• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Alleles Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan Metode PCR Alleles Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan

Metode PCR Allele’s Specific Amplification (PASA) pada

Penderita

Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali

Oleh:

dr. I Wayan Surudarma, M.Si.

dr. Desak Made Wihandani, M.Kes.

dr. I Made Pande Dwipayana, Sp.PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

2 JUDUL : Identifikasi Mutasi Heteroplasmi A3243G mtDNA dengan Metode PCR

Allele’s Specific Amplification (PASA) pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Suku Bali

RINGKASAN :

(3)

3

DAFTAR ISI

RINGKASAN

LEMBARAN IDENTITAS DAN PENGESAHAN DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 2

1.4. Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Mitokondria ... 3

2.2. Genetika Mitokondria ... 6

2.3. Patofisiologi Penyakit Mitokondria ... 8

2.4. Mutasi DNA Mitokondria Penyebab Diabetes Melitus ... 9

BAB III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ………... 11

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 12

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

4.3. Populasi Penelitian……….. 12

4.4. Sampel dan Besar Sampel ………... 12

4.5. Definisi Operasional ……… 12

4.6. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 13

4.7. Bahan dan penyiapan mtDNA templat ... 13

4.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA) ……... 14

4.9. Analisis hasil PASA ………... 15

4.10. Alur Penelitian ... 16

4.11. Analisis Data ... 16

BAB V. PEMBIAYAAN DAN JADWAL PENELITIAN ... 17

5.1. Pembiayaan ... 17

5.2. Jadwal Penelitian ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(4)

4

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Diabetes Melitus (DM) tipe 2 merupakan suatu penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu bentuk DM tipe 2 yang berhubungan dengan faktor genetik adalah DM yang disebabkan oleh disfungsi sekresi insulin, karena adanya penghambatan dalam produksi ATP yang diperlukan dalam proses sekresinya oleh sel beta kelenjar pankreas. Disfungsi tersebut berkaitan dengan adanya mutasi A menjadi G pada posisi nukleotida ke-3243 dari gen tRNALeu DNA mitokondria (mtDNA) (So et al., 2000; Maassen et al., 2004). Mutasi tersebut telah dinyatakan sebagai mutasi kausal pada diabetes turunan maternal yang disertai dengan ketulian, Maternally Inheridited Diabetes and Deafness (MIDD), (Kirino et al., 2004).

Penelitian terhadap sejumlah besar pasien MIDD di Perancis menyebutkan bahwa fenotipe diabetes ini agak berbeda dari fenotipe-fenotipe lainnya. Terapi obat metformin untuk pasien DM tipe 2 fenotipe MIDD dapat penyebabkan lactate acidosis dengan gejala sakit otot dan lemas serta berkurangnya berat badan. Terapi insulin lebih tepat untuk fenotipe ini (Guillausseau et al., 2001). Dokter harus waspada terhadap MIDD terutama jika pada rekaman medis terdapat pasien DM yang disertai cirri-ciri seperti non obesitas, non ketoasidosis, usia dewasa, sering muncul gangguan pendengaran, atau memiliki riwayat turunan diabetes secara maternal (Fischel, 2001).

(5)

5 (Kleiner et al., 2004). Di Spanyol telah ditemukan 18% penderita pada anak-anak memiliki tiga mutasi heteroplasmi termasuk A3243G (Uusima et al., 2004). Di Indonesia, penelitian tentang mutasi ini telah mencapai jumlah sampel 1.500 penderita DM yang berasal dari Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya namun belum ada yang dapat diidentifikasi. Penelitian yang dilakukan institute Eijkman menemukan penderita DM memiliki varian mutasi di mtDNA (Marzuki, 2000). Untuk di Bali penelitian tentang mutasi A3243G pada gen tRNALeu ini sama sekali belum pernah dilakukan.

Karakteristik mutasi A3243G mt DNA adalah mutasi heteroplasmi dengan jumlah DNA mutan yang jumlahnya relatif rendah. Beberapa penelitian yang dilakukan baik di Indonesia

maupun di negara lain telah melaporkan kesulitan mendeteksi mutasi heteroplasmi mtDNA

frekuensi rendah (5-10%), oleh karena itu diperlukan metode yang tepat, akurat dan relatif lebih

murah (Shanske et al, 2004; Zhaoxia et al., 2002; Narbonne et al., 2001).

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dirumuskan masalah sebagai berikut:

- Berapakah prevalensi mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah:

- Untuk mengetahui prevalensi mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bermanfaat, yaitu:

1. Memberikan informasi berupa data dasar kejadian mutasi heteroplasmi A3243G mtDNA pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali.

(6)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MITOKONDRIA

Mitokondria berasal dari kata Yunani mito yang berarti benang, dan chondrion yang berarti seperti granul (butiran-butiran), sehingga dapat diartikan sebagai organela dengan rangkaian butir-butir yang tersusun seperti benang. Mitokondria merupakan organela yang unik karena memiliki DNA tersendiri dengan sifat-sifat yang spesifik pula (Wortmann, 2004).

A. Struktur Mitokondria

Mitokondria merupakan organel berupa kantung yang diselaputi oleh dua membran, yaitu membran luar dan membran dalam; sehingga mitokondria memiliki dua kompartemen, yaitu ruang antar membran (intermembrane space) dan matriks (matrix) mitokondria yang diselimuti langsung oleh membran dalam (Beal MF, 1998). Lihat gambar 1.

Gambar 1. Struktur mitokondria

(7)

7 Membran luar

Membran luar mengandung protein transport yang disebut porin. Porin membentuk saluran yang berukuran relatif lebih besar di lapisan ganda lipid membran luar; sehingga membran luar dapat dianggap sebagai saringan yang memungkinkan lolosnya ion maupun molekul kecil berukuran 5 kDa atau kurang, termasuk protein berukuran kecil.Molekul-molekul tersebut bebas memasuki ruang antar membran, namun sebagian besar tidak melewati membran dalam yang bersifat imper-meabel. Ini berarti bahwa dalam hal kandungan molekul kecil, di ruang antar membran bersifat ekuivalen dengan sitosol sedangkan di ruang matriks berbeda.8 Protein yang terletak pada membran luar meliputi berbagai enzim yang terlibat dalam biosintesis lipid mitokondria dan enzim-enzim yang mengubah substrat lipid menjadi bentuk lain untuk selanjutnya dimetabolisme di matriks mitokondria (Artika, 2003).

Membran dalam dan krista

Membran dalam dan matriks mitokondria terkait erat dengan aktivitas utama mitokondria yaitu terlibat dalam siklus asam trikarboksilat, oksidasi asam lemak dan pembentukan energi.Rantai respirasi terdapat dalam membran dalam ini (DiMauro, 2003).

Ruang antar membran

Ruang antar membran adalah ruang yang berada di antara membran luar dan membran dalam mitokondria. Ruang ini mengandung sekitar 6% dari total protein mitokondria dan beberapa enzim yang bekerja menggunakan ATP (adenosine triphosphate) yang tengah melewati ruang tersebut untuk memfosforilasi nukleotida lain (Sangkot M.,2003).

Matriks

Sebagian besar (sekitar 67%) protein mitokondria dijumpai pada bagian matriks. Enzim-enzim yang dibutuhkan untuk proses oksidasi piruvat, asam lemak dan untuk menjalankan siklus asam trikarboksilat terdapat pada matriks ini (Artika, 2003).

B. Rantai respirasi

(8)

8 yang berada pada membran maupun pada matriks.Telah diketahui pula berbagai inhibitor rantai respirasi dan efek kliniknya yang dapat dianggap sebagai pengetahuan awal dari

mitochondrial medicine(Sangkot M., 2003).

Gambar 2.Jalur metabolik dalam mitokondria.

C. Metabolisme mitokondria

Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia dalam bentuk ATP yang akan dipergunakan untuk aktivitas seluruh sel-sel tubuh manusia. Secara garis besar, reaksi pembentukan ATP yang berlangsung di mitokondria dapat dibagi menjadi 3 tahap (Sangkot M., 2003):

a. Reaksi oksidasi piruvat (atau asam lemak) menjadi CO2. Reaksi ini terkait dengan reduksi NAD+ dan FAD menjadi NADH dan FADH2. Reaksi-reaksi ini berlangsung dalam ruang matriks mitokondria (lihat gambar 2).

(9)

9 c. Pemanfaatan energi yang tersimpan dalam bentuk gradien elektrokimia untuk

memproduksi ATP. Reaksi ini dikatalisis oleh kompleks enzim F0-F1 ATP sintetase yang berlokasi pada membran dalam.

2.2. GENETIKA MITOKONDRIA

DNA mitokondria manusia merupakan DNA sirkuler tertutup yang berada pada matriks mitokondria yang mengandung 37 gen, dan berukuran 16569 pasang basa. Dua puluh empat gen (24) diperlukan untuk translasi mtDNA [2 RNA ribosom (rRNAs) dan 22 RNA transfer (tRNA)] dan 13 mengkode subunit rantai respirasi, dengan perincian sebagai berikut: 7 subunit untuk kompleks I [ND1, ND2, ND3, ND4, ND4L, ND5 DAN ND6 (ND singkatan dari NADH dehydrogenase)], 1 subunit untuk kompleks III (sitokrom b), 3 subunit untuk sitokrom oksidasi (COX1,II,III) serta 2 subunit untuk ATP sintetase. Sebagian rantai respirasi dikode oleh DNA nukleus.Genom DNA mitokondria manusia dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3.Menunjukkan genom mitokondria manusia.Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003;348:2658-68.

(10)

10 Genetika mitokondria berbeda dengan hukum Mendel dalam 3 aspek utama: diturunkan dari ibu, heteroplasmi dan segregasi mitotic (Di Mauro, 2003).

A. Diturunkan dari ibu

Secara hukum umum, semua DNA mitokondria dalam zigot berasal dari ovum. Sehingga seorang ibu membawa mutasi mtDNA pada semua anak-anaknya, tetapi hanya anak perempuannya yang akan memindahkan mutasi tersebut pada keturunannya. Bukti baru transmisi paternal mtDNA pada otot rangka (tetapi tidak pada jaringan lain) pada pasien dengan miopati mitokondria memberikan peringatan penting bahwa sifat mtDNA yang diturunkan dari ibu bukan merupakan hukum yang mutlak, tetapi tidak disangkal bahwa penyakit-penyakit yang berhubungan dengan mtDNA terutama diturunkan dari pihak ibu (Artika, 2003).

B. Heteroplasmi dan efek ambang batas (threshold effect)

Terdapat ribuan molekul mtDNA dalam tiap sel, dan secara umum terdapat beberapa mutasi patogenik mtDNA, tetapi bukan semuanya.Sehingga sel dan jaringan tercampur mtDNA normal dan mutan, keadaan ini disebut heteroplasmi.Heteroplasmi juga terdapat pada tingkat organel yaitu mitokondrion dengan mtDNA normal dan mutan yang bercampur.Pada orang normal semua mtDNA adalah identik (homoplasmi).Tidaklah mengherankan bila dengan jumlah mtDNA minimal belum terjadi disfungsi oksidatif dan belum tampak tanda klinis, ini yang disebut efek ambang batas.Tiap-tiap sel organ memiliki ambang batas tersendiri, tergantung metabolisme jaringan tersebut. Efek tersebut lebih rendah pada jaringan yang tergantung pada metabolisme oksidatif, seperti: otak, jantung, otot rangka, retina, tubulus ginjal, dan kelenjar endokrin (Sangkot M.,2003).

C. Segregasi mitotik

(11)

11 Mutasi DNA mitokondria ternyata relatif tinggi.mtDNA secara alami dihadapkan pada faktor-faktor yang tidak menguntungkan seperti:

(a) tingginya kadar spesies oksigen reaktif sebagai produk samping metabolisme oksidatif mitokondria,

(b) terpaparnya mtDNA terhadap oksigen reaktif tersebut karena tidak adanya proteksi oleh nukleoprotein, yang berlainan dengan DNA inti sel dan

(c) tidak adanya sistem repair DNA yang efektif di dalam organela ini.

Karakteristik mutasi pada DNA mitokondria

a. Terjadi dengan laju tinggi

- Tidak ada mekanisme repair DNA yang efektif pada mitokondria - DNA mitokondria tidak memiliki proteksi nukleoprotein

- Produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang tinggi di mitokondria

b. Faktor-faktor mitokondria adanya hot spot untuk mutasi mutasi yang sama terjadi berkali-kali secara independen (seperti mutasi DM/ketulian/MELAS A3243G dan LHON G11778A).

c. Faktor di inti sel menentukan fidelitas replikasi mtDNA.

d. Ekspresi mutasi mtDNA poligenik dipengaruhi oleh faktor pemodifikasi di inti sel, lingkungan sekuens mtDNA dan faktor lingkungan.

Dikutip dariSangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17.

3.3.PATOFISIOLOGI PENYAKIT MITOKONDRIA

(12)

12 transport elektron akan menyebabkan miopati mitokondria yang melibatkan otot, dan bila melibatkan otak disebut ensefalomiopati mitokondria. Proses yang terjadi tersebut menimbulkan gangguan suplai energi, timbunan sekunder produk toksik seperti radikal bebas dan asidosis laktat, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Hesterlee, 2004). Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau terjadi kerusakan maka akan terjadi proses yang saling berkelanjutan. Peristiwa tersebut dapat terjadi dalam dua tahap yaitu;

a. Yang pertama terjadi adalah tidak terbentuk elektron. ATP tidak terbentuk secara efisien dan sel kehilangan energi untuk melakukan fungsi normal.

b. Kedua, semua dari tahap-tahap sesudahnya menjadi terhenti, selanjutnya sering menimbulkan bahan kimia abnormal yang akan memproduksi bahan toksik. Produk tersebut adalah radikal bebas dan metabolik yang berlebihan seperti asam laktat yang dalam jumlah besar akan membahayakan.Radikal bebas adalah molekul reaktif yang dapat merusak DNA dan membran sel melalui jalur oksidasi. Normalnya, rantai respirasi mitokondria membuat radikal bebas dalam jumlah yang rendah selama proses pembuatan ATP. Bila terdapat malfungsi pada rantai respirasi, maka produksi radikal bebas meningkat. Radikal bebas ini kemudian menyebkan kerusakan lebih lanjut mtDNA, yang akan mengakibatkan "vicious cycle" timbulnyakerusakan dan produksi radikal bebas. Tidak jelas berapa besar peranan pembentukan radikal bebas ini dapat menyebabkan atau memperburuk keadaan sehingga terjadi gejala-gejala penyakit mitokondria.

3.4. MUTASI DNA MITOKONDRIA PENYEBAB DIABETES MELITUS

Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang disertai dengan resistensi insulin.

(13)
(14)

14

BAB III

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Gambar 5. Skema Kerangka Konsep Penelitian

Normal mt DNA Mutasi A3243G

mtDNA

Mutasi homoplasmi DM Tipe 2

(15)

15

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1.Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik kualitatif dengan metode cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biokimia FK UNUD selama 10 bulan sejak penelitian ini dinyatakan diterima. Pengambilan sampel dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah.

4.3. Populasi Penelitian Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2 suku Bali yang datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSUP Sanglah.

4.4. Metode Pengambilan Sampel dan Besar Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling.

Besar Sampel dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel untuk penelitian Cross Sectional sebagai berikut:

Keterangan:

n : jumlah sampel minimal α : derajat kepercayaan

p : proporsi sampel dengan mutasi

q : p-1

(16)

16 Jika digunakan nilai α = 0,05, maka Z α adalah 1,96. Nilai p adalah sebesar 5% (0,05) berdasarkan data Shanske dkk, 2002. Nilai d ditentukan 5% (0,05). Dengan rumus diatas maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 76 orang.

4.5. Definisi Operasional

Diagnosis diabetes Melitus tipe 2 pada penelitian ini ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:

- Kadar Gula darah puasa >= 126 mg% - Kadar Gula darah 2 jam PP >= 200 mg% - Kadar HB A1C > 6,5 %

4.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi

- Subyek penderita diabetes melitus yang terdiagnosis di RSUP Sanglah

- Subyek sampel bersedia terlibat dalam penelitian dengan menandatangani persetujuan atau inform consent tertulis.

Kriteria Ekskulusi

- Subyek sampel menolak terlibat dalam penelitian.

4.7.Bahan dan penyiapan DNA templat

DNA templat disiapkan menggunakan metode ekstraksi DNA dengan Purelink Genomic DNA Mini Kit (Invitrogen). Pemilihan sel darah sebagai sampel dikarenakan sel ini mempunyai jumlah organel mitokondria yang cukup banyak [Thorpe, 1984]. Alasan lainnya adalah karena sampel darah relatif mudah untuk diambil dan telah digunakan sebagai sampel pada penelitian yang dilakukan oleh Ohkubo et al. [2001], Lee et al. [1997], dan Malecki et al.

(17)

17 4.8. PCR Alele’s Specific Amplification (PASA)

Metode PASA pada penelitian ini menggunakan tiga primer, yaitu; primer universal D1 5’-AAC GTT GGG GCC TTT GCG TA-3’ (nt 3423-3404), primer normal DN 5’-GGG TTT GTT AAG ATG GCA GA-3’ (nt 3224-3243), dan primer mutan DM 5’- GGG TTT GTT AAG ATG GCA TG-3’ (nt 3224-3243). PASA dilakukan dengan teknik PCR pada dua tabung. Tabung pertama menggunakan primer universal D1 dan primer normal DN sedangkan

tabung kedua menggunakan primer universal D1 1 μL dan primer mutan DMt (masing-masing

1 μL, 20 pmol/μL). Campuran reaksi mengandung enzim Taq DNA polimerase 0,5 μL, buffer

taq 5 μL, dNTP (dATP, dCTP, dTTP, dGTP) 1 μL, MgCl2 7,5 μL, ddH2O steril 24 μL, dan

templat mtDNA. Proses PCR dilakukan dalam mesin PCR Automatic Thermal Cycler

EppendorfTM sebanyak 30 siklus. Tahap awal proses PCR adalah tahap denaturasi awal yang

akan dilakukan pada suhu 94°C selama 5 menit, kemudian masuk ke program siklus PCR

dengan masing-masing siklus terdiri tiga tahap yaitu tahap denaturasi pada suhu 94°C selama

30 detik, tahap penempelan primer (annealing) pada suhu 57°C selama 30 detik, dan tahap

perpanjangan primer (extension) pada suhu 72°C selama 50 detik. Akhir dari semua siklus

dilakukan tambahan proses extension pada suhu 72°C selama 10 menit.

nt3224 nt3243 nt3423

Gambar 5. Primer yang digunakan pada PASA. D1, primer reverse universal; DN, primer

forward alela normal; DM, primer forward mismatch DNA mutan.

D1 DN

DM

(18)

18 4.9. Analisis hasil PASA

Gambar 6. Analisis Hasil PASA

Metode PASA dianggap sebagai salah satu metode yang sangat sederhana yang

bekerja berdasarkan prinsip mismatch basa ujung 3’ primer yang menempel pada posisi mutasi

yaitu A3243G. Secara teoretis, apabila ujung 3’ primer tidak komplementer dengan basa G di

posisi 3243, maka tidak akan terjadi perpanjangan, begitu pula sebaliknya.

Karakterisasi fragmen yang terbentuk pada PASA dengan menggunakan 2 tabung ini,

akan menghasilkan perbedaan antara alel normal, mutasi homoplasmi, dan mutasi

heteroplasmi seperti digambarkan pada Gambar 6. Apabila sampel mengandung mutasi

heteroplasmi A Æ G pada titik 3243, maka baik tabung 1 yang mengandung primer D1/Dn

maupun tabung 2 yang mengandung primer D1/Dmt akan menghasilkan produk PCR dengan

pita berukuran 200 pb, ini dikarenakan mutasi yang bersifat heteroplasmi memiliki campuran

templat mtDNA mutan dan templat normal. Sampel yang mengandung Alel normal hanya

menghasilkan produk PCR pada tabung 1, sedangkan pada mutasi homoplasmi hanya positif

(19)

19 4.10. Alur Penelitian

4.11. Analisis Data

Prevalensi kejadian mutasi A3243G mtDNA dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah Mutasi

Prevalensi = ______________ x 100%

Jumlah Sampel

Pengambilan Sampel

Isolasi DNA

PASA

Elektroforesis hasil PASA

Visualisasi dan Dokumentasi hasil Elektroforesis

(20)

20

BAB V

PEMBIAYAAN DAN JADWAL PENELITIAN

5.1. PEMBIAYAAN

JENIS KEPERLUAN Prosentase RINCIAN YANG DI

USULKAN (Rp.)

Honorarium 30% 12.000.000

Peralatan dan Bahan 40% 16.000.000

Perjalanan 15% 6.000.000

Laporan 5% 2.000.000

Seminar 10% 4.000.000

Total anggaran 40.000.000

5.2. JADWAL PENELITIAN

No. Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Proposal

2 Persiapan

3 Pengumpulan Sampel

4 Pengerjaan Sampel

5 Analisis Data 6 Penyusunan Laporan

Penelitian

7 Seminar

8 Perbaikan, penyerahan laporan

(21)

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Artika I.M, Struktur, Fungsi, dan Biogenesis. Mitokondri. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijkman. Jakarta. 2003. 19-51.

2. DiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases. N Eng J Med. 2003 ; 348 : 2658-68. http://www.nejm.org .

3. Dorland W.A.N. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. EGC. Jakarta; 2002 : 442,1363. 4. Froguel, P., Hager, J. 1995. Human diabetes and obesity: tracking down the genes.

Tibtech. 13: 52-55.

5. Hart, L.M., Lemkes, H.H., Heine, R.J., et al. 1994. Prevalence of maternally inherited diabetes and deafness in diabetic population in the Netherlands. Diabetologia. 37: 1169-70.

6. Hesterlee S. Mitochondrial Disease in Perspective Symptoms, Diagnosis and Hope for The Future. http://www.mitoresearch.org/Quest_6_5.htm

7. Hesterlee S. Mitochondrial Myopathy: An Energy Crisis in The Cells. http://www.mitoresearch.org/Quest_6_4a.htm

8. John DR, Disease Caused by Genetic Defect of Mitochondria, in : Fauci A.S, Brunwald E, Isselbacher K.J. et all, ed. Harrison's Principle of Internal Medicine 15th. McGraw-Hill. New York. 2001; 1: 2451-2457.

9. Kadowaki, T., Kadowaki, H., Mori, Y., Tobe, K., Sakuta, R., Suzuki, Y., Tanabe, Y., Sakura, H., Awata, T., Goto, Y., Hayakawa, T., Matsuoka, K., Kawamori, R., Kamada, T., Horai, S., Nonaka, I., Hagura, R., Akanuma, Y., Yazaki, Y. 1994. A subtype of diabetes mellitus associated with a mutation of mitochondrial DNA. NEJM. 330: 962-968.

10.Lee, H.C., Song, Y.D., Li, H., Park, J.O., Suh, H.C., Lee, E., Lim, S., Kim, K., Huh, K. 1997. Mitochondrial gene transfer ribonuclaic acid (tRNA)Leu(UUR) 3243 and tRNALys 8344 mutations and diabetes mellitus in Korea. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 82 (2): 372-374.

(22)

22 12.Maksum, I.P. 2002. Tiga mutasi spesifik yang lestari daerah D-loop DNA mitokondria

manusia indonesia pada tujuh generasi segaris keturunan ibu. Tesis. Bidang Studi Magister Kimia Program Pascasarjana ITB.

13.Malecki, M., Klupa, T., Wanic, K., Frey, J., Cyganek, K., Sieradzki, J. 2001. Search for mitochondrial A3243G tRNALeu mutation in Polish patients with type 2 diabetes mellitus.

Med Sci Monit. 7(2): 246-250.

14.Ng, M.C., Lee, S.C., Ko, G.T.C., Li, J.K.Y., So, W.Y., Hashim, Y., Barnett, A.H., Mackay, I.R., Critchley, J.A.J.H., Cockram, C.S., Chan, J.C.N. 2001. Familial early-onset type 2 diabetes in China patients. Diabetes Care. 24: 663-671.

15.Noer, A.S., Martasih, F., Mulyani, S., Muktiningsih, dan Wirahadikusumah, M.1994. Analisis variasi urutan nukleotida D-loop mtDNA manusia dari beberapa daerah di Indonesia, Proc. 1st joint seminar on chemistry UKM-ITB, Malaysia.

16.Ohkubo, K., Yamano, A., Nagashima, M., Mori, Y., Anzai, K., Akehi, Y., Nomiyama, R., Asano, T., Urae, A., Ono, J. 2001. Mitochondrial gene mutations in the tRNALeu(UUR) region and diabetes: prevalence and clinical phenotypes in Japan. Clinical Chemistry. 47: 1641-1648.

17.Sambrook, J., Fritsch, E.F., Maniatis, T. 1989. Molecular cloning: A laboratory manual, vol. 1,2,3,. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.

18.Sangkot M. Mitochondrial Medicine: Perspektif ke Depan. Dalam: Suryadi H, dkk. Ed. Mitochondrial Medicine. Lembaga Eijman. Jakarta. 2003. 1-17.

19.Thorpe, N.D. 1984. Cell biology. John Wiley & Sons Inc. New York Urata, M., Wakiyama, M., Iwase, M., Yoneda, M., Kinoshita, S., Hamasaki, N., Kang, D. 1998. New sensitive method for the detection of the A3243G mutation of human mitochondrial deoxyribonucleic acid in diabetes mellitus patients by ligation mediated polymerse chain reaction. Clinical Chemistry. 44 : 2088-2093.

20.Wortmann RL. Metabolic diseases of muscle, in: Koopman WJ, ed. Arthritis and Allied Conditons, 4th ed , volume two. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia. 2001: 2416-2434.

Gambar

Gambar 1. Struktur mitokondria  Keterangan: diagram struktur tiga dimensi mitokondria
Gambar 2.Jalur metabolik dalam mitokondria.
Gambar 3.Menunjukkan genom mitokondria manusia.Dikutip dariDiMauro S, Schon E.A. Mitochondrial Respiratory-Chain Diseases
Gambar 6. Analisis Hasil PASA

Referensi

Dokumen terkait

Indikator menjelaskan pengertian rantai makanan sebesar 25,86% dari soal tingkat pertama jawaban pengetahuan deskriptif siswa mengenai konsep rantai makanan melalui

Lutke koje ožive u ruci djeteta omogućavaju mu sudjelovanje u zamišljenom svijetu koji je samo stvorilo.Lutka zamjenjuje živa bića, njome dijete u igri manipulira

Sedangkan, Jika dokumen izin telah memenuhi syarat, dan hasil evaluasi tersebut membutuhkan inspeksi maka pihak Evaluator akan membuat Nota Dinas Inspeksi dalam rangka perizinan

Salah satu cara untuk memenuhi kepuasan konsumen adalah dengan cara mengidentifikasi faktor- faktor marketing mix (bauran pemasaran) yang terdiri dari produk,

Pekerjaan Penyelesaian Proper “Medina Residence” Bintaro diharapkan dapat terlaksana sesuai time schedule yang direncanakan, sehingga aspek Legalitas menjadi

Teknik Equivalence Partition merupakan sebuah pengujian berdasarkan masukkan data pada setiap form yang ada pada Sistem Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil, juga menguji

Hardiaffy ZairuddirU Nim: 30600113079, Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dar Politik UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipeiahankan

tahapan seperti Observasi awal untuk memetakan permasalahan mitra, Kolaborasi dengan stakeholder lain, Kegiatan Program pengabdian masyarakat dilaksanakan melalui