• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG ( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG ( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

SAHTANTA EKA PRANANTA TARIGAN NPM. 0671110121

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG

( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )

Disusun Oleh :

Sahtanta Eka Prananta Tarigan NPM. 0671110121

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui

Mengetahui Pembimbing Utama

H. Sutrisno, S.H., M.Hum. NIP. 19601212 198803 1 001

Pembimbing Pendamping

P.Handoko, S.H., S.Sos., M.M. NIP. 19660926 199203 1 001

DEKAN

(3)

iii

( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )

Disusun Oleh :

Sahtanta Eka Prananta Tarigan NPM. 0671110121

Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 3 Desember 2010

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Hariyo Sulistiyantoro, S.H., M.M. (...) NIP. 19620625 199103 1 001

2. H. Sutrisno, S.H., M.Hum. (...) NIP. 19601212 198803 1 001

3. Subani, S.H., M.Si. (...) NIP. 19510504 198303 1 001

Mengetahui

DEKAN

(4)

iv

MINDERJARIG

( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )

Disusun Oleh :

Sahtanta Eka Prananta Tarigan NPM. 0671110121

Telah direvisi dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Hariyo Sulistiyantoro, S.H., M.M (...) NIP. 19620625 199103 1 001

2. H. Sutrisno, S.H., M.Hum (...) NIP. 19601212 198803 1 001

3. Subani S.H., M.Si . (...)

NIP. 19510504 198303 1 001

Mengetahui DEKAN

(5)

dan tanpa kesedihan, tetap tersenyum dan

(6)

Tempat/Tgl Lahir : Blitar, 9 November 1987

NPM : 0671110121

Konsentrasi : Perdata

Alamat : Jln. Tenggilis Mejoyo blok AG-15, Surabaya.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG ( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO )” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya cipta saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka saya bersedia dituntut di depan Pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukum.

Mengetahui

KETUA PROGRAM STUDI

Subani, S.H, M.si.

NIP. 19510504 198303 1 001

Surabaya, 3 Desember 2010 Penulis,

(7)

yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNYA, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul : AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG (STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda).

Skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan dan dorongan oleh beberapa pihak, maka pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Haryo Sulistiyantoro, S.H, M.M. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim, yang telah memberi kesempatan mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

2. Bapak Sutrisno, S.H, M.Hum. selaku Wakil Dekan II sekaligus Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan masukan selama penyusun kuliah di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim Dan telah berkenan membimbing dan memberikan pengarahan kepada penyusun dengan meluangkan tenaga dan waktunya.

3. Bapak Subani, S.H, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum.

(8)

Nasional yang telah membantu urusan administrasi dalam pelaksanaan. 7. Untuk Bapak, Ibu dan ke 3 Kakak tercinta Mbak Silvy, Mbak Susan, Mbak

Trias, yang telah dengan sabar memberikan dorongan baik moril maupun materiil untuk selesainya skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2006 khususnya Aseptya Nur Ahmad dan Ruben Arista Prabowo selaku anggota Himaho, serta semua teman-teman yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan motivasi serta doa yang tulus kepada penyusun dalam proses penyelesaian skripsi ini serta membantu dan memberikan saran sebagai masukan di dalam pembuatan skripsi hingga selesai.

Penyusun menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun penyusun diharapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan penulisan yang selanjutnya, sehingga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Desember 2010

(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

SURAT PERNYATAAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAKSI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.4.Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 4

1.4.2. Manfaat Praktis ... 4

1.5.Kajian Pustaka ... 4

1.5.1. Definisi-definisi ... 5

(10)

Kepentingan Isteri dan Anak-anaknya ... 12

1.5.6. Akibat-akibat Perceraian ... 13

1.6.Metode Penelitian ... 18

1.6.1. Pendekatan Masalah ... 18

1.6.2. Sumber Bahan Hukum ... 19

1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum ... 19

1.6.4. Teknik Analisis Bahan Hukum ... 20

1.6.5. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II TANGGUNG JAWAB DAN SANGSI HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG PADA ORANG TUA SETELAH PENETAPAN PUTUSAN PERCERAIAN ... 22

2.1. Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Yang Masih Minderjarig ... 23

2.2. Sanksi Hak Asuh Anak Yang Masih Minderjarig Pada Orang Tua ... 26

2.3. Akibat Hukum Dari Perceraian Bagi Anak Yang Masih Minderjarig ... 27

2.4. Hak Menemui Anak-anak (Droit de Visite) ... 31 BAB III PENERAPAN ATAU PELAKSANAAN PERATURAN

(11)

YANG MASIH MINDERJARIG ... 33 3.1. Keputusan Hakim dalam Memberikan Hak Asuh Anak ... 34 3.2. Dasar-dasar dan Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan

Putusan Perceraian ... 54 BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan ... 59 4.2. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(12)
(13)
(14)

NIM : 0671110121 Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, 9 November 1987 Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

AKIBAT HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN PERCERAIAN TERHADAP HAK ASUH ANAK YANG MASIH

MINDERJARIG

( STUDY KASUS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda )

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat hukum dari sebuah perceraian. Penelitian ini menggunakan metode induksi, yaitu suatu metode penelitian yang diawali dengan hal-hal yang bersifat umum menuju ke hal-hal khusus. Hal-hal yang bersifat umum maksudnya dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, literatur, dan pendapat para Sarjana Hukum, dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas serta penerapannya dalam praktik yang dirangkum menjadi kesimpulan dalam skripsi. Sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis, ilmiah, dan perundang-undangan yang berlaku.

Perihal perceraian ini menimbulkan akibat hukum yang begitu rumit, yaitu mengenai hak asuh anak yang minderjarig, harta gono-gini atau harta bersama, warisan dan lain-lain. Seperti dalam contoh kasus perceraian antara Desi Firdaningsih selaku Penggugat dengan surya atmadja selaku Tergugat, Penggugat dan tergugat sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang menyebabkan kedua belah pihak sudah tidak bisa rukun lagi dan tidak mungkin disatukan lagi, alasan inilah yang menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutus suatu perkara perceraian,

Berkaitan dengan hak asuh anak, Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak yaitu Dewa Risky Atmadja, Gusti Rizky Atmadja dan Shalsa Dewi Afianda. Mengenai siapa yang berhak menjadi wali dari ketiga anaknya merupakan kewenangan Majelis Hakim sepenuhnya dengan mempertimbangkan fakta-fakta yang terjadi dipersidangan dan keterangan dari saksi-saksi.

(15)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1. Latar Belakang

Perceraian merupakan bagian dari pernikahan, sebab tidak ada perceraian tanpa diawali pernikahan terlebih dahulu. Pernikahan merupakan awal dari hidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku Jika sepanjang pernikahannya kedua orang tua sudah tidak sepaham atau sering terjadi perselisihan dan sudah tidak bisa disatukan lagi, maka jalan terakhir yang bisa diambil adalah perceraian.

Dalam suatu perceraian akan menimbulkan akibat-akibat hukum yang begitu banyak dan rumit, baik itu mengenai hak asuh anak yang masih minderjarig, warisan, pembagian harta gono-gini dan sebagainya, tetapi dalam skripsi ini, penulis lebih menyoroti tentang hak asuh anak yang masih minderjarig, yang dimaksud minderjarig itu sendiri adalah anak-anak yang masih kecil atau dibawah umur1, karena anak merupakan masa depan bangsa.

Anak juga merupakan korban dari perceraian kedua orangtuanya, karena anak merupakan orang yang paling merasakan langsung dampak dari perceraian tersebut, karena anak mempunyai ikatan batin terhadap ayah dan ibunya. Selain keluarga, anak juga salah satu orang yang tidak menginginkan adanya perceraian yang terjadi pada orang tuanya. Seringkali orang tua yang ingin bercerai tidak memikirkan perasaan anaknya, mereka hanya memikirkan       

1

(16)

ego mereka masing-masing. Orang tua tidak berpikir bahwa anak juga mempunyai perasaan tidak ingin kalau mempunyai orang tua yang tidak bersatu lagi, meskipun dengan keadaan yang demikian orang tua berjanji bahwa dengan adanya perceraian ini tidak mengurangi rasa sayang orang tua pada anaknya, mereka berjanji akan mengurus anaknya dengan baik,menyayangi dan memenuhi kebutuhannya meskipun orang tua telah bercerai.

Perceraian yang dilakukan oleh seorang suami dan istri menimbulkan akibat terhadap anak-anaknya baik secara moril maupun materiil. Secara moril bahwa anak-anaknya tersebut menanggung konsekuensi bahwa kedua orang tuanya tidak bersama lagi dalam suatu rumah tangga dan otomatis perhatian dan kasih sayang yang tercurah pada anak tidak seperti saat berkumpul dulu. Secara materiil ialah Diberikan nafkah, yang menjadi hak seorang anak yang didapat dari kedua orang tuanya.

[image:16.612.142.529.606.689.2]

Angka perceraian pada masa sekarang ini begitu meningkat, khususnya di daerah Sidoarjo, hal ini dibuktikan dengan seringnya Pengadilan Negeri Sidoarjo menggelar persidangan mengenai perceraian, berikut ini adalah data perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo :

Tabel 1. Data Statistik Kasus perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo Tahun 2008 dan 2009

* Sumber : Kantor Pengadilan Negeri Sidoarjo

Tahun Gugatan yang masuk Yang sudah diputus Banding

2008 69 kasus 69 kasus 0 kasus

(17)

Dari data statistik kantor Pengadilan Negeri Sidoarjo pada tahun 2008 banyaknya permohonan gugatan perceraian yang masuk mencapai 69 kasus, pada tahun 2009 meningkat mencapai 97 kasus, jika diperhatikan lebih lanjut dapat diambil kesimpulan bahwa makin banyaknya anak-anak yang menjadi korban perceraian kedua orang tuanya, sehinggga mereka tidak bisa mendapatkan kebahagiaan selayaknya anak-anak yang seumuran mereka yang bisa mendapatkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tuanya.

1.2. Rumusan Masalah

Perceraian merupakan berpisahnya suami dan istri untuk tidak hidup bersama lagi karena sebuah alasan tertentu, dengan resmi bercerainya seorang suami dan istri maka akan menimbulkan akibat hukum yang lain yaitu mengenai hak asuh anaknya, warisan, pembagian harta gono gini dan sebagainya.

Berkaitan dengan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan:

a. Apa saja tanggung jawab dan sangsi hak asuh anak yang masih minderjarig pada orang tua setelah penetapan putusan perceraian?

b. Bagaimana penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. terkait dari pertimbangan hakim dalam penetapan Pengadilan pada pemberian hak asuh anak yang masih minderjarig?

1.3. Tujuan Penelitian

(18)

b. Untuk menganalisis penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan dalam Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. terkait dari pertimbangan hakim dalam Penetapan Pengadilan pada pemberian hak asuh anak yang masih minderjarig.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Teoritis

a. Diharapkan dapat membandingkan dan mengkomparasikan antara teori dengan praktek.

b. Penulis dapat mengetahui tentang akibat hukum dari perceraian terhadap hak asuh anak dibawah umur.

1.4.2. Bagi Praktis

a. Memberikan pemahaman kepada orang tua yang telah bercerai tentang pentingya hak seorang anak untuk mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya meskipun kedua orang tuanya telah bercerai.

b. Memberikan kontribusi sumbangan khususnya dalam kesadaran hukum dan menambah wawasan kepada masyarakat untuk mengerti bahwa akibat dari perceraian sangat merugikan sekali khususnya untuk perkembangan anak kandungnya.

1.5. Kajian Pustaka

(19)

83/Pdt.G/2005/PN.Sda ), agar tidak terjadi perbedaan penafsiran tentang judul yang dimaksud, kiranya perlu dijelaskan mengenai maksud dari judul proposal skripsi ini.

1.5.1. Definisi-definisi

Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disingkat UU. Perkawinan), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat karena dibentuk menurut undang-undang, hubungan mana mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat.

Antara seorang pria dan seorang wanita, artinya dalam suatu masa ikatan lahir batin itu hanya terjadi antara seorang pria dan seorang wanita saja. Seorang pria artinya seorang yang berjenis kelamin pria, sedangkan seorang wanita artinya seorang yang berjenis kelamin wanita, jenis kelamin ini adalah kodrat karunia Tuhan, bukan bentukan manusia.

suami istri adalah fungsi masing-masing pihak sebagai akibat dari ikatan lahir batin. Tidak ada ikatan lahir batin berarti tidak ada pula ada fungsi sebagai suami istri.2

Perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu perkawinan, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.3

Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam undang – undang.4

       2

Muhammad Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, PT Citra Aditya Bakti-Bandung, 2000, h.135.

3

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, cet.XXVI, Jakarta-Internusa, 1994, h.42.

4

(20)

Perwalian, adalah pengawasan terhadap anak yang masih di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang.5

Masalah mengenai Perwalian ini, bagi Warga Negara Indonesia Asli berlaku hukum adatnya masing – masing seperti yang telah diatur dalam Stb.tahun 1931 Nomor.53. Bagi Warga Negara Indonesia keturunan Cina dan Keturunan Eropa, telah berlaku ketentuan Perwalian seperti yang tercantum dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.6

Anak yang berada di bawah perwalian, adalah:

a. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua.

b. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai.

c. Anak yang lahir di luar perkawinan ( naturlijk kind ).7 Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak :

a.Pasal 1 Ketentuan umum

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1). Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

2). Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. 3). Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh,

mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

       5

Arif Masdoeki dan M.H TirtaHamidjaja, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta-Akademika Persindo, 1963, h. 156.

6

Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta-Rineka Cipta, 2005, h. 205.

7

(21)

b. Pasal 14 menyatakan bahwa :

Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

1.5.2. Syarat Perkawinan

Hukum perkawinan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Hukum perkawinan yang bertalian dengan hubungan antara pria dan wanita untuk menciptakan keluarga.

b. Hukum kekayaan dalam perkawinan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang harta suami istri yang timbul dalam suatu hubungan perkawinan.8

Syarat perkawinan adalah syarat yang menyangkut pribadi para pihak yang hendak melangsungkan perkawinan dan izin-izin yang harus diberikan oleh pihak ketiga dalam hal yang ditentukan oleh undang-undang.

Syarat-syarat ini diatur dalam Pasal 27-49 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat menjadi KUHPer), serta terbagi dalam syarat-syarat :

a. Syarat Materiil Mutlak

Syarat tersebut harus dipenuhi oleh setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan tanpa memandang dengan siapa ia akan melangsungkan perkawinan. Syarat-syarat ini berlaku umum, jika salah satu dari syarat tersebut tidak dipenuhi, maka perkawinan tidak       

8

(22)

dapat dilangsungkan. Dalam hal yang demikian dapat dikatakan, bahwa ada rintangan perkawinan yang mutlak.

Syarat tersebut ada 5 macam, yaitu :9

1). Kedua belah pihak masing-masing harus tidak terikat dengan suatu perkawinan lain (Pasal 27 KUHPer).

“Dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”.

2). Kesepakatan yang bebas dari kedua belah pihak (Pasal 28 KUHPer)

“Azas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua calon suami-isteri”.

3). Masing-masing pihak harus mencapai umur minimum yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 29 KUHPer)

“Seorang jejaka yang belum mencapai umur genap 18 tahun, seperti seorang gadis yang belum mencapai umur genap 15 tahun, tak diperbolehkan mengikat dirinya dalam perkawinan. Sementara itu, dalam hal adanya alasan-alasan yang penting, presiden berkuasa mentiadakan larangan ini dengan memberikan dispensasi”.

4). Seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat dari 300 hari terhitung sejak bubarnya perkawinan yang terakhir (Pasal 34 KUHPer).

5). Harus ada izin pihak ketiga (Pasal 35 KUHPer)

“Untuk mengikat diri dalam perkawinan, anak-anak kawin yang belum dewasa harus memperoleh izin dari kedua orang tua mereka. Jika hanya satu saja diantara mereka memberikan izinnya, dan orang tua yang lain dipecat dari kekuasaan-orang tuannya atau perwalian atas diri si anak, maka Pengadilan Negeri yang mana dalam daerah hukumnya, anak itu mempunyai tempat tinggalnya, atas permintaan anak, berkuasa memberikan izin untuk kawin, setelah mendengar atau memanggil dengan sah akan mereka yang izinnya diperlukan dan akan para keluarga sedarah atau semenda. Jika satu diantara kedua orang tua telah meninggal dunia, atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain”.

       9

(23)

b. Syarat Materiil Relatif

Ialah syarat-syarat bagi pihak yang akan dikawini. Seseorang yang telah memenuhi syarat materiil mutlak dapat melangsungkan perkawinan, namun kendati demikian ia tidak boleh kawin dengan sembarang orang dan ia pun harus memenuhi syarat-syarat materill relatif dengan pihak yang dikawininya.10

1.5.3. Definisi Perceraian

Suami istri boleh melakukan perceraian apabila perkawinan mereka sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Perceraian adalah salah satu cara pembubaran perkawinan karena suatu sebab tertentu, melalui keputusan hakim yang didaftarkannya pada catatan sipil11, disini yang dimaksud adalah perceraian yang dilakukan oleh suami atau istri yang beragama non muslim.

Menurut ketentuan Pasal 199 KUHPer, perkawinan dapat bubar oleh sebab :12

a. Kematian, yaitu suami atau isteri meninggal dunia. Apabila suami atau isteri meninggal dunia, maka perkawinan dianggap tidak ada lagi, sedangkan mengenai bubarnya perkawinan karena alasan kematian, undang-undang tidak menyebutkan ketentuan apapun. b. Ketidakhadiran ditempat oleh salah satu pihak selama 10 tahun dan

diikuti dengan perkawinan baru oleh suami atau isteri sesuai dengan ketentuan Pasal 199 Jo. Pasal 493-495 KUHPer. Bubarnya perkawinan karena butir kedua ini, ada akibat adanya dugaan bahwa seseorang yang tidak hadir selama waktu tertentu dianggap meninggal dunia. Oleh karena itu, suami atau isteri yang ditinggalkan, dapat kawin lagi dengan orang lain dengan izin hakim. Perlu diperhatikan disini bahwa perkawinan yang terdahulu dinyatakan bubar dengan dilangsungkannya perkawinan yang baru.       

10

Ibid, h. 24.

11

Winarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi , Op.cit., h. 135.

12

(24)

10 

Suatu izin hakim untuk melangsungkan perkawinan baru belum cukup membubarkan perkawinan yang terdahulu. Perkawinan itu baru dianggap bubar jika putusan hakim telah dibukukan dalam daftar catatan sipil dan diikuti dengan adanya suatu perkawinan baru dengan orang lain.

c. Keputusan hakim sesudah pisah meja dan tempat tidur yang didaftarkan dalam daftar catatan sipil (Pasal 199 Jo. Pasal 200-206 KUHPer), dan Perceraian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam bagian ketiga bab 10 Pasal 207-232a BW. Dalam hal-hal seperti ini, maka perkawinan bubar oleh karena putusan hakim yang telah didaftarkan dalam daftar catatan sipil.

1.5.4. Alasan-alasan Perceraian

Menurut Pasal 209 KUHPer menyebutkan berbagai alasan yang dapat mengakibatkan perceraian, terdiri atas :

a.Zinah atau overspel

b.Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat..

c.Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.

d.Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si istri terhadap istri atau suaminya, yang demikian, sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya, atau sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.

Overspel atau zinah Menurut Pitlo ada 3 kemungkinan yaitu :13 a. Setiap pihak dapat mengajukan gugat cerai

b. Jika hal tersebut disebabkan oleh bujukan dan memudahkan atau membiarkan, alasan pengajuan gugatan menjadi gugur.

c. Gugat cerai dapat diajukan oleh kedua belah pihak dengan kata lain para pihak dapat mengajukan gugat kembali.

Tuntutan perceraian hanya dapat diajukan oleh pihak yang tidak bersalah dengan alasan seperti tersebut di atas. Maksud pembentuk undang-undang yang sebenarnya, ialah agar perceraian itu hanya dimungkinkan jika fakta-fakta seperti tersebut di atas benar-benar terjadi. Sebagai contoh, jika isteri menggugat perceraian terhadap suami karena       

13

(25)

11 

melakukan overspel, maka isteri harus membuktikan fakta atau peristiwa itu. Demikian halnya jika suami mengakui atau tidak menyangkal bahwa ia telah melakukan overspel.

Menurut Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 1 Tahun 1974 (selanjutnya disingkat PP No 9 Tahun 1975) Pasal 19 menyatakan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selarna 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang syah atau karena hal lain diluar kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri

(26)

12 

1.5.5. Tindakan-tindakan Sementara Pengadilan Untuk Kepentingan Isteri dan Anak-anaknya.

Pengadilan dapat mengeluarkan beberapa ketetapan atau mengambil tindakan-tindakan sementara selama masih dalam proses. Ketetapan-ketetapan sementara adalah sama atau mirip dengan semua ketetapan sementara yang dapat diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan surat ketetapan pemberian izin untuk mengajukan gugat cerai. Ketetapan tersebut, adalah sebagai berikut :14

a. Pengadilan dapat memberi izin kepada isteri, baik selaku penggugat maupun selaku penggugat untuk meninggalkan rumah suaminya selama perkara masih dalam proses. Pengadilan akan menunjuk rumah tempat isteri diwajibkan bertempat tinggal.

Pasal 212 KUHPer menentukan bahwa dengan izin pengadilan isteri dapat meninggalkan rumah suaminya. Menurut kata-kata dalam pasal tersebut, maka pengadilan tidak boleh menetapkan bahwa isteri dapat terus tinggal dirumah bersama suami ataupun suami harus meninggalkan rumah istri.

Tentang penunjukkan rumah isteri oleh Ketua Pengadilan, kalimat dalam Pasal 835 KUHPer tidak begitu tegas, namun demikian telah jelas bahwa undang-undang tidak bermaksud agar Ketua Pengadilan dapat mewajibkan suami meninggalkan rumah bersama sehingga isteri dapat terus bertempat tinggal di rumah itu. b. Pengadilan Negeri dapat menetapkan bahwa selama perkara dalam

proses suami harus membayar tunjangan hidup bagi isteri dan anak-anaknya yang mengikuti isteri. Pasal 213 ayat (1) KUHPer.

c. Pasal 214 ayat (1) KUHPer menyatakan bahwa selama perkara dalam proses pengadilan untuk sementara dapat menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua untuk seluruhnya atas bagian serta memberikan hak-hak yang dianggap perlu atas diri dan barang-barang anak-anaknya kepada orang tua yang lain atau kepada pihak ketiga atau kepada Dewan Perwalian.

       14

(27)

13 

Pasal 24 ayat (2) PP No 9 Tahun 1975 menyatakan bahwa selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan pengugat atau tergugat, pengadilan dapat :

a. Menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami

b. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak

c. Menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang-barang-barang yang menjadi hak isteri.

1.5.6. Akibat-akibat Perceraian a. Terhadap Istri

Pembubaran yang dikarenakan perceraian, maka segala akibat perkawinan seperti hak-hak dan kewajiban selama perkawinan menjadi hapus terhitung sejak bubarnya perkawinan tersebut.

(28)

14 

b. Terhadap Harta Kekayaan

1). Kebersamaan harta kekayaan menjadi terhenti dan tibalah saatnya untuk pemisahan dan pembagian kecuali bila istri melepaskan haknya atas kebersamaan tersebut. Bubarnya harta kebersamaan harta terjadi sejak saat putusan perceraian didaftarkan pada catatan sipil.

2). Keuntungan-keuntungan yang dijanjikan pada perjanjian kawin. Semua tunjangan yang telah dijanjikan oleh pihak ketiga tetap berlaku dan harus dipenuhi oleh pihak ketiga tersebut kepada suami dan atau istri selaku pihak yang dijanjikan tunjangan-tunjangan tersebut, dan perceraian bukanlah urusan pihak ketiga sehingga pihak ketiga tidak seharusnya memperoleh keuntungan pada perceraian itu. Perkecualian itu terjadi jika telah terdapat perjanjian bahwa semua tunjangan atau keuntungan lain akan batal jika terjadi perceraian sehingga jika perceraian terjadi, maka semua tunjangan tersebut tidak harus dipenuhi.

3). Kewajiban untuk memberikan alimentasi

(29)

15 

berwenang memerintahkan pemberian alimentasi, tetapi tidak wajib mengabulkan tuntutan pemberian alimentasi.

c. Anak-anak yang masih minderjarig 1). Perwalian

(30)

16 

tidak terikat pada ketentuan-ketentuan hukum pembuktian dan hakimpun tidak wajib mendengar keterangan para saksi.

Wali diangkat dengan surat ketetapan, dan bukan dengan keputusan, oleh karena pengangkatan wali tidak dianggap sebagai perkara, dan dalam hal ini hakim tidak wajib memberikan alasan-alasan tentang ketetapan itu.

2). Hubungan ayah-ibu dengan anak-anaknya

Hubungan antara suami dengan istri bubar karena adanya pembubaran perkawinan, akan tetapi hubungan antara arang tua dengan anak masih tetap berlangsung.

Dengan bubarnya perkawinan anak-anak tidak akan kehilangan keuntungan yang diberikan kepadanya baik oleh Undang-undang ataupun oleh perjanjian perkawinan orang tuanya hal ini diatur dalam pasal 231 KUHPer.

(31)

17 

3). Hak menemui anak-anak

Hak untuk menemui anak semula memang tidak diakui oleh karena pihak yang ditunjuk sebagai wali memerlukan kebebasan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga dialah (wali) yang menentukan, apakah penting bagi si anak jika dia akan bertemu dengan pihak lain. Jadi hal ini semata-mata untuk kepentingan si anak itu sendiri.

Apabila orang tua yang ditunjuk tanpa alasan menolak pertemuan antara anak dengan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali, maka hal ini dapat mengakibatkan perubahan wali.

Di sisi lain anak juga memiliki hak untuk bersama ( unifikasi) dengan keluarganya. Anak juga memilki hak privat untuk bisa bermain, berhati nurani, memperoleh informasi, serta hak untuk mengakses informasi. Termasuk tentang proses hukum perceraian kedua orang tuanya di Pengadilan. Jadi anak memiliki hak untuk berpendapat. Ini penting, mengingat ke depannya akan mempengaruhi pola perkembangan serta pandangan anak terhadap apa yang tengah terjadi pada kedua orang tuanya.15

Menurut Pasal 41 UU. Perkawinan menyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :

a) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan

       15

(32)

18 

anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya

b) Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut

c) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.

Masalah kewajiban orang tua terhadap anak setelah adanya perceraian diatur dalam Pasal 45 UU. Perkawinan, yang menyatakan bahwa :

a) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

b) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Pendekatan Masalah

(33)

19 

metode yuridis normatif, artinya penulisan skripsi menitik beratkan pada analisa peraturan perundang-undangan dan norma-norma hukum yang berlaku serta bersifat mengikat untuk dipergunakan sebagai dasar menjawab semua yang dibahas.

1.6.2. Sumber Bahan Hukum

Untuk menunjang penelitian diperlukan melalui bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer berupa bahan Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda.

b. Bahan hukum sekunder atau yang disebut, adalah data yang berasal dari beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Perceraian dilengkapi dengan literature, hand out dan pendapat para pakar, yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum

Pelaksanaan pengumpulan bahan hukum yang dipergunakan dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan cara :

a. Pengumpulan bahan hukum primer dengan cara menganalisa dan mengolah Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor: 83/Pdt.G/2005/PN.Sda.

(34)

20 

berhubungan dengan masalah yang dibahas, dan pengolahan bahan hukum dengan cara menganalisa dan merangkum secara obyektif, lebih banyak, lebih tepat, yang terpusat dan dapat dipertanggungjawabkan.

1.6.4. Tehnik Analisa Bahan Hukum

Bahan hukum primer dan sekunder diolah secara deskriptif analisis dengan menganalisa yang didasarkan atas gambaran dan pemaparan yang senyatanya, hal ini digunakan untuk dapat menjawab permasalahan yang dibahas.

1.6.5. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pemahaman hasil penelitian. Penulisan skripsi dibagi dalam 4 (empat) bab, sebagai awal penulisan merupakan pendahuluan yang ditempatkan pada Bab I, memaparkan latar belakang munculnya permasalahan yang menjadi kajian. Selain itu Bab I menjadi awal dari penulisan skripsi yang menerangkan hal yang paling utama sebagai pemaparan keadaan yang terjadi berisikan hal-hal yang berhubungan dengan perceraian dan hak asuh anak tsb.

Bab II ini membahas tentang permasalahan yang pertama, tentang apa saja tanggung jawab dan sangsi hak asuh anak yang masih minderjarig pada orang tua setelah penetapan putusan perceraian.

(35)

21 

Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. terkait dari pertimbangan hakim dalam Penetapan Pengadilan pada pemberian hak asuh anak yang masih minderjarig.

Bab terakhir dari penulisan ini adalah Bab IV karena dalam Bab ini merupakan kesimpulan dari semua pembahasan permasalahan di atas, dan memberikan saran terhadap semua permasalahan yang telah dibahas oleh penulis, dengan beberapa harapan serta masukan guna mempertegas dari pembahasan permasalahan dalam skripsi.

(36)

22 

BAB II

TANGGUNG JAWAB DAN SANGSI HAK ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG PADA ORANG TUA SETELAH PENETAPAN PUTUSAN

PERCERAIAN

Pada saat seseorang memutuskan menikah dan berikrar hidup bersama, ia sedang masuk pada kehidupan baru yang penuh tanggung jawab dan amanat. Kedua belah pihak hidup dalam satu ikatan yang kokoh. Semua hal yang dikerjakan adalah kesepakatan bersama dan hasil kerja bersama. Karenanya benar, kesuksesan rumah tangga adalah kesuksesan bersama, suami-istri dan anak-anak. Antara suami dan istri mempunyai kewajiban setara yang harus dipenuhi keduanya, seperti kewajiban nafkah dan pengasuhan anak. Dalam pemahaman klasik, kewajiban nafkah ada pada suami, sebab suami memang wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya, dengan nafkah yang baik dan patut. Hanya saja, perbedaan mendasar antara kewajiban nafkah kepada istri dan anak adalah, jika nafkah kepada istri akan berakhir seiring berakhirnya ikatan pernikahan. Sementara nafkah kepada anak tidak dibatasi perceraian orang tuanya, tapi terus ada sampai anak tersebut mencapai akil baligh (dewasa) atau setelah bisa hidup mandiri.

Perceraian merupakan salah satu peristiwa yang dapat terjadi dalam suatu perkawinan. Perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan.16

Namun seringkali apa yang menjadi tujuan dari perkawinan kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan. Sebenarnya putusnya perkawinan ini adalah merupakan suatu hal yang wajar, karena makna dasar dari suatu akad adalah ikatan atau dapat juga dikatakan Perkawinan pada dasarnya adalah sebuah kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang kemudian dapat disebut dengan       

16

(37)

23 

Talak. Makna dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan perjanjian. 17

Soal pengasuhan anak, jika suami-istri masih dalam ikatan pernikahan, maka itu jadi kewajiban berdua. Tapi, jika terjadi perceraian dan anak masih di bawah umur, yakni tujuh tahun atau belum memiliki pilihan mandiri, maka ia diasuh ibunya. Kalau anak telah bisa memilih, maka ia diberikan pilihan untuk ikut ibu atau ayahnya.

2.1.Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak Yang Masih Minderjarig. Orang tua mungkin belum begitu menyadari bahwa dunia anak adalah dunia bermain dan bersukacita. Di benaknya belum terpikirkan tanggung jawab layaknya orang dewasa. Namun mereka sering merasakan, bahkan menjadi korban masalah yang terjadi di antara orang dewasa. Bila mau diungkap mungkin banyak lagi pelanggaran HAM di keluarga-keluarga yang tidak kita sadari. Ketika orang tua tidak meluangkan waktu dan memberikan kesempatan anaknya untuk berekreasi saja sudah melanggar HAM, karena rekreasi sendiri merupakan hak anak.

Apalagi bila melihat kenyataan begitu banyak orang tua yang asyik bergumul dalam egonya masing-masing sampai akhirnya terjadilah perceraian, pelanggaran itu semakin besar seiring hilangnya sebagian besar hak yang semestinya diterima oleh anak. Tidak jarang di tengah pertengkaran orang tua, salah satu pihak melampiaskan kemarahannya kepada anak. Anak menjadi telantar dan sebagian turun ke jalan untuk mencari pengganti kasih sayang yang       

17

(38)

24 

hilang.

Dalam setiap perceraian, anak mungkin akan menjadi korban, bila tak disiapkan dengan seksama, anak bisa jadi akan tumbuh menjadi anak yang tidak bahagia. Padahal, ia perlu menunggu cukup lama hingga usia 18 tahun, sebelum bisa memutuskan ingin ikut siapa. dan anak harus tetap merasa bahagia lahir dan batin meski ayah dan ibunya berpisah. Seorang anak yang menjadi korban perceraian sangatlah membutuhkan perhatian yang khusus dari kedua orang tuanya. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang dari keluarga dan orang tua pada khususnya. Di dalam UU. Perkawinan terdapat hak-hak bagi anak yang menjadi korban perceraian serta kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anaknya yang menjadi korban perceraian.

Kewajiban orang tua menurut UU. Perkawinan terdapat di dalam Pasal 41, yang mengatur tentang akibat putusnya perkawinan karena perceraian yaitu huruf (a) dan (b) berkenaan dengan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak serta biayanya.

Pasal 41 UU. Perkawinan, berbunyi sebagai berikut:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak– anaknya, semata–mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak–anak, Pengadilan memberi keputusannya.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak–anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

(39)

25 

d. Undang – Undang Perkawinan mengatur hak dan kewajiban antara orang tua dan anak yang menyangkut beberapa hal. Pertama mengatur tentang kewajiban pemeliharaan dan pendidikan, bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak – anak mereka dengan sebaik –baiknya.

Dalam hal terjadi perceraian, kedua orang tua berkewajiban melakukan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak serta biaya untuk kepentingan si anak. Untuk biaya ditanggung oleh seorang ayah, kecuali apabila seorang ayah tidak sanggup untuk membiayai sepenuhnya, maka seorang ibu dapat diwajibkan pengadilan untuk ikut menanggung biayanya.

(40)

26 

Menurut UU. Perkawinan, masalah kewajiban orang tua terhadap anak setelah adanya perceraian tersebut diatur dalam Bab X Pasal 45, yang menyatakan bahwa :

a. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

b. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

2.2.Sanksi Hak Asuh Anak Yang Masih Minderjarig Pada Orang Tua.

(41)

27 

Mengenai ruang lingkup pengertian memelihara dan mendidik anak ada 2 definisi yang dapat diberikan, yaitu :

a. Pemeliharaan adalah pemberian tempat tinggal, makanan, pakaian dan perawatan jika anak tersebut sakit, sedangkan mendidik adalah mendidik anak tersebut menjadi anak yang baik dan berguna bagi nusa dan bangsa.Bagian yang utama dari kewajiban orang tua ini adalah menyekolahkan anak-anak agar dapat hidup mandiri dikemudian hari.

b. Selain itu masih dalam rangka memberi definisi yang lebih spesifik tentang pemeliharaan dan pendidikan itu, dalam hubungan antara orang tua dan anak, ada kewajiban orang tua dalam memberikan penghidupan, jadi selama anak masih belum dewasa atau belum menikah, maka orang tuanya wajib memberikan nafkah.

Dengan adanya kedua definisi itu secara tegas dapat dikatakan bahwa perbuatan seorang ayah yang melalaikan kewajibannya tersebut adalah melanggar hukum, yaitu pasal 45 UU. Perkawinan. Jadi setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya sampai anak itu dewasa atau telah kawin walaupun kedua orang tuanya bercerai.

2.3.Akibat Hukum Dari Perceraian bagi Anak Yang Masih Minderjarig.

(42)

28 

Tergantung dari siapa yang dipandang paling cakap atau baik mengingat kepentingan anak-anak. Penetapan wali ini juga dapat berdasarkan perubahan keadaan.18

Dahulu mengenai kekuasaan atas anak-anak yang masih minderjarig baru diatur oleh hakim setelah ada putusan perceraian atau pisah meja dan tempat tidur. Akan tetapi, kini penentuan mengenai hal tersebut telah tercantum dalam putusan-putusan pengadilan tentang perceraian.19

Pada judul diatas terkandung pengertian Kekuasaan orang tua terhadap anak yang masih minderjarig. Didalam UU. Perkawinan terdapat tiga pasal yang mengatur tentang kekuasaan orang tua yaitu pasal 47, 48 dan 49. Menurut ketentuan-ketentuan tersebut dikatakan bahwa anak yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan dibawah kekuasaan orang tuanya. Kekuasaan ini mencakup segala perbuatan hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan. Atau dengan tegasnya kekuasaan orang tua ini meliputi pribadi dan harta kekayaan si anak, dengan ketentuan pasal 48 UU. Perkawinan yang meliputi harta kekayaan ini terdapat pembatasannya, yaitu: “Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan betas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya”.

       18

H. Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Bandung-Mandar Maju, 1990, h.160.

19

(43)

29 

Seterusnya dalam pasal 49 ayat 1 dikatakan bahwa kekuasaan yang dimiliki orang tua ini hanya mungkin dicabut jika ada permintaan dari orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas, saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal :

a. Orang tua itu melalaikan kewajibannya terhadap anaknya b. Berkelakuan buruk sekali.

Permohonan pencabutan kekuasaan ini dapat dilakukan kepada pengadilan dimana orang tua dan anak tersebut bertempat tinggal. Menurut pasal 49 ayat 2 mengatakan bahwa “meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut”. Pencabutan kekuasaan ini tidak berarti bahwa kewajiban orang tua ini terhenti untuk memberikan nafkah atau pemeliharaan, sebab kewajiban itu masih terus harus dilaksanakan.Pencabutan kekuasaan ini dapat untuk sementara waktu atau mungkin juga untuk selamanya tergantung berat ringannya kesalahan orang tua yang dimaksudkan.

Didalam kitab Undang-undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPer), hal kekuasaan orang tua diatur terlebih luas dan lengkap yaitu didalam pasal-pasal 298 hingga 329 Buku 1 titel XIV:

a. Bagian kesatu mengatur tentang kekuasaan terhadap pribadi si anak. b. Bagian kedua tentang kekuasaan terhadap harta kekayaan anak.

(44)

30 

kedua orang tuanya ini telah dibebaskan atau dipecat dari kekuasaannya. Terkecuali adanya pemisahan meja dan tempat tidur, kekuasaan itu dipegang oleh ayah, kalau tidak memungkinkan, maka yang akan memegang kekuasaan itu adalah ibu dan sekiranya ibu pun berhalangan, pengangkatan wali diserahkan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim, hal ini tercantum dalam pasal 300 KUHPer. Orang yang diserahi kekuasaan itu berkewajiban untuk memelihara dan mendidik anaknya secara wajar. Pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua tidak berarti kewajibannya berhenti untuk memberi nafkah kepada anaknya. Kewajiban itu masih tetap ada dan untuk keperluan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang belum dewasa diharuskan tiap minggu, tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan sekali menyampaikan tunjangan nafkah kepada wali atau Dewan Perwalian sejumlah sebagaimana ditetapkan oleh pengadilan. Orang tua atau Dewan Perwalian dalam hal kelakuan si anak yang diluar batas dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan agar anak itu diletakkan dibawah Lembaga Negara atau swasta yang bergerak dalam pendidikan anak nakal. Persyaratan yang perlu untuk maksud tersebut tercantum dalam pasal 302 KUHPer, yaitu :

a. Segala biaya penampungan dipikul oleh yang memegang kekuasaan.

b. Untuk anak yang berumur dibawah empat belas tahun hanya boleh ditampung paling enam bulan.

(45)

31 

d. Bahwa penampungan itu benar-benar dilakukan demi kepentingan anak itu sendiri.

Penghentian dari penampungan ini hanya dapat dilakukan dengan penetapan Menteri Kehakiman dengan melihat Alasan-alasan yang menyebabkan anak itu tidak memungkinkan penampungan itu dilanjutkan, hal ini diatur dalam pasal 304 KUHPer.

2.4.Hak Menemui Anak-anak (Droid de Visite).

Setelah perkawinan putus dan salah seorang dari orang tua itu ditunjuk sebagai wali, maka timbulah pertanyaan : apakah hubungan antara orang tua yang lain dengan anak-anaknya juga terputus, mengenai hal ini KUHPer tidak mengaturnya, sedangkan yurisprudensi mula-mula tidak mengakui adanya “Droit de visite” (H.R. 21 Januari 1909, W.8804 dan 17 Juni 1910, W. 9037), akan tetapi dalam arrestnya sesudah itu (H.R. 2 Juni 1926,1946) mengizinkan hal tersebut dengan syarat-syarat tertentu20.

Semula memang tidak diakui hak menemui anak itu, oleh karena pihak yang ditunjuk sebagai wali perlu kebebasan untuk mendidik anak-anaknya, sehingga dialah (wali) yang menentukan apakah ada kepentingan bagi si anak bila ia ingin bertemu dengan pihak yang lain. Jadi hal ini semata-mata dimaksudkan untuk kepentingan si anak itu sendiri.

Bilamana orang tua yang ditunjuk tanpa alasan menolak pertemuan antara anak dengan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali, maka hal ini dapat mengakibatkan perubahan perwalian, demikian Arrest Hoge Raad 2 Juni       

20

(46)

32 

1936, N.J. 1936, 1946 Hoge Raad bertitik tolak dari sini bahwa kecuali ternyata sebaliknya maka kunjungan orang tua yang tidak ditunjuk sebagai wali itu adalah untuk kepentingan si anak, demikian Arrest Hoge Raad 28 Agustus1939, N.J. 1939, 194821.

Kemungkinan untuk mengubah penunjukan wali atau pencabutan perwalian merupakan jaminan bahwa perwalian itu tidak akan disalahgunakan, Sedangkan pasal 232 KUHPer menentukan bahwa bilamana bekas suami istri itu kawin lagi bersama, maka semua akibat perkawinan itu akan hidup kembali seperti sebelum perceraian.

       21

(47)

33 

BAB III

PENERAPAN ATAU PELAKSANAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NOMOR : 83/PDT.G/2005/PN.SDA. TERKAIT DARI PERTIMBANGAN PENETAPAN HAKIM PADA PEMBERIAN HAK

ASUH ANAK YANG MASIH MINDERJARIG

Perceraian harus dijalankan dengan mentaati syarat-syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang, karena perceraian menimbulkan akibat-akibat yang tidak hanya melibatkan suami dan istri saja tetapi pihak-pihak dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kedua pihak tersebut.22

Salah satu akibat hukum dari perceraian adalah mengenai wali asuh atau hak asuh anak yang masih minderjarig, pengertian dari minderjarig itu sendiri adalah anak yang masih dibawah umur atau belum dewasa23, kebalikan atau lawan kata dari minderjarig adalah Meerderjarig yang artinya adalah anak yang sudah dewasa24.

Dalam hal ini bisa dimungkinkan hakim mendapatkan pertimbangan-pertimbangan dari si anak untuk menentukan siapa yang berhak menjadi wali asuhnya. Yang terpenting, dalam memberikan putusan, hakim harus mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak. Meski telah diputus hak asuh atas anak namun tidak diperbolehkan memutuskan hubungan darah atas keduanya.

Setelah ditentukan oleh hakim siapa yang menjadi pemegang hak asuh anak tsb, maka suami atau istri yang ditunjuk sebagai wali harus bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya sebagai wali dari anaknya tersebut, apabila ada perbuatan       

22

Jilly Ariany Siahaan, Hak Asuh, skripsi, FHUI, 2009, h.5.

23

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu-Semarang, 1997, h. 592.

24

(48)

34 

orang tua yang melalaikan kewajibannya terhadap anak setelah bercerai, maka ketentuan yang mengatur berkenaan dengan perbuatan itu ada didalam pasal 45 UU. Perkawinan, yaitu “kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka dengan sebaik-baiknya”. Pasal ini menyangkut kewajiban antara orang tua dan anak dan menegaskan tentang peran kedua orang tua dalam tugasnya untuk bersama-sama memelihara dan mendidik anak-anak mereka. Maka apabila ada salah satu orang tua atau kedua-duanya yang melalaikan anak-anaknya yang seharusnya berkewajiban untuk memelihara dan mendidik mereka, telah menyalahi atau melanggar ketentuan dalam pasal 45 Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum.

3.1. Keputusan Hakim Dalam Memberikan Hak Asuh Anak 

Istilah “hak asuh anak” secara hukum sesungguhnya merujuk pada pengertian kekuasaan seseorang atau lembaga, berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan, untuk memberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar. Sedangkan pengertian istilah “kuasa asuh” adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.

(49)

35 

terlantar dalam pengertian hak seorang anak yang tidak memiliki jaminan untuk tumbuh kembang secara wajar karena orang tuanya tidak mampu, baik secara ekonomi dan atau secara psikologis. Dalam perceraian, yang kerap menjadi masalah bukan “perebutan hak asuh anak” tetapi masalah “perebutan kuasa asuh anak”.

Dalam memutuskan siapa yang berhak atas “kuasa asuh anak” dalam perkara perceraian, sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan tegas bagi hakim untuk memutuskan siapa yang berhak, Ayah atau Ibu. banyak permasalahan dalam kasus “perebutan kuasa asuh anak”, baik didalam persidangan maupun diluar persidangan.

Diantara banyak kasus yang terjadi, kasus yang menjadi fokus penulisan skripsi ini adalah diambil dari Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 83/Pdt.G/2005/PN.Sda. yang kasus posisinya adalah sebagai berikut :

a. Pada tanggal 20 September 1985 telah berlangsung pernikahan antara Desy Firdaningsih disini selaku Penggugat dengan Surya admadja disini selaku Tergugat yang secara sah dihadapan Pegawai Pencatat Akta Nikah Kantor Pencatatan Sipil Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya, sesuai kutipan Akta Perkawinan nomor 283/1985.

b. Bahwa dalam perkawinan tersebut Penggugat dan Tergugat tersebut telah dikaruniai 3 (tiga) orang anak masing-masing bernama :

(50)

36 

c. Pada awal pernikahan Penggugat dan Tergugat hidup bersama sebagai suami istri /mengikuti suami tinggal dijakarta selama kurang lebih 5 (lima) tahun, kemudian sekitar tahun 1989 pindah kembali ke Surabaya dan pada tahun 1994 berhasil membeli sebuah bangunan rumah yang kini ditempati oleh Penggugat dan Tergugat.

d. Sejak mulanya kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat terlihat berjalan cukup wajar, rukun dan harmonis sebagaimana layaknya suatu keluarga, namun pada kenyataanya sejak awal perkawinan diantara Penggugat dan Tergugat ada persoalan yang terpendam, karena sebelum menikah dengan Tergugat, Penggugat memiliki kekasih yang kini menikahi adik Penggugat

e. Akibat keadaan yang demikian tersebut dan apalagi sejak mantan kekasih Penggugat menikahi adik Penggugat itulah kehidupan rumah tangga Penggugat dengan Tergugat selalu dipenuhi perselisihan dan pertengkaran yang seringkali terjadi karena dilatar belakangi oleh rasa cemburu tergugat yang berlebihan.

f. Disamping itu Perselisihan dan pertengkaran yang terjadi juga diakibatkan sikap dari Tergugat yang cenderung egois dan perhitungan dengan istri, meremehkan istri dan mau menang sendiri, bahkan dalam setiap pertengkaran sering mengumpat Penggugat dengan kata-kata kotor.

(51)

37 

menyuruh Penggugat tidur di luar rumah dan menuduh sering tidur atau keluar masuk hotel, dan sejak itu antara Penggugat dan Tergugat tidak ada lagi hubungan suami istri dan telah pisah ranjang.

h. Penggugat telah berupaya untuk mencari jalan keluar penyelesaian perselisihan dan pertengkaran yang ada, namun upaya tersebut tidak berhasil, bahkan Tergugat justru menyatakan penggugat bukanlah istrinya lagi dan Penggugat disuruh menandatangani surat pernyataan untuk bercerai dan Tergugat mau menikah lagi.

i. Karena kondisi rumah tangga yang demikian tersebut, maka penggugat merasa tidak mampu lagi untuk dapat mempertahankan rumah tangga menjadi lebih baik, sehingga satu-satunya jalan penyelesaian adalah memutuskan hubungan perkawinan dengan mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo.

j. Keadaan yang demikian tersebut tidak mungkin dibiarkan terus- menerus tanpa adanya penyelesaian dan karenanya sesuai dengan pasal 39 UU. Perkawinan Jo pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No 9 thn 1975 sudah sepatutnya perkawinan antara Penggugat dan Tergugat dapat diputus karena perceraian dengan mengabulkan gugatan cerai ini.

(52)

38 

l. Bahwa disamping itu selanjutnya Penggugat mohon agar Pengadilan Negeri Sidoarjo menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah bagi anak-anaknya setiap bulannya sebesar Rp. 1.500.000 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) atau masing-masing sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah) sesuai dengan kebutuhan hidup dan pendidikan anak-anak sampai anak tersebut dewasa dan mandiri.

m. Bahwa disamping dikaruniai 3 orang anak, selama dalam perkawinan Penggugat dan Tergugat juga telah diperoleh harta bersama berupa :

1). Sebuah bangunan rumah yang berdiri diatas tanah Sertifikat Hak Milik tercatat atas nama Penggugat Desy Firdaningsih, yang kini ditempati Penggugat dengan Tergugat beserta anak-anaknya terletak di Jalan Jeruk I/5-A RT/RW.08/02 Kelurahan Geluran, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, dengan ukuran panjang 20 meter dan lebar 7,5 meter;

2). Sebuah mobil Suzuki Futura tahun 1990 warna merah Nopol atas nama Ibu Penggugat Firtina Soeharyo;

3). 3 (tiga) buah sepeda motor masing-masing :

a) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2000, warna merah, Nopol tercatat atas nama tergugat Surya Atmadja

(53)

39 

c) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004 warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat Surya Atmadja, kini dipakai oleh anak yang pertama.

n. Bahwa secara hukum, Penggugat juga berhak ½ bagian dari harta bersama yang telah diperoleh selama dalam perkawinan dan karenanya Penggugat menuntut agar Tergugat menyerahkan ½ bagian dari harta gono-gini dimaksud posita poin 14 poin 1 dan 2, kepada tergugat.

o. Bahwa terhadap harta bersama posita poin 14 item ke-3, yaitu masing-masing Yamaha Jupiter untuk Tergugat, Yamaha Meo untuk Penggugat dan Yamaha Vega untuk anak pertama Penggugat dan Tergugat, maka secara hukum adalah wajar bilamana ke-3 sepeda motor tersebut ditetapkan oleh Pengadilan menjadi bagian dan hak masing-masing bagi Penggugat, Tergugat dan anak kami Dewa Rizky Atmadja.

(54)

40 

Berdasarkan posita diatas, Penggugat memohon agar Pengadilan Negeri Sidoarjo berkenan memeriksa gugatan cerai ini dan selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.

b. Menyatakan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat sesuai Kutipan Akta Perkawinan Nomor : 283/985 yang dilangsungkan di hadapan Pegawai Pencatatan Perkawinan Kantor Catatan Sipil Kotamadya Surabaya putus karena perceraian.

c. Menyatakan Penggugat sebagai wali ibu / sebagai pemegang hak perwalian dan pemeliharaan anak yang diperoleh selama dalam perkawinan Penggugat dan Tergugat sampai mereka dewasa, yaitu :

1). Dewa Rizky Atmadja, lahir di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1986 2). Gusti Rizky Atmadja, lahir di Surabaya pada tanggal 9 Mei 1994 3). Shalsa Dewi Afianda, lahir di Surabaya pada tanggal 7 Januari 1997 d. Menghukum Tergugat untuk memberikan nafkah dan biaya pendidikan

bagi ketiga anaknya setiap bulannya sebesar Rp.1.500.000,00 (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) atau masing-masing sebesar Rp.500.000,00 (Lima Ratus Ribu Rupiah) setiap anak dan atau sesuai dengan kebutuhan hidup dan pendidikan anak, sampai mereka dewasa atau telah menikah/mandiri;

(55)

41 

1) Sebuah bangunan rumah yang berdiri diatas tanah Sertifikat Hak Milik tercatat atas nama Penggugat Desy Firdaningsih, yang kini ditempati Penggugat dengan Tergugat beserta anak-anaknya terletak di Jalan Jeruk I/5-A RT/RW.08/02 Kelurahan Geluran, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, dengan ukuran panjang 20 meter dan lebar 7,5 meter;

2) Sebuah mobil Suzuki Futura tahun 1990 warna merah Nopol atas nama Ibu Penggugat Firtina Soeharyo;

3) 3 (tiga) buah sepeda motor masing-masing :

a) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Jupiter tahun 2000, warna merah, Nopol tercatat atas nama tergugat Surya Atmadja

b) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah, Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih, kini diambil oleh tergugat;

c) 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004 warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat Surya Atmadja, kini dipakai oleh anak yang pertama.

f. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat ½ (setengah) bagian dari harta bersama.

g. Menetapkan :

(56)

42 

2). 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah, Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih, masih masa kredit menjadi bagian Penggugat;

3). 1 (sebuah) sepeda motor Yamaha Vega T105 ER/ERD tahun 2004 warna biru, Nopol L 3856 BY pemilik tercatat atas nama Tergugat Surya Atmadja, menjadi bagian anak pertama Dewa Rizky Atmadja. h. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat 1

(sebuah) sepeda motor Yamaha 5TL Meo/AL 1158 warna merah, Nopol W 4757 LZ nama pemilik Desy Firdaningsih

i. Menetapkan biaya-biaya menurut hukum ;

Atau dalam peradilan yang baik mohon putusan yang seadil-adilnya.

Dengan adanya gugatan tersebut, Tergugat mengajukan jawaban tertulis yang isinya sebagai berikut :

Dalam Eksepsi :

Bahwa Tergugat sangat berkeberatan atas diajukannya gugatan cerai ini yang menyertakan pula gugatan terhadap harta gono-gini yang diperoleh selama perkawinan antara Penggugat dan Tergugat, oleh karena sebaiknya dan seharusnya gugatan terhadap harta gono-gini/harta bersama diajukan setelah adanya putusan perceraian yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan diajukan secara terpisah dengan gugatan perceraian ini.

(57)

43 

gono-gini dikemudian hari dan tentunya tidak dijadikan sebagai perkara di Pengadilan Negeri.

Oleh karena itu sepanjang gugatan Penggugat tentang harta gono-gini sudah sepatutnya dan selayaknya untuk dinyatakan ditolak setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima.

Dalam pokok perkara :

a. Bahwa mohon agar Eksepsi Tergugat sebagaimana terurai diatas telah termasuk dan termuat dan menjadi bagian pula dalam jawaban dalam pokok perkara ini.

b. Bahwa Tergugat menyangkal dan menolak semua dalil-dalil gugatan penggugat kecuali yang diakui dengan tegas kebenaranya oleh Tergugat. c. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 1 yang

menyatakan antara Penggugat dan Tergugat telah melangsungkan perkawinan secara sah di Surabaya, tgl 26 April 1985 dan telah tercatat di Kantor Catatan Sipil Surabaya tgl 20 September 1985 sebagaimana Kutipan Akte Perkawinan No. 283/1985 tertanggal 25 September 1985. d. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 2 yang

menyatakan dalam Perkawinannya tersebut Penggugat dan Tergugat telah dikaruniai 3 orang anak masing-masing bernama :

(58)

44 

e. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 3 f. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 4

g. Bahwa tidak benar gugatan Penggugat pada posita angka 5 yang menyatakan perselisihan dan pertengkaran yang sering terjadi karena dilatar belakangi oleh rasa cemburu Tergugat yang berlebihan, namun pada kenyataannya perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat disebabkan oleh tindakan dan perilaku dari Penggugat sendiri yang tidak mau melepaskan cintanya kepada mantan pacarnya meskipun Tergugat telah menikah secara sah dengan Penggugat dan mantan pacarnya juga sudah mempunyai istri sendiri, akan tetapi pada kenyataannya Penggugat masih saja berhubungan layaknya suami istri dengan mantan pacarnya yaitu sebagaimana kejadian dibawah ini :

1). Pada tahun 1989 mantan pacarnya dari Menado ke Jakarta, kemudian Penggugat menyusul ke Jakarta sedangkan Tergugat di Surabaya, Penggugat selama 4 hari di Jakarta bersama mantan pacar. Hubungan Penggugat dengan mantan pacar sudah selayaknya suami isteri, pada waktu Tergugat menikah dengan Penggugat, Penggugat sudah tidak perawan lagi bahkan saya dengar dari saudaranya Penggugat sudah pernah hamil dengan mantan pacarnya. Sepulang dari Jakarta Penggugat dan Tergugat bertengkar namun kemudian Tergugat maafkan dan hubungan dengan Tergugat normal kembali.

(59)

45 

Penggugat pergi berdua dari pagi sampai sore sama mantan pacarnya, secara logika pasti mereka kencan di hotel sebab hubungan mereka sudah seperti suami isteri dan wajar kalau Tergugat berpikiran mereka tidur di hotel, kemudian Tergugat dan Penggugat bertengkar lagi lalu Tergugat maafkan, selesai dan hubungan normal kembali.

3). Kemudian kejadian pada sekitar bulan Maret 2005 dimana mantan pacar Penggugat menginap di rumah Penggugat dan Tergugat, dan sejak saat itu Penggugat bertingkah laku aneh serta tidak wajar dalam melayani suami dan hubungan intimpun sudah tidak harmonis lagi. 4). Dan yang terakhir yang membuat Penggugat mengajukan perceraian

ini adalah pertengkaran Tergugat dengan Penggugat setelah Tergugat mengetahui Penggugat mengirim SMS kepada mantan pacarnya yang sekarang menjadi adik iparnya

h. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 6 yang menyatakan perselisihan dan pertengkaran yang terjadi juga diakibatkan sikap dari Tergugat yang cenderung egois dan perhitungan dengan isteri, meremehkan isteri dan mau menangnya sendiri, justru Penggugatlah yang cenderung egois dan meremehkan suami serta menangnya sendiri, karena sudah tahu punya suami yang sah (yaitu Tergugat) tetapi masih saja berhubungan sebagai layaknya suami isteri dengan mantan pacarnya yang sekarang menjadi adik iparnya.

(60)

46 

penggugat, akan tetapi yang benar pada tanggal 17 Juni 2005 Tergugat telah menemukan/mengetahui ada pesan dari isteri Tergugat yang ditujukan pada mantan pacarnya (yang sekarang menjadi adik iparnya) yang berisi/berbunyi : “Hallo daddy sayang sedang apa kamu?besok pagi jam 06.30 waktu papua kita kontak lagi ya say….., Selamat bobo ya sayang cup ah hm ah hm ah, bagaimana caranya biar tidak datang bulan ya…..”. Suami mana yang tidak marah dan cemburu bila mengetahui dan membaca pesan yang kata-katanya seperti tersebut diatas, oleh karena itu wajar bila saat itu Tergugat menyuruh Penggugat tidur diluar rumah karena Tergugat emosi setelah membaca pesan tersebut dan memang benar sejak saat itu antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada lagi hubungan suami isteri dan telah pisah ranjang meskipun masih satu rumah.

j. Bahwa tidak benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 8 yang menyatakan Penggugat telah berupaya untuk mencari jalan keluar penyelesaian perselisihan dan pertengkaran yang ada, oleh karena atas perbuatanya tersebut Penggugat tidak pernah minta maaf pada Tergugat bahkan setiap kali Tergugat memaafkan atas kesalahannya dan kenyataannya sampai sekarang Penggugat masih berhubungan dengan mantan pacarnya yang nota bene telah menjadi adik iparnya.

(61)

47 

untuk bercerai akan tetapi bukan karena Tergugat mau menikah lagi tetapi apabila Penggugat maupun Tergugat mau menikah lagi salah satu pihak tidak ada yang menghalangi.

l. Bahwa benar dalil gugatan Penggugat pada posita angka 9 dan 10 yang menyatakan Penggugat sudah tidak mampu lagi mempertahankan rumah tangganya dengan Tergugat oleh karena Penggugat sudah tidak bisa dan tidak mau menghargai lagi Tergugat sebagai suaminya, dengan masih tetap berhubungan dengan mantan pacarnya yang nota bene kini menjadi adik iparnya, dan oleh karena itu pula mengabulkan gugatan Penggugat sepanjang mengenai perceraiannya dan menolak gugatan yang selain dan selebihnya.

(62)

48 

ditolak dan selanjutnya Tergugat mohon agar dalam putusannya tentang perwalian terhadap anak-anak diberikan kepada Tergugat.

n. Bahwa sehubungan dengan jawaban Tergugat pada poin 13 diatas, Tergugat menolak tuntutan pada dalil gugatan Penggugat posita angka 12, dan dengan ditetapkannya Tergugat sebagai wali dari anak-anak tuntutan tersebut tidak relevan lagi karena untuk nafkah dan kebutuhan hidup serta pendidikan anak-anak sampai dewasa dan mandiri akan ditanggung Tergugat berapapun biayanya.

o. Bahwa oleh karena dalil gugatan Penggugat pada posita angka 13,14,15,16 tidak semestinya diajukan dengan gugatan ini maka Tergugat tidak perlu menjawabnya lagi akan tetapi benar selama perkawinan Penggugat dengan Tergugat memang pernah diperoleh harta bersama sebagaimana tersebut pada posita 13 tersebut, sehingga tuntutan pembagian harta bersama tersebut patut untuk ditolak.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Tergugat mohon kepada Pengadilan Negeri Sidoarjo cq. Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk berkenan memutuskan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Dalam eksepsi :

a. Menerima eksepsi Tergugat

(63)

49 

Dalam pokok perkara :

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.

b. Menyatakan perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat yang dilangsungkan tanggal 26 April 1985 dan telah tercatat di Kantor Catatan Sipil Surabaya tanggal 20 September 1985 sebagaimana Kutipan Akta Perkawinan No.283/1985 tertanggal 25 September 1985 putus karena perceraian.

c. Menyatakan Tergugat (Surya atmadja) sebagai wali dari anak-anak yang masih dibawah umur bernama :

1). Dewa Rizky Atmadja, lahir di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1986; 2). Gusti Rizky Atmadja, lahir di Surabaya pada tanggal 9 Mei 1994; 3). Shalsa Dewi Afianda, lahir di Surabaya pada tanggal 7 Januari 1997; d. Memerintahkan kepada Panitera / Sekretaris Pengadilan Negeri Sidoarjo

untuk mengirimkan sehelai salinan putusan perkara ini yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Dati II Surabaya agar perceraian ini dicatat pada bagian pinggir daftar catatan perkawinan yang bersangkutan dan sehelai salinan ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Dati II Sidoarjo untuk didaftar dalam daftar perceraian yang disediakan untuk itu dan mengeluarkan Akta perceraiannya.

(64)

50 

Selanjutnya Penggugat Mengajukan Replik tertanggal 16 Agustus 2005 dan Tergugat mengajukan Duplik tertanggal 24 Agustus 2005

Bahwa untuk membuktikan dalil Gugatannya, Penggugat telah mengajukan bukti surat berupa :

a. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atas nama Penggugat, diberi tanda P.1. b. Fotocopy Kartu Susunan Keluarga, diberi tanda P.2.

c. Fotocopy Kutipan Akte Perkawinan No.283/1985 yang dikeluarkan Kantor Catatan Sipil Kodya Dati II Surabaya, tertanggal 25 September 1985, diberi tanda P.3.

d. Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran No.14/DISP/JT/1994/1985 tertanggal 20 J

Gambar

Tabel 1. Data Statistik Kasus perceraian di Pengadilan Negeri Sidoarjo Tahun 2008 dan 2009

Referensi

Dokumen terkait

Masalah dan solusi yang ditawarkan Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas maka solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut melakukan inovasi yang berbasis

Laporan Tugas Akhir ini saya persembahkan untuk Keluarga terkhusus kedua orangtua saya Hamler Hasibuan dan Rosni Daulay yang senantiasa selalu memberikan motivasi, dukungan,

motivasi yang diberikan kepada karyawan sudah berjalan dengan baik. Akan tetapi pada Department Housekeeping kami masih menemui beberapa kendala dalam meningkatkan

Pengujian ketiga variabel bebas X (NPL, LAR, dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap variabel Keputusan Pemberian Kredit (Y) sehingga hipotesis yang diajukan terbukti.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengukur hubungan kausalitas dari faktor penggunaan sarana atau media pelatihan terhadap efektivitas pelatihan budidaya perikanan,

Based on the above, hypothesis (H4) states that trust is a mediator between satisfaction and loyalty, and intention to rebuy. Theory of

Hasil dari penelitian ini adalah menghasilkan system e-learning berbasis website untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, efektif dan waktu lebih efisien sehingga

Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan informasi guna mengetahui, menjawab dan menjelaskan tentang pengaruh desain, bentuk & pola tata ruang