• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Peredaran minuman berkadar alkohol, yang lalu kita kenal sebagai minuman keras1, sudahlah sangat luas. Dari perkotaan hingga pelosok pedesaan jenis minuman ini mudah sekali didapatkan. Minuman keras termasuk dalam kategori NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat Adiktif), dan minuman keras termasuk dalam golongan zat-zat adiktif. Zat-zat adiktif adalah zat-zat yang tidak termasuk narkotika maupun psikotropika namun dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman berkadar alkohol adalah minuman hasil fermentasi/peragian karbohidarat, biasanya yang dipakai adalah sari buah anggur.

Di diskotek-diskotek minuman yang disajikan biasanya sudah diracik oleh para bartendernya dengan minuman berkadar alkohol yang sudah mempunyai “label” atau merk tertentu. Demikian juga dengan warung remang-remang yang terdapat dipinggir jalan juga menyediakan minuman beralkohol walaupun hanya sekedar minuman “cap tikus”.2 Bahkan pada pesta-pesta hajatan biasanya sang tuan rumah akan menyediakan minuman keras untuk para tamunya agar bisa lebih meriah dalam merayakan pesta hajatan tersebut. Kebiasaan minum minuman keras ini bahkan secara tidak sadar seperti sudah menjadi budaya atau tradisi dalam masyarakat.3

1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 86/Menkes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan Minuman Keras adalah : “Semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat, yang meliputi minuman keras golongan A, minuman keras golongan B, minuman keras golongan C.

2 Minuman keras “cap tikus” adalah jenis minuman keras yang diproduksi secara rumahan bukan oleh pabrikan dan biasanya adalah oplosan contohnya adalah Jamu Oplosan Super Joss yang terdiri dari Lapen, Beningan (Vodka), anggur ginseng, Embrio kijang/tangkur buaya..

3 Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Salemba Humanika, Jakarta, 2008, hal 6.

(2)

Peredaran minuman berkadar alkohol tersebut di atur dalam Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.4

• Pasal 3 Ayat (1) minuman beralkohol dibagi dalam tiga golongan :

ƒ Golongan A : kadar etanol 1-5%

ƒ Golongan B : kadar etanol 5-20%

ƒ Golongan C : kadar etanol 20-55%

• Pasal 3 Ayat (2) untuk golongan B dan C : produksi, pengedaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan.

• Pasal 5 Ayat (1) Golongan B dan C tak boleh dijual ditempat umum kecuali di hotel, bar, restoran, dan ditempat lain yang ditentukan oleh bupati/walikota, Kepala Daerah Tingkat II dan Gubernur DKI khusus untuk DKI.

• Pasal 5 Ayat (2) yang dimaksudkan tempat tertentu itu tak boleh dekat tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, dan tempat tertentu lain yang ditentukan oleh pejabat tersebut di atas.

Walau sudah diatur melalui Keppres, ternyata peredaran minuman keras semakin hari semakin tidak bisa dikontrol. Sekarang ini banyak minuman berkadar alkohol yang beredar dipasaran tanpa melalui ijin dari pihak yang berwenang. Bahkan peredaran jenis

“cap tikus” juga semakin merambah secara merajalela dipasaran di berbagai daerah.

Dengan semakin mudahnya mendapatkan minuman keras maka resiko penyalahgunaan dari minuman keras ini juga sangat besar terjadi di masyarakat. Penyalahgunaan alkohol merupakan salah satu bagian dari penyalahgunaan zat, sama seperti penyalahgunaan Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

Selama berabad-abad, alkohol dianggap sebagai pemicu munculnya berbagai permasalahan moral, sosial, dan ekonomi.5 Menurut Mulyana W. Kusumah, perilaku meminum minuman keras sebagai “drinking behavior” memang telah menjadi masalah sosial.6 Hal ini disebabkan karena dengan “drinking behavior” inilah yang lalu menjadi pencetus dan penunjang tindak kejahatan serta pelanggaran nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.

4 Clara R.P.Ajisuksmo, Narkoba : Petunjuk praktis bagi keluarga untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, DPP Wanita Katholik Republik Indonesia & Media Pressindo, Yogyakarta, 2001, hal 23-24.

5 M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol, Nuansa, Bandung, 2004, hal 101.

6 Mulyana W. Kusumah, Kenakalan Remaja Dalam Prespektif Kriminologi (dalam Prisma No. 9, 1985 Tahun XIV), LP3ES, Jakarta, 1985, hal 65.

(3)

Penyalahgunaan minuman keras dapat menyebabkan seseorang menjadi ketagihan (Addiction) lalu dapat mengakibatkan ketergantungan atau kecanduan bahkan mengakibatkan sakaw.7 Karena bersifat adiktif, maka orang yang meminumnya lama- kelamaan tanpa disadari akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan (intoksikasi) atau mabuk.8 Kemabukan adalah kondisi tidak sadar yang dialami seseorang karena mengkonsumsi alkohol melebihi dosis yang dapat diterima oleh tubuh.9 Jika sudah kecanduan maka seseorang akan terus-terusan meminum minuman keras ini secara tetap atau berkala. Akibatnya, seorang pemabuk semakin kurang kemampuannya untuk mengendalikan diri, baik secara fisik, psikologis maupun sosial.10

Menurut norma jawa “minum” termasuk dalam 5 pantangan hidup atau ma lima.11 Minum berarti membiarkan diri berada dalam suasana tergantung kepada jenis minuman-minuman keras tertentu. Mengendalikan diri untuk tidak dikuasai oleh hawa nafsu berarti juga mampu mengendalikan diri untuk tidak menjadi pemabuk, yang hidupnya banyak tergantung kepada jenis minuman-minuman keras tertentu. Minum minuman beralkohol tidak dilarang oleh undang-undang, namun menurut KUHP pasal 492, mabuk dimuka umum menganggu lalu-lintas atau menganggu ketertiban, atau mengancam orang lain…diancam pidana kurungan paling lama 6 hari atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.12 Selain itu juga terdapat pasal lain yang ada hubunganya dengan alkohol yaitu pasal 300 & 536 KUHP.13 Di dalam Alkitab mabuk oleh minuman keras dilarang, karena dengan mabuk orang kehilangan

7 I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai Luhur Perjuangan 1945, Jakarta, 1995,hal 27-28

8 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal 52.

9 I.J. Cairns, Alkoholisme, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1982, hal 10

10 Sosiologi keluarga hal 94

11Yusak Tridarmanto, Etika Jawa, stensilan, hal 38-39. “Ma lima berarti madat, madon, minum, mangan lan main.”

12 Clara R.P.Ajisuksmo, Narkoba : Petunjuk praktis bagi keluarga untuk mencegah penyalahgunaan narkoba, DPP Wanita Katholik Republik Indonesia & Media Pressindo, Yogyakarta, 2001, hal 22

13 I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai Luhur Perjuangan 1945, Jakarta, 1995, hal 173.

pasal 300 (1). Diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp.4500,-

(2). Barang siapa dengan sengaja membikin mabuk seseorang yang umurnya belum cukup 16 tahun.

Pasal 536. Barang siapa terang-terangan dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diancam denda paling banyak Rp. 225,-

(4)

kemampuan untuk berpikir secara wajar.14 Dari berbagai sudut pandang yang sudah disebutkan diatas, sebenarnya secara konseptual minum minuman keras secara berlebihan atau mabuk itu dilarang. Jadi, bisa dikatakan bahwa mabuk minuman keras adalah sebagai suatu tindakan yang menyimpang dan melanggar nilai-nilai serta norma- norma kehidupan bermasyarakat.

Kenyataan seperti ini tidak bisa disangkal dan menjadi sebuah perhatian. Di Negara kita kasus seperti ini sudah menjadi kasus nasional. Sudah banyak cara yang dilakukan pemerintah untuk memberantas peredaran minuman keras. Namun hal ini belum menunjukkan hasil yang maksimal dengan masih banyaknya penyalahgunaan minuman keras yang beredar dipasaran baik itu yang ilegal maupun legal, dari warung di pinggir jalan sampai di Supermarket, dari kafe remang-remang sampai diskotek. Dari penelitian yang dilakukan (Hawari, dkk, 1997) permasalahan penyalahgunaan alkohol sudah sedemikian kompleks sehingga dapat menjadi sebuah masalah di dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.15 Menurut Dr. William Meninger, sekiranya alkoholisme merupakan suatu penyakit menular, maka harus diadakan suatu tindakan penaggulangan yang bersifat nasional.16

Dampak yang ditimbulkan dari alkoholisme juga sangat kompleks, dari masalah kesehatan/fisik, kejiwaan/psikologi dan sosial. Secara medis penyalahgunaan alkohol menyebabkan timbulnya komplikasi pada organ otak, rusaknya sistem pembuluh darah, jantung, hati, liver, pencernaan, pankreas, otot, seks dan janin, endokrin, gangguan nutrisi, metabolisme, dan resiko kanker.17 Dari sudut psikiatri penyalahgunaan zat (alkohol) dapat mengakibatkan Gangguan Mental Organik akibat zat atau disebut juga Sindrom Otak Organik, yang disebabkan oleh efek langsung dari zat tersebut terhadap susunan saraf pusat/otak yang akhirnya mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku yang tidak terkontrol pada diri penderita.18

14 I.J. Cairns, Alkoholisme, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1982, hal 61. Band juga Efesus 5 : 18 “Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan roh”.

15 Dadang Hawari, Penyalahgunaan dan Ketergantungan NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal70.

16 I.J. Cairns, Alkoholisme, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1982, hal 61.

17 I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai Luhur Perjuangan 1945, Jakarta, 1995, hal 28 & 162.

18 Ibid, hal 27.

(5)

Seperti sudah disebutkan bahwa minuman yang mengandung alkohol atau minuman keras mengakibatkan adanya perubahan perilaku yang tidak terkontrol yang menjurus pada tindakan kriminal. Perubahan perilaku ini disebabkan karena keinginan yang besar untuk memperoleh minuman tersebut secara berkala atau tetap, sehingga seseorang akan melakukan pemerasan, penodongan, membunuh dan sebagainya hanya untuk kebutuhannya akan minuman keras.19

Penyalahgunaan minuman beralkohol tidak terbatas pada satu kalangan atau golongan saja. Yang memprihatinkan adalah bahwa korban penyalahgunaan zat (dalam hal ini alkohol) pada umumnya dimulai pada masa remaja.20 Padahal menurut ketentuan hukum pasal 20 (3) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Men-Kes/Per/IV/77 disebutkan bahwa “Dilarang menjual atau menyerahkan minuman keras kepada anak dibawah umur 16”.21

Mengenai umur remaja, sebenarnya para ahli ilmu jiwa belum mempunyai kata sepakat tentang batas umur yang jelas dan dapat disetujui bersama. Batas umum yang diterima adalah sekitar 13-21 tahun, yang terbagi atas : masa awal adolesensi (13-15th), masa pertengahan adolesensi (16-18th), dan masa akhir adolesensi (19-21th).22 Masa remaja adalah masa seseorang yang sedang menuju dalam proses kedewasaan.

Masa remaja adalah masa dimana seseorang sedang mencari jati diri atau identitas mereka. Dalam masa remaja seperti ini emosi seseorang belum terbentuk secara stabil, emosi seorang remaja masih sangatlah labil. Tidak heran jika seorang remaja yang sedang merangkak dewasa akan mencoba segala sesuatu yang baru yang menurut mereka sesuai dengan jati diri atau identitas mereka. Karena emosi yang masih belum stabil maka pertumbuhan seorang remaja menuju kedewasaan akan sedikit banyak terpengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan bimbingan untuk remaja supaya tidak terpengaruh hal-hal negatif yang ada di lingkungannya, terutama dalam hal ini adalah kebiasaan mabuk-mabukan yang disebabkan oleh minuman berkadar alkohol atau minuman keras.

19 Ibid, hal162.

20 Ibid, hal 24.

21 Ibid, hal 174.

22 Y. Bambang Mulyono, Mengatasi Kenakalan Remaja, Yayasan Andi, Yogyakarta, 1993, hal 10.

(6)

Mabuk-mabukan adalah salah satu bentuk dari kenakalan remaja atau Juvenile Delinquency. Juvenile Delinquency adalah perilaku menyimpang dari norma masyarakat yang dilakukan oleh remaja.23 Dengan banyaknya remaja yang terjerumus alkoholisme maka hal ini juga memicu bentuk kenakalan remaja yang lainnya, sebagai contoh adalah pemerasan, pencurian, pemerkosaan, seks bebas, pembunuhan dan tindak kriminal lainnya. Hal ini tentunya menjadi sebuah keprihatinan tersendiri untuk kita semua.

Kenakalan remaja adalah hanya salah satu dampak yang disebabkan oleh alkoholisme dan tentunya masih banyak lagi dampak negative yang harus dirasakan dan dialami oleh remaja yang menjadi korban alkoholisme.

Dampak-dampak negatif yang akhirnya membuat remaja melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang tentunya menunjukkan bahwa perbuatan mereka tidak sesuai dengan Firman Allah sehingga mereka tidak akan mendapat bagian dalam kerajaan Allah.

Mereka hidup di dalam keinginan daging (Gal 5 : 21). Selain itu, remaja-remaja Kristen yang kecanduan minuman keras tersebut sangat merugikan diri sendiri karena tidak bisa hidup secara wajar. Belum lagi masalah kesehatan yang dapat membawa dirinya kepada kematian. Hal ini tidak hanya menyusahkan/merugikan diri sendiri, tetapi juga orang- orang disekitar lingkungannya, misalnya : orang tua/keluarga. Dan dalam masalah ini gereja pun seharusnya turut terbeban, karena salah satu tugas panggilan gereja adalah diakonia (pelayanan).24 Oleh sebab itu maka gereja mempunyai tugas untuk menolong remaja-remaja tersebut agar bisa hidup sesuai dengan Firman Tuhan.

Remaja adalah cikal bakal tulang punggung masa depan depan bangsa. Para remaja juga adalah cikal bakal tulang punggung masa depan gereja. Jika remaja saja sudah teracuni oleh minuman keras maka bisa dikatakan bahwa masa depan bangsa kita ini juga sudah tercemar oleh minuman keras, demikian juga masa depan gereja. Karena masalah alkoholisme berhubungan erat dengan masa depan bangsa dan negara serta masa depan gereja. Oleh sebab itu, gereja harus menangani masalah ini secara kontinu dan berkesinambungan, dan tidak boleh ditangani secara insidentil atau tambal sulam.25

23 Emil H. Tambunan, Mencegah Kenakalan Remaja, Indonesia Publishing House, Bandung, 1986, hal 20-21.

24 Natan Setiabudi, Mewujudnyatakan Gereja Kristiani Yang Esa Sambil Mengatasi Penyalahgunaan NAPZA, Suara GKYE Peduli Bangsa, 2002.

25 M. Yahya Rasyid (edt), Penyalahgunaan Narkotika : Perspektif Agama dan Strategi Nasional Menanggulanginya, CV Sahabat, Klaten, 2005, hal 18.

(7)

Hal seperti demikian diatas tidak dapat disangkal dan harus menjadi perhatian gereja.

Gereja harus menyelidiki serta meninjau kembali masalah alkoholisme secara keseluruhan dan melakukan prinsip-prinsip pendekatan terhadap alkoholisme sebagai persoalan yang menyangkut pelayanan pastoral. Gereja harus bisa mencermati hal tersebut dengan melakukan tindakan penanggulangan agar remaja gereja tidak terjerumus dalam dunia minuman keras ini. Pada dasarnya tindakan penanggulangan dapat dilakukan dengan melalui usaha preventif, represif dan kuratif.26

Upaya untuk memperhatikan para korban narkoba (didalamnya termasuk alkoholisme) sudah dimulai dengan berbagai cara oleh gereja (GKJ) antara lain : melakukan penyuluhan tentang narkoba bagi warga gereja, bekerjasama dengan yayasan/LSM.

Mandat sidang sinode XXIII GKJ, artikel 26 Deputat Kesaksian Pelayanan Sinode XXIII GKJ ditugasi untuk mengkaji lebih mendalam kemungkinan Sinode GKJ mendirikan Panti Rehabilitasi Korban Narkoba.27

Artikel 26 Penanganan Crisis centre

Setelah membahas usulan dari klasis Kulonprogo, agar GKJ secara sinodal mengefektifkan Yayasan Sosial yang ada dan jika perlu mendirikan Panti Rahabilitasi untuk korban narkoba, penderita gangguan jiwa, anak jalanan/terlantar dan Crisis Centre, sidang memutuskan :

1. Gereja-gereja diminta untuk makin memperhatikan para korban narkoba, penderita gangguan jiwa, anak jalanan atau terlantar.

2. Guna mengantisipasi pengaruh narkoba, maka gereja-gereja diminta untuk terus melakukan penyuluhan, dapat bekerjasama dengan pihak-pihak terkait.

3. Rehabilitasi para korban narkoba dengan memanfaatkan yayasan atau lembaga yang menanganinya.

4. Menugasi Deputat Kesaksian-Pelayanan Sinode GKJ untuk mengkaji lebih mendalam kemungkinan Sinode mendirikan panti rehabilitasi korban narkoba.

Oleh karena mandat yang diberikan oleh sinode tersebut, maka Deputat Kesaksian Pelayanan Sinode GKJ mengadakan Konsultasi tentang Pendampingan Korban Narkoba dengan tema “Upaya Gereja Dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba”.28 Kegiatan ini diadakan tanggal 7-8 Juli 2003, bertempat di kompleks Sinode GKJ, Salatiga. Kegiatan ini diikuti oleh utusan Deputat Kesaksian Pelayanan Klasis se-Sinode GKJ sejumlah 2 (dua) orang dan utusan Gereja adalah Pendeta.

26 I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai Luhur Perjuangan 1945, Jakarta, 1995, hal 12.

27 Akta Sinode XXIII GKJ, Sinode GKJ, Salatiga, 2002, hal 10 (artikel 26 “Penanganan crisis Centre”).

28 Arsip Sinode GKJ Deputat KESPEL tahun 2003.

(8)

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut Deputat Kesaksian dan Pelayanan Sinode GKJ lalu mengadakan kegiatan “Pelatihan Pendamping Korban Narkoba bagi Pendeta”.

Kegiatan ini dilaksanakan tanggal 10-11 september 2005 bertempat di Wisma Sinode GKJ, Salatiga.29 Peserta dari kegiatan ini adalah utusan Deputat Kesaksian Pelayanan Klasis dan Utusan Gereja yang berjabatan Pendeta yang diharapkan telah mengikuti Konsultasi Pendampingan Korban Narkoba yang telah diadakan pada tahun 2003.

Dari apa yang sudah dipaparkan diatas bahwa rencana pembangunan crisis centre ini dimulai dari bawah yaitu dari sebuah usulan yang diajukan oleh gereja-gereja Kristen Jawa di klasis Kulonprogo. Dari sini tampak bahwa sinode GKJ sebagai ikatan kebersamaan seluruh Gereja-gereja Kristen Jawa,30 bersedia menjembatani usul tersebut agar bisa menjadi sebuah kenyataan dengan menugaskan Deputat Kespel sebagai pelaksana dari program pembangunan Crisis Centre Tersebut. Dengan rencana pembangunan crisis center tersebut maka sebenarnya sinode GKJ sedang masuk dalam sebuah proses Pembangunan Jemaat.

Proses Pembangunan Jemaat adalah proses menjadi.31 Artinya proses itu akan berjalan terus menerus dan di dalam proses itu warga akan semakin menjadi warga yang seperti dikehendaki Tuhan. Proses Pembangunan Jemaat itu adalah proses yang melibatkan semua anggota warga. Jadi, Pembangunan Jemaat itu bukan semata-mata tugasnya para pemimpin dan pejabat dalam gereja saja, tetapi menjadi tugas seluruh warga.32

Vitalisasi merupakan tujuan segala bentuk dan proses Pembangunan Jemaat karena fokusnya pada kehidupan : kehidupan yang baru, pemancaran yang baru, dan daya tarik yang baru; sedangkan vitalitas adalah hasil dari vitalisasi.33 Menurut Jan Hendriks ada lima faktor yang sangat berarti bagi vitalitas warga yaitu : iklim, kepemimpinan, struktur, tujuan serta tugas dan akhirnya konsepsi identitas.34 Kelima faktor ini disebut

“pohon”, dan keterikatannya disebut sebagai “hutan”. Terdapat hubungan dan saling

29 Arsip Sinode GKJ Deputat KESPEL tahun 2005.

30 Tata Gereja GKJ pasal 25 hal 16

31Rob van Kessel, Enam Tempayan Air (Pokok-pokok Pembangunan Jemaat), Kanisius, Jakarta, 2002, hal 5

32 - ,Pembangunan Jemaat (1) – LPK 8, Lembaga Pendidikan Kader Sinode GKJ & GKI Jateng, Yogyakarta, 1991, hal 8.

33Rob van Kessel, Enam Tempayan Air (Pokok-pokok Pembangunan Jemaat), Kanisius, Jakarta, 2002, hal 1-7.

34 Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik, Kanisius (Membangun Warga dengan Menggunakan Metode Lima Faktor), Yogyakarta, 2006, hal 40.

(9)

keterkaitan antara kelima faktor itu. Vitalisasi membutuhkan kebijakan yang memperhitungkan kelima faktor itu.

Melihat anggota warga sebagai subyek mempunyai efek yang positif terhadap iklim.

Faktor iklim ini membawa konsekeunsi untuk kepemimpinan. Agar pemimpin mampu menjalankan tugas itu maka ia harus dapat mendengarkan dengan baik. Kemampuan untuk mendengarkan mengandaikan struktur yang memungkinkan anggota dapat berkomunikasi dengan mudah. Menekankan anggota warga sebagai subyek, maka akan dibentuk juga kelompok-kelompok (jabatan) yang bertanggung jawab sendiri. Mereka mempunyai tugas sendiri dan memiliki wewenang yang diperlukan. Jika kelompok- kelompok ini bisa berjalan dengan baik, maka kepemimpinan dibebaskan dari bermacam-macam usaha koordinatif sehingga dapat memusatkan perhatian pada tugas yang sesungguhnya lebih baik. Dengan menjalankan kepemimpinan secara baik dan benar akan sangat berarti bagi cara penentuan tujuan. Menentukan tujuan ini menjadi tugas anggota warga. Proses mencari tujuan yang konkret itu akan memajukan perkembangan konsepsi indentitas bersama.

Pembangunan Jemaat mencari cara berpikir serta bertindak fungsional untuk bereaksi terhadap permasalahan yang sedang dialami dewasa ini.35 Permasalahan yang muncul di hadapan gereja dari waktu ke waktu selalu berubah. Tidak terkecuali dengan permasalahan yang dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia saat ini. Sinode GKJ sebagai ikatan kebersamaan seluruh Gereja-gereja Kristen Jawa sedang berusaha untuk membangun sebuah Crisis centre bagi korban Narkoba. Hal ini dilatar belakangi oleh semakin merajalelanya penyalahgunaan Narkoba. Agar rencana pembangunan crisis centre bisa terlaksana dengan baik maka sinode GKJ dapat menggunakan “metode 5 faktor” yang dikemukakan oleh Jan Hendriks ini sebagai sebuah acuan. Menurut Kessel mengutip pendapat Killman, bahwa vitalisasi akan terhalang kalau hanya salah satu faktor saja yang dipakai. Andaikata ada hasil yang dicapai melalui satu faktor saja, maka hasil itu akan menghilang dalam waktu yang singkat.36

35Rob van Kessel, Enam Tempayan Air (Pokok-pokok Pembangunan Jemaat), Kanisius, Jakarta, 2002, hal 5.

36 Ibid hal 46.

(10)

Dengan proses yang sedang berjalan tersebut maka diharapkan sinode GKJ bisa menjadikan Gereja-gereja Kristen Jawa ini bisa menjadi “warga yang vital dan menarik”

seperti yang diimpikan oleh Jan Hendriks. Dalam impian itu gereja tampil bagian sebagai tempat perlindungan, tempat dimana keselamatan ditemukan, rumah yang dapat dihuni, gereja dari bawah, gereja bagi orang lain, tempat pengungsian yang aman, gereja sebagai koinonia.37

I. B. Rumusan Permasalahan

Dari latar belakang diatas telah dipaparkan tentang dunia alkoholisme atau minuman keras yang semakin mengganas, terutama di negara ini. Dari apa yang sudah dijelaskan diatas ternyata minuman keras lebih banyak membawa dampak negatif ditengah-tengah masyarakat. Alkoholisme adalah suatu penyakit yang dapat menjangkit siapa saja, tidak terkecuali kepada para remaja. Oleh karena itu harus dilakukan suatu tindakan penanggulangan terhadap “penyakit” ini agar tidak menjangkit secara luas. Tindakan penanggulangan ini bukan hanya tugas pemerintah saja akan tetapi oleh segala elemen dan lapisan masyarakat, tidak terkecuali pada lembaga keagamaan termasuk gereja di dalamnya.

Sinode GKJ sebagai ikatan kebersamaan seluruh Gereja-gereja Kristen Jawa melalui klasis yang didasarkan pada pengakuan keesaan Gereja sebagaimana dinyatakan dalam alkitab dengan menaati Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana;38 mempunyai keprihatinan terhadap bahaya seperti ini dengan berencana membangun pusat rehabilitasi atau Crisis Center bagi korban Narkoba (yang di dalamnya juga termasuk Alkoholisme). Untuk menuju kepada pembangunan Crisis Center ini Sinode GKJ melalui Deputat Kespel telah mengadakan dua seminar yang diadakan untuk membahas tentang sesuatu yang bersangkutan dengan hal-hal tersebut dengan memulainya dari seminar “Konsultasi Pendampingan Korban Narkoba” pada tahun 2003 dan “Pelatihan Pendamping Korban Narkoba” pada tahun 2005. Dengan dua seminar yang telah diadakan tersebut diharapkan rencana dari pembangunan Crisis Centre tersebut bisa menjadi sebuah kenyataan.

37Dr. Jan Hendriks, Jemaat Vital & Menarik, Kanisius (Membangun Warga dengan Menggunakan Metode Lima Faktor), Yogyakarta, 2006, hal 26.

38 PPAG-GKJ Pasal 25 ayat 1

(11)

Namun fakta di lapangan saat ini, ternyata kegiatan tersebut macet bahkan terlihat seperti terhenti dan hingga saat ini belum terlihat kelanjutannya. Penyebab tersendatnya rencana pembangunan crisis center ini belum bisa dipastikan. Dan dalam penyusunan skripsi ini penyusun tidak akan menyoroti atau mengamati apa yang menjadi penyebab tersendatnya rencana pembangunan crisis center tersebut. Namun penyusun justru tertarik untuk melihat proses pembangunan crisis center ini dalam kerangka pembangunan jemaat. Dari apa yang telah dilakukan oleh Sinode GKJ ini penyusun mempunyai beberapa perhatian dari kegiatan - kegiatan yang sudah dilaksanakan tersebut, hal itu antara lain :

1. Apa masalah inti dari alkoholisme bagi kehidupan remaja?

2. Apa latar belakang theologis dari pendampingan korban narkoba, khususnya alkoholisme, yang akan dilakukan oleh sinode GKJ melalui pembangunan crisis center?

3. Jika program penanggulangan korban Narkoba, khususnya korban alkoholisme, yang akan dijalankan Sinode GKJ melalui Crisis Centre itu dijalankan dalam kerangka Pembangunan Jemaat. Apakah kelebihan yang dapat diperoleh dibandingkan jika tidak dikaitkan dengan konsep Pembangunan jemat?

I. C. Rumusan Judul

Berkaitan dengan permasalahan yang sudah dikemukan diatas, maka penulis akan membahasnya dibawah judul :

Usaha Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa Terhadap Penanganan Remaja Korban Alkoholisme

Melalui Pembangunan Crisis Center (Dalam Rangka Pembangunan Jemaat)

Dengan judul ini diharapkan dapat membantu penyusun dalam memberi arah pembahasan skripsi ini secara sistematis.

(12)

I. D. Alasan Pemilihan Judul

Alasan mengapa judul ini dibahas adalah karena fakta yang tidak dapat disangkal lagi bahwa peredaran minuman keras saat ini semakin tidak bisa dikontrol lagi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan penanggulangan agar remaja tidak terjerumus kedalam pengaruh alkoholisme. Tindakan penanggulangan terhadap remaja ini sangat penting karena tindakan penyalahgunaan alkohol ini, dalam hal ini minuman keras, dimulai pada usia remaja.39

Penyalahgunaan alkohol inilah yang sering memicu tindakan kekerasan atau kriminalitas yang dilakukan oleh remaja karena alkohol menurunkan ambang pengendalian diri, sehingga yang bersangkutan tidak mampu untuk mengendalikan dorongan-dorongan (impuls) agresifitas fisik maupun seksual.40 Oleh karena sebab itulah maka gereja juga harus ikut berperan serta dalam melakukan tindakan preventif agar remaja gereja tidak ikut terjerumus ke dalam pengaruh alkoholisme.

Peran serta gereja sangat diperlukan oleh para remaja Kristen karena gereja merupakan suatu kehidupan bersama religius sebagai buah pekerjaan penyelamatan Allah yang didalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah.41 Dengan demikian gereja juga harus bersaksi tentang keselamatan dan memelihara keselamatan tersebut. Dan salah satu wujud nyata untuk bersaksi dan memelihara keselamatan tersebut salah satu caranya adalah dengan turut serta dalam penanggulangan masalah alkoholisme khususnya pada kalngan remaja. Dengan peran serta gereja dalam penanggulangan terhadap alkoholisme ini maka diharapkan Gereja-gereja Kristen Jawa pada khususnya, dapat menjadi “jemaat yang vital dan menarik”.

39 I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai Luhur Perjuangan 1945, Jakarta, 1995, hal 33.

40 Ibid hal 82.

41 PPAG GKJ Hal 29

(13)

I. E. Tujuan Penulisan

Dalam menyusun tulisan ini penyusun mempunyai beberapa tujuan, yaitu :

1. Untuk membekali penyusun sebagi calon pelayan agar dapat memahami secara teologis masalah-masalah yang terdapat pada alkoholisme.

2. Penulisan ini dibuat karena masih jarang sekali penulisan yang membahas tentang tindakan penaggulangan gereja (terutama dalam lingkup GKJ) terhadap alokoholisme pada remaja Kristen secara khusus dan spesifik.

3. Sumbangan terhadap pihak-pihak yang membutuhkan topik yang sedang disusun oleh penyusun, terutama sumbangan bagi gereja-gereja, pada khususnya pada gereja-gereja dalam lingkup sinode GKJ.

I. F. Metode Penulisan

Dalam penyusunan tulisan ini penyusun menggunakan tehnik literatur dengan mencari buku-buku yang relevan terhadap penyusunan skripsi ini. Penyusun juga akan melakukan penelitian literatur yang berkaitan dengan tindakan penanggulangan terhadap alkoholisme pada remaja yang dilakukan oleh sinode GKJ terutama yang berkenaan pada proses pembangunan crisis centre. Setelah itu penyusun berusaha mendiskripsikan dengan cara menggambarkan, menganalisa dan mengevaluasi apa yang sudah didapat dari studi dan penelitian literatur tersebut.

I. G. Sistematika Penulisan I. Pendahuluan

Pada bagian ini akan dipaparkan tentang latar belakang masalah, rumusan permasalahan, rumusan judul, alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

II. Alkoholisme : Faktor-faktor Penyebab dan Akibatnya Bagi Remaja

III. Usaha Sinode GKJ Terhadap Penanganan Remaja Korban Alkoholisme Melalui Pembangunan Crisis Centre

IV. Rencana Pembangunan Crisis Center Dipandang Dari Sisi Pembangunan Jemaat Menurut Metode Lima Faktor Jan Hendriks

V. Penutup

Pada bagian ini berisi refleksi teologis dan kesimpulan.

Referensi

Dokumen terkait

Produk ini memiliki risiko investasi tidak terkecuali kehilangan seluruh modal dan risiko nilai tukar mata uang asing apabila berinvestasi dalam produk obligasi dalam mata uang

Hasil penelitian yang diperoleh adalah kasus spondilitis tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2014 sebanyak 44 pasien.. Penyakit ini dapat menyerang segala jenis kelamin dan

Gudang Garam,Tbk tahun 2013-2018, dengan teknik analisis Regresi Linier Berganda.Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari data laporan keuangan tahunan

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca ( weathering ) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending dan

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan