TESIS
KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KOMITMEN
ORGANISASIONAL SEBAGAI PEMODERASI
PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA
SENJANGAN ANGGARAN
MADE YUDI ARISTA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
TESIS
KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KOMITMEN
ORGANISASIONAL SEBAGAI PEMODERASI
PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA
SENJANGAN ANGGARAN
MADE YUDI ARISTA NIM. 1391661027
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KOMITMEN
ORGANISASIONAL SEBAGAI PEMODERASI
PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN PADA
SENJANGAN ANGGARAN
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Akuntansi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
MADE YUDI ARISTA NIM 1391661027
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 15 JANUARI 2016
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, MSi., Ak. Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi. NIP 19670729 199402 1 001 NIP 19690115 199402 2 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Akuntansi Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 15 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, Nomor: 0249/UN14.4/HK/2016, tanggal 11 Januari 2016
Ketua : Prof. Dr. I Wayan Suartana, SE, MSi., Ak.
Anggota: Dr. I Gusti Ayu Nyoman Budiasih, SE, MSi. Dr. Drs. I Made Sukartha, MSi., Ak.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Made Yudi Arista
NIM : 1391661027
Program Studi : Magister Akuntansi
Judul Tesis : Keadilan Distributif dan Komitmen Organisasional Sebagai
Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada
Senjangan Anggaran
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas dari plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah Tesis ini,
maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 13 Januari 2016 Yang membuat pernyataan
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugraha-Nya, tesis dengan judul “Keadilan Distributif dan Komitmen Organisasional Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran”dapat diselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan tesis ini. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Universitas Udayana. Begitu juga diucapkan terimakasih kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Ibu Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Dr. I Nyoman Mahendra Yasa, SE, MSi selaku Dekan Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, kepada Bapak Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE., MSi., Ak. dan Bapak Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE., MSi. Ak., masing-masing selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Akuntansi FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Udayana dan kepada Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, MSBA, Ak.,CA selaku Ketua Program Studi Magister Akuntansi (MAKSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Msi., Ak., beserta Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, MSBA, Ak.,CA sebagai Penguji yang dengan penuh perhatian memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini kepada penulis.
Terimakasih juga penulis ucapkan kepada karyawan/karyawati pada sekretariat Program Studi Magister Akuntansi Universitas Udayana yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan, proses penelitian dan ujian. Begitu juga terimakasih kepada Pemerintah Daerah Kota Denpasar dalam hal ini seluruh pegawai pada SKPD Se- Kota Denpasar yang telah bersedia memberikan data sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Terimakasih kepada orang tua tercinta, Ayah Drs. I Ketut Urip dan Ibu Ni Nyoman Arimani, kakak tersayang Wayan Endra Santosa yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan moral, dan material kepada penulis serta istri tercinta Ni Komang Trisnawati Amd. Keb dan anak tersayang Gede Gioshava Anggra Yuna yang mungkin kurang perhatian selama penulis menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa terimakasih kepada teman-teman MAKSI Angkatan XII dan semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan, kritik dan saran dalam penulisan tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan kebahagiaan kepada kita semua dan semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Denpasar, 13 Januari 2016
ABSTRAK
KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN
PADA SENJANGAN ANGGARAN
Anggaran digunakan pemerintah daerah Kota Denpasar sebagai instrumen akuntabilitas dalam sistem pengelolaan keuangan daerah sekaligus sebagai dasar pelayanan publik. Penelitian ini dilakukan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Se- Kota Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan distributif dan komitmen organisasional sebagai pemoderasi.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode survei dengan alat ukur berupa kuesioner. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 269 pejabat eselon pada SKPD Se- Kota Denpasar yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Teknik analisis yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis(MRA).
Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi penganggaran berpengaruh positif pada senjangan anggaran. Keadilan distributif mampu memperlemah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran. Komitmen organisasional juga mampu memperlemah pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.
ABSTRACT
DISTRIBUTIVE JUSTICE AND ORGANIZATIONAL COMMITMENT AS MODERATING EFFECT OF BUDGETING PARTICIPATION IN
BUDGETARY SLACK
Budget used by local government of Denpasar as an instrument of accountability in the area of financial management systems as well as basic public services. This research was conducted in the regional work units (SKPD) in Denpasar. This study aimed to examine the effect of budgetary participation on budgetary slack with distributive justice and organizational commitment as moderating.
Methods of data collection in this study using survey method with a questionnaire measuring instrument. The number of samples in this study was 269 echelons of all SKPD in Denpasar chosen by purposive sampling technique. The analysis technique used is Moderated Regression Analysis (MRA).
The results showed that the budgeting participation give positive influence on budgetary slack. Distributive justice able to weaken the effect of budgetary participation on budgetary slack. Organizational commitment is also able to weaken the effect of budgetary participation on budgetary slack.
RINGKASAN
KEADILAN DISTRIBUTIF DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL SEBAGAI PEMODERASI PENGARUH PARTISIPASI PENGANGGARAN
PADA SENJANGAN ANGGARAN
Penganggaran dalam sektor publik merupakan suatu proses politik, karena melalui proses yang rumit dan melibatkan banyak pihak dengan kepentingannya masing- masing, sehingga diperlukan perencanaan yang baik dalam partisipasi dari para pengambil keputusan dalam penyusunan anggaran agar anggaran yang disusun sesuai dengan standar dan harapan di masa yang akan datang. Penelitian ini memiliki tujuan menguji pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran dengan keadilan distributif dan komitmen organisasional sepabai pemoderasi.
Penelitian ini dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Se-Kota Denpasar yang berjumlah 44 SKPD. Populasi dalam penelitian ini adalah pejabat stuktural, yang terdiri dari Eselon II, III, dan IV pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) se- Kota Denpasar. Sampel dalam penelitian ini adalah pejabat struktural selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). Metode pengumpulan data menggunakan metode survei dengan menggunakan kuesioner. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dengan teknik purposive sampling.
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas menunjukan instrumen yang digunakan valid dan reliabel. Teknik analisis yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis (MRA). Uji asumsi klasik pada model regresi yang digunakan berdistribusi normal dan tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMAKASIH... vi
2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)... 19
2.1.5 Partisipasi Penganggaran ... 20
2.1.6 Proses Penyusunan Anggaran ... 21
2.1.7 Senjangan Anggaran ... 24
2.1.8 Keadilan Distributif... 25
2.1.9 Komitmen Organisasional... 27
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya... 28
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Berpikir... 31
3.2 Konsep Penelitian ... 34
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian... 39
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
4.3 Ruang Lingkup Penelitian... 41
4.4 Data Penelitian ... 41
4.4.1 Jenis Data... 41
4.4.2 Sumber Data ... 42
4.4.3 Populasi dan Responden ... 42
4.5 Variabel penelitian ... 45
4.5.1 Identifikasi variabel ... 45
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ... 46
4.6 Instrumen Penelitian... 48
4.6.1 Pengujian Instrumen ... 48
4.6.2 Skala Pengukuran ... 48
4.6.3 Uji Validitas dan Reliabilitas... 49
4.7 Analisis Data ... 50
4.7.1 Uji Asumsi Klasik ... 50
4.7.2 Analisis Regresi ... 51
4.7.3 Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 52
4.7.4 Uji Parameter Residual (Uji T)... 53
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Deskripsi Responden ... 54
5.2 Statistik Deskriptif ... 58
5.3 Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 58
5.4 Transformasi Data Ordinal menjadi Data Interval... 60
5.5 Analisis Data ... 61
5.5.1 Paengujian Asumsi Klasik... 61
5.5.2 Analisis Regresi ... 63
5.6 Uji Hipotesis ... 64
5.6.1 Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran... 64
5.6.2 Keadilan Distributif Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran ... 65
5.6.3 Komitmen Organisasional Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran ... 65
5.7 Pembahasan Hasil Penelitian ... 65
5.7.1 Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran... 66
5.7.2 Keadilan Distributif Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran ... 66
5.7.3 Komitmen Organisasional Sebagai Pemoderasi Pengaruh Partisipasi Penganggaran pada Senjangan Anggaran ... 67
6.2 Saran ... 70
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun
Anggaran 2011-2014... 4
4.1 Jumlah Jabatan Struktural di Lingkungan SKPD SKPD se- Kota Denpasar Tahun 2015... 43
4.2 Prosedur Pengambilan Sampel... 45
5.1 Profil Responden... 55
5.2 Statistik Deskriptif ... 58
5.3 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian... 59
5.4 Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian... 60
5.5 Hasil Uji Normalitas ... 62
5.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 62
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1 Kuesioner... 78
2 Uji Validitas pada Variabel Partisipasi Penganggaran ... 85
3 Uji Validitas pada Variabel Keadilan Distributif ... 86
4 Uji Validitas pada Variabel Komitmen Organisasional ... 87
5 Uji Validitas pada Variabel Senjangan Anggaran ... 88
6 Uji Reliabilitas pada Variabel Partisipasi Penganggaran ... 89
7 Uji Reliabilitas pada Variabel Keadilan Distributif ... 90
8 Uji Reliabilitas pada Variabel Komitmen Organisasional ... 91
9 Uji Reliabilitas pada Variabel Senjangan Anggaran ... 92
10 Statistik Deskriptif Data Uji ... 93
11 Transformasi Data Ordinal Menjadi Interval ... 94
12 Uji Normalitas ... 101
13 Uji Heteroskedastisitas ... 102
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian. Pada latar belakang akan dijelaskan mengenai
fenomena yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini. Pada rumusan
masalah, disampaikan pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini
dan pada tujuan dan manfaat akan dijelaskan mengenai tujuan dan manfaat
dilakukannya penelitian ini. Penjelasan terperinci pada bab ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik bertujuan untuk mewujudkan
negara yang adil dan makmur. Untuk itu, program pemerintah diarahkan untuk
membenahi berbagai persoalan di dalam penerapan tata kelola pemerintahan yang
baik, bersih, dan berakuntabilitas. Hal ini dapat dilihat dalam proses penyusunan
anggaran dalam pemerintahan. Proses penganggaran yang melibatkan partisipasi
memungkinkan dilakukannya penggelembungan untuk target belanja atau
pengecilan untuk target pendapatan dalam usulan anggaran. Akibat dari adanya
penggelembungan anggaran adalah terjadinya sisa anggaran, baik ketika output
kegiatan sudah tercapai atau belum. Indikasi terjadinya senjangan anggaran dapat
terlihat dari sisa anggaran dalam laporan realisasi anggaran. Sisa anggaran adalah
2
masih tersisa pada akhir tahun anggaran. Adanya fenomena tersebut maka perlu
diterapkan kebijakan bahwa sisa anggaran di kabupaten atau kota diharuskan
bernilai nol. Dalam hal ini, tidak direncanakan terjadi selisih antara jumlah
penerimaan dan jumlah pengeluaran daerah. Hal ini dimaknai sebagai anggaran
berimbang. Pada prinsipnya, kebijakan ini untuk mendorong pemerintah
kabupaten atau kota untuk lebih bertanggung jawab terhadap penggunaan uang
publik sehingga sejalan dengan prinsip ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.
Pada situasi tertentu proses perencanaan menjadi masalah yang kompleks
bagi organisasi karena kejadian di masa mendatang sulit diprediksi dan
dipengaruhi oleh ketidakpastian (Chenhall dan Moris, 1986). Penganggaran dalam
sektor publik merupakan suatu proses politik karena melalui proses yang rumit
dan melibatkan banyak pihak dengan kepentingan yang berbeda. Tahap
penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan
tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang
disusun. Proses pengangaran dapat dilakukan dengan metodetop down, bottom up
dan partisipasi (Abdul, 2008). Menurut Brownell (1982) partisipasi penganggaran
adalah proses yang menggambarkan individu-individu yang terlibat dalam
penyusunan anggaran dan mempunyai pengaruh terhadap target anggaran serta
perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Anthony dan
Govindarajan (2011) juga menyatakan bahwa mekanisme anggaran akan
mempengaruhi prilaku bawahan yaitu merespon positif atau negatif tergantung
3
anggaran dengan cara yang mungkin tidak selalu selaras antara keinginan dan
kepentingan (Komalasari, 2004).
Anggaran merupakan proses pengendalian manajemen yang melibatkan
komunikasi, koordinasi, sinergi, dan interaksi formal dikalangan para manajer dan
karyawan dan merupakan pengendalian manajemen atas operasional perusahaan
pada tahun berjalan (Suartana, 2010). Anggaran berfungsi sebagai alat penilaian
kinerja. Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi
pelaksanaan anggaran. Sistem anggaran berbasis kinerja merupakan proses
pembangunan yang efisien dan partisipatif dengan harapan dapat meningkatkan
kinerja agen. Anggaran daerah disusun eksekutif sebagai agen dan disahkan oleh
legislatif sebagai prinsipal. Namun, penilaian kinerja berdasarkan tercapai atau
tidaknya target anggaran akan mendorong agen untuk melakukan senjangan
anggaran demi jenjang karir yang lebih baik di masa mendatang (Suartana, 2010).
Senjangan anggaran merupakan jumlah yang oleh penyusun anggaran
dengan sengaja dibuat melebihi kebutuhan sumber-sumber yang dibutuhkan
dalam anggaran atau dengan sengaja merendahkan kemampuan produktivitas
organisasi (Dunk, 1993). Hal ini dapat terjadi ketika tujuan pribadi pihak
penyusun anggaran tidak sejalan dengan tujuan organisasi. Dalam keadaan
terjadinya senjangan anggaran, penyusun anggaran cenderung mengajukan
anggaran dengan merendahkan pendapatan dan menaikan biaya dibandingkan
dengan estimasi terbaik yang diajukan sehingga target akan mudah dicapai
(Falikhatun, 2007). Hal ini dapat berdampak buruk pada organisasi sektor publik
4
terhadap unit pertanggungjawabannya (Suartana, 2010). Menurut Schiff dan lewin
(1970) terjadinya senjangan anggaran karena pelaporan anggaran di bawah kinerja
yang diharapkan yang dapat terjadi karena pihak penyusun anggaran menghindari
kinerja yang buruk. Kinerja yang buruk ternyata akan berpengaruh pada promosi
ketika organisasi memberlakukan sistem penghargaan atas pencapaian target
anggaran. Merchant (1981) menyatakan tiga alasan utama melakukan senjangan
anggaran yaitu (1) pihak penyusun anggaran selalu percaya bahwa hasil pekerjaan
mereka akan terlihat bagus di mata atasan jika mereka dapat mencapai
anggarannya; (2) senjangan anggaran selalu digunakan untuk mengatasi kondisi
ketidakpastian, jika ada kejadian yang tidak terduga yang terjadi; (3) rencana
anggaran selalu dipotong dalam proses pengalokasian sumber daya.
Perkembangan APBD tahun anggaran 2011-2014 di Kota Denpasar dapat
dilihat pada Tabel 1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2011-2014 (dalam jutaan )
2011 1.031.164,3 1.150.071,7 111 1.165.826,1 1.081.141,4 93 2012 1.249.898,5 1.379.049,1 110 1.418.638,5 1.290.342,4 90 2013 1.493.567,6 1.547.605,2 103 1.684.646,0 1.516.339,6 90 2014 1.687.453,6 1.727.968,7 102 1.855.730,1 1.619.334,8 87
Sumber : Bagian Keuangan Setda Kota Denpasar, Tahun 2015
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat diperkirakan terjadinya senjangan anggaran.
5
maka realisasinya selalu lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pendapatan
daerah yang ditetapkan. Sedangkan, anggaran belanja daerah dan realisasinya,
terbukti realisasinya selalu lebih rendah daripada anggaran belanja daerah yang
ditetapkan.
Latuheru (2005) dan Desmiyawati (2009) menunjukan bahwa partisipasi
dalam penyusunan anggaran dapat mengurangi senjangan anggaran. Hal ini terjadi
karena bawahan membantu memberikan informasi tentang prospek masa depan,
sehingga anggaran yang disusun menjadi lebih akurat. Sementara itu, penelitian
yang dilakukan oleh Husnatarina dan Nor (2007), Falikhatun (2007) serta Sardjito
dan Muthaher (2007) menunjukan bahwa peningkatan partisipasi anggaran
semakin meningkatkan senjangan anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa bawahan
memberikan informasi yang bias dalam penyusunan anggaran, sehingga
mengurangi keakuratan dalam penyusunan anggaran.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Keuangan Setda Kota
Denpasar yang diperkirakan menunjukkan terjadinya senjangan anggaran serta
beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang tidak konsisten satu dengan
lainnya, menurut Govindarajan (1986) dapat digunakan pendekatan kontijensi
untuk menyelesaikan perbedaan dari berbagai penelitian tersebut. Pendekatan
kontijensi memungkinkan adanya variabel- variabel lain yang dapat bertindak
sebagai faktor pemoderasi yang mempengaruhi pengaruh partisipasi
penganggaran pada senjangan anggaran. Oleh karena itu, peneliti mencoba
6
Keadilan distributif merupakan keadilan yang mengacu pada hasil yang
sebenarnya diterima oleh seorang karyawan. Hasil tersebut berhubungan dengan
perbandingan antara standar dan pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian
adil atau tidaknya hasil yang didapat. Perlakuan yang adil telah diidentifikasikan
sebagai suatu komponen penting dalam meningkatkan komitmen pekerja.
Keadilan distributif merupakan suatu anggapan mengenai keadilan hasil dalam
hubungannya dengan individu atau input kelompok khususnya dalam hal
bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan yang berbeda
(Ulupui, 2005).
Komitmen organisasional juga diduga mempengaruhi hubungan antara
partisipasi penganggaran dengan senjangan anggaran. Komitmen organisasi
menunjukkan tingkat keterikatan individu terhadap organisasi yang dicerminkan
dengan adanya keyakinan dan ingin mempertahankan keikutsertaan dalam
organisasi tersebut (Soejoso, 2004). Pengaruh komitmen organisasional terhadap
pengaruh antara partisipasi anggaran pada senjangan masih menghasilkan hasil
yang tidak konsisten. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2004) yaitu
komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap hubungan antara partisipasi
anggaran dengan senjangan anggaran. Latuheru (2005), Febri (2008) dan Rosalina
(2011) menemukan bahwa komitmen organisasi sebagai variabel moderasi
berpengaruh negatif terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan
senjangan anggaran. Sebaliknya Vemy (2011) menemukan bahwa interaksi
komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap hubungan antara
7
mempengaruhi motivasi individu untuk melakukan sesuatu hal, termasuk
partisipasinya dalam penyusunan anggaran (Febri, 2008). Komitmen organisasi
yang kuat akan membuat individu berusaha untuk mencapai tujuan organisasi dan
mengutamakan kepentingan organisasi. Dengan adanya komitmen organisasi yang
tinggi, maka senjangan anggaran akan dapat dihindari. Sebaliknya, jika individu
memiliki komitmen organisasi yang rendah, maka akan memungkinkan terjadinya
senjangan anggaran. Komitmen organisasi dipilih sebagai variabel moderasi
karena konsep komitmen organisasi merupakan variabel yang memegang peranan
penting dalam hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran.
Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap
nilai dan sasaran yang ingin dicapai. Komitmen organisasi dapat merupakan alat
bantu psikologis dalam menjalankan organisasinya untuk pencapaian sasaran yang
diharapkan Nouri dan Parker (1996).
Lembaga sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi,
pemborosan, sumber kebocoran dana dan institusi yang selalu merugi
(Mardiasmo, 2002). Hal ini mendorong perlunya reformasi dalam lingkup
manajemen keuangan daerah yang meliputi manajemen penerimaan dan
manajemen pengeluaran daerah. Pengelolaan pemerintah daerah yang baik dan
bersih semakin menjadi sorotan masyarakat sehingga mendorong pengembangan
dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas, tepat, teratur dan efektif.
Dalam hal ini, partisipasi anggaran dari setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) memegang peranan yang sangat penting. Setiap satuan kerja menyusun
masing-8
masing SKPD. Partisipasi anggaran yang melibatkan seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) diharapkan akan meningkatkan produktivitas kerja,
sehingga keuangan daerah dapat dikelola dengan baik dan seoptimal mungkin.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1) Apakah partisipasi penganggaran berpengaruh pada senjangan anggaran?
2) Apakah keadilan distributif mampu memoderasi pengaruh partisipasi
penganggaran pada senjangan anggaran?
3) Apakah komitmen organisasional mampu memoderasi pengaruh partisipasi
penganggaran pada senjangan anggaran?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan di atas maka yang menjadi tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti secara empiris dan untuk
mengetahui:
1) Pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.
2) Kemampuan keadilan distributif dalam memoderasi pengaruh partispasi
penganggaran pada senjangan anggaran.
3) Kemampuan komitmen organisasional dalam memoderasi pengaruh
9
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan penjelasan pada
penerapan teori agensi dalam menjelaskan pengaruh partisipasi penganggaran
pada senjangan anggaran, terutama untuk memecahkan masalah yang muncul dari
perbedaan kepentingan antara penyusun anggaran yaitu legislatif sebagai
principal dan eksekutif sebagai agent dalam proses penganggaran daerah yang
dapat menyebabkan terjadinya senjangan anggaran.
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
praktis bagi pembaca khususnya organisasi SKPD se- Kota Denpasar terkait
dengan masalah senjangan anggaran yang terjadi dalam proses penganggaran
daerah. Sehingga, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam rangka
menurunkan tingkat terjadinya senjangan anggaran serta mewujudkan tata
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori yang digunakan pada
penelitian ini, selanjutnya akan diuraikan mengenai penelitian- penelitian sejenis
yang dilakukan sebelumnya dan hasil dari penelitian tersebut. Landasan teori dan
penelitian sebelumnya akan menjadi dasar dalam membangun hipotesis
penelitian. Penjelasan terperinci pada bab ini akan dijelaskan sebagai berikut.
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan dalam Menjelaskan Senjangan Anggaran
Penjelasan mengenai konsep senjangan anggaran dimulai dari
pendekatan teori agensi. Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan
adalah konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara prinsipal dan agen,
yaitu antara dua atau lebih individu, kelompok atau organisasi. Pihak prinsipal
adalah pihak yang mengambil keputusan dan memberikan mandat kepada pihak
lain (agen), untuk melakukan semua kegiatan atas nama prinsipal. Inti dari teori
ini adalah kontrak kerja yang didesain dengan tepat untuk menyelaraskan
kepentingan antara prinsipal dengan agen (Supanto, 2010).
Entitas di Indonesia terdiri dari dua sektor, yaitu entitas sektor publik dan
non publik/swasta. Anggaran sektor publik berhubungan dengan proses penentuan
jumlah dana untuk tiap- tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang
11
anggaran dalam sektor swasta bersifat tertutup untuk publik dengan tujuan untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Meskipun berbeda, tetapi kedua sektor
memiliki kesamaan sifat yakni terbagi dalam dua pihak, yaitu: prinsipal dan agen.
Permasalahan dalam keagenan menimbulkan biaya keagenan. Biaya ini meliputi
biaya untuk monitoring (mengukur, mengamati dan mengawasi prilaku agen);
biayabonding(penyusunan dan penetapan suatu sistem agar agen bertindak untuk
kepentingan prinsipal); dan kerugian residual sebagai akibat dari perjanjian yang
tidak mampu meyelaraskan kepentingan agen dan prinsipal, karena tidak dapat
teramatinya tindakan agen.
Unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi
hubungan antara prinsipal dan agen, sehingga yang menjadi fokus dan tujuan dari
teori ini adalah pencapaian kontrak yang paling efisien antara prinsipal dan agen.
Menurut Sukartha (2007) kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi 2
syarat, yaitu : 1) agen dan prinsipal memiliki informasi yang simetri yang artinya
baik agen maupun prinsipal memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama
sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakan untuk
keuntungan dirinya sendiri, 2) risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal
jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai kepastian yang tinggi
mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada penerapannya informasi simetri ini tidak pernah terjadi, yang berarti
kontrak efisien tidak pernah dapat terlaksana sehingga hubungan antara prinsipal
12
dalam Arifah (2012) menyebutkan ada beberapa asumsi yang muncul terkait teori
keagenan adalah sebagai berikut :
1) Asumsi sifat manusia yang cenderung mengutamakan kepentingan diri
sendiri (self interest), keterbatasan rasionalitas atau daya pikir terhadap
persepsi masa depan (bounded rationality) dan cenderung untuk
menghindari risiko.
2) Asumsi tentang keorganisasian, adalah konflik antar anggota organisasi,
efisiensi dan asimetri informasi antara prinsipal dan agen.
3) Asumsi tentang informasi, adalah informasi dianggap sebagai barang
komoditi yang dapat diperjualbelikan.
Berdasarkan ketiga asumsi tersebut manusia akan bertindak
opportunistik, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan
organisasi. Agen akan termotivasi untuk meningkatkan kompensasi dan jenjang
karir di masa mendatang, sedangkan prinsipal termotivasi untuk meningkatkan
utilitas dan profitabilitasnya. Konflik kepentingan antara agen dan prinsipal akan
terus meningkat, karena prinsipal tidak dapat memonitor kegiatan agen setiap hari.
Sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas
diri, lingkungan kerja dan organisasinya secara keseluruhan. Hal inilah yang
menimbulkan asimetri informasi yaitu ketidak seimbangan informasi antara
prinsipal dan agen yang dapat menimbulkan beberapa permasalahan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut antara
lain : (1) moral hazard adalah permasalahan yang muncul karena agen tidak
13
adverse selection adalah suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui
apakah keputusan yang diambil oleh agen benar- benar didasarkan atas informasi
yang telah diperolehnya atau terjadi kelalaian dalam bertugas.
Pihak- pihak yang terlibat dalam proses penganggaran sektor publik
terdiri dari tiga kategori utama yang meliputi eksekutif, legislatif, dan masyarakat.
Hubungan keagenan dalam penganggaran daerah adalah :
1) Hubungan Keagenan antara Masyarakat (Publik) dan Legislatif
Legislatif adalah lembaga perwakilan rakyat yang keberadaannya telah
dipilih oleh rakyat (voters). Rakyat berdasarkan asas demokrasi adalah
prinsipal utama dan legislatif berperan sebagai agen yang mewakili rakyat
sebagai prinsipal. Rakyat melakukan pengawasan terhadap DPR dengan cara
social pressure, yaitu rakyat berperan sebagai parliament watch, media dan
aksi langsung dengan kekuatan massa melalui demokrasi (Kencana,2010).
Legislatif berperan penting dalam penganggaran daerah karena DPRD adalah
Pengesah APBD dalam tahap retifikasi. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999,
DPRD dan Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan APBD. Sehingga,
DPRD perlu untuk mendengarkan aspirasi rakyat melalui berbagai komponen
yang mewakili rakyat, yang diantaranya terdiri dari Lembaga Sosial
Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi, kuesioner, kotak pos, media masa, dan
lain sebagainya (Kencana, 2010).
Masalah keagenan antara legislatif dengan rakyat adalah legislatif akan
membela kepentingan rakyat atau pemilihnya, tetapi sering kali tidak terjadi
14
tidak ada kejelasan aturan konsekuensi kontrol keputusan yang disebut
abdikasi (abdication). Lupia dan Mc. Cubbins (2000) dalam Halim dan
Abdullah (2006) menyatakan bahwa abdikasi tejadi karena pemilih (voters)
tidak ingin mempengaruhi legislatif yang mereka pilih, sedangkan legislatif
tidak memiliki banyak waktu dan pengetahuan untuk mengetahui semua
kebutuhan rakyat. Sehingga, legislatur cenderung melakukan political
corruption.
2) Hubungan Keagenan antara Legislatif dan Eksekutif (Pemerintah Daerah)
Hubungan keagenan antara legislatif dan eksekutif berdasarkan UU
No. 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, terjadi perubahan posisi
luasnya kekuasaan antara legislatif sebagai prinsipal terhadap eksekutif
sebagai agen. DPRD tidak menjadi satu kesatuan dengan Kepala Daerah
beserta perangkatnya. Hubungan keagenan terjadi dalam konteks pembuat
kebijakan, yang mana legislatif memberikan kewenangan kepada eksekutif
(agen) untuk membuat usulan kebijakan baru dan berakhir setelah usulan
tersebut diterima atau ditolak. Fungsi DPRD adalah mengawasi pelaksana
peraturan daerah, pelaksana keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, pelaksana
APBD pelaksana kebijakan daerah, dan pelaksana kerjasama internasional di
daerah. Sedangkan, kepala daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab
atas terselenggaranya pemerintahan, serta meningkatkan kepuasan rakyat.
Kinerja kepala daerah dinilai dari keberhasilan sebagai program pemerintah
dan kebijakan pada realisasi APBD dalam laporan pertanggungjawaban
15
Masalah keagenan dalam hubungan legislatif dan eksekutif adalah
legislatif cenderung melakukan “kontak semu” dengan eksekutif, karena
memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power). Legislatif
mengutamakan kepentingan pribadi secara jangka panjang demi menjaga
kesinambungan dan nama baik politisi atau anggota dewan. Sedangkan,
eksekutif cenderung melakukan budgetary slackkarena memiliki keunggulan
informasi (asimetri informasi) dan untuk mengamankan posisinya di
pemerintahan. Eksekutif akan mengusulkan anggaran belanja yang lebih
besar dan target anggaran yang lebih rendah, agar lebih mudah dicapai ketika
realisasi dilaksanakan.
3) Hubungan Keagenan antara Kepala Daerah (Bupati/Walikota) dan Kepala
Dinas/Kantor/Badan.
Hubungan keagenan antara Kepala Daerah (Bupati/Walikota) dan
Kepala Dinas/Kantor/Badan adalah Kepala Daerah (Bupati/Walikota)
berperan sebagai prinsipal dan Kepala Dinas/Kantor/Badan berperan sebagai
agen. Eksekutif akan menyampaikan dokumen rancangan APBD kepada
legislatif untuk diteliti dan disahkan. Kepala daerah berorientasi pada
penetapan sistem pengendalian manajemen yang mengatur
Dinas/Kantor/Badan, serta mendukung keberhasilan reformasi anggaran,
keuangan dan sistem akuntansi daerah. Dinas/Kantor/Badan akan
mengajukan daftar usulan kegiatan daerah dan daftar usulan proyek daerah
yang akan dibahas oleh panitia anggaran daerah. Perangkat daerah
16
(Kencana, 2010). Mardiasmo (2001) dalam Kencana (2010) menyatakan
bahwa slack yang diciptakan oleh perangkat daerah cenderung merupakan
slack yang positif, karena menjaga hubungannya dengan kepala daerah dan
mengamankan pekerjaan dan posisi atau jabatan di pemerintahan.
2.1.2 Peran Keadilan Distributif dan Komitmen Organisasional
Sebagian peneliti menyatakan bahwa dengan adanya partisipasi bawahan
dalam proses penyusunan anggaran akan mengurangi kecendrungan untuk
menciptakan senjangan anggaran (Dunk, 1993; Onsi, 1973). Hal ini terjadi karena
bawahan membantu memberikan informasi pribadi tentang prospek masa depan
sehingga anggaran yang disusun lebih akurat. Sedangkan penelitian lain (Young,
1985; Lowe dan Shaw, 1968; 1988) menemukan bukti empiris bahwa semakin
tinggi partisipasi dalam penyusunan anggaran akan menyebabkan semakin besar
terjadinya senjangan anggaran.
Fahrianta dan Gozali (2002) menyatakan kemungkinan belum adanya
kesatuan hasil penelitian mengenai anggaran dan implikasinya, yang disebabkan
adanya faktor- faktor tertentu(situasional factor)atau yang dikenal dengan istilah
variabel kontijensi (contingency variables). Tugas utama peneliti ini adalah
mengidentifikasi kondisi- kondisi yang cocok untuk konsep- konsep tertentu dan
mengembangkan teori yang bisa mendukungnya. Menurut Suhartono dan Solichin
(2006) sistem pengendalian termasuk anggaran dan pendekatan kontijensi
memungkinkan adanya variabel- variabel lain yang bertindak sebagai variabel
17
Variabel moderasi adalah variabel yang dapat memperkuat dan
memperlemah hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Govindarajan (1986) juga menyatakan bahwa jika penelitian- penelitian
sebelumnya mengindikasikan hasil yang masih saling bertentangan mengenai
pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran, maka dapat
digunakan pendekatan kontijensi untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut.
Pendekatan kontijensi sebagai prediktor adanya senjangan anggaran.
Faktor kontijensi yang akan digunakan adalah keadilan distributif dan komitmen
organisasional. Faktor tersebut akan berperan sebagai variabel moderasi terhadap
pengaruh partisipasi penganggaran pada senjangan anggaran.
2.1.3 Anggaran
Perencanaan dan pengendalian merupakan proses yang saling
berhubungan. Perencanaan adalah pandangan ke depan untuk melihat tindakan
apa yang seharusnya dilakukan agar dapat mewujudkan tujuan- tujuan tertentu.
Pengendalian adalah melihat ke belakang, memutuskan apakah yang sebenarnya
telah terjadi dan membandingkan dengan hasil yang direncanakan sebelumnya
(Abdul, 2008).
Anggaran merupakan rencana kegiatan yang terdirti dari sejumlah target
yang akan dicapai oleh pimpinan organisasi dalam melaksaanakan serangkaian
kegiatan tertentu pada masa yang akan datang (Husnatarina dan Nor, 2007).
18
estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu dalam ukuran
finansial (Mardiasmo, 2002). Anggaran daerah harus bisa menjadi tolak ukur
pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran daerah harus
bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas. Menurut Kenis (1979) kejelasan
sasaran anggaran merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas
dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh pihak
yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Pencapaian
sasaran anggaran akan lebih mudah dicapai ketika pihak penyusun mengerti
mengenai mengenai rencana yang akan dilaksanakan. Yusfaningrum dkk (2005)
menyatakan bahwa anggaran memberikan manfaat, antara lain :
1) Anggaran merupakan hasil dari proses perencanaan dan anggaran
berarti mewakili kesepakatan negosiasi diantara partisipasi dominan
dalam suatu organisasi mengenai tujuan kegiatan pada masa akan
datang.
2) Anggaran merupakan gambaran tentang prioritas alokasi sumber daya
karena dapat bertindak sebagaiblue printaktivitas perusahaan.
3) Sebagai alat komunikasi antara divisi, dimana anggaran dapat sangat
membantu melakukan komunikasi internal antara divisi dalam
organisasi maupun manajemen puncak.
Proses penyusunan anggaran menurut Chandra (1993) dibagi menjadi
dua pendekatan yaitu imposed budgets approaches dan partisipatif budgeting
approaches. Proses penganggaran imposed budgetsdikenal dengan pendekatntop
19
Anggaran mempunyai dampak langsung terhadap prilaku manusia, terutama bagi
individu yang langsung terlibat dalam penyusunan anggaran.
2.1.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai instrumen hukum untuk
mendukung reformasi penganggaran daerah. Kementrian Dalam Negeri telah
mengeluarkan UU No.32/2004 tentang pemerintah daerah, Permendagri
No.13/2006, Peraturan Pemerintah No.58/2005 dan Permendagri No.37/2012
sebagai pedoman penyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Lembaga- lembaga yang berperan penting dalam perencanaan dan
penganggaran berdasarkan UU. No.17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU.
No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah
Badan Perencanaan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan praktek- praktek
penyimpangan pengelolaan keuangaan Negara. Salah satu penanggulangan yang
dilakukan pemerintah pusat adalah memperbaiki sistem keuangan Negara dengan
menerapkan sistem penganggaran yang disebut dengan Anggaran Berbasis
Kinerja (ABK). Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan proses penyusunan
APBD di organisasi sektor publik untuk tata kelola pemerintahan, yakni proses
pembangunan yang efisien dan partisipatif, serta terjadi reformasi anggaran, yaitu
20
menggantikan sistem anggaran tradisional (traditional budget system). Proses
pembangunan ini melibatkan pengambilan kebijakan pemerintahan, pelaksanaan
kegiatan pemerintahan dan dalam tahap tertentu melibatkan masyarakat sebagai
penerima manfaat dari kegiatan pelayanan publik. Salah satu kunci utama
penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah penentuan kinerja, adanya ukuran
kinerja yang jelas dan dapat diverifikasi terhadap outcome, output maupun
kewajaran dana yang dikeluarkan dengan output yang dicapai (Mahsun, 2007
dalam Ardianti 2015)
2.1.5 Partisipasi Penganggaran
Menurut Brownell (1982) partisipasi penganggaran sebagai suatu proses
dalam suatu organisasi yang melibatkan manajer dalam penentuan tujuan
anggaran yang menjadi tanggujawabnya. Dalam organisasi sektor publik para
manajer yang dimaksud adalah kepala dinas, kepala subdinas dan kepala bagian.
Kenis (1979) mendefinisikan partisipasi dalam menyiapkan anggaran dan
mempengaruhi sasaran anggaran dari masing- masing pusat pertanggungjawaban.
Setiap pusat pertanggungjawaban ikut berperan serta dalam proses perencanaan
tersebut. Anthony dan Govindarajan (2001) menyatakan partisipasi dalam
penyusunan anggaran juga merupakan suatu pendekatan efektif untuk
meningkatkan motivasi manajer. Partisipasi yang tinggi cenderung mendorong
manajer untuk lebih aktif dalam memahami anggaran.
Partisipasi penganggaran dalam sektor publik terjadi antara pihak
21
anggaran. Pihak legislatif sebagai pihak pemberi kewenangan atas pengelolaan
anggaran kepada pihak eksekutif yang nantinya harus memberikan laporan
pertanggungjawaban atas pengelolaan anggaran tersebut. Dari pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa keterlibatan berbagai pihak dalam pembuatan keputusan
dapat terjadi dalam penyusunan anggaran. Menyusun anggaran secara partisipatif
diharapkan dapat meningkatkan kinerja para pimpinan dan bawahannya. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa ketika suatu tujuan atau standar yang dirancang
secara partisipatif disetujui, maka bawahan akan bersungguh- sungguh pada
tujuan atau standar yang ditetapkan, dan bawahan akan memiliki rasa
tanggungjawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam
penyusunan (Milani, 1975). Bawahan dituntut berpartisipasi dalam penganggaran
supaya anggaran menjadi lebih realistik dan dengan adanya partisipasi, bawahan
tahu benar apa yang harus dikerjakan berkaitan dengan pencapaian anggaran
dengan menggunakan informasi terkini (Suartana, 2010).
2.1.6 Proses Penyusunan Anggaran
Menurut Mardiasmo (2002) penyusunan dan pelaksanaan anggaran
tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Ada empat siklus anggaran yang
meliputi empat tahap sebagai berikut.
1) Tahap persiapan anggaran
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas
22
pengeluaran, hendaknya dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih
akurat. Perlu disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika
anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan
pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
2) Tahap ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup
rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya
memilikimanajerial skill, namun juga harus mempunyaipolitical skill,
salesman ship dan coalitian building yang memadai. Intergitas dan
kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap
ini. Hak tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif
harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan dan bantahan dari
pihak legislatif.
3) Tahap implementasi/ pelaksanaan anggaran
Dalam tahap ini paling penting harus diperhatikan oleh manajer
keuangan publik adalah dimilikinya sistem informasi akuntansi dan
sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal
ini betanggung jawab untuk menciptakan sistem informasi yang
memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran
yang telah disepakati sehingga dapat diandalkan untuk tahap
penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem informasi yang baik
23
4) Tahap pelaporan dan evaluasi anggaran
Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Pada
saat tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan
sistem pengendalian manajer yang baik, maka diharapkan tahap
pelaporan dan evaluasi anggaran tidak akan menemukan banyak
masalah.
Proses penyusunan anggaran dimulai bulan Januari dengan mengadakan
musyawarah pembangunan desa. Bulan Februari dilaksanakan musyawarah
pembangunan kecamatan. Pada bulan Maret diadakan forum Satuan Kerja
Perangkat Daerah untuk menyusun rancangan kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah kabupaten/kota, sehingga pada bulan Mei dapat dihasilkan penetapan
rencana kerja pemerintah daerah. Bulan Juni diadakan pembahasan dan
kesepakatan kebijakan umum anggaran antara kepala daerah dengan DPRD yang
dilanjutkan dengan pembahasan dan kesepakatan priorotas dan plafon anggaran
sementara. Untuk menyusun rencana kerja anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah dan RAPBD dilakukan antara bulan Juli sampai September. Pada bulan
Oktober sampai bulan November dilaksanakan pembahasan dan persetujuan
rancangan APBD dengan DPRD, penetapan perda APBD dan penyusunan daftar
pelaksanaan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah. Proses terakhir pada bulan
24
2.1.7 Senjangan Anggaran
Menurut Hansen dan Mowen (1999) perencanaan dan pengendalian
adalah dua hal yang tidak terpisahkan. Anggaran merupakan komponen utama
dari perencanaan dan penganggaran. Anggaran sering kali digunakan untuk
menilai kinerja aktual para atasan dan bawahan. Anggaran dapat memiliki
pengaruh yang besar terhadap prilaku atasan dan bawahan.
Senjangan anggaran adalah perbedaan antara jumlah anggaran yang
diajukan oleh subordinates dengan jumlah estimasi yang terbaik dari organisasi
(Anthony dan Givindarajan, 2001). Faktor yang memotivasi bawahan untuk
melakukan senjangan anggaran adalah untuk mendapatkan penilaian kinerja yang
baik dari atasan. Desmiyawati (2009) mendefinisikan senjangan anggaran sebagai
tindakan bawahan yang mengecilkan kapasitas produktif ketika bawahan diberi
kesempatan untuk menentukan standar kinerjanya. Hal ini menyebabkan
perbedaan antara anggaran yang dilaporkan dengan anggaran yang sesuai dengan
estimasi terbaik dari organisasi.
Senjangan anggaran dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
diantaranya partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran (Yuwono, 1999).
Faktor lain seperti kebijakan pemberian reward atau promosi atas pencapaian
target anggaran. Senjangan anggaran timbul karena keinginan dari atasan dan
bawahan yang tidak sama terutama jika kinerja tergantung pada pencapaian
sasaran anggaran, maka mereka akan membuat senjangan anggaran melalui proses
25
2.1.8 Keadilan Distributif
Peran keadilan dalam proses penganggaran telah menjadi fokus riset
akuntansi keprilakuan. Definisi keadilan distributif menurut Greenberg (1986)
adalah kewajaran evaluasi yang diterima relatif terhadap pekerjaan yang
dilakukan. Folger dan Kanovsky (1989), dalam Giri (2014) mendefinisikan
keadilan distributif sebagai keadilan yang dirasakan terkait jumlah kompensasi
yang diterima karyawan. Keadilan distributif merupakan suatu anggapan
mengenai keadilan hasil oleh organisasi dalam hubungannya dengan individu atau
input kelompok, khususnya dalam hal bagaimana individu mengevaluasi dan
beraksi terhadap perlakuan yang berbeda.
Keadilan distributif berhubungan dengan persepsi karyawan dan
keseimbangan antara masukan- masukan yang mereka berikan dengan hasil- hasil
yang mereka terima. Pada saat individu- individu dalam organisasi
mempersepsikan bahwa rasio masukan yang mereka berikan terhadap kompensasi
yang mereka terima seimbang. Ketidak seimbangan rasio antara masukan dan
imbalan menggiring mereka pada persepsi akan adanya ketidakwajaran.
Penemuan- penemuan penelitian menjelaskan bahwa keadilan distributif
berhubungan dengan persepsi individu atas hubungannya dengan individu lain
yang memiliki sumber daya. Keadilan distributif tersebut berkenaan dengan
perbandingan atau standar dan pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian adil
atau tidaknya hasil yang didapat.
Leventhal (1980) dalam Giri (2014) mengusulkan beberapa kriteria yang
26
diantaranhya : Representativeness: proses tersebut menggabungkan minat dan
nilai- nilai dari semua subgroup penting dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh
keputusan itu; Accuracy: keputusan- keputusan yang berdasarkan informasi yang
benar dan akurat, pendapat yang mengandung informasi yang baik; Competency:
semua orang yang dipengaruhi oleh proses menerima perlakuan yang sama
(konsisten antar orang) dan proses yang digunakan dibuat dalam cara yang sama
setiap saat (konsisten antar waktu); Bias Suppression: pengambilan keputusan
tidak memiliki kepentingan pribadi dalam keputusan tersebut dan memberikan
semua pandangannya dengan pertimbangan yang cukup; Correctability; proses
tersebut memungkinkan melakukan koreksi terhadap keputusan yang buruk; dan
Ethically; proses tersebut sesuai dengan standar etika dan moralitas pribadi.
Penyusunan anggaran yang bernilai tinggi akan tercapai tergantung pada motivasi
pihak penyusun anggaran. Pada aspek keadilan distributif, untuk lingkungan
pemerintah menjadi fenomena yang sering menjadi motorik terciptanya konflik
(Siregar, 2005).
Pihak atasan cenderung menyadari bahwa pihak bawahan dalam
organisasi merasakan kecemasan akan keadilan yang digunakan dalam lingkungan
kerjanya. Sebagai atasan yang bertanggung jawab berhak meminta upaya atau
usaha yang maksimum dari pihak bawahan untuk meningkatkan kinerjanya dan
bawahan cenderung lebih senang untuk memastikan bahwa proses yang adil telah
diterapkan dalam organisasi yang berkaitan antara penghargaan yang diterima
karyawan dengan kontribusi yang diberikan karyawan kepada organisasi. Hal ini
27
dalam lingkungan kerjanya. Penerapan keadilan distibutif dalam suatu organisasi,
diduga semakin memperlemah hubungan partisipasi penganggaran pada
senjangan anggaran, sebaliknya tanpa adanya keadilan distributif dalam
organisasi, diduga akan memperkut pengaruh partisipasi penganggaran pada
senjangan anggaran.
2.1.9 Komitmen Organisasional
Mowday et. al. (1982) dalam Mahennoko (2011) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagaithe relative strenght of an individual’s identification
with and involvement in a particular organisazion. Definisi tersebut menujukkan
bahwa komitmen organisasi memiliki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif
tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan
kontribusi yang berarti pada organisasinya.
Komitmen organisasi yang dikemukankan oleh Mowday et. al. Ini
memiliki ciri- ciri yaitu : (1) belief yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan
dan nilai organisasi, (2) kesiapan untuk bekerja keras, dan (3) keinginan yang kuat
untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen ini tergolong komitmen sikap atau
efektif karena berkaitan dengan sejauh mana individu merasa nilai dan tujuan
pribadinya sesuai dengan tujuan organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai
dan tujuan individu dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula
28
Mowday et. al. (1982) mengemukakan bahwa komitmen organisasi
terbangun apabila masing- masing individu mengembangkan tiga sikap yang
saling berhubungan terhadap organisasi, yang antara lain adalah :
1) Identifikasi (identification) yaitu pemahaman atau penghayatan
terhadap organisasi.
2) Keterlibatan (involvement) yaitu perasaan terlibat dalam suatu
pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah
menyenangkan.
3) Loyalitas (loyality) yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya
bekerja atau tinggal.
2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai senjangan anggaran telah dilakukan oleh banyak
peneliti dan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh Minan (2005) yang meneliti tentang pengaruh komitmen
organisasi terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan
anggaran. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner kepada 37
pimpinan menengah di perguruan tinggi swasta Kota Medan. Teknik analisis yang
digunakan adalah analisis regresi sederhana dan MRA. Hasil penelitian
menunjukan bahwa anggaran partisipatif tidak berpengaruh pada senjangan
anggaran dan komitmen organisasi juga tidak berpengaruh pada hubungan antara
29
Desmiyawati (2009) meneliti tentang pengaruh partisipasi anggaran
terhadap senjangan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel
moderating. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran
kuesioner kepada unit kerja yang tergolong sebagai pejabat eselon III dan IV.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh negatif
terhadap senjangan anggaran. Sedangkan pengaruh komitmen organisasi terhadap
hubungan partisipasi anggaran pada senjangan anggaran adalah negatif tapi tidak
signifikan.
Supanto (2010) meneliti tentang pengaruh partisipasi penganggaran
terhadap budgetary slack dengan informasi asimetri, motivasi dan budaya
organisasi sebagai pemoderasi. Teknik analisi yang digunakan adalah analisis
regresi moderasi (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi
penganggaran berpengaruh negatif dan signifikan pada budgetary slack,infomasi
asimetri dapat memoderasi pengaruh anggaran partisipatif pada budgetary slack
sedangkan motivasi dan budaya organisasi tidak dapat memoderasi pengaruh
anggaran partisipatif padabudgetary slack.
Sedangkan penelitian yang dilakukan Sandrya (2013) yang membahas
tentang pengaruh anggaran partisipatif pada budgetary slack dengan empat
variabel moderasi yaitu asimetri informasi, komitmen organisasi, budaya
organisasi dan kapasitas individu. Data dikumpulkan dengan metode survei
berupa kuesioner dan indepth intrview, serta dianalisis dengan analisis regresi
moderasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa anggaran partisipatif berpengaruh
30
tersebut. Sebaliknya, komitmen organisasi dan budaya organisasi memperlemah
hubungan antara anggaran partisipatif dengan budgetary slack. Selain itu, tinggi
atau rendahnya kapasitas individu tidak mampu memoderasi hubungan tersebut.
Noviawati dan Utami (2014) meneliti tentang pengaruh locus of control,
keadilan distributif, keadilan prosedural dan kepercayaan terhadap senjangan
anggaran yang dilaksanakan di PT Apac Inti Corpora. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
locus of control dan keadilan prosedural berpengaruh terhadap senjangan
anggaran. Karyawan yang bekerja di perusahaan ternyata memiliki locus of
control yang kurang baik. Artinya, karyawan kurang berkeyakinan untuk dapat
mencapai target anggaran, sehingga melakukan senjangan anggaran. Selain itu,
prosedur anggaran yang diberikan perusahaan belum dirasa adil oleh karyawan,
sehingga karyawan merasa perlu melakukan senjangan anggaran untuk
mengantisipasi apabila target anggaran tidak tercapai. Sedangkan variabel
keadilan distributif dan kepercayaan tidak berpengaruh terhadap senjangan
anggaran. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan sudah merasa mendapatkan
distribusi anggaran yang adil dari perusahaan dan diberikan kepercayaan yang