AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH
MINDERJARIG
( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
SAHTANTA EKA PRANANTA TARIGAN NPM. 0671110121
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA
PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI
AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH
MINDERJARIG
( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )
Disusun Oleh :
Sahtanta Eka Prananta Tarigan NPM. 0671110121
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui Pembimbing Utama
H. Sutrisno, S.H., M.Hum. NIP. 19601212 198803 1 001
Pembimbing Pendamping
P.Handoko, S.H., S.Sos., M.M. NIP. 19660926 199203 1 001
Mengetahui
DEKAN
Motto :
Hidup ini indah,
manfaatkan hidupmu sebaik-baiknya dengan bahagia, dan tanpa kesedihan,
tetap tersenyum dan
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat TUHAN Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan judul : AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN
HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH
ANAK YANG MASIH MINDERJARIG (STUDY KASUS PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda).
Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan dan dorongan oleh
beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima
kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H, M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim, yang telah memberi
kesempatan mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.
2. Bapak Sutrisno, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan II sekaligus Dosen
Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan selama penyusun
kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jatim Dan telah berkenan membimbing dan memberikan pengarahan kepada
penyusun dengan meluangkan tenaga dan waktunya.
3. Bapak Subani, S.H, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum.
4. Bapak P.Handoko, S.H, S.Sos, M.M. selaku Dosen Pembimbing
5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum, yang dengan sabar memberikan
bekal ilmu pengetahuan.
6. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
Nasional yang telah membantu urusan administrasi dalam pelaksanaan.
7. Untuk Bapak, Ibu dan ke 3 Kakak tercinta Mbak Silvy, Mbak Susan, Mbak
Trias, yang telah dengan sabar memberikan dorongan baik moril maupun
materiil untuk selesainya skripsi ini.
8. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2006 khususnya Aseptya Nur
Ahmad dan Ruben Arista Prabowo selaku anggota Himaho, serta semua
teman-teman yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan motivasi serta doa yang tulus kepada penyusun
dalam proses penyelesaian skripsi ini serta membantu dan memberikan
saran sebagai masukan di dalam pembuatan skripsi hingga selesai.
Penyusun menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penyusun diharapkan guna
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan yang selanjutnya, sehingga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, Desember 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI... ii
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI... iii
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI... iv
MOTTO... v
SURAT PERNYATAAN... vi
KATA PENGANTAR... vii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
ABSTRAKSI... xiv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah... 3
1.3.Tujuan Penelitian ... 3
1.4.Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1. Manfaat Teoritis... 4
1.4.2. Manfaat Praktis ... 4
1.5.Kajian Pustaka ... 4
1.5.1. Definisi-definisi ... 5
1.5.3. Definisi Perceraian... 9
1.5.4. Alasan-alasan Perceraian ... 10
1.5.5. Tindakan-tindakan Sementara Pengadilan Untuk Kepentingan Isteri dan Anak-anaknya... 12
1.5.6. Akibat-akibat Perceraian... 13
1.6.Metode Penelitian ... 18
1.6.1. Pendekatan Masalah... 18
1.6.2. Sumber Bahan Hukum ... 19
1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum ... 19
1.6.4. Teknik Analisis Bahan Hukum ... 20
1.6.5. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II TANGGUNG JAWAB DAN SANGSI HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG PADA ORANG TUA SETELAH PENETAPAN PUTUSAN PERCERAIAN... 22
2.1. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Yang Masih Minderjarig... 23
2.2. Sanksi Hak Asuh Anak Yang Masih Minderjarig Pada Orang Tua... 26
2.3. Akibat Hukum Dari Perceraian Bagi Anak Yang Masih Minderjarig... 27
2.4. Hak Menemui Anak-anak (Droit de Visite) ... 31
83/PDT.G/2005/PN.SDA. TERKAIT DARI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN PADA PEMBERIAN HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG... 33
3.1. Keputusan Hakim dalam Memberikan Hak Asuh Anak... 34
3.2. Dasar-dasar dan Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan
Putusan Perceraian... 54
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ... 59
4.2. Saran... 60
DAFTAR TABEL
[image:9.595.179.435.282.547.2]DAFTAR LAMPIRAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS HUKUM
Nama Mahasiswa : Sahtanta Eka Prananta Tarigan
NIM : 0671110121
Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, 9 November 1987
Program Studi : Strata 1 (S1)
Judul Skripsi :
AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH
MINDERJARIG
( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari sebuah perceraian. Penelitian ini menggunakan metode induksi, yaitu suatu metode penelitian yang diawali dengan hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal khusus. Hal-hal yang bersifat umum maksudnya dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, literatur, dan pendapat para Sarjana Hukum, dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas serta penerapannya dalam praktik yang dirangkum menjadi kesimpulan dalam skripsi. Sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis, ilmiah, dan perundang-undangan yang berlaku.
Perihal perceraian ini menimbulkan akibat hukum yang begitu rumit,
yaitu mengenai hak asuh anak yang minderjarig, harta gono-gini atau harta
bersama, warisan dan lain-lain. Seperti dalam contoh kasus perceraian antara Desi Firdaningsih selaku Penggugat dengan surya atmadja selaku Tergugat, Penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang menyebabkan kedua belah pihak sudah tidak bisa rukun lagi dan tidak mungkin disatukan lagi, alasan inilah yang menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutus suatu perkara perceraian,
Berkaitan dengan hak asuh anak, Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak yaitu Dewa Risky Atmadja, Gusti Rizky Atmadja dan Shalsa Dewi Afianda. Mengenai siapa yang berhak menjadi wali dari ketiga anaknya merupakan kewenangan Majelis Hakim sepenuhnya dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang terjadi dipersidangan dan keterangan dari saksi-saksi.
BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang
Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada
perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan
awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku Jika sepanjang
pernikahannya kedua orang tua sudah tidak sepaham atau sering terjadi
perselisihan dan sudah tidak bisa disatukan lagi, maka jalan terakhir yang bisa
diambil adalah perceraian.
Dalam suatu perceraian akan menimbulkan akibat-akibat hukum yang
begitu banyak dan rumit, baik itu mengenai hak asuh anak yang masih
minderjarig, warisan, pembagian harta gono-gini dan sebagainya, tetapi dalam
skripsi ini, penulis lebih menyoroti tentang hak asuh anak yang masih
minderjarig, yang dimaksud minderjarig itu sendiri adalah anak-anak yang
masih kecil atau dibawah umur1, karena anak merupakan masa depan bangsa.
Anak juga merupakan korban dari perceraian kedua orangtuanya,
karena anak merupakan orang yang paling merasakan langsung dampak dari
perceraian tersebut, karena anak mempunyai ikatan batin terhadap ayah dan
ibunya. Selain keluarga, anak juga salah satu orang yang tidak menginginkan
adanya perceraian yang terjadi pada orang tuanya. Seringkali orang tua yang
ingin bercerai tidak memikirkan perasaan anaknya, mereka hanya memikirkan
1
1
ego mereka masing-masing. Orang tua tidak berpikir bahwa anak juga
mempunyai perasaan tidak ingin kalau mempunyai orang tua yang tidak
bersatu lagi, meskipun dengan keadaan yang demikian orang tua berjanji
bahwa dengan adanya perceraian ini tidak mengurangi rasa sayang orang tua
pada anaknya, mereka berjanji akan mengurus anaknya dengan
baik,menyayangi dan memenuhi kebutuhannya meskipun orang tua telah
bercerai.
Perceraian yang dilakukan oleh seorang suami dan istri menimbulkan
akibat terhadap anak-anaknya baik secara moril maupun materiil. Secara moril
bahwa anak-anaknya tersebut menanggung konsekuensi bahwa kedua orang
tuanya tidak bersama lagi dalam suatu rumah tangga dan otomatis perhatian
dan kasih sayang yang tercurah pada anak tidak seperti saat berkumpul dulu.
Secara materiil ialah Diberikan nafkah, yang menjadi hak seorang anak yang
didapat dari kedua orang tuanya.
Angka perceraian pada masa sekarang ini begitu meningkat, khususnya
di daerah Sidoarjo, hal ini dibuktikan dengan seringnya Pengadilan Negeri
Sidoarjo menggelar persidangan mengenai perceraian, berikut ini adalah data
[image:13.595.138.527.284.543.2]perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo :
Tabel 1. Data Statistik Kasus perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo Tahun 2008 dan 2009
Tahun Gugatan yang masuk Yang sudah diputus Banding
2008 69 kasus 69 kasus 0 kasus
2009 97 kasus 97 kasus 1 kasus
2
Dari data statistik kantor Pengadilan Negeri Sidoarjo pada tahun 2008
banyaknya permohonan gugatan perceraian yang masuk mencapai 69 kasus,
pada tahun 2009 meningkat mencapai 97 kasus, jika diperhatikan lebih lanjut
dapat diambil kesimpulan bahwa makin banyaknya anak-anak yang menjadi
korban perceraian kedua orang tuanya, sehinggga mereka tidak bisa
mendapatkan kebahagiaan selayaknya anak-anak yang seumuran mereka yang
bisa mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya.
1.2. Rumusan Masalah
Perceraian merupakan berpisahnya suami dan istri untuk tidak hidup
bersama lagi karena sebuah alasan tertentu, dengan resmi bercerainya seorang
suami dan istri maka akan menimbulkan akibat hukum yang lain yaitu
mengenai hak asuh anaknya, warisan, pembagian harta gono gini dan
sebagainya.
Berkaitan dengan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan:
a. Apa saja tanggung jawab dan sangsi hak asuh anak yang masih minderjarig
pada orang tua setelah penetapan putusan perceraian?
b. Bagaimana penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan
dalam Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda.
terkait dari pertimbangan hakim dalam penetapan Pengadilan pada
pemberian hak asuh anak yang masih minderjarig?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis tanggung jawab dan sangsi hak asuh anak yang masih
minderjarig pada orang tua setelah penetapan putusan perceraian.
b. Untuk menganalisis penerapan atau pelaksanaan peraturan
perundang-undangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor :
83/Pdt.G/2005/PN.Sda. terkait dari pertimbangan hakim dalam Penetapan
Pengadilan pada pemberian hak asuh anak yang masih minderjarig.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Teoritis
a. Diharapkan dapat membandingkan dan mengkomparasikan antara
teori dengan praktek.
b. Penulis dapat mengetahui tentang akibat hukum dari perceraian
terhadap hak asuh anak dibawah umur.
1.4.2. Bagi Praktis
a. Memberikan pemahaman kepada orang tua yang telah bercerai
tentang pentingya hak seorang anak untuk mendapatkan kasih
sayang dari kedua orang tuanya meskipun kedua orang tuanya telah
bercerai.
b. Memberikan kontribusi sumbangan khususnya dalam kesadaran
hukum dan menambah wawasan kepada masyarakat untuk
mengerti bahwa akibat dari perceraian sangat merugikan sekali
khususnya untuk perkembangan anak kandungnya.
1.5. Kajian Pustaka
Judul dari proposal skripsi ini adalah Akibat hukum pertimbangan hakim
dalam menetapkan perceraian terhadap hak asuh anak yang masih minderjarig
(Study kasus Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor :
83/Pdt.G/2005/PN.Sda ), agar tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang judul
yang dimaksud, kiranya perlu dijelaskan mengenai maksud dari judul proposal
skripsi ini.
1.5.1. Definisi-definisi
Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (selanjutnya disingkat UU. Perkawinan), perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, hubungan mana mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat.
Antara seorang pria dan seorang wanita, artinya dalam suatu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita saja. Seorang pria artinya seorang yang berjenis kelamin pria, sedangkan seorang wanita artinya seorang yang berjenis kelamin wanita, jenis kelamin ini adalah kodrat karunia Tuhan, bukan bentukan manusia.
suami istri adalah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari ikatan lahir batin. Tidak ada ikatan lahir batin berarti tidak ada pula ada fungsi sebagai suami istri.2
Perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.3
Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang masih berada
di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan
anak tersebut, sebagaimana diatur dalam undang – undang.4
5
2
Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti-Bandung, 2000, h.135.
3
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet.XXVI, Jakarta-Internusa, 1994, h.42.
4
Perwalian, adalah pengawasan terhadap anak yang masih di
bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak
tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.5
Masalah mengenai Perwalian ini, bagi Warga Negara Indonesia
Asli berlaku hukum adatnya masing – masing seperti yang telah diatur
dalam Stb.tahun 1931 Nomor.53. Bagi Warga Negara Indonesia
keturunan Cina dan Keturunan Eropa, telah berlaku ketentuan Perwalian
seperti yang tercantum dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.6
Anak yang berada di bawah perwalian, adalah:
a. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya
sebagai orang tua.
b. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai.
c. Anak yang lahir di luar perkawinan ( naturlijk kind ).7
Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak : a.Pasal 1 Ketentuan umum
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2). Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
3). Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh,
mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
6
5
Arif Masdoeki dan M.H TirtaHamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta-Akademika Persindo, 1963, h. 156.
6
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta-Rineka Cipta, 2005, h. 205.
7
b. Pasal 14 menyatakan bahwa :
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
1.5.2. Syarat Perkawinan
Hukum perkawinan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Hukum perkawinan yang bertalian dengan hubungan antara pria dan
wanita untuk menciptakan keluarga.
b. Hukum kekayaan dalam perkawinan adalah keseluruhan peraturan
yang mengatur tentang harta suami istri yang timbul dalam suatu
hubungan perkawinan.8
Syarat perkawinan adalah syarat yang menyangkut pribadi para
pihak yang hendak melangsungkan perkawinan dan izin-izin yang harus
diberikan oleh pihak ketiga dalam hal yang ditentukan oleh
undang-undang.
Syarat-syarat ini diatur dalam Pasal 27-49 Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUHPer), serta terbagi
dalam syarat-syarat :
a. Syarat Materiil Mutlak
Syarat tersebut harus dipenuhi oleh setiap orang yang akan
melangsungkan perkawinan tanpa memandang dengan siapa ia akan
melangsungkan perkawinan. Syarat-syarat ini berlaku umum, jika
salah satu dari syarat tersebut tidak dipenuhi, maka perkawinan tidak
7
8
dapat dilangsungkan. Dalam hal yang demikian dapat dikatakan,
bahwa ada rintangan perkawinan yang mutlak.
Syarat tersebut ada 5 macam, yaitu :9
1). Kedua belah pihak masing-masing harus tidak terikat dengan
suatu perkawinan lain (Pasal 27 KUHPer).
“Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”.
2). Kesepakatan yang bebas dari kedua belah pihak (Pasal 28
KUHPer)
“Azas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami-isteri”.
3). Masing-masing pihak harus mencapai umur minimum yang
ditentukan oleh undang-undang (Pasal 29 KUHPer)
“Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap 18 tahun, seperti seorang gadis yang belum mencapai umur genap 15 tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu, dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, presiden berkuasa mentiadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi”.
4). Seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat dari 300 hari terhitung sejak bubarnya perkawinan yang terakhir (Pasal 34 KUHPer).
5). Harus ada izin pihak ketiga (Pasal 35 KUHPer)
“Untuk mengikat diri dalam perkawinan, anak-anak kawin yang belum dewasa harus memperoleh izin dari kedua orang tua mereka. Jika hanya satu saja diantara mereka memberikan izinnya, dan orang tua yang lain dipecat dari kekuasaan-orang tuannya atau perwalian atas diri si anak, maka Pengadilan Negeri yang mana dalam daerah hukumnya, anak itu mempunyai tempat tinggalnya, atas permintaan anak, berkuasa memberikan izin untuk kawin, setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan mereka yang izinnya diperlukan dan akan para keluarga sedarah atau semenda. Jika satu diantara kedua orang tua telah meninggal dunia, atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain”.
8
9
b. Syarat Materiil Relatif
Ialah syarat-syarat bagi pihak yang akan dikawini. Seseorang
yang telah memenuhi syarat materiil mutlak dapat melangsungkan
perkawinan, namun kendati demikian ia tidak boleh kawin dengan
sembarang orang dan ia pun harus memenuhi syarat-syarat materill
relatif dengan pihak yang dikawininya.10
1.5.3. Definisi Perceraian
Suami istri boleh melakukan perceraian apabila perkawinan mereka
sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Perceraian adalah salah satu cara
pembubaran perkawinan karena suatu sebab tertentu, melalui keputusan
hakim yang didaftarkannya pada catatan sipil11, disini yang dimaksud
adalah perceraian yang dilakukan oleh suami atau istri yang beragama
non muslim.
Menurut ketentuan Pasal 199 KUHPer, perkawinan dapat bubar oleh
sebab :12
a. Kematian, yaitu suami atau isteri meninggal dunia. Apabila suami atau isteri meninggal dunia, maka perkawinan dianggap tidak ada lagi, sedangkan mengenai bubarnya perkawinan karena alasan kematian, undang-undang tidak menyebutkan ketentuan apapun.
9
b. Ketidakhadiran ditempat oleh salah satu pihak selama 10 tahun dan diikuti dengan perkawinan baru oleh suami atau isteri sesuai dengan ketentuan Pasal 199 Jo. Pasal 493-495 KUHPer. Bubarnya perkawinan karena butir kedua ini, ada akibat adanya dugaan bahwa seseorang yang tidak hadir selama waktu tertentu dianggap meninggal dunia. Oleh karena itu, suami atau isteri yang ditinggalkan, dapat kawin lagi dengan orang lain dengan izin hakim. Perlu diperhatikan disini bahwa perkawinan yang terdahulu dinyatakan bubar dengan dilangsungkannya perkawinan yang baru.
10
Ibid, h. 24.
11
Winarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi , Op.cit., h. 135.
12
Suatu izin hakim untuk melangsungkan perkawinan baru belum cukup membubarkan perkawinan yang terdahulu. Perkawinan itu baru dianggap bubar jika putusan hakim telah dibukukan dalam daftar catatan sipil dan diikuti dengan adanya suatu perkawinan baru dengan orang lain.
c. Keputusan hakim sesudah pisah meja dan tempat tidur yang
didaftarkan dalam daftar catatan sipil (Pasal 199 Jo. Pasal 200-206 KUHPer), dan Perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian ketiga bab 10 Pasal 207-232a BW. Dalam hal-hal seperti ini, maka perkawinan bubar oleh karena putusan hakim yang telah didaftarkan dalam daftar catatan sipil.
1.5.4. Alasan-alasan Perceraian
Menurut Pasal 209 KUHPer menyebutkan berbagai alasan yang
dapat mengakibatkan perceraian, terdiri atas :
a.Zinah atau overspel
b.Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat..
c.Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau
dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.
d.Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.
Overspel atau zinah Menurut Pitlo ada 3 kemungkinan yaitu :13 a. Setiap pihak dapat mengajukan gugat cerai
b. Jika hal tersebut disebabkan oleh bujukan dan memudahkan atau
membiarkan, alasan pengajuan gugatan menjadi gugur.
c. Gugat cerai dapat diajukan oleh kedua belah pihak dengan kata lain para pihak dapat mengajukan gugat kembali.
Tuntutan perceraian hanya dapat diajukan oleh pihak yang tidak
bersalah dengan alasan seperti tersebut di atas. Maksud pembentuk
undang-undang yang sebenarnya, ialah agar perceraian itu hanya
dimungkinkan jika fakta-fakta seperti tersebut di atas benar-benar terjadi.
Sebagai contoh, jika isteri menggugat perceraian terhadap suami karena
10
13
melakukan overspel, maka isteri harus membuktikan fakta atau peristiwa
itu. Demikian halnya jika suami mengakui atau tidak menyangkal bahwa
ia telah melakukan overspel.
Menurut Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang
Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 (selanjutnya disingkat PP
No 9 Tahun 1975) Pasal 19 menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi
karena alasan atau alasan-alasan:
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat,
penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau
karena hal lain diluar kemampuannya
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak yang lain
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri
f. Antar suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
1.5.5. Tindakan-tindakan Sementara Pengadilan Untuk Kepentingan Isteri dan Anak-anaknya.
Pengadilan dapat mengeluarkan beberapa ketetapan atau
mengambil tindakan-tindakan sementara selama masih dalam proses.
Ketetapan-ketetapan sementara adalah sama atau mirip dengan semua
ketetapan sementara yang dapat diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri
dengan surat ketetapan pemberian izin untuk mengajukan gugat cerai.
Ketetapan tersebut, adalah sebagai berikut :14
a. Pengadilan dapat memberi izin kepada isteri, baik selaku penggugat maupun selaku penggugat untuk meninggalkan rumah suaminya selama perkara masih dalam proses. Pengadilan akan menunjuk rumah tempat isteri diwajibkan bertempat tinggal.
Pasal 212 KUHPer menentukan bahwa dengan izin pengadilan isteri dapat meninggalkan rumah suaminya. Menurut kata-kata dalam pasal tersebut, maka pengadilan tidak boleh menetapkan bahwa isteri dapat terus tinggal dirumah bersama suami ataupun suami harus meninggalkan rumah istri.
Tentang penunjukkan rumah isteri oleh Ketua Pengadilan, kalimat dalam Pasal 835 KUHPer tidak begitu tegas, namun demikian telah jelas bahwa undang-undang tidak bermaksud agar Ketua Pengadilan dapat mewajibkan suami meninggalkan rumah bersama sehingga isteri dapat terus bertempat tinggal di rumah itu. b. Pengadilan Negeri dapat menetapkan bahwa selama perkara dalam
proses suami harus membayar tunjangan hidup bagi isteri dan anak-anaknya yang mengikuti isteri. Pasal 213 ayat (1) KUHPer.
c. Pasal 214 ayat (1) KUHPer menyatakan bahwa selama perkara
dalam proses pengadilan untuk sementara dapat menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk seluruhnya atas bagian serta memberikan hak-hak yang dianggap perlu atas diri dan barang-barang anak-anaknya kepada orang tua yang lain atau kepada pihak ketiga atau kepada Dewan Perwalian.
12
14
Pasal 24 ayat (2) PP No 9 Tahun 1975 menyatakan bahwa selama
berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau
tergugat, pengadilan dapat :
a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami
b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak
c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya
barang barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau
barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang-barang-barang yang menjadi
hak isteri.
1.5.6. Akibat-akibat Perceraian
a. Terhadap Istri
Pembubaran yang dikarenakan perceraian, maka segala akibat
perkawinan seperti hak-hak dan kewajiban selama perkawinan
menjadi hapus terhitung sejak bubarnya perkawinan tersebut.
Istri memperoleh kembali kedudukannya sebagai wanita yang
tidak kawin dan kekuasaan sebagai orang tua menjadi terhenti. Akan
tetapi terhentinya itu tidak berlaku surut. Akibat-akibat perceraian itu
baru dianggap ada sejak keputusan perceraian didaftarkan. Hal itu
perlu diketahui bahwa dalam hubungannya dengan
pemberian-pemberian oleh karena perkawinan.
b. Terhadap Harta Kekayaan
1). Kebersamaan harta kekayaan menjadi terhenti dan tibalah saatnya
untuk pemisahan dan pembagian kecuali bila istri melepaskan
haknya atas kebersamaan tersebut. Bubarnya harta kebersamaan
harta terjadi sejak saat putusan perceraian didaftarkan pada
catatan sipil.
2). Keuntungan-keuntungan yang dijanjikan pada perjanjian kawin.
Semua tunjangan yang telah dijanjikan oleh pihak ketiga
tetap berlaku dan harus dipenuhi oleh pihak ketiga tersebut
kepada suami dan atau istri selaku pihak yang dijanjikan
tunjangan-tunjangan tersebut, dan perceraian bukanlah urusan
pihak ketiga sehingga pihak ketiga tidak seharusnya memperoleh
keuntungan pada perceraian itu. Perkecualian itu terjadi jika telah
terdapat perjanjian bahwa semua tunjangan atau keuntungan lain
akan batal jika terjadi perceraian sehingga jika perceraian terjadi,
maka semua tunjangan tersebut tidak harus dipenuhi.
3). Kewajiban untuk memberikan alimentasi
Pasal 225 KUHPer kurang lebih menyatakan bagi pihak
yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk membiayai
penghidupannya, sementara perkawinan dibubarkan karena
perceraian maka pengadilan dapat memerintahkan pihak yang lain
untuk memberikan alimentasi kepada penggugat. Hakim memang
berwenang memerintahkan pemberian alimentasi, tetapi tidak
wajib mengabulkan tuntutan pemberian alimentasi.
c. Anak-anak yang masih minderjarig
1). Perwalian
Dengan bubarnya perkawinan maka berakhir pula
kekuasaan orang tua untuk digantikan dengan perwalian. Pasal
229 ayat (1) KUHPer menentukan bahwa setelah mendengarkan
pendapat dan pikiran orangtua serta sanak keluarga sedarah atau
semenda dari anak-anak yang masih minderjarig dan putusan
ceraipun sudah dijatuhkan, maka pengadilan kemudian
memutuskan masalah yang berkaitan dengan siapa dengan orang
tuanya akan melakukan perwalian atas anak-anaknya melalui
gugatan apakah mereka masih mempunyai kuasaan orang tua
jika kekuasaan orang tua sudah dihentikan atau dibebaskan atau
dicabut, maka ia tidak dapat menjadi wali. Masalah perwalian
tersebut diserahkan kepada hakim untuk menentukan pihak wali
yang layak bagi anak-anak tersebut. Dalam rangka penunjukan
tersebut, kepentingan si anak harus diperhatikan karena anak
yang masih kecil selalu membutuhkan ibunya. Oleh karena itu,
pada umumnya si ibu akan diangkat sebagai wali. Akan tidak
berarti bahwa ibu selalu diangkat sebagai wali jika kelakuan ibu
buruk sekali, maka demi kepentingan sang anak, sang ayah akan
diangkat sebagai walinya. Dalam pengangkatan wali, hakim
tidak terikat pada ketentuan-ketentuan hukum pembuktian dan
hakimpun tidak wajib mendengar keterangan para saksi.
Wali diangkat dengan surat ketetapan, dan bukan dengan
keputusan, oleh karena pengangkatan wali tidak dianggap
sebagai perkara, dan dalam hal ini hakim tidak wajib
memberikan alasan-alasan tentang ketetapan itu.
2). Hubungan ayah-ibu dengan anak-anaknya
Hubungan antara suami dengan istri bubar karena adanya
pembubaran perkawinan, akan tetapi hubungan antara arang tua
dengan anak masih tetap berlangsung.
Dengan bubarnya perkawinan anak-anak tidak akan
kehilangan keuntungan yang diberikan kepadanya baik oleh
Undang-undang ataupun oleh perjanjian perkawinan orang
tuanya hal ini diatur dalam pasal 231 KUHPer.
Terdapat kekhawatiran bahwa ayah atau ibu yang tidak
dijadikan wali tidak akan memberikan alimentasi secukupnya
untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya yang
minderjarig, maka Pengadilan Negeri akan membuat ketetapan
mengenai jumlah (di Indonesia biasanya untuk setiap bulan)
yang harus dibayarkan oleh ayah atau ibu kepada Dewan
Perwalian untuk keperluan tersebut (pasal 230b KUHPer).
3). Hak menemui anak-anak
Hak untuk menemui anak semula memang tidak diakui
oleh karena pihak yang ditunjuk sebagai wali memerlukan
kebebasan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga dialah (wali)
yang menentukan, apakah penting bagi si anak jika dia akan
bertemu dengan pihak lain. Jadi hal ini semata-mata untuk
kepentingan si anak itu sendiri.
Apabila orang tua yang ditunjuk tanpa alasan menolak
pertemuan antara anak dengan orang tua yang tidak ditunjuk
sebagai wali, maka hal ini dapat mengakibatkan perubahan wali.
Di sisi lain anak juga memiliki hak untuk bersama (
unifikasi) dengan keluarganya. Anak juga memilki hak privat
untuk bisa bermain, berhati nurani, memperoleh informasi, serta
hak untuk mengakses informasi. Termasuk tentang proses hukum
perceraian kedua orang tuanya di Pengadilan. Jadi anak memiliki
hak untuk berpendapat. Ini penting, mengingat ke depannya akan
mempengaruhi pola perkembangan serta pandangan anak
terhadap apa yang tengah terjadi pada kedua orang tuanya.15
Menurut Pasal 41 UU. Perkawinan menyatakan bahwa
akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
17
15
anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan
anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya
b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut,
Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut
c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
Masalah kewajiban orang tua terhadap anak setelah adanya
perceraian diatur dalam Pasal 45 UU. Perkawinan, yang
menyatakan bahwa :
a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya.
b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri,
kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara
kedua orang tua putus.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam proposal skripsi ini sesuai judul yang
diajukan maka skripsi yang akan di angkat nantinya menggunakan
metode yuridis normatif, artinya penulisan skripsi menitik beratkan
pada analisa peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum
yang berlaku serta bersifat mengikat untuk dipergunakan sebagai dasar
menjawab semua yang dibahas.
1.6.2. Sumber Bahan Hukum
Untuk menunjang penelitian diperlukan melalui bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:
a. Bahan hukum primer berupa bahan Putusan Pengadilan Negeri
Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda.
b. Bahan hukum sekunder atau yang disebut, adalah data yang berasal
dari beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Perceraian dilengkapi dengan literature, hand out dan
pendapat para pakar, yang berhubungan dengan permasalahan yang
dibahas.
1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum
Pelaksanaan pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan
dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan cara :
a. Pengumpulan bahan hukum primer dengan cara menganalisa dan
mengolah Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor:
83/Pdt.G/2005/PN.Sda.
b. Pengumpulan bahan hukum sekunder dengan cara mengambil dari
buku kumpulan perundang-undangan, membaca dan mempelajari
buku-buku, karangan yang ditulis oleh para ahli dibidangnya, yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas, dan pengolahan bahan
hukum dengan cara menganalisa dan merangkum secara obyektif,
lebih banyak, lebih tepat, yang terpusat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
1.6.4. Tehnik Analisa Bahan Hukum
Bahan hukum primer dan sekunder diolah secara deskriptif
analisis dengan menganalisa yang didasarkan atas gambaran dan
pemaparan yang senyatanya, hal ini digunakan untuk dapat menjawab
permasalahan yang dibahas.
1.6.5. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam pemahaman hasil penelitian.
Penulisan skripsi dibagi dalam 4 (empat) bab, sebagai awal penulisan
merupakan pendahuluan yang ditempatkan pada Bab I, memaparkan
latar belakang munculnya permasalahan yang menjadi kajian. Selain itu
Bab I menjadi awal dari penulisan skripsi yang menerangkan hal yang
paling utama sebagai pemaparan keadaan yang terjadi berisikan hal-hal
yang berhubungan dengan perceraian dan hak asuh anak tsb.
Bab II ini membahas tentang permasalahan yang pertama,
tentang apa saja tanggung jawab dan sangsi hak asuh anak yang masih
minderjarig pada orang tua setelah penetapan putusan perceraian.
Bab III Pembahasan terhadap permasalahan yang terakhir
karena dalam Bab ini akan membahas tentang Bagaimana penerapan
atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam Putusan
Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. terkait
dari pertimbangan hakim dalam Penetapan Pengadilan pada pemberian
hak asuh anak yang masih minderjarig.
Bab terakhir dari penulisan ini adalah Bab IV karena dalam Bab
ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan permasalahan di
atas, dan memberikan saran terhadap semua permasalahan yang telah
dibahas oleh penulis, dengan beberapa harapan serta masukan guna
mempertegas dari pembahasan permasalahan dalam skripsi.
Pemaparan sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk
membantu mempermudah pemahaman pada keseluruhan dari skripsi.
BAB II
TANGGUNG JAWAB DAN SANGSI HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG PADA ORANG TUA SETELAH PENETAPAN PUTUSAN
PERCERAIAN
Pada saat seseorang memutuskan menikah dan berikrar hidup bersama, ia
sedang masuk pada kehidupan baru yang penuh tanggung jawab dan amanat. Kedua
belah pihak hidup dalam satu ikatan yang kokoh. Semua hal yang dikerjakan adalah
kesepakatan bersama dan hasil kerja bersama. Karenanya benar, kesuksesan rumah
tangga adalah kesuksesan bersama, suami-istri dan anak-anak. Antara suami dan istri
mempunyai kewajiban setara yang harus dipenuhi keduanya, seperti kewajiban
nafkah dan pengasuhan anak. Dalam pemahaman klasik, kewajiban nafkah ada pada
suami, sebab suami memang wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya,
dengan nafkah yang baik dan patut. Hanya saja, perbedaan mendasar antara
kewajiban nafkah kepada istri dan anak adalah, jika nafkah kepada istri akan berakhir
seiring berakhirnya ikatan pernikahan. Sementara nafkah kepada anak tidak dibatasi
perceraian orang tuanya, tapi terus ada sampai anak tersebut mencapai akil baligh
(dewasa) atau setelah bisa hidup mandiri.
Perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu
perkawinan. Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.16
Namun seringkali apa yang menjadi tujuan dari perkawinan kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan ini adalah merupakan suatu hal yang wajar, karena makna dasar dari suatu akad adalah ikatan atau dapat juga dikatakan Perkawinan pada dasarnya adalah sebuah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang kemudian dapat disebut dengan
22
16
Talak. Makna dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian. 17
Soal pengasuhan anak, jika suami-istri masih dalam ikatan pernikahan, maka
itu jadi kewajiban berdua. Tapi, jika terjadi perceraian dan anak masih di bawah
umur, yakni tujuh tahun atau belum memiliki pilihan mandiri, maka ia diasuh ibunya.
Kalau anak telah bisa memilih, maka ia diberikan pilihan untuk ikut ibu atau
ayahnya.
2.1. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Yang Masih Minderjarig. Orang tua mungkin belum begitu menyadari bahwa dunia anak adalah
dunia bermain dan bersukacita. Di benaknya belum terpikirkan tanggung jawab
layaknya orang dewasa. Namun mereka sering merasakan, bahkan menjadi
korban masalah yang terjadi di antara orang dewasa. Bila mau diungkap
mungkin banyak lagi pelanggaran HAM di keluarga-keluarga yang tidak kita
sadari. Ketika orang tua tidak meluangkan waktu dan memberikan kesempatan
anaknya untuk berekreasi saja sudah melanggar HAM, karena rekreasi sendiri
merupakan hak anak.
Apalagi bila melihat kenyataan begitu banyak orang tua yang asyik
bergumul dalam egonya masing-masing sampai akhirnya terjadilah perceraian,
pelanggaran itu semakin besar seiring hilangnya sebagian besar hak yang
semestinya diterima oleh anak. Tidak jarang di tengah pertengkaran orang tua,
salah satu pihak melampiaskan kemarahannya kepada anak. Anak menjadi
telantar dan sebagian turun ke jalan untuk mencari pengganti kasih sayang yang
23
17
hilang.
Dalam setiap perceraian, anak mungkin akan menjadi korban, bila tak
disiapkan dengan seksama, anak bisa jadi akan tumbuh menjadi anak yang tidak
bahagia. Padahal, ia perlu menunggu cukup lama hingga usia 18 tahun, sebelum
bisa memutuskan ingin ikut siapa. dan anak harus tetap merasa bahagia lahir dan
batin meski ayah dan ibunya berpisah. Seorang anak yang menjadi korban
perceraian sangatlah membutuhkan perhatian yang khusus dari kedua orang
tuanya. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang dari keluarga dan orang tua pada khususnya. Di dalam
UU. Perkawinan terdapat hak-hak bagi anak yang menjadi korban perceraian
serta kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anaknya yang menjadi korban
perceraian.
Kewajiban orang tua menurut UU. Perkawinan terdapat di dalam Pasal
41, yang mengatur tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu
huruf (a) dan (b) berkenaan dengan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak
serta biayanya.
Pasal 41 UU. Perkawinan, berbunyi sebagai berikut:
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak– anaknya, semata–mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak–anak, Pengadilan memberi keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak–anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri.
d. Undang – Undang Perkawinan mengatur hak dan kewajiban antara orang tua dan anak yang menyangkut beberapa hal. Pertama mengatur tentang kewajiban pemeliharaan dan pendidikan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anak mereka dengan sebaik –baiknya.
Dalam hal terjadi perceraian, kedua orang tua berkewajiban melakukan
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak serta biaya untuk kepentingan si anak.
Untuk biaya ditanggung oleh seorang ayah, kecuali apabila seorang ayah tidak
sanggup untuk membiayai sepenuhnya, maka seorang ibu dapat diwajibkan
pengadilan untuk ikut menanggung biayanya.
Perceraian yang dilakukan oleh seorang suami dan istri menimbulkan
akibat terhadap anak-anaknya baik secara moril maupun materiil. Secara moril
bahwa anak-anaknya tersebut menanggung konsekuensi bahwa kedua orang
tuanya tidak bersama lagi dalam suatu rumah tangga dan otomatis perhatian dan
kasih sayang yang tercurah pada anak tidak seperti saat berkumpul dulu. Secara
materiil ialah diberikan nafkah, yang menjadi hak seorang anak yang didapat
dari kedua orang tuanya, apabila salah satu dari kedua orang tua tidak
menafkahi, terutama seorang ayah yang lalai akan kewajibannya, karena seorang
ibu telah bekerja, maka seorang ayah membebankan tanggung jawabnya hanya
pada seorang ibu. Seharusnya seorang ayahlah yang wajib memberikan nafkah
untuk biaya pemeliharaan anaknya, menurut kemampuannya. Seorang ibu
hanyalah sebagai seseorang yang membantu dalam pemeliharaan baik secara
moril maupun materiil apabila seorang ayah tidak mampu untuk memberikan
nafkah yang lebih atau memberikan menurut kemampuannya.
Menurut UU. Perkawinan, masalah kewajiban orang tua terhadap anak
setelah adanya perceraian tersebut diatur dalam Bab X Pasal 45, yang
menyatakan bahwa :
a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka
sebaik-baiknya.
b. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
2.2. Sanksi Hak Asuh Anak Yang Masih Minderjarig Pada Orang Tua.
Ketentuan hukum yang mengatur berkaitan dengan perbuatan seorang
ayah yang melalaikan kewajibannya terhadap anak tersebut yaitu menyangkut
kewajiban antara orang tua dan anak. Pasal 45 ayat (1) tersebut menyatakan
kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya. Di dalam pasal ini menegaskan tentang peran kedua orang tua
dalam tugasnya untuk bersama-sama memelihara dan mendidik anak-anak
mereka sebaik-baiknya, kewajiban orang tua yang dimaksud tersebut berlaku
sampai anak itu dewasa, kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana
berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus, maka apabila
ada salah satu orang tua yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya berarti
telah menyalahi atau melanggar ketentuan dalam Pasal 45 ayat (1).
Mengenai ruang lingkup pengertian memelihara dan mendidik anak
ada 2 definisi yang dapat diberikan, yaitu :
a. Pemeliharaan adalah pemberian tempat tinggal, makanan, pakaian dan
perawatan jika anak tersebut sakit, sedangkan mendidik adalah mendidik
anak tersebut menjadi anak yang baik dan berguna bagi nusa dan
bangsa.Bagian yang utama dari kewajiban orang tua ini adalah
menyekolahkan anak-anak agar dapat hidup mandiri dikemudian hari.
b. Selain itu masih dalam rangka memberi definisi yang lebih spesifik tentang
pemeliharaan dan pendidikan itu, dalam hubungan antara orang tua dan anak,
ada kewajiban orang tua dalam memberikan penghidupan, jadi selama anak
masih belum dewasa atau belum menikah, maka orang tuanya wajib
memberikan nafkah.
Dengan adanya kedua definisi itu secara tegas dapat dikatakan bahwa
perbuatan seorang ayah yang melalaikan kewajibannya tersebut adalah
melanggar hukum, yaitu pasal 45 UU. Perkawinan. Jadi setiap orang tua
mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya sampai anak itu
dewasa atau telah kawin walaupun kedua orang tuanya bercerai.
2.3. Akibat Hukum Dari Perceraian bagi Anak Yang Masih Minderjarig.
Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah bagi anak yang masih
dibawah umur atau minderjarig. Oleh karena itu jika perkawinan dipecahkan
oleh hakim harus pula diatur tentang perwalian itu terhadap anak-anak yang
masih dibawah umur atau minderjarig. Penetapan wali oleh hakim dilakukan
setelah mendengar keluarga dari pihak ayah atau dari pihak ibu. Menjadi wali
Tergantung dari siapa yang dipandang paling cakap atau baik mengingat
kepentingan anak-anak. Penetapan wali ini juga dapat berdasarkan perubahan
keadaan.18
Dahulu mengenai kekuasaan atas anak-anak yang masih minderjarig
baru diatur oleh hakim setelah ada putusan perceraian atau pisah meja dan
tempat tidur. Akan tetapi, kini penentuan mengenai hal tersebut telah tercantum
dalam putusan-putusan pengadilan tentang perceraian.19
Pada judul diatas terkandung pengertian Kekuasaan orang tua terhadap
anak yang masih minderjarig. Didalam UU. Perkawinan terdapat tiga pasal yang
mengatur tentang kekuasaan orang tua yaitu pasal 47, 48 dan 49. Menurut
ketentuan-ketentuan tersebut dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur
delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dibawah
kekuasaan orang tuanya. Kekuasaan ini mencakup segala perbuatan hukum, baik
didalam maupun diluar pengadilan. Atau dengan tegasnya kekuasaan orang tua
ini meliputi pribadi dan harta kekayaan si anak, dengan ketentuan pasal 48 UU.
Perkawinan yang meliputi harta kekayaan ini terdapat pembatasannya, yaitu:
“Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan
barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas)
tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila
kepentingan anak itu menghendakinya”.
28
18
H. Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung-Mandar Maju, 1990, h.160.
19
Seterusnya dalam pasal 49 ayat 1 dikatakan bahwa kekuasaan yang
dimiliki orang tua ini hanya mungkin dicabut jika ada permintaan dari orang tua
yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas, saudara kandung yang telah
dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam
hal-hal :
a. Orang tua itu melalaikan kewajibannya terhadap anaknya
b. Berkelakuan buruk sekali.
Permohonan pencabutan kekuasaan ini dapat dilakukan kepada
pengadilan dimana orang tua dan anak tersebut bertempat tinggal. Menurut pasal
49 ayat 2 mengatakan bahwa “meskipun orang tua dicabut kekuasaannya,
mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada
anak tersebut”. Pencabutan kekuasaan ini tidak berarti bahwa kewajiban orang
tua ini terhenti untuk memberikan nafkah atau pemeliharaan, sebab kewajiban
itu masih terus harus dilaksanakan.Pencabutan kekuasaan ini dapat untuk
sementara waktu atau mungkin juga untuk selamanya tergantung berat ringannya
kesalahan orang tua yang dimaksudkan.
Didalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat
KUHPer), hal kekuasaan orang tua diatur terlebih luas dan lengkap yaitu
didalam pasal-pasal 298 hingga 329 Buku 1 titel XIV:
a. Bagian kesatu mengatur tentang kekuasaan terhadap pribadi si anak.
b. Bagian kedua tentang kekuasaan terhadap harta kekayaan anak.
Lebih lanjut dalam pasal 299 KUHPer menentukan bahwa tiap-tiap anak
yang belum dewasa berada di bawah kekuasaan orang tuanya melainkan jika
kedua orang tuanya ini telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaannya.
Terkecuali adanya pemisahan meja dan tempat tidur, kekuasaan itu dipegang
oleh ayah, kalau tidak memungkinkan, maka yang akan memegang kekuasaan
itu adalah ibu dan sekiranya ibu pun berhalangan, pengangkatan wali diserahkan
diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, hal ini tercantum dalam pasal 300
KUHPer. Orang yang diserahi kekuasaan itu berkewajiban untuk memelihara
dan mendidik anaknya secara wajar. Pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan
orang tua tidak berarti kewajibannya berhenti untuk memberi nafkah kepada
anaknya. Kewajiban itu masih tetap ada dan untuk keperluan pemeliharaan dan
pendidikan anak mereka yang belum dewasa diharuskan tiap minggu,
tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan sekali menyampaikan tunjangan nafkah kepada
wali atau Dewan Perwalian sejumlah sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan.
Orang tua atau Dewan Perwalian dalam hal kelakuan si anak yang diluar batas
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar anak itu diletakkan
dibawah Lembaga Negara atau swasta yang bergerak dalam pendidikan anak
nakal. Persyaratan yang perlu untuk maksud tersebut tercantum dalam pasal 302
KUHPer, yaitu :
a. Segala biaya penampungan dipikul oleh yang memegang kekuasaan.
b. Untuk anak yang berumur dibawah empat belas tahun hanya boleh
ditampung paling enam bulan.
c. Untuk anak yang berumur di atas empat belas tahun diperkenankan sampai
batas waktu satu tahun lamanya.
d. Bahwa penampungan itu benar-benar dilakukan demi kepentingan anak itu
sendiri.
Penghentian dari penampungan ini hanya dapat dilakukan dengan
penetapan Menteri Kehakiman dengan melihat Alasan-alasan yang
menyebabkan anak itu tidak memungkinkan penampungan itu dilanjutkan, hal
ini diatur dalam pasal 304 KUHPer.
2.4. Hak Menemui Anak-anak (Droid de Visite).
Setelah perkawinan putus dan salah seorang dari orang tua itu ditunjuk
sebagai wali, maka timbulah pertanyaan : apakah hubungan antara orang tua
yang lain dengan anak-anaknya juga terputus, mengenai hal ini KUHPer tidak
mengaturnya, sedangkan yurisprudensi mula-mula tidak mengakui adanya
“Droit de visite” (H.R. 21 Januari 1909, W.8804 dan 17 Juni 1910, W. 9037),
akan tetapi dalam arrestnya sesudah itu (H.R. 2 Juni 1926,1946) mengizinkan
hal tersebut dengan syarat-syarat tertentu20.
Semula memang tidak diakui hak menemui anak itu, oleh karena pihak
yang ditunjuk sebagai wali perlu kebebasan untuk mendidik anak-anaknya,
sehingga dialah (wali) yang menentukan apakah ada kepentingan bagi si anak
bila ia ingin bertemu dengan pihak yang lain. Jadi hal ini semata-mata
dimaksudkan untuk kepentingan si anak itu sendiri.
Bilamana orang tua yang ditunjuk tanpa alasan menolak pertemuan
antara anak dengan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali, maka hal ini
dapat mengakibatkan perubahan perwalian, demikian Arrest Hoge Raad 2 Juni
31
20
1936, N.J. 1936, 1946 Hoge Raad bertitik tolak dari sini bahwa kecuali ternyata
sebaliknya maka kunjungan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali itu
adalah untuk kepentingan si anak, demikian Arrest Hoge Raad 28 Agustus1939,
N.J. 1939, 194821.
Kemungkinan untuk mengubah penunjukan wali atau pencabutan
perwalian merupakan jaminan bahwa perwalian itu tidak akan disalahgunakan,
Sedangkan pasal 232 KUHPer menentukan bahwa bilamana bekas suami istri itu
kawin lagi bersama, maka semua akibat perkawinan itu akan hidup kembali
seperti sebelum perceraian.
32
21
BAB III
PENERAPAN ATAU PELAKSANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NOMOR : 83/PDT.G/2005/PN.SDA. TERKAIT DARI PERTIMBANGAN PENETAPAN HAKIM PADA PEMBERIAN HAK
ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG
Perceraian harus dijalankan dengan mentaati syarat-syarat dan ketentuan yang
telah diatur dalam undang-undang, karena perceraian menimbulkan akibat-akibat
yang tidak hanya melibatkan suami dan istri saja tetapi pihak-pihak dan segala
sesuatu yang berkaitan dengan kedua pihak tersebut.22
Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah mengenai wali asuh atau hak
asuh anak yang masih minderjarig, pengertian dari minderjarig itu sendiri adalah
anak yang masih dibawah umur atau belum dewasa23, kebalikan atau lawan kata dari
minderjarig adalah Meerderjarig yang artinya adalah anak yang sudah dewasa24.
Dalam hal ini bisa dimungkinkan hakim mendapatkan
pertimbangan-pertimbangan dari si anak untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wali
asuhnya. Yang terpenting, dalam memberikan putusan, hakim harus mengutamakan
kepentingan terbaik bagi anak. Meski telah diputus hak asuh atas anak namun tidak
diperbolehkan memutuskan hubungan darah atas keduanya.
Setelah ditentukan oleh hakim siapa yang menjadi pemegang hak asuh anak
tsb, maka suami atau istri yang ditunjuk sebagai wali harus bertanggung jawab untuk
melaksanakan tugasnya sebagai wali dari anaknya tersebut, apabila ada perbuatan
33
22
Jilly Ariany Siahaan, Hak Asuh, skripsi, FHUI, 2009, h.5.
23
Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu-Semarang, 1997, h. 592.
24
orang tua yang melalaikan kewajibannya terhadap anak setelah bercerai, maka
ketentuan yang mengatur berkenaan dengan perbuatan itu ada didalam pasal 45 UU.
Perkawinan, yaitu “kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak
mereka dengan sebaik-baiknya”. Pasal ini menyangkut kewajiban antara orang tua
dan anak dan menegaskan tentang peran kedua orang tua dalam tugasnya untuk
bersama-sama memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Maka apabila ada salah
satu orang tua atau kedua-duanya yang melalaikan anak-anaknya yang seharusnya
berkewajiban untuk memelihara dan mendidik mereka, telah menyalahi atau
melanggar ketentuan dalam pasal 45 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan
perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum.
3.1. Keputusan Hakim Dalam Memberikan Hak Asuh Anak
Istilah “hak asuh anak” secara hukum sesungguhnya merujuk pada
pengertian kekuasaan seseorang atau lembaga, berdasarkan putusan atau
penetapan pengadilan, untuk memberikan bimbingan, pemeliharaan,
perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu
orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
Sedangkan pengertian istilah “kuasa asuh” adalah kekuasaan orang tua untuk
mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh
kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan,
bakat, serta minatnya.
Dari pengertian istilah diatas, kiranya memang sulit untuk memahami
dan membedakan kedua istilah tersebut tetapi hal ini perlu dijelaskan karena
kalau kita bicara hak asuh anak, itu artinya kita sedang berbicara tentang anak
terlantar dalam pengertian hak seorang anak yang tidak memiliki jaminan
untuk tumbuh kembang secara wajar karena orang tuanya tidak mampu, baik
secara ekonomi dan atau secara psikologis. Dalam perceraian, yang kerap
menjadi masalah bukan “perebutan hak asuh anak” tetapi masalah “perebutan
kuasa asuh anak”.
Dalam memutuskan siapa yang berhak atas “kuasa asuh anak” dalam
perkara perceraian, sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan tegas bagi
hakim untuk memutuskan siapa yang berhak, Ayah atau Ibu. banyak
permasalahan dalam kasus “perebutan kuasa asuh anak”, baik didalam
persidangan maupun diluar persidangan.
Diantara banyak kasus yang terjadi, kasus yang menjadi fokus
penulisan skripsi ini adalah diambil dari Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo
Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. yang kasus posisinya adalah sebagai berikut :
a. Pada tanggal 20 September 1985 telah berlangsung pernikahan antara
Desy Firdaningsih disini selaku Penggugat dengan Surya admadja disini
selaku Tergugat yang secara sah dihadapan Pegawai Pencatat Akta Nikah
Kantor Pencatatan Sipil Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, sesuai
kutipan Akta Perkawinan nomor 283/1985.
b. Bahwa dalam perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat tersebut telah
dikaruniai 3 (tiga) orang anak masing-masing bernama :
1). Dewa Rizky Atmadja, lahir di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1986;
2). Gusti Rizky Atmadja, lahir di Surabaya pada tanggal 9 Mei 1994;
3). Shalsa Dewi Afianda, lahir di Surabaya paa tanggal 7 Januari 1997;
c. Pada awal pernikahan Penggugat dan Tergugat hidup bersama sebagai
suami istri /mengikuti suami tinggal dijakarta selama kurang lebih 5 (lima)
tahun, kemudian sekitar tahun 1989 pindah kembali ke Surabaya dan pada
tahun 1994 berhasil membeli sebuah bangunan rumah yang kini ditempati
oleh Penggugat dan Tergugat.
d. Sejak mulanya kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat terlihat
berjalan cukup wajar, rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suatu
keluarga, namun pada kenyataanya sejak awal perkawinan diantara
Penggugat dan Tergugat ada persoalan yang terpendam, karena sebelum
menikah dengan Tergugat, Penggugat memiliki kekasih yang kini
menikahi adik Penggugat
e. Akibat keadaan yang demikian tersebut dan apalagi sejak mantan kekasih
Penggugat menikahi adik Penggugat itulah kehidupan rumah tangga
Penggugat dengan Tergugat selalu dipenuhi perselisihan dan pertengkaran
yang seringkali terjadi karena dilatar belakangi oleh rasa cemburu tergugat
yang berlebihan.
f. Disamping itu Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi juga diakibatkan
sikap dari Tergugat yang cenderung egois dan perhitungan dengan istri,
meremehkan istri dan mau menang sendiri, bahkan dalam setiap
pertengkaran sering mengumpat Penggugat dengan kata-kata kotor.
g. Perselisihan dan pertengkaran yang ada semakin lama semakin memuncak,
bahkan puncaknya pada tanggal 17 Juni 2005 Tergugat mengetahui ada
pesan di handphone dari adik ipar Penggugat, sehingga Tergugat
menyuruh Penggugat tidur di luar rumah dan menuduh sering tidur atau
keluar masuk hotel, dan sejak itu antara Penggugat dan Tergugat tidak ada
lagi hubungan suami istri dan telah pisah ranjang.
h. Penggugat telah berupaya untuk mencari jalan keluar penyelesaian
perselisihan dan pertengkaran yang ada, namun upaya tersebut tidak
berhasil, bahkan Tergugat justru menyatakan penggugat bukanlah istrinya
lagi dan Penggugat disuruh menandatangani surat pernyataan untuk
bercerai dan Tergugat mau menikah lagi.
i. Karena kondisi rumah tangga yang demikian tersebut, maka penggugat
merasa tidak mampu lagi untuk dapat mempertahankan rumah tangga
menjadi lebih baik, sehingga satu-satunya jalan penyelesaian adalah
memutuskan hubungan perkawinan dengan mengajukan gugatan
perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo.
j. Keadaan yang demikian tersebut tidak mungkin dibiarkan terus- menerus
tanpa adanya penyelesaian dan karenanya sesuai dengan pasal 39 UU.
Perkawinan Jo pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No 9 thn 1975 sudah
sepatutnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dapat diputus
karena perceraian dengan mengabulkan gugatan cerai ini.
k. Bahwa oleh karena pertimbangan kedekatan hubungan batin dan demi
masa depan anak-anak maka secara hukum adalah wajar bilamana
Penggugat mohon ditetapkan sebagai pemegang hak perwalian/wali ibu
atas anak yang telah diperoleh selama perkawinan Penggugat dengan
Tergugat sampai anak-anak tersebut dewasa.
l. Bahwa disamping itu selanjutnya Penggugat mohon agar Pengadilan
Negeri Sidoarjo menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah bagi
anak-anaknya setiap bulannya sebesar Rp. 1.500.000 (Satu Juta Lima
Ratus Ribu Rupiah) atau masing-masing sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus
Ribu Rupiah) sesuai dengan kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak
sampai anak tersebut dewasa dan mandiri.
m. Bahwa disamping dikaruniai 3 orang anak, selama dalam perkawinan
Penggugat dan Tergugat juga telah diperoleh harta bersama berupa :
1). Sebuah bangunan rumah yang berdiri diatas tanah Sertifikat Hak
Milik tercatat atas nama Penggugat Desy Firdaningsih, yang kini
ditempati Penggugat dengan Tergugat beserta anak-anaknya terletak
di Jalan Jeruk I/5-A RT/RW.08/02 Kelurahan Geluran, Kecamatan
Taman, Kabupaten Sidoarjo, dengan ukuran panjang 20 meter dan
lebar 7,5 meter;
2). Sebuah mobil Suzuki Futura tahun 1990 warna merah Nopol atas
nama Ibu Penggugat Firtina Soeharyo;
3). 3 (tiga) buah sepeda motor masing-masing :
a) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2000, warna merah,
Nopol tercatat atas nama tergugat Surya Atmadja
b) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah,
Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih, kini diambil
oleh tergugat;
c) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004
warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat
Surya Atmadja, kini dipakai oleh anak yang pertama.
n. Bahwa secara hukum, Penggugat juga berhak ½ bagian dari harta bersama
yang telah diperoleh selama dalam perkawinan dan karenanya Penggugat
menuntut agar Tergugat menyerahkan ½ bagian dari harta gono-gini
dimaksud posita poin 14 poin 1 dan 2, kepada tergugat.
o. Bahwa terhadap harta bersama posita poin 14 item ke-3, yaitu
masing-masing Yamaha Jupiter untuk Tergugat, Yamaha Meo untuk Penggugat
dan Yamaha Vega untuk anak pertama Penggugat dan Tergugat, maka
secara hukum adalah wajar bilamana ke-3 sepeda motor tersebut
ditetapkan oleh Pengadilan menjadi bagian dan hak masing-masing bagi
Penggugat, Tergugat dan anak kami Dewa Rizky Atmadja.
p. Bahwa oleh karena sepeda motor Yamaha 5 TL Meo/AL 1158 warna
merah, Nopol W 4757 LZ yang biasa dipakai Penggugat diambil/dirampas
oleh Tergugat dengan dalih sepeda motor tersebut akan dikembalikan
kepada Penggugat setelah Penggugat mengganti/membayar kepada
Tergugat uang muka untuk pembelian kredit atas sepeda motor tersebut.
Karenanya Penggugat mohon kepada Pengadilan menetapkan sepeda
motor tersebut menjadi bagian Penggugat dan memerintahkan kepada
Tergugat untuk menyerahkannya kepada Penggugat.
Berdasarkan posita diatas, Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri
Sidoarjo berkenan memeriksa gugatan cerai ini dan selanjutnya memberikan
putusan sebagai berikut :
a. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
b. Menyatakan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat sesuai
Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 283/985 yang dilangsungkan di
hadapan Pegawai Pencatatan Perkawinan Kantor Catatan Sipil Kotamadya
Surabaya putus karena perceraian.
c. Menyatakan Penggugat sebagai wali ibu / sebagai pemegang hak
perwalian dan pemeliharaan anak yang diperoleh selama dalam
perkawinan Penggugat dan Tergugat sampai mereka dewasa, yaitu :
1). Dewa Rizky Atmadja, lahir di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1986
2). Gusti Rizky Atmadja, lahir di Surabaya pada tanggal 9 Mei 1994
3). Shalsa Dewi Afianda, lahir di Surabaya pada tanggal 7 Januari 1997
d. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah dan biaya pendidikan
bagi ketiga anaknya setiap bulannya sebesar Rp.1.500.000,00 (Satu Juta
Lima Ratus Ribu Rupiah) atau masing-masing sebesar Rp.500.000,00
(Lima Ratus Ribu Rupiah) setiap anak dan atau sesuai dengan kebutuhan
hidup dan pendidikan anak, sampai mereka dewasa atau telah
menikah/mandiri;
e. Menyatakan harta/barang-barang yang telah diperoleh selama dalam
perkawinan Penggugat dengan Tergugat sebagai harta bersama/gono gini
yaitu :
1) Sebuah bangunan rumah yang berdiri diatas tanah Sertifikat Hak Milik
tercatat atas nama Penggugat Desy Firdaningsih, yang kini ditempati
Penggugat dengan Tergugat beserta anak-anaknya terletak di Jalan
Jeruk I/5-A RT/RW.08/02 Kelurahan Geluran, Kecamatan Taman,
Kabupaten Sidoarjo, dengan ukuran panjang 20 meter dan lebar 7,5
meter;
2) Sebuah mobil Suzuki Futura tahun 1990 warna merah Nopol atas nama
Ibu Penggugat Firtina Soeharyo;
3) 3 (tiga) buah sepeda motor masing-masing :
a) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2000, warna merah,
Nopol tercatat atas nama tergugat Surya Atmadja
b) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah,
Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih, kini diambil
oleh tergugat;
c) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004
warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat
Surya Atmadja, kini dipakai oleh anak yang pertama.
f. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat ½ (setengah)
bagian dari harta bersama.
g. Menetapkan :
1). 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2000, warna merah,
Nopol tercatat atas nama tergugat Surya Atmadja, menjadi hak dan
bagian Tergugat;
2). 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah,
Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih, masih masa
kredit menjadi bagian Penggugat;
3). 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004
warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat
Surya Atmadja, menjadi bagian anak pertama Dewa Rizky Atmadja.
h. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat 1
(sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah, Nopol
W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih
i. Menetapkan biaya-biaya menurut hukum ;
Atau dalam peradilan yang baik mohon put