BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-Pelumas
Definisi bio-Pelumas atau sering disebut Pelumas bio adalah Pelumas yang secara cepat dapat terdegradasi (biodegradable) dan tidak beracun (nontoxic) bagi manusia dan lingkungan. Pelumas bio dikembangkan dari bahan dasar berupa lemak hewan, minyak tumbuh-tumbuhanan, ataupun ester sintetis. Pelumas berbahan dasar minyak tumbuhan bersifat biodegradable dan nontoxic, juga bersifat dapat diperbaharui (renewable) (Kuweir, 2010).
Selain tidak beracun dan mudah terurai, Pelumas bio memiliki beberapa keunggulan yang lain dibandingkan Pelumas mineral dan Pelumas sintetis, yaitu :
1. Memiliki sifat Pelumasan yang lebih baik karena struktur molekulnya lebih polar sehingga lebih menempel pada permukaan;
2. Melindungi permukaan dengan baik walaupun pada tekanan tinggi;
3. Memiliki flash point yang tinggi sehingga lebih aman digunakan;
4. Indeks viskositas yang tinggi : viskositasnya tidak terlalu berubah banyak seperti Pelumas mineral terhadap perubahan temperatur;
5. Memiliki volatilitas yang rendah sehingga tidak mudah menguap (Zulkiflia dkk, 2013).
Terjadi peningkatan tuntutan Pelumas yang cocok digunakan sehingga tidak mencemari lingkungan apabila terjadi kontak dengan air, makanan ataupun manusia. Pelumas bio memenuhi syarat-syarat tersebut karena Pelumas bio terurai di dalam tanah lebih dari 90% (biodegradable) sehingga tidak menyebakan polutan bagi lingkungan, tidak seperti Pelumas mineral dan sintesis maksimal terurai hanya 40% yang menyebakan perlunya penanganan lebih lanjut, selain itu juga Pelumas bio tidak beracun (nontoxic) karena berasal dari minyak tumbuhan (Kuweir, 2010).
Pelumas bio dapat di hasilkan dari bermacam-macam jenis tumbuhan, seperti terlihat dari gambar 2.1. Raw material yang digunakan tiap negara tidak
5
selalu sama, pemilihan tersebut berdasarkan melimpah nya material yang ada di negara tersebut (Kuweir, 2010).
Gambar 2.1 Raw material biopelumas atau Pelumas bio
Pemilihan RBD CPO sebagai bahan dasar Pelumas bio adalah karena Indonesia sangat kaya akan berbagai jenis tumbuhan penghasil minyak seperti kelapa, kelapa sawit, jarak, biji bunga matahari, dan lain-lain. Sehingga memiliki potensi dapat dijadikan Pelumas yang foodgrade(Kuweir, 2010).
2.1.1 Pelumas dan Pelumasan
Tujuan utama Pelumasan adalah (i) mengurangi perjalanan energi termal dan juga keausan mesin, akibat dari interaksi eksterior dalam gerak, dengan menurunkan nilai koefisien gesekan antara dua permukaan yang rapat, (ii) mencegah korosi dan mengurangi karat, (iii) berfungsi sebagai bantalan dalam pemanfaatan transformator, dan (iv) lebih lanjut berfungsi sebagai penghalang yang menentang kelembaban, kotoran, dan debu. Suatu zat yang digunakan untuk mengurangi abrasi dan juga keausan melalui penyediaan lapisan tipis pelindung di antara dua permukaan yang relatif bergerak dikenal sebagai Pelumas. Jika dua permukaan dipisahkan melalui Pelumas lapisan tipis, proses Pelumasan akan jelas. Pelumas tersedia dalam bentuk padat, cair dan gas. Pelumas yang telah memenuhi syarat memliki karakteristik berikut: titik didih yang tinggi, viskositas tinggi, stabilitas termal, kemampuan melindungi
6
dari korosi, titik beku yang lebih rendah, dan peningkatan resistensi terhadap oksidasi (Kumar and Kishna, 2015).
2.1.2 Klasifikasi Pelumas
Pelumas untuk aplikasi otomotif dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai standar sebagai berikut ini (Kumar and Kishna, 2015).
a. Penampilan fisik Pelumas
1) Pelumas padat: lapisan tipis dari bahan Pelumas padat terdiri dari senyawa berbasis karbon atau mineral, seperti grafit, kadmium disulfida, dan molibdenum disulfide
2) Pelumas cair semipadat: Pelumas cair semipadat mengapung(floated) dalam media aditif padat bersama dengan pengental, seperti minyak
3) Pelumas cair: misalnya, produk berbasis minyak bumi, minyak hewan, tanaman dan juga buatan manusia (Kumar and Kishna, 2015).
b. Cadangan minyak dasar
1) Pelumas RBD CPO: minyak yang merupakan hasil dari minyak lemak hewani.
2) Pelumas sintetik: minyak yang dibuat dari hasil akhir reaksi khusus contohnya adalah silikon, polyalphaolefin, dan ester sintetis Minyak olahan: minyak yang terbuat dari sumber daya minyak bumi, seperti minyak naftenat, parafin, dan aromatik (Kumar and Kishna, 2015).
c. Berdasarkan Viskositas atau Kekentalan
Berdasarkan Viskositasatau kekentalan yang dinyatakan dalam nomor-nomor SAE (Society of Automotive Engineer). Angka SAE yang lebih besar menunjukkan minyak Pelumas yang lebih kental (Siskayanti dan Kosim, 2017).
1) Oli monograde, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan hanya satu angka.
2) Oli multigrade, yaitu oli yang indeks kekentalannya dinyatakan
7 dalam lebih dari satu angka.
d. Berdasakan Penggunaan
Berdasarkan penggunaan minyak Pelumas (diatur oleh The American Petroleum Institutes Engine Service Classification) (Siskayanti dan Kosim, 2017)
1) Penggunaan minyak Pelumas untuk mesin bensin.
2) Penggunaan minyak Pelumas untuk mesin diesel.
e. Berdasarkan Pengawasan Mutu
1) Pelumas kendaraan bermotor (Kuweir, 2010) :
- Minyak Pelumas motor kendaraan baik motor bensin diesel - Minyak Pelumas untuk transmisi
- Cairan Pelumas transmisi otomatis dan sistim hidrolis (Automatic transmission fluid & hydraulic fluid)
2) Pelumas motor diesel untuk industry (Kuweir, 2010) : - Motor diesel putaran cepat
- Motor diesel putaran sedang
3) Motor diesel putaran lambat Pelumas untuk motor mesin 2 langkah :
- Untuk kendaraan bermotor - Untuk perahu motor
4) Lain lain ( gergaji mesin, mesin pemotong rumput Pelumas khusus) : Jenis Pelumas ini banyak ragamnya yang penggunaannya sangat spesifik untuk setiap jenis, diantaranya adalah untuk senjata api, mesin mobil balap, peredam kejut, Pelumas rem, Pelumas anti karat.
f. Berdasarkan Aplikasi
1) Minyak industri: Minyak ini digunakan untuk aplikasi industri;
contohnya adalah oli kompresor, oli mesin, oli hidrolik, dan cairan pengerjaan logam.
2) Minyak otomotif: Minyak yang digunakan di sektor otomotif dan sektor transportasi, misalnya, cairan transmisi, oli mesin, oli rem
8
serta oli gearbox dan hidrolik cairan.
3) Minyak spesial: Minyak khusus yang digunakan untuk tujuan tertentu dan operasi spesifik; contohnya adalah minyak instrumental, minyak putih (white oil), dan minyak proses.
(Process oils) (Kumar and Kishna, 2015).
g. Sumber bahan baku Pelumas sintetis
Ada tujuh jenis base oil untuk Pelumas sintetis yang paling banyak digunakan, yaitu (Kumar and Kishna, 2015):
1) Polyalphaolefins (Poly a-Olefin / PAO) 2) Alkylated aromatics
3) Polybutenes 4) Alphatic diesters 5) Polyolesters
6) Polyalkyleneglycols Phosphate ester
2.1.3 Sumber bahan baku Pelumas petroleum (minyak bumi)
Minyak bumi yang dapat digunakan untuk membuat minyak mineral sebagai bahan dasar Pelumas yang disebut sebagai Pelumas mineral (Kumar and Kishna, 2015).
Minyak mineral merupakan minyal yang diperoleh dari hasil pengolahan minyak bumi yang termasuk pada fraksi destilat berat, yang mempunyai titik didih lebih dari 300°C. minyak bumi yang diperoleh diproses sehingga menghasilkan lube base oil bersama dengan produk yang lain, seperti bahan bakar dan aspal. Lube base oil ini diproses kembali sehingga menjadi bahan dasar minyak mineral (Kumar and Kishna, 2015).
Bahan mineral minyak bumi, yang merupakan bahan yang dapat menghasilkan bahan bakar, dan minyak Pelumas, mayoritasnya terdiri dari elemen-elemen hidrogen dan karbon. Hidrogen dan kabon merupakan elemenelemen organik yang membentuk ikatan yang dikenal dengan dengan nama hidrokarbon.
2.1.4 Sumber bahan baku Pelumas RBD CPO
9
Berikut adalah sumber bahan baku Pelumas dari RBD CPO dan pengaplikasinya (Siskayanti dan Kosim, 2017).
1) Minyak kedelai : digunakan untuk Pelumas , Biodiesel, Pelumas besi cetak
2) Minyak Rapeseed : Pelumas poros rantai mesin potong, minyak kompresor udara, Grease Bio, oli hidrolik,
3) Minyak Canola : Oli hidrolik, cairan sistem penggerak traktor, oil untuk kerja logam, Pelumas kelas makanan, penetrating oils, Pelumas poros rantai Minyak Bunga Matahari : Grease (gemuk)
4) Minyak Jaitun : Pelumas kendaraan bermotor 5) RBD : Pelumas mesin berbahan bakar gas 6) RBD Sawi : Rolling Oil dan Grease (gemuk) 7) Minyak Jatropha : Pelumas kendaraan bermotor 8) Minyak kastor : digunakan untuk Pelumas 2.1.5 Pelumas Food-Grade
Pelumas food-grade adalah Pelumas yang berfungsi untuk melindungi dan melumasi bagian yang bergerak dari mesin dalam proses manufaktur dimana kontak yang tidak disengaja antara Pelumas dan makanan mungkin terjadi (Understanding food-grade Pelumass, Noria corporation). Seperti Pelumas pada umumnya, Pelumas food-grade juga harus memiliki kemampuan memberikan perlindungan terhadap keausan (wear), gesekan (friction), korosi, oksidasi, transfer panas dan tenaga, dan juga kompatibel terhadap karet dan bahan penyekat (Siskayanti dan Kosim, 2017).
Pada industri makanan dan obat-obatan, Pelumas food-grade dituntut untuk tahan terhadap makanan, bahan kimia air/ uap dan tidak merusak plastik, elsatomer, dan data melarutkan gula, tergantung dimana digunakan. Selain itu, juga penting bagi Pelumas food-grade untuk memenuhi standar kesehatan dan keamanan, seperti tidak beracun, tidak berasa, dan tidak berbau (Kuweir, 2010).
Persamaan Pelumas food-grade dengan Pelumas konvensional
10
adalah dalam hal fungsinya, yaitu melindungi dan melumasi bagian mesin, dan juga dalam hal penyusunannya yang terdiri dari minyak dan aditif. Perbedaannya adalah minyak dasar yang digunakan untuk Pelumas food-grade haruslah white mineral oil atau sintetik. Selain itu, aditif yang digunakan untuk Pelumas food- grade harus disetujui oleh FDA (Food and Drug Association) sebagai bahan food- grade (Siskayanti dan Kosim, 2017).
Beberapa syarat Pelumas yang dapat menjadi minyak dasar (base oil) Pelumas food-grade adalah (Siskayanti dan Kosim, 2017):
Tidak mengandung senyawa aromatic
Tidak mengandung Sulfur (S)
Tidak mengandung logam berat
Tidak berbau dan lebih baik jika bening
Departemen Pertanian Amerika (USDA) memberikan kategori Pelumas food-grade menjadi 3, yaitu (Siskayanti dan Kosim, 2017) : 1) H1 : digunakan pada pemrosesan makan dimana ada
kemungkinan kontak langsung dengan bahan makanan.
2) H2 : digunakan pada peralatan atau mesin dimana tidaka ada kontak dengan bahan makanan.
3) H3 : biasanya merupakan RBD CPO, digunakan untuk mencegah karat.
Pelumas food-grade pada penggunaannya sering terkontaminasi dari luar, misalnya kontaminan debu pada pabrik penggilingan jagung atau terigu. Kontaminan lainnya adalah air, misalnya pada pabrik penggilingan daging dan sejenisnya. Untuk membuat formulasi Pelumas harus diperhatikan bahwa Pelumas food-grade tidak boleh mengandung logam berat, zat karsinogen (penyebab kanker), dan mutagen (penyebab mutasi) (Siskayanti dan Kosim, 2017).
2.1.6 Pasokan dan Kebutuhan Pelumas di Dunia
Pada tahun 2004, dari 37,4 juta ton Pelumas, 53% Pelumas dimanfaatkan oleh sektor otomotif. Tahun 2005, sekitar 55% Pelumas
11
dikonsumsi oleh sektor otomotif di seluruh dunia. Tingkat pertumbuhan konsumsi Pelumas secara keseluruhan pada sektor otomotif, sebesar 0,8% pada tahun 2007. Pada tahun 2008 pemanfaatannya Pelumas telah mencapai 41,8 juta ton. Di tahun 2012, permintaan Pelumas di seluruh dunia adalah 40,5 juta ton. Permintaan Pelumas di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sampai 2,3% setiap tahun, dan itu akan menjadi 44.400.000 ton pada tahun 2018 (Kumar and Kishna, 2015).
Sekitar 2,1% setiap tahun permintaan untuk Pelumas di seluruh dunia meningkat , pada 2019 permintaan Pelumas akan menjadi 45,4 juta ton. Karena luasnya penggunaan kendaraan bermotor, permintaan terbesar berasal dari wilayah Cina, Asia Pasifik, dan India. Amerika Tengah dan Amerika Selatan, dan di Afrika serta Timur Tengah.
Permintaan tetap konstan di negara-negara maju seperti Eropa Barat serta Amerika Utara. Kebutuhan AS untuk Pelumas sintetis dan cairan fungsional diprediksi akan naik sebesar 6,8% setiap tahun menjadi $ 6,3 miliar pada tahun 2018, dengan volume Pelumas sebesar 2.101.230 m3. Kemajuan ini akan disebabkan oleh meningkatnya pasar Pelumas sintetis yang dipengaruhi faktor lingkungan, kecenderungan konsumen, dan kebutuhan yang meningkat pesat untuk Pelumas serta efisiensi cairan.
Pasar dunia untuk Pelumas berkenaan dengan sektor utilitas serta topografi data telah ditunjukkan pada Gambar. 1 dan Gambar. 2, masing- masing. Terdiri dari pasar global dan subdivisi oleh negara dan area aplikasi, sesuai dipersentase. Tabel 9 menunjukan permintaan Pelumas oleh negara, mulai dari 2005 hingga 2017 (Kumar and Kishna, 2015).
Sehubungan dengan semakin meningkatnya kesadaran dan keprihatinan masyarakat international terhadap polusi lingkungan yang disebabkan oleh pemakaian Pelumas dari minyak bumi, permintaan dunia terhadap Pelumas yang ramah lingkungan akan terus menuju kepada kecenderungan yang semakin meningkat. Pelumas dari minyak bumi menggunakan 1,1% dari total produksi minyak bumi dunia yang setara dengan 40 juta ton/tahun. Penggunaan Pelumas tersebut meliputi
12
kebutuhan untuk pelumsan mesin 48%, proses oil 15,3%, hydrolic oil 10,2% penggunaan lainya 26,5%. Kebutuhan akan Pelumas yang besar ini memberikan peluang bagi biopelumas sebagai alternatif substitusinya (Kumar and Kishna, 2015).
2.1.7 Posisi produsen Pelumas di seluruh dunia
Secara internasional, sekitar 1700 produsen Pelumas kecil dan besar diperkirakan telah ada. 300 dari produsen tersebut berlokasi di Eropa..
Perusahaan-perusahaan ini adalah perusahaan minyak bumi yang tergabung secara vertikal (Exxon Mobil, Shell, Castrol, BP, dll.) Yang bergerak dibidang, penyulingan, dan ekstraksi minyak bumi mentah (Kumar and Kishna, 2015).
Gambar 2.2 Pasar sesuai dengan area aplikasi
13
Gambar 2.3 Pasar Pelumas di seluruh dunia
Sekitar 1.200 produsen Pelumas mandiri fokus pada produksi dan penjualan Pelumas terdiri dari produk berdasarkan aplikasi seperti oli roda gigi,oli transmisi dan oli hidrolik (Kumar and Kishna, 2015).
2.1.8 Pasokan dan Kebutuhan Pelumas di Indonesia
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2020, utilitas industri Pelumas di dalam negeri, yang saat ini kapasitas terpasangnya mencapai 2,04 juta kilo liter (KL) per tahun.
Dengan kebutuhan Pelumas dalam negeri mencapai 1,14 juta kilo liter per tahun. Pelumas yang diproduksi di dalam negeri sebesar 908.360 kilo liter. Untuk kebutuhan otomotif, hampir 781 ribu kilo liter lebih, sedangkan Pelumas industri 127 ribu kilo liter per tahun. Saat ini, terdapat 44 perusahaan produsen Pelumas di dalam negeri, dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.157 orang. Selain itu, ditambah tenaga kerja dari 140 perusahaan importir dan 580 perusahaan distributor Pelumas, total tenaga kerja di sektor tersebut mencapai 4.898 orang (Kemenperin, 2020).
2.1.9 Minyak Pelumas Mineral
Minyak mineral merupakan salah satu jenis minyak Pelumas yang banyak digunakan pada saat ini. Pelumas dasar ini merupakan hidrokarbon yang mengalami serangkaian proses pemurnian dan dapat
14
digolongkan menjadi empat jenis, yaitu parafin, olefin, naftanik, dan aromatik. Kandungan lain di dalam minyak mineral adalah sulfur, nitrogen dan logam. Keunggulan penggunaan minyak mineral sebagai Pelumas dasar adalah: (1) harga murah (2) daerah suhu operasi lebar, meliputi seluruh pemakaian dalam industri, mesin-mesin transportasi, alat-alat berat lain, (3) penambahan bahan aditif dapat meningkatkan mutu dan kinerja, (4) tidak merusak bantalan (5) stabil selama penyimpanan. Kebutuhan minyak mineral meningkat, sedangkan persediaan minyak bumi di dunia menipis karena bersifat tidak terbarukan. Minyak bumi bersifat tidak terdegradasi karena mengandung senyawa aromatik dan racun.
2.1.10 Minyak Pelumas Nabati
RBD CPO merupakan Pelumas dasar yang berasal dari RBD CPO, misalnya minyak kedelai, RBD CPO, RBD, minyak biji bunga matahari dan minyak biji jarak. Jika RBD CPO dibandingkan dengan minyak mineral sebagai minyak Pelumas dasar, terdapat beberapa keunggulan, yaitu tingginya kemampuan Pelumasan, tingginya indeks viskositas, rendahnya kehilangan minyak karena penguapan, tingginya kemampuan terdegradasi dan rendahnya kandungan racun. RBD CPO sebagai Pelumas dasar mempunyai keterbatasan, yaitu rendahnya stabilitas termal, hidrolitik, dan oksidatif, karena mengandung asam lemak tidak jenuh. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memodifikasi minyak tersebut dengan menambahkan bahan aditif.
2.1.11 Minyak Pelumas Sintetis
Minyak Pelumas yang dibuat dengan proses kimiawi dengan menggabungkan beberapa bahan aditif. Pada awalnya, Pelumas yang digunakan pada kendaraan tempo dulu adalah berasal dari minyak bumi, pada perkembangannya tidak mampu melayani mesin-mesin dengan teknologi tinggi maka dilakukan penambahan bahan aditif. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelumas konvensional dari minyak bumi yang telah ditambah dengan bahan aditif, tidak mampu mendukung
15
kinerja mesin baru, maka dilakukan penggantian dengan bahan lain yang bukan berasal dari minyak bumi. Bahan ini merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan lebih unggul daripada minyak mineral dalam semua sifat dasar yang diperlukan, maka terbentuklah Pelumas sintetis (Nugroho, 2005). Pelumas sintetis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organik dan hidrokarbon yang diolah secara sintetis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia. Beberapa Pelumas dasar sintetis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintetis, seperti monoester, diester, esterphtalat, poliolester (POE), dan ester kompleks dan polialkilenglikol (PAG), yaitu polimer petrokimia hasil reaksi antara etilen oksida dan propilen oksida (Afandi dkk, 2015).
2.2 Karakteristik Dari Berbagai Macam RBD CPO 2.2.1 RBD CPO (CPO)
RBD CPO tentunya memiliki kandungan asam lemak, selain itu juga terdapat trigliserida, phosphatide, karoten, aldehid dan air. Di dalam asam lemak tentu terdapat komponen-komponen penyusunnya, diantaranya terlampir pada Tabel berikut (Damarani dkk, 2019).
Tabel 2.1 Tabel karakteristik RBD sawit (Damarani dkk, 2019)
Jenis asam lemak Komposisi (%)
Laurat (C12:0) < 1,2
Miristat (C14:0) 0,5-5,9
Palmitat (C16:0) 32-59
Palmitoleat (C16:1) <0,6
Stearate (C18:0) 1,5-8
Oleat (C18:1) 27-52
Linoleat (C18:2) 5,0-14
16
Linolenat (C18:3) <1,5
Komponen penyusun RBD CPO terdiri dari campuran trigliserida dan komponen lainnya yang merupakan komponen minor. Trigliserida terdapat dalam jumlah yang besar sedangkan komponen minor terdapat dalam jumlah yang relatif kecil namun keduanya memegang peranan dalam menentukan kualitas RBD CPO dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Trigliserida merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang.
Trigliserida dapat berfasa padat atau cair pada temperatur kamar tergantung pada komposisi asam lemak penyusunnya.
Tabel 2.2 Komposisi CPO (Damarani dkk, 2019)
Komponen Komposisi (%)
Trigliserida 95,62
Asam Lemak Bebas 4,00
Air 0,20
Phospatida 0,07
Karoten 0,03
Aldehid 0,07
Crude Palm Oil (CPO) merupakan RBD CPO (minyak yang berasal dari tumbuhan) berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan atau ekstraksi daging buah tanaman Elaeis guineensis dan belum mengalami proses pemurnian (SNI 2006). Sifat fisikokimia RBD CPO kasar meliputi warna, kadar air, asam lemak bebas, bilangan iod, berat jenis, indeks 6 refraksi, bilangan penyabunan, dan fraksi tak tersabunkan dapat dilihat pada Tabel berikut.
17
Tabel 2.3 Sifat Fisik kimia RBD CPO
Kriteria Uji Syarat Mutu
Warna Jingga Kemerahan
Kadar Air 0,5 %
Asam Lemak Bebas 0,5 %
Bilangan Iod 50 – 55 g I/100 g minyak
Bilangan Asam 6,9 mg KOH/g minyak
Bilangan Penyabunan 224 – 249 mg KOH/g minyak
Bilangan Iod 44 – 54
Titik Leleh 21 – 24 degC
Indeks Refraksi 36,0 – 37,5
2.2.2 Minyak Kelapa Muda (VCO)
Minyak Kelapa Muda atau bahasa ilmiah nya Virgin Coconut Oil (VCO) adalah minyak yang berasal dari sari pati kelapa,di proses secara higenis tanpa sentuhan api secara langsung dan bahan kimia tambahan sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan.Komponen utama dari VCO sekitar 92% adalah asam lemak jenuh, diantarnya asam laurat (48,74%),asam miristat (16,31%),asam kaprilat (10,91%),asam kaprat (8,10%) dan asam kaproat (1,25%) (Damarani dkk, 2019). Tabel berikut menggambarkan Komposisi Asam Lemak pada RBD
VCO memiiliki karakteristik fisika dan kimia.Sifat kimia dan fisika VCO meliputi kandungan air,asam lemak bebas,warna,bilangan iod,bilangan penyabunan,dan bilangan peroksida.Sifat fisika dan kimia dari VCO ditunjukkan pada Tabel 1.(Marlina dkk, 2017).
18
Tabel 2.4 Karakteristik fisika-kimia VCO
Karakteristik Kandungan
Titik cair (degC) 22-26
Densitas (60degC) 0,890-0,895
Berat spesifik (40degC/air pada 20degC) 0,908-0,921
Titer (degC) 20-24degC
Indeks bias pada 40degC 1,448-1,450
Bilangan penyabun 248-265
Bilangan Iod 6-11
Bilangan asam
Virgin oil 0,6 max
1. Non-Virgin oil 4 max
2. Bilangan Peroksida 10 max Bilangan Reichert-Meissed 6-8,5
Bilangan Polenske 13-18
Angka tak tersaponifikasi 15 g.kg. max
2.2.3 Minyak jarak
Minyak jarak yang dikenal dengan ricinus oil merupakan trigliserida dari berbagai asam lemak yang terdiri dari risinoleat (87%),oleat (7%),linoleat (3%),palmitat (2%),stearate (1%) dan dihidroksi stearate.Asam resinoleat atau asam resiniloin atau asam cis-12- dihidroksioktadeka-9-enoat (CH3(CH2)5CH(OH)CH2CH=CH(CH2) COOH) merupakan asam lemak utama dalam minyak jarak (Jefferson et al.2009)(Kumar and Kishna, 2015).
19
Sifat fisika dan komposisi kimia minyak jarak diperlihatkan pada Tabel 1 dan 2 berikut:
Tabel 2.5 sifat-sifat fisika minyak jarak pagar dan landi
Parameter Jatropha
gosyypiifolia
Jatropha Curcas L.
Kandungan minyak (%
b/b)
23,9 31,6
Bilangan kalori (Mj/Kg) 39,88 40,31
Bilangan asam (mg KOH/g)
17,32 8,45
Kandungan air (% b/b) 0,089 0,052
Kadar abu (% b/b) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi
Berat jenis (g/cm3) 0,9236 0,9215
Viskositas kinematik 40degC (cSt)
24,529 30,686
20
Tabel 2.6 komposisi asam lemak jarak pagar dan landi.
Asam lemak Jatropha
Gossypiifolia
Jatropha Curcas L.
Laurat (C12:0) 9,8 5,9
Miristat (C14:0) 4,3 2,7
Palmitat (C16:0) 26,8 13,5
Stearat (C18:0) 10,4 6,1
Oleat (C18:1) 22,4 21,8
Linoleat (C18:2) 19,2 47,4
Lainnya 7,1 2,7
Proses ekstrasi utama minyak jarak yaitu ekstrasi mekanik dan ekstrasi kimia (Achten et al. 2008). Ekstrasi minyak dari biji secara mekanik adalah menggunakan alat pengepres (ram press) manual atau pengepres ulir (screwpress) yang digerakan oleh mesin. Pada Tabel 3 diperlihatkan rendemen ekstrak minyak jarak secara mekanik (Ismarani dkk, 2011).
2.2.4 RDB
RBD sawit dapat diolah menjadi biodiesel melalui reaksi transesterifikasi. Trigliserida yang terkandung dalam RBD sawit bereaksi dengan alkohol membentuk ester dan gliserin. Dalam hal ini produk mudah dipisahkan karena perbedaan fasa yang cukup jauh. Ester dapat dimurnikan untuk memperoleh biodiesel.
Biodiesel juga memiliki beberapa perbedaan dengan solar yang berbahan dasar minyak bumi, diantaranya terlampir pada Tabel berikut.
21
Tabel 2.7 Tabel karakteristik FAME
Sifat fisik / kimia Biodiesel Solar
Komposisi Ester alkil Hidrokarbon
Densitas, gr/ml 0,8624 0,8750
Viskositas, cSt 5,55 4,6
Titik nyala, degC 172 98
Angka setana 62,4 53
Energy yang
dihasilkan, MJ/kg
40,1 45,3
2.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Bio-Pelumas dari RBD CPO
Berikut adalah kelebihan dan kelemahan bio-Pelumas berbahan dasar RBD CPO (Kumar and Kishna, 2015).
a. Kelebihan
- Biodegradable, dalam hal ini Pelumas bio akan hancur atau terurai oleh organisme hidup lainnya yang berasal dari hewan ataupun tumuhan
- Non-toxic, Pelumas bio merupakan bahan yang tidak beracun dan ramah bagi lingkungan Bahan baku terbarukan, dilihat dari bahan dasarnya (RBD CPO) yang bisa diperoleh tanpa harus kehabisan - Keberadaannya melimpah, secara khusus di Indonesia yang
memiliki iklim tropis, bahan dasar dari Pelumas bio sangat melimpah. Contohnya RBD sawit (CPO) ataupun RBD (VCO) b. Kelemahan
- Oksidatif, Pelumas bio lebih berpotensi mengalami oksidasi
22
- Low viscosity index, kekentalan dari Pelumas bio lebih kecil daripada Pelumas berbahan dasar minyak bumi, terlebih pada suhu tinggi.
2.2 Aditif pada Bio-Pelumas
Aditif dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat memperbaiki atau menguatkan spesifikasi atau karateristik minyak lumas dasar oil. Beberapa aditif bersifat multiguna dapat memperbaiki beberapa karakteristik minyak dasar, sementara beberapa aditif lainnya berfungsi sebagai pelengkap.
Beberapa aditif utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Yashvir dkk, 2019).
1. Memperbaiki sifat minyak dasar
Viscosity Index Improver
Pour Point Depressant
Antifoamants
2. Memberikan PROPERTY baru kepada minyak dasar
Antiwear/EP agents (reduce mechanical wear)
Detergents (reduce: corrosive wear, deposits, sludge)
Dispersants (reduce: deposits, sludge)
Antirust
3. Memperpanjang umur
Antioxidants
4. Viscosity Index Improvers
Mempengaruhi hubungan viscosity-temperatur, menurunkan penurunan viskositas jika suhu naik, dan menaikan viskositas jika suhu turun. Biasanya berupa polimer, seperti poly-metacrylates, etylen-propylen copolimers (OCP), styrenic copolimers, poly-isoprenes
Suhu rendah Suhu tinggi
23
Gambar 2.4 Pola viscocity index improvers
Pada suhu rendah, peningkat indeks viskositas berada dalam
"terbungkus" posisi dan tidak membuat banyak perlawanan terhadap aliran minyak. Pada suhu tinggi, mereka secara alami "membuka" dan menciptakan lebih banyak resistensi terhadap aliran minyak.
4. Thickening power
Ukuran efektifitas aditif dalam kemampuan memodifikasi viskositas. Makin efektif berarti makin sedikit jumlah VII yang dibutuhkan untuk memodifikasi viskositas. Diukur dengan cara menambahkan sejumlah tertentu aditif pada minyak referensi dan mengukur perubahan viskositasnya.
5. Shear stability
Viscosity Index Improvers, sebagai molekul yang panjang, selama pemakaian bisa putus oleh gaya mekanik kuat.. Oleh karena itu Pelumas yang mengandung VII dapat kehilangan viskositas selama pemakaian.
Good VII minimize this phenomena Thickening power semakin besar dengan naiknya berat molekul, namun makin besar molekul umurnya main pendek. Thickening power and shear stability are in conflict. VII producer harus merupakan kompromi keduanya.
6. Pour Point Depressants ( PPD)
PPD dapat mencegah pembentukan krital pada suhu rendah. Contoh PPD adalah poly-metacrilates, etylen vynil-acetate copolimers, poly- fumarates. Penekanan Pour point tergantung terutama pada karakterisitik base oil dan konsentrasi polimer. PPD lebih efektif jika dipergunakan dalam minyak dasar viskositas rendah (SN 80, SN 150). Mereka memiliki batas konsentrasi efektif yaitu sekitar 0.1 to 1%.
7. Detergents
Molekul deterjen dapat digambarkan sbb :
24 Detergents/Dispersants. Cara kerja
Gambar 2.5 Pola detergents.
Bagian kutub dari molekul melekat pada permukaan logam dan menghindari pembentukan endapan atau melekat pada tidak larut, sehingga menghindari aglomerasi. Dispersants Menjaga senyawa (insolubles, sludge), tetap dalam suspensi, menghindarkan aglomerasi dan presipitasi.
Berfungsi mengendalikan deposit yang terjadi pada suhu tinggi. Types:
succinimides and succinicesters, mannich bases. Dalam paket Pelumas mesin kandungannya 50% dari total additif., dan merupakan aditif utama yang berfungsi mendispersikan sludge dalam mesin bensin, atau pada mesin diesel mendispesikan soot (jelaga) mencegah kenaikan viskositas.
8. Antiwear – EP
Dalam kondisi beban medium-tinggi, aditif antiwear (EP) bereaksi dengan permukaan logam membentuk lapisan yang memiliki friction coefficient.rendah .Types: Zinc diackyl dithio phosphates, Sulfur- Phosphorous Compounds, Clorurated Paraffins, Organic sulphur compounds, Zinc Dialkyl Dithio Phosphates (ZnDTP). Aditif ini juga merupakan antioksidan yang baik. Sejak pemakaian catalytic converter penggunaan ZnDTP dipertanyakan karena, fosfor yang ada dalam ZnDTP meracuni catalis. Hal ini terjadi karena Pelumas yang terbakar bersama bensin bercampur dengan gas buang. Belum adanya aditif pengganti yang se efficient ZDDP’s, maka hanya bisa dilakukan pengurangan phosphorous dalam minyak lumas.
9. Antioxidants
Berfungsi menghentikan atau memperlambat reaksi kimia antara molekul hidrocarbon dalam Pelumas dan oksigen dari udara. Oksidasi merupakan mekanisme utama yang bertanggung jawab pada kerusakan
25
Pelumas, berupa pembentukan varnish, sludge, soot and corrosive wear, dan menyebabkan kenaikan viscositas.
10. Corrosion Inhibitors – Antirust
Berfungsi terutama menciptakan barier fisik pada permukaan logam mencegah serangan senyawa korosif (air, asam hasil oksidasi, oxidator) pada permukaan logam. Types: dodecyl succinic acid, phosphoric esters, amines, imidazolines, sulfur derivatives
11. Antifoamants
Bekerja memodifikasi permukaan Pelumas pada antar muka udara- minyak. Sering mereka adalah senyawa yang dapat terdispersi lebih banyak diudara dari pada yang larut dalam minyak. Types: sylicons, poliacrilate.
2.3 TiO2
TiO2 adalah salah satu material yang banyak diteliti karena sifatnya yang menarik. Meskipun telah ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu dan telah diteliti sejak 85 tahun yang lalu namun hingga kini penelitian tentang TiO2
masih aktif dan tetap dikembangkan (Kuweir, 2010). TiO2 ditemukan pertama kalinya pada tahun 1821, dan tahun 1916 telah dikomersialkan sebagai zat pewarna putih.
Titanium oksida atau yang lebih sering disebut titania adalah keluarga (IV) oksida yang merupakan semikonduktor dengan celah terlarang 3,0 untuk rutil dan 3,2 eV untuk fasa anatase (Kuweir, 2010). Secara kimia titanium dioksida dituliskan dengan lambang TiO2. Senyawa ini biasa digunakan sebagai pigmen pada cat tembok, tabir surya pasta gigi solar sel, sensor, perangkat memori serta sebagai fotokatalis.
Ti merupakan kristal yang berwarna putih dan juga salah satu logam berlimpah nomor empat di dunia setelah aluminium, besi, dan magnesium Selain itu, titanium juga merupakan elemen berlimpah kesembilan (mencakup 0,63% pada kerak bumi) 0,6% mineral TiO2 yang utama adalah FeTiO3
(iliminite), CaTiO3 (perovskite). Titanium memiliki indeks bias (n) yang sangat
26
tinggi yaitu 2,4 dalam bentuk bubuk dan 2,7 dalam bentuk lapisan tipis. Ti juga tahan terhadap degradasi warna akibat sinar matahari dengan titik lebur 1885˚C.
Ada dua bentuk alotropi dan lima isotop alami dari unsur yaitu Ti-46 sampai Ti-50 dengan Ti-48 yang paling banyak terdapat di alam (73,8%).
Secara fisika titanium memiliki sifat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.8. Titanium memiliki massa jenis yang rendah, tahan karat, memiliki biokompabilitas yang tinggi dengan tubuh sehingga dapat digunakan sebagai produk implan dalam tubuh. Kristal TiO2 bersifat asam dan tidak larut dalam air, asam klorida, asam sulfat encer dan alkohol namun larut dalam asam sulfat pekat dan asam fluorida.
Tabel 2.8 Sifat fisika TiO2
No Sifat Nilai
1 Densitas 4 g.cm-3
2 Porositas 0%
3 Modulus shear 90 Gpa
4 Elastisitas 23 Gpa
5 Resistivitas (25°C) 1012 Ω.cm
6 Resistivitas (700°C) 2,5×104 Ω.cm 7 Konstanta dielektrik 1 MHz 85 Volt/mil 8 Ekspansi termal RT- 1000 °C 9 × 10-6 K-1 9 Konduktivitas termal 25°C 11,7 WmK-1
2.4 Korosi
Korosi adalah salah satu proses perusakan material khususnya logam karena adanya suatu reaksi antara logam tersebut dengan lingkungan. Proses perusakan material yang terjadi menyebabkan turunnya kualitas material logam tersebut (LTS, 2017). Korosi yang terjadi pada benda logam merupakan sebuah hal yang akan selalu terjadi dan tidak dapat dihindarkan. Korosi merupakan proses yang terjadi secara alami dan tidak akan biasa berhenti selama logam tersebut masih berada di lingkungan yang bersifat korosif. Proses
27
ini akan merusak logam dengan cara mengikis logam yang kemudian akan menurunkan sifat-sifat mekanis yang dimiliki oleh logam tersebut. Pada umumnya reaksi korosi yang terjadi merupakan reaksi elektrokimia (Magga, 2018). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju korosi dalam sistem elektrolit larutan (aqueous) diantaranya adalah:
1) Komponen ion larutan dan konstentrasinya
Konsentrasi larutan menyatakan jumlah zat terdispersi dalam setiap satuan larutan atau pelarut. Dalam sebuah larutan dengan konsentrasi tertentu, zat penyusun larutan tersebut akan terurai menjadi ion-ion (baik berupa kation maupun anion) pembentuknya (Afandi, 2015).
2) Kadar Oksigen
Oksigen terdispersi akan meningkatkan reaksi katoda sehingga logam akan semakin teroksidasi (terkorosi) (Afandi, 2015).
3) Kecepatan (pergerakan fluida)
Kecepatan aliran fluida yang tinggi di atas kecepatan kritisnya di dalam pipa berpotensi menimbulkan korosi. Dengan rusaknya permukaan logam, rusak pula lapisan film pelindung sehingga memudahkan terjadinya korosi.
2.5 Inhibitor Korosi
Inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju korosi yang terjadi pada lingkungan tersebut terhadap suatu logam didalamnya. Pada prakteknya, jumlah yang di tambahkan adalah sedikit, baik secara kontinu maupun periodik menurut suatu selang waktu tertentu (Lalu dkk, 2016). Inhibitor korosi menurut bahan pembuatannya dibagi menjadi dua yaitu inhibitor dengan bahan baku alami dan inhibitor buatan. Inhibitor alami yaitu inhibitor yang terbuat dari bahan organik yang dapat diperbarui seperti contohnya tanaman dan buah- buahan. Secara keseluruhan senyawa inhibitor adalah netral tetapi, gugus nitrogen pada senyawa memiliki pasangan elektron bebas yang menyebabkan inhibitor cenderung bermuatan negatif sehingga, inhibitor akan tertarik ke permukaan logam dan membentuk lapisan (Zulkiflia dkk, 2013).
28
Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kualitas dari minyak Pelumas yaitu dengan cara pengujian TAN (Total Acid Number). Pengujian TAN dapat mengetahui keasaman suatu minyak Pelumas yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti kandungan oksigen yang tinggi pada suatu minyak akan mengakibatkan penurunan stabilitas pada minyak (Lalu dkk, 2016).
2.6 Sonikasi
Sonikasi adalah suatu metode modifikasi material dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik. Penggunaan sonikasi dapat menyebabkan perubahan massa molekul rata-rata viskositas (Mv) dengan adanya degradasi viskositas akibat pemberian gelombang ultrasonik (Jin li dkk, 2008). Prinsip kerja sonikasi adalah pemberian gelombang ultrasonik dengan frekuensi sekitar 20 kHz pada cairan sehingga menimbulkan propagasi gelombang dalam bentuk siklus compression (kompresi) - rarefaction (ekspansi) sesuai dengan frekuensinya. Siklus ini menciptakan gelembung vakum (cavity). Gelembung vakum yang dihasilkan memiliki kecepatan yang sangat tinggi (~400 km/h) dan saat gelombang vakum tersebut hancur (implode), akan dihasilkan temperatur lokal yang sangat tinggi (~5000 oK), tekanan yang sangat tinggi (~1000 atm) serta cooling rate yang sangat cepat (109 K/sec) (Saptari, 2014).
2.7 Bilangan Asam (TAN)
Bilangan asam adalah Jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. Caranya adalah dengan jalan melarutkan sejumlah minyak atau lemak bebas dalam alkoholeter dan diberi indicator phenolphthalein.
Kemudian dititrasi dengan KOH 0,1N sampai terjadi perubahan warna merah jambu yang tetap. Besarnya bilangan asam tergantung dari kemurnian dan unsur dari minyak atau lemak tersebut (Ketaren, 2008).
29 2.8 Weight Loss Corrosion Rate Test
Salah satu tujuan dari corrosion monitoring adalah dengan mengetahui laju korosi pada logam dari suatu struktur sehingga dari dengan mengetahui laju korosi kita dapat memprediksi kapan dan berapa lama struktur itu dapat bertahan terhadap serangan korosi. Teknik monitoring korosi dapat dibagi menjadi beberapa metode yaitu kinetika (weight loss) dan elektrokimia (diagram polarisasi, linear polarization resistance, electrochemical impedance spectroscope, potensial korosi, dan electrochemical noise).
Metode weight loss atau kehilangan berat merupakan metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan laju korosi. Prinsip dari metode ini adalah dengan menghitung banyaknya material yang hilang atau kehilangan berat setelah dilakukan pengujian rendaman sesuai dengan standar ASTM G 31-72.
Dengan menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan pada suatu lingkungan yang korosif seperti pada air laut selama waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan massa kembali dari suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil korosi yang terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan mengambil beberapa data seperti luas permukaan yang terendam, waktu perendaman dan massa jenis logam yang di uji maka dihasilkan suatu laju korosi. Persamaan laju korosi dapat ditunjukkan pada persamaan berikut Nilai korosifitas dengan menghitung laju korosi dapat diperoleh dari Tabel berikut (Afandi, 2015) :
Tabel 2.9 Nilai korosifitas Relative Corrosion
Resistance
Corrosion Rate (mmpy)
Outstanding < 0,02
Exellent 0,02 – 0,1
Good 0,1 – 0,5
Fair 0,5 – 1
Poor 1 – 5
UnaccepTabel > 5
30
𝑇𝐴𝑁 = 𝑉𝐾𝑂𝐻 × 𝐵𝑀𝐾𝑂𝐻× 𝑁𝐾𝑂𝐻 𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Dimana : TAN = Bilangan Asam (mgKOH/gsampel) V = Volume (mL)
BM = Berat Molekul (g/mol) N = Normalitas (N)
m = Massa (g)
Tabel 2.10 Konstanta laju korosi
Satuan Laju Korosi Konstanta
Mils per year (Mpy) 3,45 × 106
Inches per year (Ipy) 3,45 × 103 Milimeter per year (mmpy) 8,76 × 104 Micrometer per year (µmpy) 8,76 × 107
Nilai korosifitas dengan menghitung laju korosi dapat diperoleh dari Tabel berikut (Afandi, 2015):
Tabel 2.11 Nilai korosifitas untuk satuan mmpy Relative Corrosion
Resistance
Corrosion Rate (mmpy)
Outstanding < 0,02
Exellent 0,02 – 0,1
Good 0,1 – 0,5
Fair 0,5 – 1
Poor 1 – 5
UnaccepTabel > 5