BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Karakteristik New Media (Interaktivitas New Media)
Seperti yang telah disinggung dalam bab sebelumnya, New media memiliki beberapa karakteristik lain yang tak dimiliki oleh media massa konvensional lainnya. Nasrullah (2014:14) mengangkat pendapat dari Holmes (2005) tentang kelebihan media baru. Dalam pendapatnya media dibedakan menajdi 2 yakni media lama yang disebut brodcast dan media baru yang disebut interactivity. Pada media baru khalayak tidak sekedar ditempatkan sebagai obyek yang menerima pesan, akan tetapi peran khalayak bergeser menjadi lebih interaktif pada sebuah pesan. Konsep interaktif ini pada akhirnya juga mengaburkan batasan- batasan fisik dan sosial. Pada buku yang sama Nasrullah (2014:75) juga mengangkat pendapat Nicolas Gane dan David Beer (2008) tentang karakteristik media baru. Karakter pertama yakni network dimana media baru memungkinkan jariangan yang menghubungkan tidak hanya antar perangkat komputer namun juga antar individu. Karakteristik kedua interactivity dimana media baru membangun struktur dari perangkat keras dan lunak yang melibatkan manusia sehingga manusia pengguna ini dapat berkomunikasi secara interpersonal dengan orang lain dengan cara yang baru. Hal inilah yang juga pada akhirnya menghapuskan sekat sekat sosial dan ekonomi diantara komunikasi interpersonal tersebut. Bahkan dimungkinkan juga komunikasi terjalin antara pihak pihak yang berbeda latar belakang. Karakter yang ketiga interface dimana media baru bukan hanya mempertemukan manusia dengan perangkat komputer saja, namun media baru menghubungkan manusia dengan orang lain, jaringan informasi, serta beragam data di internet. Interaksi antara sender dan receiver dilakukan dengan memproduksi text (kode). Text disini beberapa diantaranya telah menjadi universal dan dipakai oleh pengguna dari seluruh dunia.
memungkinkan adanya feedback secara langsung. Daryanto, (2010:27) menerangkan Feedback merupakan jawaban tanggapan dari penerima pesan dalam bentuk sebuah pesan verbal maupun non verbal. Nurudin, (2007:32) membedakan Feedback menjadi 2 jenis yakni feedback langsung (immediated feedback) dan juga feedback tidak langsung (delayed feedback). Feedback langsung dapat terjadi jika komunikator dan komunikan berhadapan langsung. Media baru memungkinkan terjadinya feedback langsung meskipun secara fisik komunikator dan komunikan tidak berhadapan langsung. Pada media baru Feedback dapat dilakukan pada waktu yang relatif singkat. Pada perkembangannya media baru juga dimanfaatkan masyarakat guna memberikan feedback berupa kritik dan saran bagi media konvensional lain salah satunya televisi. Sehingga dalam hal ini siapa saja dimungkinkan untuk bisa menjadi aktor yang memproduksi pesan.
2.2Actor Net Theory (ANT)
Dalam ANT, sebuah budaya atau tidak dapat dikatakan lahir dengan sendirinya. Budaya lahir dari berbagai proses sosial yang didalamnya terdapat rekayasa heterogen dimana sosial, teknis, konsep, text disandingkan dan berberan bersama serta dapat berubah bersama pula. Network dalam ANT dipahami sebagai jaringan yang menghubungkan poin poin heterogen baik text, konsep, sosial, dan juga teknis aktor.
individual) yang dapat mengkaitkan atau memisahkan agen satu dengan yang lainnya. Aktan berperan sebagai pembentuk “kehendak” dalam bahasa sehari – hari kita sering kenal dengan istilah inisiator pembentuk pesan, akan tetapi aktan tak hanya memproduksi pesan dan menjadi inisiator, namun aktan juga berperan dalam menjalankan jaringan tertentu dalam satu lingkup.
Crawford (2004:3) juga menerangkan bahwa analitis ANT berpusat pada bagaimana cara jaringan mengatasi hambatan dan memperkuat internal, mendapatkan koherensi dan konsistensi, bagaimana pula cara mereka mengatur jaringan mendekatakn diri dengan elemen tertentu, serta bagaimana cara agar para aktor mau mengikuti apa yang dilakukan aktan dan aktor lain dalam jaringan, bagaimana cara agar aktor merasa perlu untuk terus terikat dalam sebuah jaringan tertentu.
2.3 Konsep Literasi Media
Pada bab sebelumnya penulis telah mengungkapkan sedikit tentang pengertian literasi media yang diambil dari pendapat Hobbs, 1990 dalam National Leadership conference on Media Education dimana literasi media diartikan sebagai kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuknya (Yosal 2009:17)
Senada dengan Hobbes, Tambaruka mengemukakan bahwa literasi media merujuk kemampuan khalayak yang melek terhadap media dan pesan media massa dalam konteks komunikasi massa (2013: 7).
Penelitian lain dilakukan oleh Latifah tentang analisis literasi media televisi dalam keluarga memperoleh kesimpulan “bahwa literasi media televisi keluarga masih pada tingkat awal, dimana pengetahuan dan keterampilan orang tua media masih pada pengetahuan jenis, kategori, fungsi dan pengaruh media televisi. Keluarga (ayah-ibu) cenderung pasif menanggapi terpaan media. Demikian pula dalam hal pendampingan anak menonton televisi, pendampingan dilakukan dengan dua cara, yaitu: pembatasan jam menonton dan pemilihan isi tayangan serta melalui diskusi dan bertukar pikiran sebelum, saat, ataupun setelah menonton televisi” (2014:267).
Penelitian ketiga dilakukan terhadap mahasiswa sebagai bahan kajian. Dilakukan oleh Rebekka Purba tahun 2012 penelitian ini memberikan 3 kesimpulan mengenai literasi media sebagai beriktut
1. Literasi media sebagai sebuah langkah awal untuk cerdas menggunakan media sangat penting untuk dimiliki oleh khalayak sekarang ini mengingat banyaknya ragam media serta informasi yang bermunculan.
2. Mahasiswa sebagai kaum intelektual dituntut untuk memiliki literasi media yang baik yang artinya cerdas dalam menggunakan media dan menganalisis informasi yang didapat dari media.
2.3Kerangka Pikir
Perlu dikembangkan media Literasi
Sebagai syarat tayangan berkualitas
Realita :Belum banyak masyarakat melek media
dan masih kurangnya akses
Rapotivi : wadah
Bagaimana menurut ANT
Dimana aktor berperan dalam jaringan
Bagaimana peran Rapotivi dalam
Membentuk ruang diskursus masyarakat dalam pemahaman melek media Gerakan Sosial Media
Diprakarsai Aktor
sebagai produsen pesan
New media : mengaspirasi pemikiran produsen
Media massa
Produsen adalah instansi
Instansi Media masa punya kepentingan
Menghasilkan program kurang
Penjelasan :
Gerakan – gerakan sosial diprakarsai oleh peran seorang / sekelompok aktor. Aktor (human) disini bisa siapa saja yang memproduksi pesan dan memiliki akses untuk menyampaikan pesannya. New media menjadi alat penghubung aktor untuk dapat menyampaikan pesan yang diproduksi. Berbeda halnya dengan media massa (televisi) dimana produsen pesan adalah instansi pertelevisian yang sudah tentu punya kepentingan. Kepentingan media ini membuat media tak jarang menghasilkan tayangan kurang berkualitas. Salah satu syarat untuk dapat menyehatkan pertelevisian Indonesia adalah dengan melahirkan orang – orang / masyarakat yang memiliki pemahaman literasi media. Akan tetapi realitasnya, belum banyak masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman literasi media. selain itu, realitasnya, masih belum banyak pula akses untuk dapat mengaspirasi pemikiran literasi media.