• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ambiguitas Dalam Psikolinguistik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ambiguitas Dalam Psikolinguistik."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

AMBIGUITAS

DALAM PSIKOLINGUISTIK

MAKALAH

Dipresentasikan di Program Pascasarjana BKU Linguistik

Januari 2008

Oleh Tri Yulianty K. NIP 132310586

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

Abstrak

(3)

Ambiguitas dalam Psikolinguistik

A. Pendahuluan

Ambiguitas atau ketaksaan makna adalah gejala dapat terjadinya tafsiran lebih dari satu makna. Hal ini dapat terjadi baik dalam ujaran lisan maupun tulisan. Tafsiran lebih dari satu ini dapat menimbulkan keraguan dan kebingungan dalam mengambil keputusan tentang makna yang dimaksud. Ujaran seperti Anak istri lurah cantik dapat menimbulkan kebingungan, apakah maksudnya anak dan istri lurah yang cantik? ataukah

anak, istri, dan lurah semuanya cantik? Begitu pula dengan kalimat Ini bisa.

Kita tidak tahu apakah bisa di sini berarti racun atau dapat.

B. Jenis Ambiguitas

Ullmann (dalam Pateda, 2001: 202; Djajasudarma, 1999: 54) membagi ambiguitas menjadi tiga tipe utama, yaitu ambiguitas tingkat fonetik, tingkat leksikal, dan tingkat gramatikal.

1. Ambiguitas tingkat fonetik

(4)

yang diujarkan (Pateda, 2001: 202), seperti tampak pada contoh dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris berikut:

(1) beruang /beruaN/  ‘mempunyai uang’ atau ‘nama binatang’

(2) /bukanaNka/ bukan angka, buka nangka, bukan nangka

(3) a near ’ginjal’– an ear‘telinga’

Ambiguitas ini berhubungan dengan keraguan kita terhadap bunyi bahasa yang kita dengar. Kadang-kadang karena ragu-ragu, kita mengambil keputusan yang keliru.

2. Ambiguitas tingkat leksikal

Ambiguitas tingkat leksikal adalah macam ambiguitas yang disebabkan oleh bentuk leksikal yang dipakai (Dardjowidjojo, 2005: 76). Hal ini berkaitan dengan makna yang dikandung setiap kata yang dapat memiliki lebih dari satu makna atau mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai lingkungan pemakaiannya, sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut:

(4) Ini bukunya.

(5) Masing-masing mendapat satu kursi.

(6) He was shot near the bank.

(5)

mengandung lebih dari satu makna dan pada kedua kalimat tersebut tidak ada kejelasan makna apa yang dimaksud.

3. Ambiguitas tingkat Gramatikal

Ambiguitas ini muncul pada tataran morfologi dan sintaksis (Djajasudarma, 1999: 55). Pada tataran morfologi ambiguitas muncul dalam pembentukan kata secara gramatikal, misalnya kata Pemukul (peN + pukul) yang bermakna ganda ‘orang yang memukul’ atau ‘alat untuk memukul’.

Dalam bahasa Inggris prefiks in- yang mengakibatkan makna ‘into, within,

towards, upon’, pada bentuk indent (*in + dent) bermakna ‘memasukkan’

atau ‘lekuk’.

Pada tataran sintaksis ambiguitas muncul pada frasa, klausa, dan kalimat. Tiap kata yang membentuk frasa atau kalimat itu telah jelas, tetapi dalam pengombinasiannya dapat memiliki tafsiran lebih dari satu pengertian. Frasa orang tua dapat bermakna ‘orang yang tua’ atau ‘ibu -bapak’. Dalam kalimat I met a number of old friends and acquitances

apakah kata old hanya mengacu pada friends ataukah pada friends dan

acqutances, hal ini merupakan suatu tafsiran ganda.

Gleason dan Ratner (1998, dalam Dardjowidjojo, 2005: 77) membagi ambiguitas gramatikal menjadi dua macam, yaitu:

(6)

memperoleh kata-kata tambahan yang mengudari (disambiguate) ambiguitas itu. Contoh:

(7) The horse raced past the barn fell.

Sebelum mendengar kata fell, kata raced diduga sebagai predikat the

horse karena urutan NP-VP maka V merupakan predikat NP.

Interpretasi pertama kita adalah bahwa kuda itu berlari melewati kandang. Namun, begitu mendengar verba fell jelaslah bahwa predikatnya bukan raced, tetapi fell. Dengan demikian kalimat tersebut tidak lagi ambigu setelah munculnya verba fell.

b. Ambiguitas abadi (standing ambiguity), yaitu kalimat yang tetap ambigu walaupun telah sampai pada kata terakhir. Contoh:

(8) The shooting of the hunter was terrible.

(9) Old men and women went to town.

Pada kalimat-kalimat tersebut tetap ada dua tafsiran makna untuk masing-masing kalimat walaupun kalimat tersebut telah berakhir.

C. Ambiguitas dari Segi Neurologi dan Psikologi

(7)

hemisfer ini dihubungkan oleh korpus kalosum yang mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kerja kedua hemisfer tersebut.

Pada mulanya, melalui berbagai penelitian dan tes yang dilakukan para ahli (Wada, Kimura, dll), dinyatakan bahwa hemisfer kiri bertanggung jawab dalam pengelolaan bahasa. Namun, perkembangan terakhir menunjukkan bahwa hemisfer kanan pun turut bertanggung jawab dalam penggunaan bahasa walaupun tidak seintensif hemisfer kiri. Hal ini didapati pada orang-orang yang terganggu hemisfer kanannya, yaitu antara lain kemampuan mengurutkan peristiwa sebuah cerita menjadi kacau, kesukaran menarik inferensi, kesukaran memahami metafora atau sarkasme, dan tidak dapat memahami kalimat yang ambigu (lihat Dardjowidjojo, 2005: 212-213). Dari uraian tersebut tampak bahwa kesulitan mendeteksi kalimat yang ambigu dapat berkaitan dengan faktor neurologis, terutama hemisfer kanan. Pada kondisi otak yang normal (kedua hemisfer tidak mengalami kerusakan) ambiguitas berkaitan dengan kerja memori leksikal manusia. Angela D. Friederici (dari Max Planck Institute of Cognitive

Neuroscience) menyatakan bahwa kalimat yang ambigu akan sulit diproses

oleh orang yang memiliki kapasitas kerja memori yang rendah.

(8)

terkaan itu tidak benar sehingga harus mundur kembali untuk memroses ulang seluruh interpretasi dia (Dardjowodjojo, 2005: 76).

Berbagai penelitian telah dilakukan antara lain oleh MacKay (1966), Foss (1970), dan Garret (1970) yang membuktikan bahwa ambiguitas berpengaruh terhadap pemahaman. Melalui analisis Reaction Times (RT) terhadap kalimat ambigu didapati hasil bahwa kalimat ambigu memperlambat proses pemahaman dibandingkan dengan kalimat yang tidak ambigu. Foss dan Jenkins (1973) bahkan mengaitkan proses pemahaman terhadap kalimat ambigu ini dengan konteks yang netral dan bias, seperti tampak pada tabel berikut (dalam Foss, 1978: 123):

Context Sentence Type

Ambiguous Unambiguous

Netral

The merchant put his straw

beside the machine.

RT = 564

The merchant put his oats

beside the machine.

RT = 525

Biased

The farmer put his straw beside

the machine.

RT = 549

The farmer put his oats beside

the machine.

RT = 513

RT: msec

D. Pemecahan Masalah Ambiguitas

(9)

2003: 288) sehingga ambiguitas dapat dihilangkan. Konteks ini dapat berupa konteks situasi sehingga pada kalimat (6), bila konteksnya adalah transaksi uang, maka bank kemungkinannya merujuk pada tempat simpan-menyimpan uang. Bila konteksnya polisi brutal yang mengejar-ngejar pemburu, maka kalimat (8) mungkin berarti penembakan terhadap si pemburu, bukan kualitas tembakan si pemburu itu.

Selain konteks situasi seperti contoh di atas, konteks kalimat pun dapat menghilangkan ambiguitas. Misalnya, bila kalimat (5) diujarkan “Pada

pemilihan anggota dewan masing-masing partai mendapat satu kursi”

jelaslah acuan makna kursi dalam kalimat itu, yaitu kedudukan.

Pemberian penanda batas dapat pula menghindarkan ambiguitas, antara lain penanda batas:

1. Leksikal, seperti pada contoh berikut:

(10) Guru baru datang a. Guru baru itu datang b. Guru itu baru datang

2. Unsur prosodi berupa jeda (dalam ragam lisan), sehingga klausa (10) menjadi:

c. Guru baru // datang d. Guru // baru datang

Begitu pula dengan kalimat bahasa Inggris They are broiling hens yang melalui jeda dalam pengucapan dapat dipahami maksudnya apakah

(10)

terdapat pula struktur gramatikal yang ambiguitasnya tidak dapat diatasi melalui jeda seperti dalam kalimat bahasa Inggris berikut:

(11) The chicken is ready to eat.

Untuk menghindarkan ambigu, kalimat tersebut dapat diparafrase (cara leksikal) sebagai berikut:

a. The chicken is ready to eat (something).

b. The chicken is ready to be eaten.

3. Tanda baca (dalam ragam tulis), misalnya:

(12) Buku sejarah baru

a. Buku-sejarah baru (Yang baru adalah buku sejarah) b. Buku sejarah-baru (Buku tentang sejarah baru)

Ambiguitas pun dapat dihindarkan melalui kecermatan struktur gramatikal termasuk pula dengan memperhatikan fitur-fitur semantik kata (leksem). Sebagai contoh, ambiguitas frasa dari C.A. Mess (dalam Chaer, 2003: 289):

(13) Lukisan Yusuf

Struktur frasa tersebut memiliki interpretasi:

(a) Lukisan itu milik Yusuf.

(b) Lukisan itu karya Yusuf.

(c) Lukisan itu menampilkan wajah Yusuf.

(11)

- [+manusia] yang berpotensi [+pemilik] sehingga menimbulkan interpretasi (a)

- [+pelaku] yang memunculkan interpretasi (b)

- [+objek] yang memunculkan interpretasi (c).

E. Penutup

Ambiguitas dapat terjadi pada tingkat fonetik (pengujaran yang terlalu cepat), leksikal (setiap kata dapat memiliki lebih dari satu makna), dan tingkat gramatikal (pada tataran morfologi dan sintaksis).

Dari sisi neurologi, kalimat ambigu akan sulit dipahami oleh orang yang mengalami gangguan hemisfer kanannya. Pada kondisi otak yang tidak mengalami gangguan, kalimat ambigu akan sulit diproses oleh orang yang memiliki kapasitas kerja memori yang rendah.

Menurut psikolinguistik, ambiguitas dipengaruhi oleh proses pemahaman terhadap suatu ujaran. Kalimat yang ambigu memerlukan waktu yang lebih lama untuk dipahami dibandingkan dengan kalimat yang tidak ambigu.

(12)

Pustaka Acuan

Aminuddin. 2003. Semantik. Pengantar Studi tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

__________ . 2003. Psikolinguistik. Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik. Pengantar Pemahaman

Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1999. Semantik 1. Pengantar ke Arah Ilmu

Makna. Bandung: Refika.

Foss, Donald J. dan Hakes, David T. Tanpa tahun. Psycholinguistics. An

Introduction to The Psychology of Language. New Jersey:

Prentice-Hall.

Lyons, John. 1983. Semantics. Volume 2. Cambridge: Cambridge University Press.

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

http://theses.lub.lu.se/archive/2006/04/27/JohannaFrojmark.pdf. Diakses tgl 8 Oktober 2007.

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari beberapa pandangan dan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa masalah makna dalam penerjemahan dapat digolongkan menjadi enam, yaitu Makna leksikal, makna

Penelitian terhadap jenis-jenis makna kata pada lirik lagu Banyumasan yang ditemukan dalam penelitian ini antara lain: makna leksikal, makna gramatikal, makna referensial,

Kemudian data penelitian ini berupa kata, frasa, klausa atau kalimat tertulis yang mengandung makna ambiguitas dari data yang terpilih yang terdapat pada bahasa iklan

Makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frase, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur- unsur

Idom adalah satuan bahasa dapat berupa kata, frasa, maupun kalimat yang maknanya tidak dapat diperkirakan dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna

atau frasa memiliki lebih dari satu makna, pemahaman atau interpretasi. Giorgadze membagi tiga kategori ambiguitas, sebagai berikut. 1) Ambiguitas leksikal yaitu

Setiap kata dapat bermakna lebih dari satu, dapat mengacu pada benda yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pemakainya, selain itu ambiguitas leksikal memiliki

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian yang akan dilakukan adalah dengan menganalisis kata yang memiliki makna ambiguitas leksikal yang terdapat dalam surat kabar