• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Masa Kerja dan Posisi Tubuh Saat Bekerja dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Masa Kerja dan Posisi Tubuh Saat Bekerja dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN MASA KERJA DAN POSISI TUBUH SAAT

BEKERJA DENGAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL

PADA PERAWAT

Studi Dilakukan Di Ruang IGD BRSU Tabanan Pada Bulan April 2015

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

NI PUTU WIDYA SULASMI NIM. 1102105027

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ni Putu Widya Sulasmi NIM : 1102105027

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Hubungan Masa Kerja Dan Posisi Tubuh Saat Bekerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Di Ruang IGD BRSU Tabanan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis berikan kepada: 1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS, AIF, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana memberikan pengarahan dalam proses pendidikan.

3. Komang Ayu Mustriwati, S.Kp, MPH sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu

(6)

vi

5. Adi Wahyu Udaksana, S.Kep, Ns selaku Kepala Ruangan IGD BRSU Tabanan yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di ruangan yang

dipimpin.

6. Kedua orang tua, yang telah memberikan dukungan serta doa sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

7. Rekan-rekan sejawat PSIK FK Udayana angkatan 2011 yang telah memberikan

dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat

waktu.

7. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan masukan yang

membangun.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

(7)

vii ABSTRAK

Sulasmi, Ni Putu Widya. 2015. Hubungan Masa Kerja dan Posisi Tubuh Saat Bekerja Dengan Keluhan Muskuloskeletal PAda Perawat Di Ruang IGD BRSU Tabanan. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Komang Ayu Mustriwati, S.Kp, MPH. (2) Ns. I Komang Widarma Atmaja, S.Kep Keluhan muskuloskeletal merupakan penyakit akibat kerja yang paling sering dialami oleh perawat. Masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya keluhan muskuloskeletal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat yang bekerja di ruang IGD BRSU Tabanan. Penelitian ini termasuk desain Non Eksperimental dengan pendekatan Cross Sectional. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 34 orang dengan teknik pemilihan sampel secara nonprobability dengan purposive sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner Nordic Body Map untuk mengukur keluhan muskuloskeletal dan masa kerja perawat, serta lembar observasi REBA untuk mengukur posisi tubuh saat bekerja yang tidak ergonomis. Uji normalitas data menggunakan Saphiro-Wilk lalu data diuji dengan analisis Rank Spearman. Hasil pengolahan data menunjukkan terdapat hubungan antara masa kerja dengan keluhan muskuloskeletal (p = 0,031), terdapat hubungan antara posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal saat rawat luka (p = 0,002), saat menjahit luka (p = 0,002), saat pemasangan infus (p = 0,015), saat pengambilan darah (p = 0,001). Seluruh posisi tubuh saat bekerja pada empat tindakan keperawatan tersebut dilakukan dengan posisi tubuh berdiri dan membungkuk. Bidang keperawatan untuk mengupayakan kondisi lingkungan kerja yang ergonomis dan perawat IGD untuk lebih memperhatikan posisi tubuh saat bekerja.

(8)

viii ABSTRACT

Sulasmi, Ni Putu Widya. 2014. Relationship Work Period and Body Position While Working With Musculoskeletal Disorders to Nurses in the IGD BRSU Tabanan. Final Project, Nursing Science Departement, Faculty of Medicine, University of Udayana. Adivsors (1) Komang Ayu Mustriwati, S.Kp, MPH. (2) Ns. I Komang Widarma Atmaja, S.Kep Musculoskeletal disorders is the occupational disease that often experience by nurses. Working period and body position while working is one factor in the occurrence of musculoskeletal disorders. The purpose of this study was to determine the relationship between work period and position of the body when working with musculoskeletal disorders in nurses working in the IGD room BRSU Tabanan. This study includes Non Experimental design with cross sectional approach. The samples used in this study amounted to 34 people to be nonprobability sample selection technique with purposive sampling. Measuring instruments used in this study was a questionnaire sheet Nordic Body Map to measure musculoskeletal disorders and working lives of nurses, as well as the observation sheet REBA to measure body position while working that is not ergonomic. Data analysis using Saphiro Wilk normality test and then data processed by using Spearman Rank Correlation. Results obtained there are correlation between work period and musculoskeletal disorders (p = 0,031) body position while working and musculoskeletal disorders while wound care ( p =

(9)

ix 2.1 Konsep Keluhan Muskuloskeletal ... 10

2.1.1 Pengertian Keluhan Muskuloskeletal... 10

2.1.2 Jenis-Jenis Keluhan Muskuloskeletal ... 11

2.1.3 Gejala Keluhan Muskuloskeletal ... 11

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Muskuloskeletal ... 13

2.1.5 Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal ... 23

2.2 Konsep Ergonomi ... 24

2.2.1 Pengertian Ergonomi ... 24

2.2.2 Ruang Lingkup Ergonomi ... 25

2.2.3 Tujuan Dan Manfaat Ergonomi ... 26

2.2.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Ergonomi ... 26

2.2.5 Aplikasi Pelaksanaan Ergonomi Kerja ... 27

2.2.6 Posisi Tubuh Saat Melakukan Tindakan Keperawatan... 29

(10)

x BAB III KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep ... 39

3.2 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 40

3.2.1Variabel Penelitian ... 40

4.4 Populasi, Teknik Sampling dan Sampel ... 46

4.4.1 Populasi Penelitian ... 46

4.4.2 Teknik Sampling ... 46

4.4.3 Sampel ... 48

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 48

4.5.1 Jenis Data Yang Dikumpulkan ... 48

4.5.2 Cara Pengumpulan Data ... 49

4.5.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 51

4.5.4 Etika Penelitian ... 53

4.6 Pengolahan dan Analisa Data ... 53

4.6.1 Teknik Pengolahan Data ... 53

4.6.2 Teknik Analisis Data ... 55

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 57

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian ... 57

5.1.2 Karakteristik Subyek Penelitian ... 59

5.1.3 Hasil Analisis Data ... 63

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 67

5.2.1 Masa Kerja ... 68

5.2.2 Posisi Tubuh Saat Bekerja ... 70

5.2.3 Keluhan Muskuloskeletal Perawat ... 74

5.2.4 Hubungan Masa Kerja dan Posisi Tubuh Saat Bekerja dengan Keluhan Muskuloskeletal pada Perawat ... 77

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 80

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 82

6.2 Saran ... 83

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Klasifikasi Subjektivitas Keluhan Muskuloskeletal Berdasarkan

Total Skor Individu... 24 Tabel 2 Skor Akhir REBA... 37 Tabel 3 Definisi Operasional ... 40 Tabel 4 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Perawat di Ruang IGD

BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 57 Tabel 5 Karakteristik Berdasarkan Umur Perawat di Ruang IGD

BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 58 Tabel 6 Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja Perawat di Ruang IGD

BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 58 Tabel 7 Karakteristik Berdasarkan Level Risiko Posisi Tubuh Saat Rawat

Luka pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 59 Tabel 8 Karakteristik Berdasarkan Level Risiko Posisi Tubuh Saat

Menjahit Luka pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan

Tahun 2015 ... 59 Tabel 9 Karakteristik Berdasarkan Level Risiko Posisi Tubuh Saat

Pemasangan Infus pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan

Tahun 2015 ... 60 Tabel 10 Karakteristik Berdasarkan Level Risiko Posisi Tubuh Saat

Pengambilan Darah pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 60 Tabel 11 Karakteristik Berdasarkan Keluhan Muskuloskeletal pada

Perawat di Ruang IGD BRSU Tahun 2015 ... 61 Tabel 12 Hubungan antara Masa Kerja dengan Keluhan Muskuloskeletal

pada Perawat di Ruang IGD BRSU Tabanan Tahun 2015 ... 62 Tabel 13 Hubungan antara Posisi Tubuh dengan Keluhan Muskuloskeletal

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian Lampiran 2 : Anggaran Dana Penelitian Lampiran 3 : Kuisioner Nordic Body Map

Lampiran 4 : Lembar Observasi Rapid Entire Body Assessment (REBA) Lampiran 5 : Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian Oleh Pemerintah Provinsi Bali

Lampiran 7 : Surat Keterangan Mengadakan Penelitian Oleh Kesbang, Pol dan Linmas Kabupaten Taban

Lampiran 8 : Surat Ijin Penelitian Oleh BRSU Tabanan Lampiran 9 : Pengantar Kuisioner

Lampiran 10 : Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 11 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Oleh BRSU Tabanan

Lampiran 12 : Master Tabel Penelitian

Lampiran 13 : Tabel Keluhan Muskuloskeletal Pada Perawat Lampiran 14 : Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Lampiran 15 : Hasil Uji Normalitas Data Lampiran 16 : Uji Spearman Rank Correlation Lampiran 17 : Hasil Crosstabulation

(14)
(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

ACGIH : American Conference of Govermental Industrial Hygienis ANA : American Nurses Association

BRSU : Badan Rumah Sakit Umum

CCOHS : Canadian Centre for Occupational Health and Safety DEPKES : Departemen Kesehatan

IGD : Instalasi Gawat Darurat

ILO : International Labour Organization IMT : Indeks Massa Tubuh

MSDs : Musculoskeletal Disorders NBM : Nordic Body Map

NIOSH : National Institute for Occupational Safety and Health

OHSCO : Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) REBA : Rapid Entire Body Assessment

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung upaya penyelenggaraan kesehatan (Depkes, 2004). Penyelenggara pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam, berinteraksi satu sama lain. Tenaga kesehatan di rumah sakit merupakan tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, farmasi, bidan, fisioterapi, analis kesehatan, dan petugas rontgen. Setiap rumah sakit tentunya menginginkan dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan memuaskan untuk kepentingan masyarakat luas.

Salah satu komponen pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah perawat. Perawat sebagai tenaga pelayanan kesehatan berinteraksi langsung dengan pasien dengan intensitas yang paling tinggi dibandingkan dengan komponen yang lainnya. Perawat adalah seseorang yang memiliki kemampuan dan wewenang melakukan tindakan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (Depkes, 2004).

(17)

2

bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya untuk melakukan prosedur yang diprogramkan oleh dokter untuk mengkaji pasien dan mengatasi masalah mereka (Depkes RI, 2004).

Perawat dalam melakukan perawatan pada pasien banyak melakukan aktivitas mengangkat, memindahkan, mendorong, atau menarik pasien. Selain itu perawat banyak melakukan aktivitas dalam posisi berdiri atau berjalan dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal tersebut yang membuat perawat berhadapan langsung dengan bahaya, apabila posisi tubuh perawat tidak tepat dalam melakukan tugas, sehingga dapat mengancam kesehatan dan keselamatan kerja perawat tersebut.

Penyakit akibat kerja dapat terjadi saat melakukan aktivitas kerja dan dari sekian banyak penyakit akibat kerja, keluhan muskuloskeletal merupakan keluhan yang paling sering dilaporkan (Swedish Statistic, 2006 dalam Elyas, 2012). Keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot, dan saraf yang disebabkan oleh aktivitas pengulangan yang tinggi, posisi tubuh yang tidak ergonomis, vibrasi, beban yang tinggi dan rendahnya temperatur.

World Health Organization (WHO) tahun 2003, memperkirakan prevalensi

(18)

3

perawat di Amerika Serikat mengalami keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan data tersebut, 12% mengundurkan diri sebagai perawat dan 20% pindah ke unit kesehatan lain. Beberapa diantaranya mengalami penurunan kualitas kerja sebagai perawat akibat keluhan muskuloskeletal (Castro, 2008).

Keluhan muskuloskeletal pada perawat sangat berpengaruh pada kualitas pemberi pelayanan keperawatan. Penelitian yang dilakukan di salah satu rumah sakit di Jakarta yang menggunakan 382 responden didapatkan data, bahwa 66% perawat mengalami keluhan muskuloskeletal dari skala ringan hingga berat (Tana, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Suprihatin (2010) pada 39 perawat di ICU RSUP Sanglah Denpasar didapatkan data bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada keluhan muskuloskeletal pada perawat sebelum dan sesudah melaksanakan jaga malam. Hal ini terjadi karena responden sudah merasa kelelahan dari rumah.

(19)

4

akibat kerja sehingga pekerja dapat melakukan pekerjaannya sesuai dengan standar fisiologis tubuh. Apabila penerapan ilmu ergonomi tidak dilakukan dengan baik, maka akan timbul risiko ergonomi akibat kerja berupa Musculosceletal Disorders (MSDs) yang sebagian besar disebabkan oleh posisi dan postur yang salah selama melakukan aktivitas pekerjaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Taufik pada tahun 2010, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang turut berkontribusi terhadap MSDs pada pekerjaan, salah satunya disebabkan oleh posisi yang buruk, berat alat yang tidak standar, posisi leher dan bahu statis dengan mendongak ke atas. Sedangkan untuk faktor pekerja itu sendiri dikatakan, bahwa pada umur 35 tahun merupakan episode pertama seseorang akan mengalami nyeri punggung, hal tersebut dapat dikarenakan pada usia di atas 35 tahun terjadi proses degenerasi dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berkurangnya stabilitas otot dan sendi. Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi risiko terjadinya penurunan elastisitas tulang.

(20)

5

Tindakan keperawatan yang sering menggunakan posisi kerja duduk contohnya ketika melakukan dokumentasi keperawatan. Posisi ini menyebabkan tekanan yang meningkat pada tulang belakang (Tarwaka, 2004). Posisi kerja berdiri merupakan salah satu posisi kerja yang sering dilakukan contohnya pada tindakan menjahit luka, memasang infus, pengambilan darah, dan merawat luka. Berat tubuh akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus akan menyebabkan terjadinya penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan nyeri pada kaki (Tarwaka, 2004). Posisi kerja membungkuk dapat menyebabkan keluhan muskuloskeletal yaitu low back pain. Tindakan keperawatan yang sering menggunakan posisi kerja membungkuk adalah saat pengangkatan pasien (dari brangkar ke brangkar atau dari brangkar ke kursi roda), saat mendorong atau menarik pasien, saat memandikan pasien, saat merapikan tempat tidur, membuka kunci pengaman pada kursi roda dan membuka pijakan (Diana, 2005).

(21)

6

yang dilakukan oleh pekerja, sehingga akan menimbulkan berbagai keluhan muskuloskeletal akibat pekerjaannya (Taufik, 2010).

Badan Rumah Sakit Umum Tabanan merupakan rumah sakit daerah yang merupakan pusat rujukan di kota Tabanan. Rumah sakit ini memiliki beberapa unit pelayanan, salah satunya Instalasi Gawat Darurat (IGD). Jumlah kunjungan di IGD BSU Tabanan pada tahun 2011 sebesar 763 orang, tahun 2012 sebesar 48.801 orang, dan tahun 2013 sebesar 46.719 orang. Kasus penyakit di IGD terbanyak adalah pasien dengan cedera kecelakaan.

Perawat IGD memiliki tugas untuk menyelamatkan pasien dalam kondisi gawat darurat sehingga perlu dilakukan penanganan segera. Pasien datang secara tidak terjadwal dan proses keperawatan di ruang IGD dipengaruhi oleh waktu yang terbatas. Adanya kondisi tersebut, maka perawat IGD dituntut untuk bekerja dengan posisi tubuh yang sering dilakukan dalam jangka waktu yang lama, membutuhkan tenaga besar, serta posisi tubuh janggal yang menimbulkan perasaan tidak nyaman. Kondisi ini menyebabkan perawat mengalami kontraksi otot yang terus menerus yang mengakibatkan otot tidak sepenuhnya pulih dalam jangka waktu yang singkat pada setiap tindakan keperawatan yang dilakukan, sehingga menyebabkan terjadi keluhan akibat pekerjaan.

(22)

7

menjahit luka, dan tindakan pengambilan darah. Tindakan ini dilakukan dengan posisi tubuh berdiri dan membungkuk. Frekuensi tindakan pun sangat sering karena banyaknya jumlah kunjungan dan memerlukan tindakan ini. Sehingga hal ini menyebabkan penurunan produktivitas kerja pada perawat yang membuat perawat tidak masuk kerja akibat keluhan muskuloskeletal.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada bulan Nopember 2014 dengan melakukan wawancara kepada enam orang perawat yang bekerja di Ruang IGD BRSU Tabanan menunjukkan data, bahwa keenam perawat tersebut mengeluh mengalami nyeri pada punggung, lutut dan kaki setelah melakukan aktivitas. Keluhan muskuloskeletal muncul pada saat berbeda-beda pada setiap perawat. Sebanyak dua orang perawat mengaku keluhan terjadi ketika sudah tiba di rumah, dan empat orang lainnya mengaku keluhan muncul pada saat beristirahat. Keluhan akan lebih terasa ketika perawat melakukan tindakan menjahit luka dan mengangkat pasien. Sedangkan masa kerja pada perawat yang diwawancara berkisar antara 8 bulan sampai 12 tahun.

(23)

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi masa kerja perawat di ruang IGD BRSU Tabanan. b. Mengidentifikasi posisi tubuh perawat saat bekerja melakukan asuhan

keperawatan di ruang IGD BRSU Tabanan.

c. Mengidentifikasi keluhan muskuloskeletal perawat di ruang IGD BRSU Tabanan.

d. Menganalisa hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat bekerja dengan keluhan muskuloskeletal pada perawat di ruang IGD BRSU Tabanan. e. Mengidentifikasi kekuatan hubungan masa kerja dan posisi tubuh saat

(24)

9

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tenaga kesehatan khususnya perawat dalam melakukan asuhan keperawatan sehari-hari.

1.4.2 Manfaat Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah informasi khususnya di bidang keperawatan tentang posisi tubuh saat bekerja pada perawat dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai masa kerja yang telah ditempuh sehingga dapat mengurangi keluhan muskuloskeletal.

(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluhan Muskuloskeletal 2.1.1 Pengertian Keluhan Muskuloskeletal

Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) tahun 2007, keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot, dan saraf. Aktivitas dengan tingkat pengulangan yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada otot. Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja yang memuaskan.

Menurut American Conference of Governmental Industrial Hygienis (ACGIH) tahun 2007, keluhan muskuloskeletal adalah gangguan kronis pada otot, tendon, dan saraf yang disebabkan oleh pengguna tenaga secara berulang (repetitive), gerakan secara cepat, beban yang tinggi, tekanan, postur tubuh yang janggal, vibrasi, dan rendahnya temperatur.

(26)

11

2.1.2Jenis-Jenis Keluhan Muskuloskeletal

Secara garis besar keluhan otot dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap, walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang terlalu berlebihan akibat pembebanan kerja yang terlalu panjang dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Tarwaka, 2010).

2.1.3 Gejala Keluhan Muskuloskeletal

(27)

12

yaitu kekakuan sendi, kekakuan otot, kemerahan, pembengkakan, kesemutan, dan perubahan warna kulit.

Keluhan muskuloskeletal secara bertahap memiliki gejala dari ringan sampai berat menurut CCOHS tahun 2014, yaitu:

a. Tahap awal: nyeri dan kelelahan pada anggota tubuh yang mengalami keluhan muskuloskeletal yang terjadi selama shift kerja, namun gejala ini menghilang pada malam hari dan selama libur kerja.

b. Tahap peralihan: nyeri dan kelelahan terjadi pada awal shift kerja dan menetap di malam hari. Intensitas berkurang untuk pekerjaan yang berulang.

c. Tahap akhir: nyeri, kelelahan dan kelemahan menetap selama beristirahat. Mengalami gangguan tidur dan melakukan pekerjaan ringan.

(28)

13

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Muskuloskeletal a. Faktor Penyebab Primer

1. Posisi Kerja

Setiap posisi tubuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan jika dipertahankan dalam jangka waktu lama. Maijunidah (2010) mengkategorikan posisi tubuh janggal dalam bekerja adalah berdiri, duduk tanpa dukungan lumbar, duduk tanpa dukungan punggung, duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai, duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi, tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal, tangan meraih sesuatu yang sulit terjangkau (jauh atau tinggi), kepala mendongak, posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan, membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul, semua posisi tegang, posisi ekstrim yang terus menerus setiap sendi. Sedangkan posisi statis merupakan postur kerja fisik dalam posisi yang sama dimana pergerakan yang terjadi sangat minimal. Contoh dari gangguan statik termasuk di dalamnya: meningkatkan bahu untuk periode yang lama, menggenggam benda dengan lengan, mendorong dan memutar benda berat, berdiri di tempat yang sama dalam waktu yang lama dan memiringkan kepala ke depan dalam waktu yang lama.

(29)

14

pekerjaan antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Posisi kerja tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja melakukan pekerjaan yang tidak aman. Posisi tubuh saat kerja yang salah, canggung, dan di luar kebiasaan akan menambah risiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal.

Terdapat 3 macam posisi dalam bekerja, yaitu: a) Posisi Kerja Duduk

Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskeletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah (Tarwaka, 2010).

(30)

15

b) Posisi Kerja Berdiri

Posisi kerja berdiri merupakan salah satu posisi kerja yang sering dilakukan ketika melakukan sesuatu pekerjaan. Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu ataupun kedua kaki ketika melakukan posisi berdiri. Aliran beban tubuh mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi bumi. Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan anggota bagian bawah (Rahmaniyah, 2007).

(31)

16

c) Posisi Kerja Membungkuk

Salah satu posisi kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah (low back pain) bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama. Pada saat membungkuk tulang punggung bergerak ke sisi depan tubuh. Otot bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebrata justru mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri pada punggung bagian bawah. Bila sikap kerja ini dilakukan dengan beban pengangkatan yang berat dapat menimbulkan slipped disk, yaitu rusaknya bagian invertebratal disk akibat kelebihan beban pengangkatan (Rahmaniyah dan Bambang, 2007).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Diana (2005) tentang sikap membungkuk dan memutar selama bekerja sebagai faktor risiko nyeri punggung bawah menunjukan bahwa sikap kerja membungkuk memperbesar risiko nyeri punggung bawah sebesar 2,68 kali dibandingkan dengan pekerja dengan sikap badan tegak.

(32)

17

brangkar ke brangkar atau dari brangkar ke kursi roda), saat mendorong/menarik pasien, saat memandikan pasien, saat merapikan tempat tidur, posisi membungkuk saat membuka kunci pengaman pada kursi roda dan membuka pijakan, posisi kerja statis dalam waktu yang lama (lebih dari 4 jam) dan berulang saat melakukan tindakan invasif, dan posisi tempat tidur yang tidak mendukung body aligment saat melakukan tindakan (Diana, 2005).

2. Peregangan otot

Peregangan otot yang berlebihan, sering dilakukan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat (Tarwaka, 2010).

3. Aktivitas berulang

Keluhan otot terjadi akibat menerima beban terus menerus tanpa relaksasi. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang, mengakibatkan kelelahan karena pekerja tidak sepenuhnya pulih dalam jangka waktu yang singkat antara gerakan (CCOHS, 2014).

4. Force atau Load

(33)

18

tubuh, dan jenis aktivitasnya. Massa atau beban dari objek merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan muskuloskeletal (Soleh, 2009).

5. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini akan menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akibatnya menimbulkan rasa nyeri otot (CCOHS, 2014). Hal yang sama ditemukan oleh John (2007) bahwa getaran yang berlebihan menyebabkan rasa sakit pada otot, sendi dan organ-organ internal; menyebabkan mual dan trauma ke tangan, lengan, kaki dan kaki. Getaran diukur dengan arah, kecepatan dan frekuensi pada tubuh.

b. Faktor Risiko Individu 1. Usia

(34)

19

30 tahun. Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut, pengurangan cairan sehingga hal tersebut menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O'Sullivan (2009) yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur antara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang, bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang muda dari pada pekerja yang tua.

2. Jenis Kelamin

Menurut Tarwaka (2010), jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap risiko keluhan otot skeletal. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita memang lebih rendah dari pada pria. Hasil penelitian Betti’e et al (1989) dalam Tarwaka (2010) menunjukkan bahwa rerata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 % dari kekuatan otot pria khususnya untuk otot lengan, punggung, dan kaki.

3. Waktu Kerja

(35)

20

ditemukan waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan itu pada tingkat prestasi tertentu (Taufik, 2010). Berdasarkan hasil studi mengenai keluhan muskuloskeletal pada supir bis yang dilakukan oleh Karuniasih (2009), diketahui bahwa supir yang telah bekerja atau mengendarai lebih dari 2 jam merasakan pegal-pegal pada punggung dan leher.

4. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan jenis kelamin, kebiasaan merokok pun masih dalam taraf perdebatan para ahli. Namun dari penelitian oleh para ahli diperoleh bahwa meningkatnya frekuensi merokok akan meningkatkan keluhan otot yang dirasakan. Meningkatnya keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Risiko meningkat 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari. Mereka yang telah berhenti merokok selama setahun memiliki risiko low back pain sama dengan mereka yang tidak merokok. Kebiasaan

(36)

21

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Annuals of Rheumatic Diseases (Croasmun, 2003) terhadap 13.000 perokok dan non perokok dengan rentang umur antara 16-64 tahun, dilaporkan bahwa perokok memiliki risiko 50% lebih besar untuk merasakan keluhan muskuloskeletal. Hal ini dikarenakan efek rokok akan menciptakan respon rasa sakit atau sebagai permulaan rasa sakit, mengganggu penyerapan kalsium pada tubuh sehingga meningkatkan risiko terkena osteoporosis, menghambat penyembuhan luka patah tulang serta menghambat degenerasi tulang.

5. Masa Kerja

(37)

22

6. Indeks Masa Tubuh

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi pekerja. Menurut WHO (2005) rumus indeks masa tubuh adalah BB2/TB (berat badan2 per tinggi badan) dan dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risikonya untuk mengalami keluhan muskuloskeletal. Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Kondisi ini akan meyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus (Tan HC dan Horn SE. 1998).

Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring dengan meningkatnya body mass index (BMI). Indeks massa tubuh merupakan faktor risiko

(38)

23

bagian atas dan keluhan muskuloskeletal extrimitas atas. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap 52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan muskuloskeletal dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh >25.

2.1.5 Pengukuran Keluhan Muskuloskeletal

Untuk memperoleh gambaran gejala keluhan muskuloskeletal dapat menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan keluhan mulai dari rasa tidak sakit, agak sakit, sakit, sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisa Nordic Body Map (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan

otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subyektifitas yang tinggi (Tarwaka, 2010).

Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi. Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan atau tangan, pinggang atau pantat, lutut dan tumit atau kaki (Kroemer, 2001).

(39)

24

Gambar 1. Nordic Body Map

Sumber: Ketut Tirtayasa, et al. 2003

Skor akhir kuisioner akan menunjukkan keluhan yang dirasakan dan tindakan perbaikan yang harus dilakukan. Menurut Tarwaka tahun 2010, menyebutkan pedoman sederhana yang dapat dilakukan untuk menentukan klasifikasi subjektivitas keluhan muskuloskeletal.

Tabel 1. Klasifikasi Subjektivitas Keluhan Muskuloskeletal Berdaarkan Total Skor Individu

Total

0-20 0 Rendah Belum diperlukan adanya tindakan perbaikan

21-41 1 Sedang Mungkin diperlukan tindakan dikemudian hari.

42-62 2 Tinggi Diperlukan tindakan segera.

63-84 3 Sangat Tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh sesegera mungkin.

2.2 Konsep Ergonomi 2.2.1 Pengertian Ergonomi

(40)

25

keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, Bakri, Sudiajeng, 2004).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2010), mendefinisikan ergonomi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan dan dapat dikatakan sebagai ergonomik yaitu penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan dan sesuai dengan kebutuhan manusia. Ergonomi merupakan praktek dalam mendesain peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan kemampuan pekerja yang bertujuan untuk mencegah cidera pada pekerja (OSHA, 2004).

Dapat disimpulkan ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan kerja sehingga manusia tersebut dapat merasa nyaman saat bekerja.

2.2.2 Ruang Lingkup Ergonomi

(41)

26

2.2.3 Tujuan Dan Manfaat Ergonomi

Ilmu ergonomi belum banyak dipahami dan diterapkan oleh pekerja. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan informasi yang diberikan oleh para pengelola tempat kerja. Secara umum tujuan dan manfaat dari penerapan ergonomi adalah upaya untuk mencegah cidera akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengurangi kelelahan setelah bekerja, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja sehingga tercipta kualitas kerja yang tinggi (OSHA, 2004).

2.2.4 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Ergonomi

Penampilan kerja membutuhkan keseimbangan yang dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan yang dimiliki sehingga tercapai kondisi lingkungan yang sehat, aman, nyaman. Apabila tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi ketidaknyamanan, kelelahan, kecelakaan, cidera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif (Elyas, 2012).

a. Kapasitas atau kemampuan kerja

Kemampuan seorang pekerja sangat mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan kerja. Kemampuan kerja ditentukan oleh: karakteristik pribadi seperti faktor usia, jenis kelamin, antropometri, pendidikan pengalaman, status sosial, status kesehatan.

(42)

27

mampu melakukan suatu pekerjaan dengan menggunakan aktivitas otot pada periode waktu tertentu. kemampuan kerja fisik seseorang ditentukan oleh kekuatan otot dan ketahanan otot.

b. Tuntutan tugas

Pekerja melakukan pekerjaannya untuk memenuhi tuntutan tugas yang diberikan. Tuntutan tugas pekerjaan tergantung pada task and material characteristics yang ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,

tipe, kecepatan, dan irama kerja. Organization characteristics, yang berhubungan dengan jam kerja dan jam istirahat, kerja malam dan bergilir, cuti, dan libur, manajemen. Environment characteristics, yang berkaitan dengan manusia yaitu teman setugas, suhu dan kelembaban, bising, dan getaran, penerangan, sosio budaya, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan pencemar (Elyas, 2012).

2.2.5 Aplikasi Pelaksanaan Ergonomi Kerja

Ergonomi harus dilaksanakan agar keluhan muskuloskeletal dalam bekerja dapat dikurangi sehingga tidak terjadi cedera dalam bekerja. Menurut International Labour Organisation (ILO) mengeluarkan panduan bagi

pekerja dalam melakukan aktivitasnya. Panduan tersebut ditujukan untuk pekerja dengan posisi duduk dan berdiri. Berikut adalah panduan ergonomis untuk bekerja dalam posisi duduk menurut ILO (2004):

(43)

28

b. Posisi duduk yang baik adalah dengan duduk lurus dan dekat dengan pekerjaan.

c. Meja dan kursi harus dirancang sehingga permukaan tempat kerja kira-kira pada tingkat yang sama dengan siku.

d. Bagian belakang harus lurus dan bahu rileks.

e. Jika memungkinkan, harus ada beberapa bentuk topangan yang sesuai untuk lengan bawah siku atau tangan.

Sedangkan panduan ergonomis dalam posisi berdiri adalah: a. Menurut tinggi kepala

1. Sediakan tempat yang memadai untuk pekerja yang paling tinggi. 2. Posisi kepala pada atau dibawah level mata karena orang secara

alami melihat sedikit ke bawah b. Tinggi bahu

1. Pusat kontrol harus ditempatkan antara bahu dan setinggi pinggang. 2. Hindari menempatkan benda di atas ketinggian bahu, tempatkan

sesuatu yang sering digunakan dan dapat dijangkau oleh lengan. 3. Posisikan alat atau fasilitas sesuai dengan kondisi pekerja sehingga

pekerja yang paling tinggi tidak perlu membungkuk. c. Tinggi siku

(44)

29

d. Panjang kaki

1. Sesuaikan tinggi kursi sesuai dengan panjang kaki dan tinggi permukaan kerja.

2. Sediakan tempat sehingga kaki bisa terentang, dengan cukup ruang untuk kaki panjang.

Memberikan pijakan kaki disesuaikan sehingga kaki tidak menggantung dan untuk membantu posisi pekerja perubahan tubuh.

2.2.6 Posisi Tubuh Saat Melakukan Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan di ruang IGD banyak jenisnya dan memiliki risiko terjadinya keluhan muskuloskeletal. Ditinjau dari banyaknya tindakan keperawatan, tindakan rawat luka, menjahit luka, pemasangan infus, dan pengambilan darah merupakan tindakan tersering dilakukan dan perawat bekerja dengan posisi tubuh tidak ergonomis. Perawat melakukan tindakan tersebut dengan posisi tubuh berdiri dan membungkuk, dan lamanya tindakan pun beragam. Tindakan pengambilan darah dilakukan kurang dari lima menit dan tiga tindakan lainnya dilakukan lima hingga sepuluh menit. Pada tindakan menjahit luka lamanya tindakan bervariasi tergantung dari luas dan kedalaman luka.

(45)

30

yang benar adalah sama dalam semua posisi-berdiri, duduk, dan membungkuk.

Pada posisi berdiri, tinggi optimum area kerja adalah 5-10 cm dibawah siku. Agar tinggi optimum dapat diterapkan, maka perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan lengan bawah mendatar dan lengan atas vertikal. Berdiri harus dengan posisi yang benar, dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan terbagi rata pada kedua kaki (Elyas, 2012).

Tulang belakang bagaikan tongkat lentur dengan palang dekat bagian atasnya dan palang yang lain dekat bagian bawah. Otot-otot tulang punggung berbentuk kecil dan tidak untuk mengangkat beban berat. Tugas utama otot ini adalah untuk membengkokkan punggung ke berbagai arah dan menahan punggung dengan stabil. Sementara otot kaki dan bahu melaksanakan pekerjaan berat (Barbara, 2003).

Ada 10 aturan dasar yang dapat diterapkan dalam melakukan proses keperawatan sehingga membantu otot untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal (Barbara, 2003):

a. Pertahankan punggung tetap lurus.

b. Kaki direntangkan agar dapat menjadi landasan penunjang yang baik. c. Membungkuk dari pinggul dan lutut agar lebih dekat ke objek. Jangan

membungkuk dari pinggang.

(46)

31

e. Gunakan otot terkuat untuk melakukan pekerjaan.

f. Hindari memutar bagian badan ketika bekerja dan membungkuk dalam waktu lama. Putarlah seluruh tubuh.

g. Pegang dan tahan objek yang berat dekat dengan tubuh. h. Dorong atau tariklah objek daripada mengangkatnya.

i. Selalu meminta bantuan bila pasien atau benda terlalu berat untuk digerakkan sendiri.

j. Serempakkan gerakan. Siapkan pasien dan anggota staf yang lain dengan memberitahukan bila sudah siap, atau dengan hitungan sampai tiga dan semua bergerak serntak pada hitungan ketiga.

(47)

32

Metode REBA telah banyak digunakan secara luas di tingkat internasional, bahkan sudah menjadi standar penilaian ergonomi di USA (OSHA, 2004). Metode ini telah digunakan di Indonesia dalam beberapa penelitian mengenai analisis faktor risiko ergonomic di tingkat universitas (FKM UI, dalam Elyas, 2012).

Kelebihan REBA antara lain:

a. Merupakan metode yang cepat untuk menganalisa postur tubuh pada suatu pekerjaan yang dapat menyebabkan risiko ergonomi.

b. Mengidentifikasi faktor-faktor risiko dalam pekerjaan (kombinasi efek dari otot dan usaha, postur tubuh dalam pekerjaan, genggaman atau grip, peralatan kerja, pekerjaan statis atau berulang-ulang).

c. Dapat digunakan untuk postur tubuh yang stabil maupun yang tidak stabil.

d. Skor akhir dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, untuk menentukan prioritas penyelidikan dan perubahan yang perlu dilakukan. e. Fasilitas kerja dan metode kerja yang lebih baik dapat dilakukan ditinjau

dari analisa yang telah dilakukan

Kelemahan metode REBA antara lain: a. Hanya menilai aspek postur dari pekerja.

(48)

33

c. Tidak menilai kondisi lingkungan kerja terutama yang berkaitan dengan vibrasi, temperature dan jarak pandang.

Langkah- langkah penilaian metode REBA:

a. Melakukan pengamatan aktivitas kerja dan mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja.

b. Menentukan postur kerja yang akan diamati, antara lain batang tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki,lengan atas, dan lengan bawah.

c. Menentukan nilai untuk masing-masing postur tubuh serta penentuan skor aktivitas. Secara garis besar penilaian dilakukan untuk menilai dua kelompok besar yaitu kelompok A untuk punggung, leher dan kaki, serta kelompok B untuk penilaian lengan bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan tangan.

Kriteria penilaian postur:

a. Kriteria penilaian postur grup A: 1. Kriteria penilaian area leher:

a) Skor 1 = posisi leher 0o-20o ke depan

b) Skor 2 = posisi leher > 20o ke depan dan ke belakang

c) Skor + 1, jika leher berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke bawah

2. Kriteria penilaian area punggung:

a) Skor 1 = posisi punggung lurus atau o

(49)

34

c) Skor 3 = posisi 20o-600 ke depan dan > 20o ke belakang d) Skor 4 = posisi > 60o ke depan

e) Skor + 1 , jika punggung berputar atau miring ke kanan, dan atau ke kiri serta ke atas dan atau ke bawah.

3. Kriteria penilaian area kaki:

a) Skor 1 = tubuh bertumpu pada kedua kaki, berjalan,duduk b) Skor 2 = berdiri dengan satu kaki,tidak stabil

c) Skor + 1, jika lutut di tekuk 30o– 60o ke depan, dan skor + 2, jika lutut di tekuk > 60o ke depan.

Setelah didapat skor postur punggung, leher dan kaki kemudian diperoleh skor tabel A. Nilai dari tabel A kemudian di jumlahkan dengan berat beban yang diangkat.

1. Skor 0 = berat beban < 5 kg 2. Skor 1 = berat beban 5-10 kg 3. Skor 2 = berat beban > 10 kg

4. Skor + 1, jika disertai dengan pergerakan yang cepat.

b. Kriteria penilaian postur grup B: 1. Kriteria penilaian area lengan atas:

a) Skor 1 = posisi lengan atas 0o-20o ke depan dan ke belakang b) Skor 2 = posisi lengan atas > 20o ke belakang, dan 20o – 40o ke

depan

(50)

35

d) Skor 4 = posisi lengan atas > 90o ke atas

e) Skor + 1, jika bahu berputar atau bahu dinaikan atau diberi penahan

f) Skor – 1 , jika lengan dibantu oleh alat penopang atau terdapat orang yang membantu.

2. Kriteria penilaian area lengan bawah:

a) Skor 1 = posisi lengan 60o– 100o ke depan

b) Skor 2 = posisi lengan antara 0o – 60o ke bawah, dan > 100o ke atas

3. Kriteria penilaian area pergelangan tangan:

a) Skor 1 = posisi pergelangan tangan 0o – 15o ke depan dan ke belakang

b) Skor 2 = posisi pergelangan tangan > 15o ke depan dan ke belakang

c) Skor +1, jika terdapat penyimpangan pada pergelangan tangan.

Setelah skor area lengan atas,lengan bawah dan pergelangan tangan dimasukan ke dalam tabel skor B. tahap selanjutnya dijumlahkan dengan nilai genggaman tangan. Kriteria penilaian cara memegang:

a) Skor 0 = memegang beban dengan dibantu oleh alat pembantu

b) Skor 1 = memegang beban dengan mendekatkan beban ke anggota tubuh yang dapat menopang

(51)

36

c. Setelah nilai dari grup A dan grup B didapat, maka dimasukkan ke tabel C.

d. Kemudian diperoleh nilai C dan dijumlah dengan nilai aktivitas. Kriteria nilai aktifitas yaitu:

1. Skor + 1, jika salah satu atau lebih dari anggota tubuh statis > 1 menit

2. Skor + 1, jika melakukan gerakan berulang > 4 kali dalam waktu 1 menit

3. Skor + 1, jika perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil.

Setelah nilai C di jumlahkan dengan nilai aktivitas, maka di peroleh nilai

0 1 Sangat rendah Risiko masih dapat diterima dan tidak perlu dirubah

1 2-3 Rendah Mungkin diperlukan perubahan

2 4-7 Sedang Butuh pemeriksaan dan perubahan

3 8-10 Tinggi Kondisi berbahaya, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan dan perubahan dengan segera

4 11-15 Sangat tinggi Perubahan dilakukan saat itu juga

2.3Hubungan Masa Kerja dan Posisi Tubuh Saat Bekerja dengan Keluhan Muskuloskeletal

(52)

37

yang tepat untuk mengurangi kelelahan dan mencegah terjadinya cidera di dalam bekerja. Salah satu kelelahan yang dapat muncul adalah kelelahan otot, yang merupakan kelelahan yang disebabkan akibat aktivitas fisik yang terlalu lama dan banyak (Muchinsky dalam Putri, 2009).

Bekerja dalam postur tubuh yang janggal contohnya dalam tindakan rawat luka, menjahit luka, pemasangan infus, dan pengambilan darah, dapat menjadi suatu kebiasaan yang dapat berdampak pada pergerakan atau pemendekan jaringan lunak dan otot (Pheasant,1991 dalam Kurniawati, 2009). Postur janggal adalah posisi tubuh yang menyimpang secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan pekerjaan (Department of EH&S, 2002). Bekerja dengan posisi janggal meningkatkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk bekerja. Posisi janggal menyebabkan kondisi dimana transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka tidak efisien sehingga mudah menimbulkan lelah (Octarisya, 2009).

(53)

38

responden dengan masa kerja lama mengalami gangguan muskuloskeletal berat dan 9 responden mengalami gangguan muskuloskeletal ringan. Sedangkan masa kerja yang baru, sebanyak 47 responden mengalami gangguan muskuloskeletal ringan. Tenaga kerja yang tergolong dalam kelompok tua serta yang masa kerjanya lebih dari 3 tahun, sebaiknya memperhatikan kesegaran jasmani, sehingga keluhan muskuloskeletal dapat diturunkan. Sikap kerja yang salah, canggung dan diluar kebiasaan akan menambah resiko cidera pada bagian muskuloskeletal (Hajrah, 2013).

Berdasarkan hal itu kita dapat lihat pentingnya memahami prinsip-prinsip ergonomi dalam bekerja. Kita bisa lihat dari tujuan dan manfaat dari penerapan ergonomi adalah upaya untuk mencegah cidera akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengurangi keluhan muskuloskeletal setelah bekerja, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja sehingga tercipta kualitas kerja yang tinggi. Dengan menerapkan ergonomi di dalam melakukan tindakan keperawatan khususnya pada tindakan rawat luka, menjahit luka, pemasangan infus, dan pengambilan darah, dapat mengurangi kelelahan muskuloskeletal yang dirasakan oleh perawat. Semakin tubuh kita dapat menyesuaikan antara posisi kerja dengan proses kerja yang tepat maka keluhan muskuloskeletal dapat diturunkan.

Gambar

Gambar 1. Nordic Body Map
Tabel 2. Skor Akhir REBA

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian True-Eksperiment untuk mengungkapkan perbedaan teknik mordanting terhadap hasil pencelupan bahan sutera dengan mordan air

Olahraga yang dianjurkan untuk keperluan kesehatan adalah aktivitas gerak raga dengan intensitas yang setingkat di atas intensitas gerak raga yang biasa dilakukan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki tingkat harga diri rendah adalah sebanyak 0 (0%) subjek yang artinya subjek

Bila dilihat dari pernyataan yang di jawab oleh guru-guru SMA Negeri di Kota Pariaman perencanaaan pembelajaran guru penjasorkes memberikan penilaian jawaban

Berdasarkan observasi yang dilakukan pada penyediaan sarana lingkungan perkotaan yang terdiri dari sarana niaga, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana pelayanan umum,

kondisi-kondisi yang terjadi pada institusi TNI seperti yang dipaparkan dalam bagi- an sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu mengapa kultur

dilihat dari masa tanam yang berbeda serta biaya dalam pemupukan maka ditarik garis besar dimana dengan luas sawah yang sama serta masa tanam yang berbeda

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman