• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Didalam kehidupan kita sehari-hari, kita sering diperhadapkan dengan pilihan-pilihan yang membuat kita bingung karena kita kita harus memilih salah satu dari pilihan-pilihan tersebut. Sering kali pula pilihan-pilihan tersebut memiliki dasar-dasar yang kuat dan kelebihan masing-masing serta saling mengisi sehingga kita tidak bisa meninggalkan salah satu atau lebih pilihan-pilihan tersebut.

Kita hidup dalam suatu masyarakat yang tersusun dari berbagai elemen yang membaur dan membentuk suatu tatanan kehidupan. Oleh karena itu untuk mengatur dan menyelaraskan kelangsungan hidup di masyarakat tersebut sangat dibutuhkan suatu lembaga yang dapat dijadikan patokan atau dasar pengaturan dalam masyarakat. Masyarakat di Indonesia memiliki dua pegangan hukum yang dianut, secara umum setiap orang Indonesia berada dibawah Undang-Undang Negara serta secara khusus mereka juga berpegang pada norma-norma dan etika yang berlaku dimana ia tinggal. Norma ialah patokan-patokan yang dipakai untuk menilai perbuatan manusia dan menolong orang dalam mengambil keputusan yang benar1. Sedangkan Etika adalah sikap hati yang terungkap dalam tindakan lahiriah seseorang. Setiap tindakan lahiriah merupakan perwujudan dari sikap hati2.

Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, Gereja dipandang sebagai salah satu lembaga yang bisa menjadi contoh bagi kehidupan masyarakat disekitarnya. Secara khusus, sebagai lembaga spiritual, gereja diharapkan untuk bisa menjadi jembatan dalam menyelesaikan permasalahan dalam lingkup jemaatnya dengan tetap mengacu pada hukum negara, norma dan etika yang berlaku dalam masyarakat dimana gereja tersebut berada. Gereja diharapkan untuk bisa memberikan sebuah keputusan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi.

Untuk mengambil suatu keputusan, gereja harus dapat bersikap netral terhadap semua dasar pertimbangan yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut, misalnya ada pertimbangan

1

Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, (Jakarta, BPK 2000), p 187 2

(2)

dari segi hukum negara dan aturan adat setempat. Karena Gereja berada dalam suatu wilayah yang memegang kedua hal itu, maka gereja harus menilai dengan adil keduanya.

Yang menjadi masalah adalah ketika kedua pertimbangan itu memiliki perbedaan yang mendasar, sehingga gerejapun dituntut untuk mampu bersikap netral demi mendapatkan suatu keputusan. Yang perlu dilakukan oleh gereja dalam keadaan seperti ini adalah menilainya dengan menggunakan ilmu etika. Etika yang dimaksudkan disini adalah ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia secara individual maupun masyarakat. Etika berbicara tentang apa yang baik, benar dan tepat. Etika menganalisa dan meneliti serta merumuskan obyek studinya secara rasional sehingga manusia menemukan makna hakiki dari setiap tindakan dalam hidupnya3.

Di dalam kehidupan kekristenan suatu proses pengambilan keputusan etis ialah proses pengambilan keputusan yang menuruti bimbingan Roh Kudus. Alkitab sebagai firman Allah yang tertulis dapat dipakai sebagai petunjuk yang menolong kita untuk melihat batas-batas yang tidak boleh kita lampaui dalam perbuatan kita. Namun tidak jarang sebagai individu yang juga hidup di dalam suatu lingkungan masyarakat sering pandangan kita kepada Allah tertutup oleh segala macam peraturan – peraturan di masyarakat. Bukan lagi keputusan yang menuruti kehendak Allah yang kita ambil, melainkan kita mengambil keputusan untuk diri kita sendiri4

Sering kali dalam pengambilan keputusan orang kristen lupa bahwa norma- norma yang ada hanyalah sebatas alat untuk membantu dalam mengerti kehendak Allah. Orang Kristen harus terbuka atas kejadian dan situasi yang terjadi pada kehidupan nyata5. Yang pada akhirnya menuntut orang kristen untuk berpikir dan bertindak realistis dalam menyikapi suatu keadaan mengingat tidak ada garis batas yang jelas dalam membagi perbuatan yang pasti baik atau perbuatan yang pasti jahat, karena baik dan jahat bergantung pada situasi yang sedang berlangsung.

3

Eka Darmaputera, Etika sederhana Untuk Semua Perkenalan Pertama, (Jakarta, BPK, 1987), p 9-18 4

Karl Barth, Church Dogmatics, T&T Clark, Edinburgh,1961 III/4 : 8-12, seperti yang tertulis dalam Malcolm Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis, (Jakarta, BPK 2000), p 191

5

(3)

Mengingat ketidak pastian dan keraguan untuk menyikapi suatu permasalahan yang muncul dalam jemaat, gereja sebagai wadah orang Kristen diperlukan untuk membantu dan memberikan pertimbangan dalam penentuan pengambilan keputusan. Demikian juga GKJ6 yang tumbuh dan berkembang didalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya di Jawa yang masih berpegang teguh pada norma dan etika, tidak luput dari berbagai macam permasalahan yang menuntut pertimbangan dari berbagai macam dasar pemikiran untuk mengambil suatu keputusan. Banyak masalah yang timbul dalam kehidupan jemaat yang harus diselesaikan dengan pertimbangan etis. Salah satu permasalahan yang sangat membutuhkan pengambilan keputusan etis adalah perkawinan antar sepupu.

1.2 POKOK PERMASALAHAN

Pada 23 Juli 2005 GKJ Salatiga diperhadapkan oleh sebuah kasus pernikahan antar sepupu. Pasangan yang merupakan pemuda dan pemudi anggota gereja tersebut dikatakan melakukan perkawinan sedarah karena ibu mereka bersaudara kandung yang berasal dari satu kakek dan satu nenek7. Pasangan ini telah mengalami “kecelakaan”8 dan meminta majelis gereja untuk segera meneguhkan mereka dalam suatu pemberkatan pernikahan.

Majelis GKJ Salatiga pun segera mengadakan rapat untuk membahas kasus tersebut. Yang menjadi pertimbangan gereja untuk pertama kalinya adalah bagaimana pandangan adat Jawa tentang penikahan menilai akan hal tersebut. Hal ini dilakukan oleh GKJ Salatiga karena ia merupakan gereja suku (dalam hal ini suku Jawa). Dalam adat Jawa, hubungan mereka berdua masih termasuk dalam hubungan sedarah

Majelis GKJ Salatiga tidak mempertimbangkan masalah ini dari pandangan adat Jawa tantang pernikahan saja, namun mereka mencoba melihat dari segi hukum yang berlaku di Indonesia tentang pernikahan karena salah satu majelis yang terlibat dalam rapat tersebut merupakan pakar hukum.

6

GKJ singkatan dari Gereja Kristen Jawa 7

dalam adat Jawa sering disebut dengan tunggal mbah 8

(4)

Hal lain yang dipikarkan oleh majelis Gereja adalah keadaan pasangan tersebut, khususnya yang wanita yang telah mengandung janin dari hubungan mereka tersebut.

Karena masalah ini sangat rumit dan harus mempertimbangkan banyak hal, maka pertemuan itu tidak bisa selesai dalam satu kali pertemuan.setelah melakukan pembelajaran dengan seksama maka majelis megadakan pertemuan kembali untuk mencari keputusan dinikahkan atau tidaknya pasangan tersebut.Pada akhirnya majelis gereja mengeluarkan keputusan untuk memberkati pernikahan pasangan tersebut.

Keputusan itu telah dikeluarkan dan disahkan oleh majelis gereja, namun dalam pelaksanaanya banyak sekali pihak-pihak diluar majelis yang tidak setuju dengan keputusan tersebut, bukan hanya pihak luar majelis, namun ada beberapa mejelis yang sebenarnya tidak begitu setuju dengan keputusan itu.

Dari sini maka muncul beberapa pertanyaan penulis , yaitu:

9 Apakah pernikahan antar sepupu termasuk dalam pernikahan sedarah? 9 Dasar apa yang dipakai majelis untuk mengambil keputusan tersebut?

9 Apa yang harus dilakukan oleh majelis gereja jika terjadi kasus yang sama lagi?

9 Apakah keputusan tersebut sudah dipikirkan secara matang atau dengan kata lain apakah keputusan tersebut merupakan keputusan yang etis?

1.3 JUDUL DAN ALASAN PEMILIHAN JUDUL

Dari permasalahan yang telah dijelaskan, maka penyusun memilih judul yaitu:

KEPUTUSAN MAJELIS GKJ SALATIGA TERHADAP PERKAWINAN ANTAR SEPUPU (tinjauan etis teologis terhadap keputusan perkawinan antar sepupu di GKJ Salatiga)

Adapun alasan penyusun memilih judul tersebut karena menurut penyusun, pernikahan antar sepupu termasuk pernikahan yang dilarang karena masih termasuk dalam pernikahan sedarah, namun majelis GKJ Salatiga mengeluarkan keputusan untuk memeberkati pernikahan mereka. Maka melalui penelitian dan penulisan skripsi ini penyusun akan memaparkan dasar-dasar apakah yang

(5)

dipakai oleh Majelis GKJ Salatiga dalam mengambil keputusan menikahkan pasangan yang masih memiliki hubungan sepupu.

1.4 BATASAN MASALAH

Dalam menyusun skripsi ini, penyusun memberikan batasan permasalahan agar skripsi ini lebih terarah. Adapun batasan permasalahan tersebut ialah:

1. Perkawinan antar sepupu di GKJ Salatiga

2. Proses pengambilan keputusan oleh majelis GKJ Salatiga. 3. Etika Kristen sebagai perangkat telaah.

1.5 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan penilaian etis terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh majelis GKJ Salatiga tentang perkawinan antar sepupu. Pada akhir penulisan penyusun akan memberikan saran-saran yang diharapkan mampu membantu pihak-pihak yang terkait dalam pengambilan keputusan, bilamana kasus yang sama terulang kembali.

1.6 METODE PENULISAN

Dalam menyusun skripsi ini, penyusun menggunakan metode penulisan deskriptif analisis, yaitu penyusun akan mendeskripsikan masalah yang dibahas, kemudian penyusun akan menganalisanya.

1.7 TUJUAN PENELITIAN

Penyusun tertarik untuk meneliti keputusan yang dikeluarkan oleh majelis GKJ Salatiga karena penyusun ingin mengetahui dasar-dasar dan alasan-alasan mereka mengeluarkan keputusan tersebut, apakah keputusan tersebut merupakan keputusan yang etis, dan apa yang dilakukan oleh majelis gereja jika terjadi kasus yang sama lagi?

1.8 METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam proses pengumpulan data, penyusun akan menggunakan cara wawancara kepada majelis GKJ Salatiga yang mengikuti proses pengambilan keputusan perkawinan antar sepupu, serta

(6)

penyusun akan melakukan studi pustaka dengan menggunakan juga buku-buku dan artikel-artikel yang bersangkutan dengan masalah tersebut.

1.9 SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bagian ini penyusun akan memaparkan latar belakang permasalahan, pokok permasalahan yang akan dibahahas dalam penulisan skripsi ini dan didalamnya telah diberikan juga batasan permasalahan. Kemudian dalam bab ini juga akan dibahas mengenai pemilihan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan,

BAB II : PROFIL GKJ SALATIGA,

PENGERTIAN PERKAWINAN DAN ATURAN-ATURAN

PERKAWINAN DALAM ADAT JAWA DAN UNDANG-NDANG PEMERINTAH NO 1 TAHUN 1974

Pada bab II ini akan dijabarkan tentang Gambaran umum GKJ Salatiga, pengertian pekawinan menurut beberapa tokoh dan hukum-hukum yang berlaku di Indonesia serta sikap GKJ Salatiga terhadap undang-undang perkawinan yang berlaku.

BAB III : PANDANGAN MAJELIS GKJ SALATIGA DAN DASAR

PENGAMBILAN KEPUTUSAN PERKAWINAN ANTAR SEPUPU

Pada bagian ini penyusun akan memaparkan hasil penelitian yang merupakan pandangan mejelis GKJ Salatiga tentang perkawinan antar sepupu dan lebih lanjut penyusun akan menganalisa hasil penelitian berdasarkan teori-teori yang ada pada bab II.

BAB IV : TINJAUAN ETIS TEOLOGIS

Bab ini akan memaparkan tinjauan etis-teologis dari hasil analisa proses pengambilan keputusan pernikahan antar sepupu yang dilakukan oleh Majelis GKJ Salatiga.

(7)

BAB V : PENUTUP

Bab V akan dipaparkan tentang kesimpulan dari keseluruhan bab yang telah dipaparkan sebelumnya. Dalam bab V ini pula penyusun akan memberikan saran-saran yang sekiranya berguna bagi para pembaca terlebih untuk kehidupan bergereja.

Referensi

Dokumen terkait

a. Karakteristik responden, meliputi : umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, lama usaha dan alasan tertarik menjadi pengusaha, alasan tetap bertahan sebagai pengusaha,

Berangkat dari pentingnya sebuah pengampunan dalam proses pemulihan sang korban, penyusun merasa tertarik untuk melihat secara lebih mendalam mengenai metode apa saja yang

Berdasarkan paparan penjelasan diatas, sehingga peniliti tertarik untuk meneliti faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan penglihatan pada pekerja bengkel las

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk meneliti permasalahan yang timbul dalam Kopkar terutama yang berkaitan dengan kemampuan manajerial,

Berdasarkan fenomena dan research gap diatas maka penulis tertarik untuk meneliti Pengaruh Kompensasi, Pelatihan, dan Motivasi Kerja Terhadap Kepuasan Kerja driver Grab di

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan tema yang sama dapat meneliti mengenai hal-hal lain diluar tema faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan menjadi wirausaha

Alasan lain penelitian mengenai persepsi konsumen perlu dilakukan pada Usaha Rumah WH8 adalah, agar dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam membuat keputusan pemasaran

Atas dasar hal-hal tersebut, penulis tertarik meneliti mengenai gambaran kondisi rumah dan sumber kontak pada keluarga penderita TB Paru di Johar Baru, Jakarta Pusat dan tinjauannya