dengan landasan itu guru mentransformasikan
pengetahuan atau keterampilan langsung kepada siswa.Tujuan utama
pembelajaran langsung adalah untuk memaksimalkan penggunaan waktu
untuk belajar siswa. Pada implementasinya model DI tetap berpusat
kepada guru tetapi meminta keaktifan siswa.
Terdapat 3 komponen dasar yang menjadi pilar pengajaran
langsung. Tiga pilar itu adalah:
1. Rencana program;
2. Organisasi pengajaran; dan
3. Interaksi guru/siswa (Suyono dan Hariyanto, 2015: 135)
Menurut Slavin dalam Suyono dan Hariyanto (2015: 138), ada tujuh
19
1. Informasi dan orientasi, pada tahap ini guru menginformasikan tujuan
pembelajaran serta orientasi materi ajar kepada para siswa.
2. Review, pada fase ini guru mereview pengetahuan dan keterampilan
prasyarat, dengan cara menyusun dan mengajukan sejumlah
pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa.
3. Menyampaikan materi pelajaran, pada fase ini guru menyampaikan
materi pembelajaran dengan menggunakan alat bantu pembelajaran.
4. Melaksanakan bimbingan, dilakukan dengan cara mengajukan
sejumlahn pertanyaan dalam suatu interaksi tanya-jawab.
5. Latihan, pada fase ini guru memberikan kesempatan para siswa untuk
melatih keterampilan, menerapkan konsep, atau informasi yang baru
diterimanya dari guru.
6. Evaluasi dan umpan baik, dalam tahap ini guru memberikan komentar
dan ulasan mengenai hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberikan
umoan balik kepada sisea yang benar.
7. Latihan mandiri, karena menganggap semua siswa sudah mengerti,
maka guru memberikan latihan mandiri kepada siswa untuk
meningkatkan pemahamannya.
6. Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi atau High Order Thinking
Salah satu tujuan Mata Pelajaran Fisika di SMA agar peserta didik
memiliki kemampuan mengembangkan kemampuan bernalar dalam
berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan
20
menyelesaikan masalah, baik secara kualitatif maupun kuantitatif (BSNP,
2006, p.160).Dengan demikian, melalui pembelajaran fisika diharapkan
peserta didik dapat mengembangkan diri dalam berpikir.Peserta didik
dituntut tidak hanya memiliki kemampuan berpikir tingkat rendah (lower
order thinking), tetapi sampai pada kemampuan berpikir tingkat tinggi
(higher order thinking, HOT) (Edi, 2014: 2).
Berdasarkan hasil TIMSS tahun 2011 dapat dikatakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal ini
dapat terjadi karena dalam proses pembelajaran siswa kurang dirangsang
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan
berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara
lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir tingkat
tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau
pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk menjangkau
kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi adalah
berpikir pada tingkat lebih tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta
atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu
disampaikan kepada kita.
Wardana dalam Edi Istiyono (2014: 2), mengemukakan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan
aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks,
21
yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis,
sintesis, dan evaluatif.
Menurut taksonomi Bloom yang telah direvisi, proses kognitif
terbagi menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (Lower Order
Thinking) dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order
Thinking). Kemampuan yang termasuk LOT adalah kemampuan
mengingat (remember), memahami (under-stand), dan menerapkan
(apply), sedangkan HOT meliputi kemampuan menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate), dan menciptakan (create) (Anderson &
Krathwohl). Taksonomi Bloom sudah lama diterapkan dalam bidang
pendidikan dan sudah lama digunakan. Taksonomi Bloom masih
digunakan dalam banyak kurikulum dan bahan pengajaran. Dengan
demikian, kemampuan berpikir tingkat tinggi fisika (Physics Higher Order
Thinking) meliputi kemampuan fisika dalam menganalisis, mengevaluasi,
dan menciptakan.
1. Menganalisis (Analyze)
Analisis adalah proses berpikir untuk merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat
dipahami dengan baik. Adanya proses berpikir ini dinyatakan dalam
penganalisan bagian-bagian pokok atau komponen dasar, bersama
hubungan antara bagian-bagian itu. Analisis setingkat lebih tinggi
dibanding penerapan, karena proses berpikir ini menangkap adanya
22
Menurut Ari Widodo (2006:26), kemampuan yang
seringdisepadankan dengan analisis adalah kemampuan membedakan
(differentiating), dan mengorganisasi (organizing) dan menemukan
pesan tersirat (attributting).Differentiating meliputi
kemampuanmembedakan bagian-bagian dari keseluruhan struktur
dalam bentuk yang sesuai.
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi
yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke
dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau
hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
2. Mengevaluasi(evaluate)
Evaluasi adalah kemampuan berpikir untuk membuat suatu
pertimbangan judgement berdasarkan pada kriteria dan standar tertentu
melalui proses memeriksa(checking) dan mengkritik atau critiquing.
Memeriksa adalah menguji konsistensiatau kekurangan suatu karya
bedasarkankriteria internal (kriteria yang melekat pada sifat karya
tersebut). Mengkritik adalah menilai suatu karya baik kelebihan atau
kekurangan bedasarkan kriteria ekternal (Ari,2006:27).
3. Mencipta (create)
23
Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini,
yaitu: membuat(generating), merencanakan (planning), dan
memproduksi (producing).
Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga
dapat dirumuskanberbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah
pada pemecahan masalahtersebut. Contoh: merumuskan hipotesis
untuk memecahkan permasalahan yangterjadi berdasarkan
pengamatan di lapangan.
Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi
untukmemecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian
percobaan untuk mengujihipotesis yang telah dirumuskan.
Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau
menjalankan suaturencana untuk memecahkan masalah. Contoh:
mendesain (atau juga membuat)suatu alat yang akan digunakan
untuk melakukan percobaan (Ari, 2006: 28).
7. Struktur Materi Gerak Melingkar Beraturan dalam Kurikulum a. Kompetensi Inti
KI 1 :Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 :Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli, santun , ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukkan sikap
sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa
24
alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa
dalam pergaulan dunia.
KI 3 :Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi
pegetahuan faktual, konseptual, prosedural, dalam ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat
dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 :Mencoba, mengolahm dan menyaji dalam ranah konkret dan
ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
b. Kompetensi Dasar
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur
alam jagad raya melaluipengamatan fenomena alam fisis dan
pengukurannya
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif;
jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab;
terbuka; kritis; kreatif; inovatif dan peduli lingkungan) dalam
aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam
25
3.5 Menganalisis besaran fisis pada gerak melingkar dengan laju
konstan dan penerapannya dalam teknologi
4.5 Menyajikan ide/gagasan terkait gerak melingkar (misalnya pada
hubungan roda-roda)
c. Materi Gerak Melingkar Beraturan Peserta Didik SMA
Mekanika merupakan studi yang mempelajari tentang gerakan
benda, dan konsep-konsep terkait mengenai gaya dan energi. Menurut
Giancoli (2014: 27), mekanika dibagi menjadi dua bagian yaitu
kinematika yang meupakan deskripsi tentang bagaimana benda
bergerak, dan dinamika yang merupakan deskripsi tentang gaya dan
penyebab benda bergerak.
a) Gerak Melingkar
Pada suatu pusat sebuah bola bumi yang berputar tetap
terhadap suatu acuan, namun posisi partikel-partikel di pinggir bola
berubah setiap saat terhadap pusat bola atau garis yang melalui
pusat bola (disebut sumbu rotasi).Gerak yang dialami
partikel-partikel di pinggir bola disebut gerak melingkar.
b) Gerak Melingkar Beraturan (GMB)
Gerak Melingkar Beraturan didefinisikan sebagai gerak
suatu benda menempuh lintasan melingkar dengan kelajuan (atau
besar kecepatan) tetap.Pada gerak melingkar beraturan, besar
26
juga bernilai tetap.Karena besar maupun arah dari vektor kecepatan
sudut ω tetap, vektor yang tetap dalam GMB adalah vektor
kecepatan sudutnya.Dengan demikian, GMB dapat didefinisikan
sebagai gerak suatu partikel dengan vektor kecepatan sudut ω tetap
(Marthen, 2013:134).
c) Periode dan Frekuensi
Sebuah partikel/benda yang bergerak melingkar baikgerak
melingkar beraturan ataupun yang tidak beraturan,geraknya
akanselalu berulang pada suatu saat tertentu.Dengan
memperhatikan sebuah titik pada lintasan geraknya,sebuah partikel
yang telah melakukan satu putaran penuhakankembali atau
melewati posisi semula. Gerak melingkarsering dideskripsikan
dalam frekuensi (f), yaitu jumlahputaran tiap satuan waktu atau
jumlah putaran per sekon.Sementara itu, periode (T) adalah waktu
yang diperlukanuntuk menempuh satu putaran.Hubungan antara
periode (T ) dan frekuensi ( f )adalah:
�= 1
� ….. (1)
Dengan, T = periode(s), f =frekuensi (Hz)
Sebagai contoh, jika sebuah benda berputar denganfrekuensi 3
putaran/sekon, maka untuk melakukan satu putaran penuh, benda
itu memerlukan waktu 1/3 sekon.Untuk benda yang berputar
27
�=
2��
�
Hal ini disebabkan dalam satu putaran, benda tersebutmenempuh
satu keliling lingkaran (= 2 π R).
d) Perpindahan dalam Gerak Melingkar
Misalkan, gerak sebuah CD (Compact Disk) yang
berputar.Tampak pada CD bahwa tiap partikel, kecuali partikel pada
poros CD, menempuh gerak melingkar.Poros CD adalah garis lurus
melalui pusat CD (titik O) dan tegak lurus pada bidang CD.
Sudut yang dibentuk pada CD selama CD berputar terhadap
porosnya disebut perpindahan sudut (notasi ΔƟ) (Marthen, 2013:
126).
e) Posisi Sudut
Gambar 1. Posisi Sudut
Gambar 1 melukiskan sebuah titik P yang berputarterhadap sumbu
yang tegak lurus terhadap bidang gambar melalui titik O. Titik P
28
dari besarnya sudut yang ditempuh, yaitu θ yang dibentuk oleh garis
AB
terhadap sumbu x yang melalui titik O. Posisi sudut θdiberi satuan
radian (rad). Besar sudut satu putaran adalah 360° = 2πradian. Jika θ
adalah sudut pusat lingkaran yang panjang busurnya s dan jari-jarinya
R, diperoleh hubungan:
�=
�….. (2)
Dengan :
θ = lintasan/posisi sudut (rad)
s = busur lintasan (m)
R = jari-jari (m)
f) Kecepatan Sudut
Pada gerak lurus dikenal dengan kelajuan dan kecepatan,
dengan kecepatan menyatakan kelajuan berikut arahnya.Pada gerak
melingkar pun, dapat menyatakan arah melingkar dalam dua
arah.Misalnya, jika benda dipandang dari atas, arah melingkar adalah
berlawanan dengan arah jarus jam.Jika dilihat dari bawah maka arah
melingkar adalah searah jarum jam.Oleh karena itu, hal tersebut dapat
disebut sebagai kecepatan sudut, yang selain menyatakan kelajuan
sudut juga menyatakan arahnya (Marthen, 2012: 129).
Kecepatansudutyaitubesarnyasudutyangditempuh tiap
satuanwaktu.Kecepatan sudutmemilikinotasiωdan satuanradian per
29
menentukankecepatanpadasebuahmesinadalahrpm,singkatan
darirotationperminutes(rotasiper menit).
Suatu benda yang melakukan gerak melingkar dengan
menempuh sudut θselamatsekon memiliki kecepatan sudut sebesar ω
dengan persamaanberikut:
�=Ɵ….. (3)
Dengan :
ω =kecepatansudut(rad/s)
θ=sapuan/posisi sudut (rad)
t=waktuyang ditempuh untuk menyapu sudut (s)
Untukbendayangmelakukangeraksatukaliputaran,didapatkan
sudutyangditempuh θ=360o =2πraddanwaktutempuht=T. Berarti,
kecepatansudut(ω)padagerak melingkarberaturanyaitu:
�= 2π
� ….. (4)
Kitaketahuibahwaf=1/Tsehingga
�= 2��…..(5)
dengan:
ω =kecepatansudut(rad/s)
T=periode(s)
f =frekuensi(Hz)
30
Tinjau sebuah benda bermassa m yang sedang bergerak
melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan R dan laju linear v,
seperti Gambar 3.
Saat t = 0, kedudukan benda di O. setelah waktu t detik, benda
di P dan setelah selang waktu Δt melewati P, benda di Q. vektor
kecepatan lnear P dan Q tidak sama, walaupun besarnya sama. Jika
kecepatan benda di P adalah v dan kecepatan di Q adalah v’,
perubahan kecepatan dari P ke Q adalah Δv = v’ – v.
Untuk menyederhanakan persamaannya, perubahan kecepatan
merupakan sisi segitiga PST dimana PS = PT.
Gambar 2.Benda bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari lintasan R dan laju linear v
Ditinjau dari ΔPTS diperoleh
∆�
2 = � �� �
2………. (5)
Bila Ɵ = 0 makan sin Ɵ = 0 sehingga
∆� 2 =�
� 2 ⇒
∆�
� = � ... (6)
31
nol, melainkan harga percepatan sesaat pada saat t:
lim∆ →0∆�
menuju pusat lingkaran.Selanjutnya a disebut percepatan sentripetal.
h) Hubungan Roda-Roda
Gerakmelingkar dapat kitaanalogikan sebagaigerakroda
sepeda, sistem gir pada mesin, ataukatrol.Pada dasarnya ada tiga
macam hubungan roda-roda.Hubungan tersebut adalah hubungan
antar dua roda sepusat, bersinggungan, dan digubungakan memakai
32 R
1
R
2
Tabel 1. Jenis Hubungan Roda-roda
No. Jenis Hubungan
3. Bersinggungan • Kelajuan linear
sama
(2013) yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPSDisertai LKS Dalam Pembelajaran Fisika di SMA. Kesimpulan dari
penelitian ini: (1) Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara model R1
R2
33
pembelajaran kooperatif tipe TPSdisertai LKS dengan pembelajaran
konvensional pada siswa kelas X semester ganjil di SMA Negeri Balung tahun
ajaran 2012/2013. (2) Aktivitas belajar siswa pada kelas X semester ganjil di
SMA Negeri Balung tahun ajaran 2012/2013 dengan menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPSdisertai LKS termasuk kategori aktif.
Kedua, penelitian ini dilakukan oleh Istiqomah (2010) yang berjudul
Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Terhadap
Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas VIII MTsN Model Tegal Tahun
Ajaran 2009/2010 Pada Materi Pokok Tekanan. Kesimpulan dari penelitian
ini: Penggunaan modelpembelajaran kooperatif tipe TPS efektif terhadap
peningkatan hasil belajarfisika pada materi pokok tekanan bagi peserta didik
kelas VIII MTs N ModelBabakan Lebaksiu Tegal tahun pelajaran 2009/2010.
hal ini terlihat padaanalisis akhir yang memperoleh thitung> ttabel dimana thitung = 3,265 dan ttabel =1,9908, ini berarti bahwa thitung di luar daerah permintaan Ho
pada taraf nyata α = 5 % dan dk = (n1 + n2 - 2) yaitu (40+40-2) = 78. Dengan
demikian dapatdisimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS pada
pokok bahasanperbandingan lebih efektif dari pada pembelajaran
konvensional.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Emi Rofiah, dkk (2013) yang
berjudul Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Fisika Pada Siswa SMP. Kesimpulan dari penelitian ini : (1). Aspek
kemampuan berpikir kritis terdiri dari 6 indikator yaitu siswa mampu
34
mengevaluasi keputusan, mengkritik suatu pernyataan, dan mampu
mengevaluasi keputusan. (2). Aspek kemampuan berpikir kreatif terdiri dari
12 indikator yaitu siswa mampu memformulasikan persamaan, membangun
keterkaitan antarkonsep, mengusulkan ide baru, menyusun hubungan
konsep-konsep dalam bentuk skema, menggambarkan ide, berani bereksperimen,
mengorganisasi konsep, menghasilkan sesuatu yang baru, mendesain
percobaan, memodifikasi konsep dengan hal-hal yang baru, mampu
menggabungkan konsep yang koheren, dan mampu mengubah persamaan. (3).
Aspek kemampuan pemecahan masalah terdiri dari 11 indikator yaitu siswa
mampu mengidentifikasi masalah, menyatakan hubungan sebab-akibat,
mampu menerapkan konsep yang sesuai dengan masalah, memiliki rasa ingin
tahu, mampu membuat chart atau gambar untuk menyelesaikan sebuah
masalah, menjelaskan beberapa kemungkinan sebagai solusi, berpikiran
terbuka, membuat keputusan, mampu bekerja secara teliti, berani berspekulasi
serta mampu merefleksi keefektifan proses pemecahan masalah. (4).
Berdasarkan analisis tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas distraktor
pada paket tes A diperoleh hasil akhir 20% item diterima, 73% item direvisi
serta 7% item ditolak. Pada paket tes B diperoleh hasil akhir 20% item
35 C. Kerangka Berpikir
memiliki
diperlukan
dipilih
dapat berpengaruh meningkatkan
hasil
Gambar 3. Kerangka Berpikir
Proses kegiatan belajar mengajar di sekolah formal pasti melibatkan
pendidik dan peserta didik. Agar proses belajar dapat berjalan secara lancar
dan mengarah pada tujuan pembelajaran, maka pendidik harus merencanakan
dengan benar model yang akan digunakan pada proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang digunakan diharapkan dapat memberikan perubahan
tingkah laku serta dapat meningkatan hasil belajar peserta didik .
Pada umumnya, sekolah-sekolah formal termasuk sekolah yang
peneliti observasi masih menerapkan model pembelajaran yang bersifat direct Pembelajaran Fisika
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Tujuan Pembelajaran
Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Model Pembelajaran
36
instructional. Guru masih diposisikan sebaagai aktor utama dan justru bukan
berperan sebagai fasilitator. Hal seperti itu justru dapat menghambat keaktifan
peserta didik dalam belajar.Peserta didik menjadi pasif dan kurang
berkembang.Keadaan semacam ini yang membuat peserta didik hanya berada
pada tahap mengingat serta mengerti, yang keduanya masih dikategorikan
dalam kemampuan berpikir tingkat rendah.
Berkaca dari hal ini, model pembelajaran yang dapat melibatkan
peran aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran adalah model
pembelajaran kooperatif. Peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe
TPS (TPS) karena dengan menggunakan model pembelajaran ini, peserta
didik nantinya akan mampu berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Model pembelajaran ini melibatkan peserta didik untuk berdiskusi sehingga
akan tercipta komunikasi berbagai arah dengan lingkungannya, disini yang
dimaksud adalah teman sebayanya yang ada di kelas. Model pembelajaran
yang seperti ini diharapkan mampu meningkatkan peran aktif peserta didik
sehingga nantinya peserta didik mampu meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat pada aspek kognitif.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir seperti diuraikan di
atas maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Ada perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara kelas yang
menggunakan model cooperative learning tipe TPS dan model direct
37
2. Ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara
kelas yang menggunakan model cooperative learning tipe TPS dan direct
69
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan yang
telah disampaikan pada bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
i. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara
pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe TPSdengan
model direct instructional. Kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta
didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih
tinggi dibandingkan dengan model direct instructional.
ii. Berdasarkan rerata standar gain, peningkatan kemampuan berpikir tingkat
tinggi fisika aspek kognitif peserta didik yang menggunakan model
cooperative learning tipe TPSlebih baik dibandingkan dengan peserta
didik yang menggunakan model direct instructional sehingga bisa
dikatakan terdapat perbedaan peningkatan yang cukup signifikan.
B. Implikasi
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan yang
diambil dalam penelitian ini, haisl penelitian ini dapat memberikan wawasan
dan pengalaman bagi para pendidik untuk dapat menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe TPSyang akan memberikan peranan dalam
70
C. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari berbagai keterbatasan.
Beberapa keterbatasan tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Peserta didik belum terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TPSkarena maish jarang digunakan dalam proses pembelajaran di
sekolah sehingga selama pelaksanaan proses pembelajaran, peserta didik
masih kurang sesuai dalam melaksanakan posedur yang telah diberikan.
2. Penelitian ini hanya meneliti hasil belajar dalam aspek kognitif,
khusunya pada kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik, padahal
masih terdapat aspek afektif dan psikomotor yang belum diteliti.
3. Manajemen waktu yang masih kurang baik dalam melaksanakan proses
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, sehingga
proses pembelajaran masih dirasa kurang maksimal.
4. Beberapa nomor dalam instrumen yang digunakan untuk mengetahui
kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik masih berada pada
tahap C3.
D. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian, maka
saran dari peneliti adalah sebagai berikut:
1. Perlu sering dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran tipe TPSagar peserta didik terbiasa dengan model
71
2. Dapat dikembangkan model pembelajaran kooperatif tipe TPSuntuk
mengetahui kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam ranah afektif dan
psikomotorik.
3. Manajemen waktu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
sebaiknya lebih diperhatikan lagi sehingga dapat memanfaatkan waktu
dengan lebih baik.
4. Perlu diadakan pengecekan berulang-ulang terhadap instrumen yang
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid. (2013). Strategi Pembelajaran, Bandung : Remaja Prosda Karya.
Anita Lie. 2004. Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT.Gransindo.
Arend, Richard I. (2008). Learning To Teach Edisi Ketujuh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ari Widodo. (2006).Taksonomi Bloom dan Pengembangan Butir Soal.Jurnal Puspendik (Vol 3/No.2). Hlm. 18-29.
Bambang Subali dan Pujiyati Suyata.(2011). Panduan Analisis Data Pengukuran Pendidikan untuk Memperoleh Bukti Empirik Kesahihan Menggunakan Program Quest. Yogyakarta: UNY.
BSNP. (2006). Standart Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Peajaran
Fisika Untuk SMA dan MA. Jakarta:BSNP-Depdiknas.
Burhan Bungin.(2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif.Jakarta: Kencana
Prenada Media Grop.
Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta
Edi Istiyono. et al. (2014).Pengembangan Tes Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika (PysTHOTS) Peserta Didik SMA.Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan(Vol 18 No 1). Hlm. 1-12.
Emi Rofiah. et al. (2013). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP, Jurnal Pendidikan Fisika (Vol.1 No.2). Hlm. 17-22.
Fariska Candra AK., Sutarto, & Tjiptaning.S .(2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Disertai LKS Dalam Pembelajaran Fisika di SMA.Laporan Penelitian.
Giancoli, Douglas C. (2005). Fisika Prinsip dan Aplikasi. (Alih Bahasa: Irzam Hardiansyah). Jakarta: Erlangga.
Hake, Richard. (2012). Analyzing Change / Gain Scores.Diakses dari
73
Hartina.(2008). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Paire Share (TPS) terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Makassar (Studi pada Materi Pokok Laju Reaksi).Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA, UNM. Diakses dari http://Model.Pembelajaran.Kooperatif.Tipe Think-Pair-Share .Tuan Guru.htmlpada tanggal 15 Maret pukul 14.34 WIB.
Hartini Nana & Eveline Siregar.(2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghlia Indonesia.
Istiqomah. (2010). Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think - Pair - Share (Tps) Terhadap Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas VIII MTsN Model Tegal Tahun Ajaran 2009/2010 Pada Materi Pokok Tekanan. Skripsi.
Jewett, Serway. (2009). Fisika untuk Sains dan Teknik Buku 1 Edisi 6. Jakarta: Penerbit Salemba Teknika.
Joko Sumarsono. (2008). Fisika SMA Kelas X. Jakarta: BSE.
Kokom Komalasari. (2013). Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.Bandung: Refika Aditama.
Marthen Kanginan. (2013). Fisika Untuk SMA Kelas X Semester 1.Jakarta: Erlangga.
Mundilarto. (2002). Kapita Selekta Pendidikan Fisika. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Nanang Martono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder.Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Rusman.(2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slavin, Robert E. (1995).Cooperative Learning Theory: Theory Research and Practice. Boston: Allyn and Bacon.
Sugihartono. et al. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
74
TIMSS & PIRLS International Study Cen-ter. (2012).TIMSS 2011 international results in science. Boston: The TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College. Diambil tanggal 5 Januari 2016, dari http: timss.bc.edu/ timss2011/release.html