• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Remaja Di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN

RESILIENSI

PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan oleh

DHITA LUTHFI AISHA

F. 100 100 009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN

RESILIENSI

PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai

Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

Diajukan oleh

DHITA LUTHFI AISHA F. 100 100 009

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)
(5)

1

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN KELUARGA YATIM

MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Dhita Luthfi Aisha Susatyo Yuwono

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : dhitaluthfiaisha@gmail.com

Abstraksi

Remaja yang tinggal di panti asuhan secara alami mudah tertekan. Remaja yang mengalami tekanan akan sulit untuk bangkit dari keterpurukannya. Untuk dapat bangkit dari kondisi terpuruknya maka remaja panti harus memiliki resiliensi. Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk bangkit dari keterpurukan dan mampu menghadapi masalah sehingga mampu menjalani kehidupan secara produktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja panti asuhan.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah (PAKYM) Surakarta yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini menggunakan studi populasi sehingga semua populasi menjadi subyek penelitian. Alat pengumpul data berupa skala resiliensi dan skala religiusitas. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment.

Hasil analisis data diketahui bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara religiuisitas dengan resiliensi pada remaja PAKYM, ditunjukkan dengan nilai (r) sebesar 0,752 dan p = 0,000 (p < 0,01), tingkat religiusitas pada remaja PAKYM tergolong tinggi, tingkat resiliensi pada remaja PAKYM tergolong tinggi, dan sumbangan efektif yang diberikan variabel religiusitas terhadap resiliensi sebesar 56,5%, ditunjukkan oleh koefisien determinasi (r2) = 0,565.

(6)

2

RELATION BETWEEN RELIGIOSITY AND RESILIENCY OF TEENAGER IN KELUARGA YATIM MUHAMMADIYAH SURAKARTA ORPHANAGE

Dhita Lutfi Aisha Susatyo Yuwono

Faculty of Physiology, University of Muhammadiyah Surakarta Email: dhitaluthfiaisha@gmail.com

ABSTRACT

Teenagers live in an orphanage naturally are easy to get depressed. Depressed teenagers will be difficult to emerge from their downturn. To be able to rise from adversity, thus, an orphan must have resiliency. Resiliency is an individual ability to rise from adversity and be able to face problem so that they can live productively. One factor that affects resiliency is religiosity. This research is to examine empirically the relation between religiosity and resiliency of orphan teenagers.

The population in this research is all inhabitants in Keluarga Yatim Muhammadiyah Orphanage (PAKYM) of Surakarta which is 50 inhabitants. This research is using population study so that all populations become the research subject. Data collecting tools in this research are resiliency and religiosity scale. Data analysis method conducted by using product moment correlation technique.

The research result is considered to have a significant positive relation between religiosity and resiliency on PAKYM teenagers, it is shown with (r) value 0.752 and p = 0.000 (p<0.01), level of religiosity in PAKTM teenagers is considered high, effective contribution given by religiosity variable toward resiliency is 56.5%, it is shown by determinant coefficient (r2) = 0.565.

Key words: resiliency, religiosity, orphan teenagers

Pendahuluan

Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada mas inilah terjadi perubahan yang sangat sifnifikan, baik perkembangan fisik, kognitif, ataupun emosional. Pada masa

(7)

3

karena menghadapi berbagai masalah yang menekan. Selain itu kondisi yang dialami remaja panti lebih mudah tertekan dengan beragam resiko yang mengancam perkembangan psikologis mereka. Dalam menghadapi berbagai masalah diperlukan kemampuan individu agar dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut dimana dapat meningkatkan potensi diri setelah menghadapi situasi yang penuh tekanan (Rew & Horner, 2003).Kemampuan itulah yang dimaksud dengan resiliensi. Janas (dalam Dewi, dkk, 2004) mendefinisikan resiliensi sebagai suatu kemampuan untuk mengatasi rasa frustasi dan permasalahan yang dialami oleh individu. Individu yang resilien akan lebih tahan terhadap stress sehingga lebih sedikit mengalami gangguan emosi dan perilaku (Hauser, 1999).

Dalam keadaan tertekan diharapkan remaja memiliki resiliensi yang baik, namun pada kenyataannya masih terdapat remaja panti asuhan yang tidak resilien, cenderung kurang mampu dalam menghadapi masalah sehingga berdampak pada kehidupan sehari-harinya.

Salah satu yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah tingkat religiusitasnya. Menurut Hardjana (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) religiusitas adalah perasaan dan kesadaran akan hubungan dan ikatan kembali dengan Allah. Religiusitas menunjuk pada tingkat ketertarikan individu terhadap agamanya dengan menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam segala tindakan dan pandangan hidupnya.

(8)

4

satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaaja yang bertempat tinggal di panti asuhan.

Grotberg (dalam Desmita, 2012) mengartikan resiliensi sebagai kemampuan atau kapasitas insan yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak- dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Selain itu resiliensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat bertahan dalam menghadapi cobaan serta untuk mempertahankan kehidupan yang baik dan seimbang setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat (Tugade & Frederikson, 2004).

Individu yang mampu mengontrol perilakunya mampu menyelesaikan

masalah. Menurut Richardson (2002) resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi dan mencari makna dalam peristiwa seperti tekanan yang berat yang dialaminya, di mana individu meresponnya dengan fungsi intelektual yang sehat dan dukungan sosial. Individu yang memiliki resiliensi akan mampu mengambil keputusan dalam kondisi sulit dan tertekan. Individu yang resilien mampu pulih kembali (bounce back) setelah mengalami kondisi yang sulit, individu akan mengalami peningkatan kualitas dan kemampuan diri. Individu yang resilien akan mampu beradaptasi secara positif dari tekanan yang dialaminya (Resnick, 2000).

Resiliensi yang dimiliki individu dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan dengan berbagai resiko dan tantangannya serta membantu remaja dalam memecahkan masalah dan mencegah kerentanan pada faktor-faktor yang sama pada masa yang akan datang (Sales & Pao Perez, 2005).

(9)

5

a. Pengaturan emosi, merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur emosi.

b. Pengendalian impuls, adalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan di dalam dirinya.

c. Empati,adalah kemampuan individu untuk mengerti dan memahami perasaan dan psikologis orang lain.

d. Efikasi diri, adalah keyakinan individu untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah.

e. Optimisme, merupakan kemampuan individu untuk yakin bahwa sesuatu akan berubah menjadi lebih baik.

f. Analisis penyebab masalah. Hal ini merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasi penyebab permasalahan individu secara akurat.

g. Reaching out (pencapaian) diartikan sebagai kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek positif dalam dirinya.

Dalam membentuk resiliensi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Grotberg (dalam Desmita, 2012) terdapat tiga faktor, yaitu :

a. Faktor I am (kekuatan diri)

Faktor kekuatan diri merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri seseorang. Individu yang resilien yakin bahwa akan mempunyai masa depan yang cerah dengan memiliki kepercayaan yang dinamis dalam moralitas dan ke-Tuhan-an.Menurut Wagnid dan Young (dalam Reich, dkk, 2010) religiusitas merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi.

b. Faktor I can (kemampuan interpersonal)

Faktor I Can adalah kemampuan individu yang berkaitan dengan kompetensi sosial dan interpersonal seseorang.

c. Faktor I have (dukungan eksternal) Faktor ini merupakan bantuan dan sumber resiliensi yang berasal dari luar,

Faktor lain yang mempengaruhi resiliensi menurut Everall (2006) meliputi faktor individual, faktor keluarga dan faktor komunitas.

(10)

6

sebagai sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan- persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning).

Diester (dalam Ghufron & Risnawita, 2010) menyebut religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya internalisasi agama kedalam diri seseorang. Rakhmat (2003) menjelaskan bahwa individu yang memiliki religiusitas yang tinggi dianggap memiliki pedoman untuk merespon hidup dan mempunyai daya tahan yang lebih baik dalam mengelola permasalahan yang dihadapi. Diperkuat oleh Hawari (1996) bahwa religiusitas mampu menjadi pedoman dan daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi masalah. Dijelaskan oleh Purwati & Lestari (2002) bahwa ciri-ciri individu yang mempunyai religiusitas tinggi dapat dilihat dari tindak-tanduk, sikap dan perkataan, serta seluruh jalan hidupnya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama.

Individu yang selalu menjalankan perintah agamanya cenderung mampu menjalani kehidupannya dengan baik.

Individu yang kontinu menjalankan komitmen agamanya ternyata memiliki stabilitas diri dan kebahagiaan hidup dibanding individu yang tidak kontinu dalam menjalankan ajaran agamanya (Darmawanti, 2012).

Menurut Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2001), religiusitas mempunyai lima aspek, yaitu:

a. Pengetahuan agama

Yaitu sejauhmana seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya.

b. Keyakinan

Yaitu tingkatan sejauhmana seseorang menerima hal-hal yang dogmatic dalam agamanya.

c. Praktek agama

Yaitu sejauhmana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya.

d. Pengalaman

Yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman yang pernah dialami dan dirasakan.

e. Konsekuensi

(11)

7

terdapat empat faktor yang mempengaruhi religiusitas, yaitu :

a. Pengaruh sosial b. Pengalaman c. Kebutuhan d. Proses pemikiran

Tingkat religiusitas yang tinggi dapat diasumsikan mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi segala permasalahan yang berat dan menekan. Pargament dan Cummings dalam Handbook of Adult Resilience (2010) menjelaskan bahwa faktor resiliensi yang signifikan adalah religiusitas (religiousness).

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan positif antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja di panti asuhan”. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi resiliensi pada remaja di panti asuhan, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin rendah pula resiliensi pada remaja di panti asuhan.

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni Panti Asuhan Keluarga

Yatim Muhammadiyah Surakarta yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini menggunakan studi populasi karena seluruh populasi menjadi subyek penelitian.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala resiliensi dan skala religiusitas.

Skala resiliensi yang digunakan adalah skala yang dibuat oleh peneliti sendiri berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Reivich & Shatte (2002) yang meliputi: pengaturan emosi, pengendalian impuls, empati, efikasi diri, optimisme, analisis penyebab masalah dan pencapaian.

Skala Religiusitas yang digunakan adalah skala religiusitas yang disusun oleh peneliti sendiri dengan menggunakan aspek-aspek dari Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2001) meliputi: aspek pengetahuan agama, aspek keyakinan, aspek praktek agama, aspek pengalaman, serta aspek konsekuensi.

(12)

8

dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows.

Hasil dan Pembahasan

Hasil uji korelasi product moment menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja panti asuhan (r = 0,752; p<0,01).Semakin tinggi nilai religiusitas maka semakin tinggi resiliensi (remaja panti asuhan), sebaliknya semakin rendah nilai religiusitas maka semakin rendah pula resiliensinya.

Hasil ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pargament dan Cummings (dalam Reich, dkk, 2010) yang menjelaskan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam menciptakan resiliensi.

Hubungan yang menjelaskan antara religiusitas dengan resiliensi diperkuat dengan adanya penelitian sebelumnya, hasil penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2011) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan dimensi religiusitas terhadap resiliensi individu. Penelitian Handayani (2010) juga memperkuat adanya hubungan antara religiusitas dengan resiliensi, penelitian

tersebut menghasilkan bahwa salah satu karakter yang dimiliki individu adalah religiusitas.

(13)

9

dapat mempengaruhinya dalam mengatasi berbagai kondisi yang menekan. Remaja akan selalu siap menghadapi masalah dan tantangan, karena mereka yakin bahwa dalam keadaan sesulit apapun Allah akan selalu berada disampingnya sehingga remaja panti asuhan akan berfikir jernih dan selalu optimis. Selain itu dijelaskan oleh Darmawanti (2012) bahwa kemampuan remaja dalam berkomitmen terhadap agamanya akan berdampak positif, karena dengan menjalankannya secara kontinu maka remaja akan memiliki stabilitas diri dan kebahagiaan hidup yang lebih.

Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel religiusitas mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 115,84 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 90 yang berarti religiusitas yang dimiliki remaja panti asuhan tergolong tinggi. Dari hasil kategorisasi religiusitas remaja panti asuhan diketahui bahwa tidak ada remaja yang memiliki religiusitas yang sangat rendah dan rendah, ditunjukkan dengan skor 0% (0 orang); terdapat 12% (6 orang) remaja yang memiliki religiusitas yang tergolong sedang; 60% (30 orang)

remaja yang memiliki religiusitas tergolong tinggi; 28% (14 orang) remaja yang memiliki religiusitas yang tergolong sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 :

Gambar 1 Prosentase religiusitas

Penjelasan di atas dapat diketahui bahwa prosentase dan jumlah terbanyak menempati kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa remaja panti asuhan sudah memenuhi aspek-aspek dari religiusitas itu sendiri yaitu, aspek pengetahuan, keyakinan, praktek agama, pengalaman dan konsekuensi (Glock & Stark dalam Ancok & Suroso, 2001).

Penghuni Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah (PAKYM) Surakarta memiliki religiusitas yang tinggi sehingga penghuni panti juga menjadi individu yang resilien yang siap

(14)

10

dan tangguh dalam menghadapi masalah. Religiusitas dapat mempertinggi kemampuan seseorang dalam mengatasi ketegangan-ketegangan akibat permasalahan yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hawari (1996) yang menjelaskan bahwa individu yang memiliki religiusitas yang tinggi akan memiliki pedoman dan daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi masalah. Adapun ciri-ciri individu yang mempunyai religiusitas tinggi dapat dilihat dari tindak-tanduk, sikap dan perkataan, serta seluruh jalan hidupnya mengikuti aturan-aturan yang diajarkan oleh agama (Purwati & Lestari, 2002).

Religiusitas yang dimiliki remaja dapat dijadikan sebagai salah satu sumber kekuatan dalam membangun kekuatan dan bertahan dalam keadaan krisis. Hal ini diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rakhmat (2003) yang menjelaskan bahwa religiusitas yang tinggi dianggap memiliki pedoman untuk merespon hidup dan mempunyai daya tahan yang lebih baik dalam mengelola permasalahan yang dihadapi. Jika penghayatan dan pelaksanaan terhadap nilai-nilai agama tersebut

meningkat, maka akan memunculkan perasaan bahagia, senang, puas, aman dan pada akhirnya individu tersebut akan mengalami ketenangan batin.

Berdasarkan kategorisasi resiliensi dapat diketahui bahwa tidak ada remaja panti asuhan yang memiliki resiliensi sangat rendah dan rendah, ditunjukkan dengan skor 0% (0 orang); terdapat 16% (8 orang) remaja yang memiliki resiliensi yang tergolong sedang; 76% (38 orang) remaja yang memiliki resiliensi yang tergolong tinggi serta 8% (4 orang) remaja yang memiliki resiliensi yang tergolong sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 :

Gambar 2 Prosentase resiliensi

Penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa prosentase dan jumlah terbanyak menempati kategori tinggi. Hal ini dapat diartikan bahwa remaja yang bertempat tinggal di panti asuhan memiliki

(15)

11

resiliensi yang tinggi dan sudah memenuhi aspek-aspek dari resiliensi yaitu pengaturan emosi, pengendalian impuls, empati, efikasi diri, optimisme, analisis penyebab masalah, dan reaching out (Reivich & Shatte, 2002).

Remaja panti asuhan mampu bangkit dari kondisi yang tertekan, berfikir ke depan bahwasannya masa depan mereka masih panjang dan berharga. Kondisi baik ini jelas sangat mempengaruhi berbagai aspek, misalnya berpengaruh pada prestasi akademik, kemampuan sosial ataupun kondisi psikologisnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sales & Pao Perez (2005) yang menjelaskan bahwa resiliensi yang dimiliki remaja dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan dengan berbagai resiko dan tantangannya serta membantu remaja dalam memecahkan masalah dan mencegah kerentanan pada faktor-faktor yang sama pada masa yang akan datang. Sumbangan efektif (SE) variabel religiusitas terhadap resiliensi remaja panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta sebesar 56,5% ditunjukkan oleh koefisien determinan

(r2) sebesar 0,565. Hal ini memiliki arti bahwa masih terdapat 43,5% faktor lain yang mempengaruhi di luar faktor religiusitas seperti kemampuan kognitif, harga diri, kompetensi sosial dan interpersonal, self-esteem, sikap, kepercayaan diri, keluarga serta komunitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Wagnid dan Young (dalam Reich, dkk, 2010) yang menjelaskan bahwa dalam mengembangkan resiliensi peran religiusitas cukup penting dibandingkan dengan faktor lainnya, karena salah satu faktor internal yang mempengaruhi resiliensi adalah religiusitas.

(16)

12

diri, kemampuan kognitif, harga diri dan kompetensi sosial (Everall, 2006). Selain itu berdasarkan pendapat Grotberg (dalam Desmita, 2012) faktor dalam diri individu yang mempengaruhi resiliensi meliputi kepercayaan diri, sikap, self-esteem,serta kemampuan sosial dan interpersonal. (2) Komunitas, komunitas berkenaan dengan aspek lingkungan yang dapat menjadi pendukung bagi individu kettika menghadapi masalah. (3) Keluarga, faktor ini terkait dengan dukungan keluarga yang diberikan ketika seseorang menghadapi tekanan (Everall, 2006).

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta.

2. Tingkat religiusitas pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta tergolong tinggi.

3. Tingkat resiliensi pada remaja di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta tergolong tinggi.

4. Sumbangan efektif (SE) variabel religiusitas dengan resiliensi sebesar 56,5% ditunjukkan oleh koefisien determinan (r2) = 0,565.

(17)

13

meningkatkan tingkat resiliensi remaja panti asuhan.

2. Bagi pengasuh panti asuhan dapat memberi dukungan kepada anak asuhnya. Bentuk dukungan tersebut misalnya dengan lebih memperhatikan keadaan psikologis mereka, memberikan perhatian yang lebih dengan membangun hubungan yang baik supaya anak asuh merasa nyaman, teranyomi dan terlindungi untuk tinggal di panti asuhan. Dalam menentukan keputusan diharapkan untuk melibatkan anak asuh sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama. Untuk meningkatkan religiusitas anak asuh, pengasuh panti asuhan dapat mempertahankan program yang sudah dilaksanakan dan menambah program lainnya, misalnya dengan menambah jam solat berjamaah, mengaji dan mengkaji alquran bersama. Dukungan yang diberikan oleh pengasuh akan sangat membantu dalam meningkatkan religiusitasnya, sehinggaa kemampuan resiliensinya juga akan meningkat.

3. Bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian dengan tema yang berkaitan dengan tema resiliensi dapat

mengungkap faktor yang mempengaruhi resiliensi selain faktor religiusitas, dapat memperdalam alat ukur dengan observasi maupun interview, selain itu dalam penentuan jumlah subyek penelitian dapat ditambah lebih banyak sehingga hasil penelitian akan lebih komprehensif.

Daftar Pustaka

Ancok, D. & Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-Problem Psikologi. Cetakan 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Darmawanti, I. (2012). Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Kemampuan dalam Mengatasi Stres (Coping Sress). Jurnal Psikologi: Teori dan Terapan, Vol. 2, No. 2, 22-29.

Desmita. (2012). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Dewi, F.I.R, Djoenaina, V & Melisa. (2004). Hubungan Antara Resiliensi dengan Depresi pada Perempuan Pasca Pengangkatan Payudara (Mastektomi).Jurnal Psikologi, Vol. 2, No. 2, 101-120.

Everall, R.D. (2006). Creating a future: A study of resilience in suicidal female adolescent. Journal of Counseling and Development. Vol. 84, 461-470.

(18)

14

Kebahagiaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ghufron, M.N & Risnawita. (2010). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Handayani, F. (2010). Hubungan Antara kekuatan Karakter dengan Resiliensi Residen Narkoba di Unit Pelaksana Teknis (UPT), Terapi dan Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional LIDO. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Hauser, S. T. (1999). Understanding Resilience Outcomes: Adolescent Lives Across Time and Generations. Journal of Research on Adolescence, 9, 1-24.

Hawari. (1996). Al-Qur’an: Ilmu Kesehatan dan Ilmu Jiwa. Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf.

Pertiwi, M. (2011). Dimensi Religiusitas dan Resiliensi pada Residen Narkoba di BNN LIDO. Skripsi (tidak diterbitkan). Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Purwati & Lestari. (2002). Hubungan Antara Religiusitas dengan Tingkah Laku Coping. Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 6, Nomor 1, 51-57.

Rakhmat, J. (2003). Psikologi Agama. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Reich, Zautra & Hall. (2010). Handbook of adult resilience. New York: The Guilford Press.

Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The Resilience Factor: 7 Essential Skills For Overcoming Life’s Inevitable Obstacles. Newyork: Broadway Book.

Resnick, M. D. (2000). Resilience and Protective Factors in The Lives of Adolesccents. Journal of Adolescent Health, 27, 1-2.

Rew, L., & Horner, S. D. (2003). Youth Resilience Framework for Reducing Health Risk Behaviorism Adolescents. Journal of Pediatric Nursing, 18, 379- 388.

Richardson, G. E. (2002). The Meta Theory of Resilience and Resiliency. Journal of Clinical Psychology, 58, 307- 321.

Sales & Perez, P. (2005). Post Traumatic Factors and Resilience: The Role of Shelter Management and Survivours’ Attitudes After Earthquakes in El Salvador. Journal of Community & Applied Psychology, 15, 368- 382.

Sururin.(2004). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Tugade, M.M., Fredrickson. (2004).

Referensi

Dokumen terkait

[r]

saja iaDr juea mombsrika pr.renatr reesdaa. D am pr6* penitrjanai ua.s neberikan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, kasih sayang, dan perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum / Skripsi yang berjudul :

Hasil Penelitian dan Observasi Pembelajaran Berhitung melalui permainan kubus bergambar Pertemuan 1 pada Putaran I ... Hasil Penelitian dan Observasi Pembelajaran

Analisis dampak atas insentif fiskal dan perdagangan terhadap kondisi ketahanan pangan Indonesia pada level makro dan mikro dianalis dengan menggunakan C omputable General

In this study the writer is interested in researching descriptive text as one of type of genre produced by the eighth year student of SMP N 3 Kradenan Grobogan.. Descriptive text

each acting t h t·o uglt its r espective duly authori ze d representative, have. caused this Amendment

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: