• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK AN INDIVIDUAL DEMONSTRATION INTERVIEW (IDI) DALAM BAHASA DAYAK KENINJAL UNTUK MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNIK AN INDIVIDUAL DEMONSTRATION INTERVIEW (IDI) DALAM BAHASA DAYAK KENINJAL UNTUK MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SD"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK AN INDIVIDUAL DEMONSTRATION INTERVIEW

(IDI) DALAM BAHASA DAYAK KENINJAL UNTUK

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SD

ARTIKEL PENELITIAN

Oleh

ERLIN EVELINE NIM F03112016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PMIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

(2)
(3)

TEKNIK AN INDIVIDUAL DEMONSTRATION INTERVIEW

(IDI) DALAM BAHASA DAYAK KENINJAL UNTUK

MENGGALI MISKONSEPSI SISWA SD

Eveline, Sutrisno, Oktavianty

Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Pontianak

Email: erlin.eve@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini didesain untuk menggali miskonsepsi siswa SD tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air. Teknik

An Individual Demonstration Interview (IDI) dalam bahasa Dayak Keninjal digunakan untuk menggali miskonsepsi sembilan siswa SD Kelas V. Data dianalisis secara kualitatif dengan membandingkan konsepsi siswa dan konsepsi ilmuwan untuk memperoleh miskonsepsi siswa. Hasil penelitian menunjukkan siswa memiliki miskonsepsi pada konsep perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air. Siswa menganggap air berubah wujud menjadi awan ketika menguap, pengembunan terjadi karena ada embun, hujan terjadi ketika awan menguap, air masuk ke dalam tanah karena ada lubang. Mayoritas siswa tidak menyebutkan ada proses pengembunan dan perembesan pada daur air. Siswa cenderung mengungkapkan konsepsinya berdasarkan hal-hal konkrit dan hanya sebatas pemikirannya sendiri. Hasil penelitian memiliki beberapa manfaat pada pembelajaran. Disarankan melakukan perbaikan pada strategi pembelajaran.

Kata Kunci: miskonsepsi, wawancara, bahasa ibu

Abstract: This study was designed to find out elementary school

students’ misconceptions about change of phase in water cycle

phenomenon. An Individual Demonstration Interview (IDI) in Keninjal language has been used to prompt misconceptions among nine fifth-grade students. The collected data were analysed

qualitatively by comparing students’ conceptions and scientists’

conceptions. The results indicate that the students have some misconceptions of the physics of water cycle phenomenon. Students notice that water change form into clouds when it evaporates, condensation occur because there are dew, it starts to rain when the clouds evaporate, water moving underground because there are holes in soil. Majority of students did not mention condensation and infiltration processes during the interview. Besides, they were found to have a tendency to answer questions based on concrete things and his own thoughts. The results have some implications for teaching. It is suggested that a substantial revision of teaching strategies is needed.

(4)

lmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam semesta. Manusia berusaha memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, menggunakan prosedur yang benar, dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih sehingga menghasilkan kesimpulan yang betul (Sutrisno: 2007). IPA dipelajari mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) diselenggarakan untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup (Sa’ud dan Sumantri, 2007: 5). Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang benar oleh siswa SD terhadap konsep-konsep IPA agar tidak mengganggu proses pembelajaran pada jenjang pendidikan berikutnya.

Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2012 menunjukkan hasil belajar siswa di Indonesia berada pada urutan ke-64 dari 65 negara yang ikut berpartisipasi (OECD, 2014). Itu berarti di panggung dunia kemampuan siswa Indonesia masih sangat rendah dalam memahami konsep IPA pada jenjang pendidikan menengah. Kemampuan siswa pada jenjang pendidikan menengah yang rendah mungkin disebabkan oleh kualitas pendidikan yang lebih rendah.

Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan siswa SD masih berada dalam tahap perkembangan kognitif operasional konkrit sehingga sangat sulit untuk mempelajari pengetahuan-pengetahuan yang abstrak (Wood, Smith, dan Grossniklaus, 2001). Siswa SD baru dapat berpikir mengenai hal-hal yang konkrit (nyata). Apabila tahap perkembangan kognitif tidak sesuai dengan materi yang dipelajari dapat mengakibatkan miskonsepsi (Suparno, 2013: 39). Selain itu, dalam interaksi dengan alam, siswa dapat memperoleh pengetahuan tentang alam sehingga pengetahuan itu membentuk konsep awal (Suparno, 2013: 2). Keabsahan prakonsepsi yang tidak dikelola juga dapat menambah miskonsepsi.

Pengetahuan awal siswa ini ada yang sesuai dengan konsep para ilmuwan dan ada yang tidak sesuai dengan konsep para ilmuwan. Konsepsi-konsepsi yang lain (siswa) yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan disebut miskonsepsi (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-3).

Beberapa penelitian bidang IPA memfokuskan pada miskonsepsi siswa SD. Burhanuddin (2010) menyajikan tiga skripsi di Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan tentang miskonsepsi siswa SD yaitu: penelitian tentang magnet (Muniarni, 2008), energi panas (Nita, 2008) dan gaya (Halijah, 2009). Penelitian ini menguatkan tema penelitian yang diusulkan, yaitu miskonsepsi siswa SD pada konsep IPA yang lain, daur air.

Daur air merupakan salah satu topik yang dipelajari dalam mata pelajaran IPA di kelas V SD. Dalam topik daur air terdapat konsep-konsep IPA fisika tentang perubahan wujud benda antara lain penguapan dan pengembunan. Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terhadap konsep tersebut. Cardak (2009) menemukan sejumlah miskonpsi tentang daur air yaitu: pada daur air hanya terjadi proses penguapan dan pengembunan, hujan terjadi ketika awan menguap, dan daur air hanya menciptakan hujan dan salju, air yang mengalami penguapan hanya dari air laut dan air danau. Selain itu, penelitian Clara (2012) tentang perubahan wujud benda menemukan beberapa miskonsepsi siswa SD kelas rangkap peristiwa: mencair, mengembun, menyublim, dan membeku beserta

(5)

contohnya. Penemuan ini mendorong untuk memfokuskan penelitian ini ke arah investigasi miskonsepsi siswa SD tentang perubahan wujud benda.

Banyak penelitian yang dilakukan berkaitan dengan menggali pemahaman dan/atau miskonsepsi siswa tentang daur air (Ben-zvi-Assarf dan Orion, 2005; Bar, 1989; Cardak, 2009; Malleus, Kikas, dan Kruss, 2016; Savva, 2014; dan Taiwo, Ray, Motswiri, dan Masene, 1999) dan perubahan wujud benda (Bar dan Galili, 1994; Bar dan Travis, 1991; Russel, Harlen, dan Watt, 1989; dan Tytler, 2000). Bar (1989) meneliti siswa dari taman kanak-kanak hingga kelas IX tentang daur air. Kemudian, Bar dan Travis (1991) meneliti pandangan siswa dengan rentang umur 6-14 tahun tentang perubahan wujud benda.

Terdapat berbagai teknik untuk menggali miskonsepsi siswa di antaranya adalah melalui tes pilihan ganda (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-12; Treagust, D.F., dkk., 2010), wawancara (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-12; Thomson dan Logue, 2006), menggambar (Cardak, 2009), pertanyaan terbuka (Ozay dan Oztas, 2003), dan peta konsep (Djanette dan Fouad, 2014). Dalam penelitian ini, digunakan teknik wawancara untuk menggali miskonsepsi siswa SD tentang perubahan wujud benda karena di antara beberapa metode menggali miskonsepsi, wawancara memiliki peran penting sebab menyelidiki secara dalam dan menghasilkan deskripsi secara rinci dari struktur kognitif siswa. Selain itu, “Interviews have been found to be one of the best and the most

common approach used in uncovering students’ views and possible

misconceptions.”(Gurel, Eryilmaz, dan McDermott, 2015), serta “People are

usually more willing to talk than to write and the interview is also particularly

appropriate when dealing with young children.”(Best dan Kahn, 2006: 335). Penelitian ini menggunakan teknik An Individual Demonstration Interview

(IDI). An Individual Demonstration Interview (IDI) adalah teknik wawancara dengan menyajikan gambar semi kuantitatif kepada orang yang diwawancarai. Siswa yang diwawancarai diminta mencermati dan melengkapi gambar semi kuantitatif itu (Sutrisno, Kresnadi, dan Kartono, 2007: 3-14). Teknik IDI digunakan karena dengan IDI dapat memfokuskan wawancara pada objek dan peristiwa nyata (Lawson dan McDermott, 1987).

(6)

penelitian. Dengan bahasa Dayak Keninjal diharapkan siswa dapat menyampaikan pemikirannya tentang perubahan wujud benda dengan mudah. Bertalian dengan itu, UNESCO Bangkok (2005) menyampaikan keuntungan penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran untuk siswa SD di antaranya adalah “mother tongue is

considered to be the best medium for early learning, and essential for the

development of minority students’ intellectual ability, serta students are quicker to

learn to read and acquire other academic skills.” Penelitian yang dilakukan oleh Mashiya (2010) juga menemukan keuntungan penggunaan bahasa ibu dalam pembelajaran yaitu: “Participation of students was extremely good” dan “Students performed very well in all their activities.” Kiranya penggunaan bahasa ibu dapat membuat siswa menyampaikan pemikirannya dengan lebih baik pada penelitian ini.

Penelitian dilakukan di SD Negeri 3 Ribang Semalan, Desa Bina Jaya Dusun Ribang Semalan Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Melawi. Masyarakat lokasi penelitian merupakan penutur asli bahasa Dayak Keninjal. Karena itu, lokasi penelitian masih murni menggunakan bahasa Dayak Keninjal dalam percakapan sehari-hari.

METODE

Bentuk penelitian adalah penelitian survey deskriptif sederhana (Azwar dan Prihartono, 2014: 16) dengan fokus miskonsepsi siswa SD tentang konsep perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air. Teknik An Individual Demonstration Interview (IDI) dalam bahasa Dayak Keninjal digunakan selama wawancara untuk menggali miskonsepsi siswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri 3 Ribang Semalan Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Melawi tahun ajaran 2015/2016. Siswa kelas V SD Negeri 3 Ribang Semalan dipilih sebagai populasi karena siswa SD tersebut menggunakan bahasa Dayak Keninjal dalam percakapan sehari-hari dan semua siswa masih murni menggunakan bahasa itu serta telah mempelajari tentang konsep daur air.

Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling (Sugiyono, 2015: 124). Sampel terdiri atas sembilan orang siswa kelas V SD Negeri 3 Ribang Semalan Kecamatan Tanah Pinoh Kabupaten Melawi tahun ajaran 2015/2016. Mereka seratus persen menggunakan bahasa Dayak Keninjal dan telah mempelajari materi daur air dua minggu sebelum penelitian.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Wawancara dilakukan dengan menggunakan teknik An Individiual Demonstration Interview (IDI) dalam bahasa Dayak Keninjal. Wawancara dikonstruksi dan dikonsultasikan dengan para ahli kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas sehingga diperoleh struktur wawancara dalam bahasa Dayak Keninjal yang layak digunakan untuk penelitian. Pengujian validitas instrumen terdiri dari pengujian kesesuaian penggunaan bahasa Dayak Keninjal dengan bahasa Indonesia dalam instrumen wawancara oleh dua guru dengan latar belakang berbahasa Dayak Keninjal dan kesesuaian indikator terhadap pertanyaan dalam instrumen wawancara oleh satu dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) FKIP Untan. Sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan mengulang kembali wawancara dengan 10 siswa seminggu kemudian di SD Negeri 6 Nanga Pinoh Kabupaten Melawi.

Wawancara pada setiap siswa diawali dengan memancing konsepsi siswa tentang daur air. Kemudian, wawancara dilanjutkan untuk menggali miskonsepsi siswa tentang penguapan, pengembunan, pengendapan, dan perembesan. Data yang diperoleh berupa video rekaman dan catatan siswa yang kemudian disalin ke dalam bentuk transkripsi wawancara.

Data hasil penelitian dianalisis dengan cara membandingkan konsepsi siswa dengan konsepsi ilmuwan yang mengacu pada situs United States Geological Survey (USGS), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Earth Observatory, Wikipedia, Glenelg Hopkins CMA, dan A Plus Physics. Hasil analisis data berupa miskonsepsi siswa tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel miskonsepsi siswa untuk tiap konsep. Berikut disajikan miskonsepsi yang dimiliki siswa tentang perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air.

Penguapan

No. Miskonsepsi Jumlah

Siswa 1. Penguapan terjadi hanya jika air terkena sinar matahari. 2

2. Penguapan terjadi karena ada hujan. 3

3. Penguapan terjadi karena ada suhu. 2

4. Penguapan terjadi karena butiran air di dalam awan semakin banyak.

1

5. Penguapan terjadi karena ada suhu dingin dari air laut. 1 6. Pada malam hari, air menguap karena awan masih panas oleh

sinar matahari.

1

7. Air yang menguap hanya dari air danau, sungai, dan laut. 3 8. Air yang menguap hanya dari air danau dan laut. 1 9. Air yang menguap hanya dari air danau dan sungai. 2

10. Air mengembun setelah proses penguapan. 2

(8)

12. Air yang menguap berubah wujud menjadi awan. 2

13. Air yang menguap menjadi air hujan. 1

14. Suhu menarik air ke awan. 1

15. Perubahan wujud pada proses penguapan adalah dari cair menjadi padat.

3

16. Perubahan wujud pada proses penguapan adalah dari gas menjadi padat.

1

17. Pada proses penguapan terjadi perubahan suhu. 4 18. Pada proses penguapan, suhu berubah dari dingin menjadi

hangat.

1

19. Pada proses penguapan terjadi perubahan suhu karena suhu panas.

1

Pengembunan

No. Miskonsepsi Jumlah

Siswa 1. Air mengembun karena disinari oleh matahari. 1 2. Pengembunan terjadi karena ada tetesan air hujan. 1

3. Pengembunan terjadi karena turun hujan. 1

4. Pengembunan terjadi karena air menguap. 2

5. Pengembunan terjadi karena ada banyak embun. 1 6. Pengembunan terjadi karena ada asap dari bumi. 1 7. Pengembunan terjadi karena udara panas membekukan air. 1

8. Awan berwujud gas. 1

9. Embun adalah awan. 2

10. Embun adalah air yang mengembun dari tanah. 1

11. Embun seperti awan 1

12. Embun adalah suhu air. 1

13. Embun adalah awan mendung. 1

14. Perubahan wujud pada proses pengembunan adalah dari padat menjadi gas.

1

15. Perubahan wujud pada proses pengembunan adalah dari gas menjadi padat.

1

16. Perubahan wujud pada proses pengembunan adalah dari pada menjadi cair

1

17. Perubahan wujud pada proses pengembunan adalah dari asap menjadi embun.

1

18. Perubahan wujud pada proses pengembunan adalah dari cair menjadi padat.

3

(9)

Pengendapan

No. Miskonsepsi Jumlah

Siswa

1. Hujan terjadi karena awan menguap. 1

2. Hujan terjadi karena awan mendung. 2

3. Hujan terjadi karena ada banyak awan dan awan mendung. 1 4. Hujan terjadi karena ada proses penguapan. 1 5. Hujan terjadi karena air di dalam awan menguap. 1 6. Hujan terjadi karena uapan air menguap dari udara panas. 1 7. Hujan terjadi karena titik-titik air di dalam awan banyak. 2

Perembesan

No. Miskonsepsi Jumlah

Siswa 1. Air masuk ke dalam tanah karena ada gerakan air di dalam

tanah.

1

2. Air masuk ke dalam tanah karena tetesan air hujan jatuh ke dalam tanah.

1

3. Air masuk ke dalam tanah karena dihisap oleh tanah. 2 4. Air masuk ke dalam tanah karena penguapan menarik air

masuk ke dalam tanah.

1

5. Air masuk ke dalam tanah karena ada penguapan air. 1 6. Air masuk ke dalam tanah karena ada lubang di dalam tanah. 2

Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan selama satu hari. Wawancara pada setiap siswa dilaksanakan dengan rentang waktu 10-15 menit mengenai perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air dalam bahasa Dayak Keninjal bahasa ibu pada siswa. Penggunaan bahasa ibu diharapkan membantu siswa menyampaikan konsepsinya dengan lebih leluasa dan lebih baik. Pewawancara sendiri berbahasa ibu Dayak Keninjal sehingga dianggap mahir dalam menggunakan bahasa Dayak Keninjal. Kemahiran menggunakan bahasa Ibu oleh pewawancara pada penelitian ini dapat memperlancar wawancara.

Wawancara menggunakan teknik An Individual Demonstration Interview

(IDI). Pada teknik ini, wawancara diawali dengan menyajikan gambar tentang peristiwa alam daur air. Kemudian, wawancara berlangsung dan siswa diminta untuk melengkapi gambar itu. Pada saat wawancara berlangsung, wawancara tetap dilanjutkan ke pertanyaan berikutnya apabila siswa tidak mengetahui jawaban pertanyaan. Sebagai contoh ketika ditanya “kalau diti disobut proses apai am?”

(kalau di sini disebut proses apa?), siswa menjawab “nabut panai” (tidak tahu),

pewawancara tetap melanjutkan wawancara ke pertanyaan berikutnya.

(10)

pada situs United States Geological Survey (USGS), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Earth Observatory, Wikipedia, Glenelg Hopkins CMA, dan A Plus Physics sehingga diperoleh miskonsepsi siswa dan mengelompokkan miskonsepsi siswa tersebut ke dalam tiap-tiap konsep (penguapan, pengembunan, pengendapan, dan perembesan).

Sebagian miskonsepsi yang ditemukan mirip dengan miskonsepsi yang ditemukan pada penelitian terdahulu (Bar, 1989; Bar dan Galili, 1994; Bar dan Travis, 1991; Malleus, Kikas, dan Kruus, 2016; Russel, Harlen, dan Watt, 1989; Savva, 2014; Silvianty, 2016; Taiwo, Ray, Motswiri, dan Masene, 1999). Pada proses penguapan, siswa mengganggap “penguapan panai nyadi karena kena’

matahari ngatuh aik panas” (penguapan terjadi hanya jika air terkena sinar

matahari). Pandangan ini menjelaskan bahwa siswa berpikir jika tidak ada matahari maka penguapan tidak terjadi. Silvianty (2016) dalam penelitiannya terhadap 12 siswa SD menemukan miskonsepsi serupa.

Sementara itu, miskonsepsi seperti “air menguap ke awan tetap jadi air

(air yang menguap menuju ke awan tetap menjadi air) juga muncul pada siswa. Siswa berpikir tidak terjadi perubahan wujud air pada proses penguapan. Hal ini konsisten dengan temuan Russel, Harlen, dan Watt (1989) yang meneliti konsepsi siswa tentang “evaporation from the water tank”, yaitu “the water from puddles go to the clouds” dan “water moving unchanged form”.

Miskonsepsi paling menarik yang dimiliki siswa adalah “suhu narek aik ke awan” (suhu menarik air ke awan). Tidak terjadi penguapan (perubahan wujud air), siswa menganggap suhu yang membawa (menarik) air menuju awan, awan dianggap sebagai tempat penyimpanan. Pemikiran siswa ini sesuai dengan hasil temuan terdahulu (Bar, 1989; Taiwo, Ray, Motswiri, dan Masene, 1999; Russel, Harlen, dan Watt, 1989; Savva, 2014). Bar (1989) meneliti 300 siswa dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama kelas IX mengatakan siswa berpikir “the clouds are kept about the sky (or “in the sky”), clouds are bags of water; clouds enter the sea and collect water”. Jadi, daur air hanya dalam bentuk air, tidak terjadi perubahan wujud air, serta air masuk ke dalam awan. Namun, dalam miskonsepsi tersebut siswa menganggap awan, angin, dan matahari sebagai agen yang memindahkan air sedangkan miskonsepsi dalam penelitian ini menggunakan suhu.

Sejumlah miskonsepsi ditemukan juga pada konsep pengembunan. Mayoritas siswa tidak menyebutkan ada proses pengembunan pada daur air. Hal ini dikarenakan siswa tidak mengetahui ada proses pengembunan pada daur air. Ada siswa yang menganggap “awan wujud e gas” (awan berwujud gas). Bar

(1989) menginvestigasi tentang wujud awan, akan tetapi siswa menganggap “clouds are made from vapor of kettles”, “clouds are created from vapor coming from many water resources”, dan “clouds contain water”. Selanjutnya, Taiwo, Ray, Motswiri, dan Masene (1999) menginvestigasi miskonsepsi siswa dan menemukan sebagian siswa mengganggap “clouds are formed by water in the

(11)

(pengembunan terjadi karena ada banyak embun). Miskonsepsi siswa tentang embun antara lain: siswa menganggap: “omut yang uba awan bah” (embun seperti

awan); “omut tu awan” (embun adalah awan); “omut muha ari” (embun adalah

awan mendung).

Beberapa miskonsepsi yang ditemukan tidak hanya pada konsep penguapan dan pengembunan, tetapi juga pada konsep pengendapan. Hujan terjadi karena “awan nguap” (awan menguap); “aik dalam awan nguap” (air di dalam awan

menguap). Malleus, Kikas, dan Kruus (2016) meneliti miskonsepsi 177 siswa kelas II, IV, dan VI SD tentang awan, hujan, dan pelangi menemukan pandangan serupa untuk siswa kelas IV, yaitu: siswa menjawab “the clouds evaporate” ketika ditanya “Why does it start to rain?.

Beberapa siswa menganggap hujan terjadi karena “busik muha ari” (awan

mendung); “banyak awan dan banyak muha ari” (ada banyak awan dan awan

mendung). Miskonsepsi ini sama seperti hasil investigasi Taiwo, Ray, Motswiri, dan Masene (1999), “when clouds become heavy and black, they develop into

rain”, “it rains because clouds turn black”. Demikian juga, Malleus, Kikas, dan Kruus (2016) mengatakan siswa kelas IV memiliki miskonsepsi serupa (“there

are dark clouds in the sky”).

Sebagai tambahan, Savva (2014) menemukan siswa yang menganggap bahwa hujan datang dari awan hitam (“rain comes from black clouds”). Jadi,

siswa mengira hujan akan terjadi jika awan menjadi mendung (berubah warna menjadi hitam atau menjadi gelap). Hal ini sesuai dengan pendapat Bar dan Travis (1991), yaitu: “... tendency of young children to give concrete explanation”. Siswa

mengamati secara nyata hujan akan terjadi apabila awan mendung sehingga penjelasan siswa akan berdasarkan hal konkrit yang dialaminya (awan mendung sebelum hujan terjadi).

Selanjutnya, pada konsep perembesan, ditemukan beberapa miskonsepsi yang dimiliki siswa antara lain air masuk ke dalam tanah karena dihisap oleh tanah; “busik lubak” (ada lubang di dalam tanah); dan “penguapan narek aik ke lam tanah” (ada penguapan). Mayoritas siswa tidak mengetahui ada proses

perembesan pada daur air. Dapat disimpulkan siswa mengungkapkan atau mengembangkan pemikiran mereka sendiri dalam menjelaskan konsepsinya (Silvianty, 2016).

Penemuan dalam penelitian ini menegaskan bahwa siswa menyampaikan konsepsinya hanya sebatas pemikirannya sendiri (Silvianty, 2016). Di samping itu, siswa cenderung menjelaskan konsepsinya secara konkrit (Bar dan Travis, 1991). Ini bertepatan dengan teori perkembangan kognitif Piaget yang mengatakan bahwa siswa SD masih berada dalam tahap perkembangan kognitif operasional konkrit akan sulit memahami hal-hal yang bersifat abstrak (Wood, Smith, dan Grossniklaus, 2001). Oleh karena itu, siswa cenderung menjelaskan suatu konsep berdasarkan hal konkrit.

(12)

Penelitian ini dapat membantu guru dalam pembelajaran dengan memberikan informasi tentang miskonsepsi siswa secara khusus mengenai perubahan wujud benda dalam peristiwa alam daur air. Guru sebaiknya memahami miskonsepsi yang dimiliki siswa sehingga dapat dikurangi.

Siswa memahami pertanyaan dalam bahasa Dayak Keninjal dengan cepat ketika wawancara berlansung. Akan tetapi, ada beberapa siswa cenderung menjawab pertanyaan dalam Bahasa Indonesia (sebagai bahasa kedua siswa). Ada kesan siswa merasa janggal menjawab pertanyaan menggunakan bahasa Dayak Keninjal (sebagai bahasa Ibu siswa) kepada pewawancara (orang asing).

Siswa menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Bahasa ibu hanya digunakan oleh guru ketika siswa sulit memahami materi yang diajarkan. Ketika diwawancara, empat dari sembilan siswa lebih dominan menggunakan bahasa Dayak Keninjal. Hampir seluruh pertanyaan dari pewawancara dijawab menggunakan bahasa Dayak Keninjal. Sedangkan, sisanya, lima siswa kadang menggunakan bahasa Dayak Keninjal dan kadang menggunakan bahasa Indonesia dalam menjawab pertanyaan dari pewawancara.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan gambar tentang daur air sehingga dapat dikatakan pewawancara tidak menggunakan demonstrasi langsung ketika wawancara. Jadi, dalam wawancara IDI, pewawancara dapat menggunakan demonstrasi langsung agar wawancara dapat lebih terfokus pada objek atau peristiwa nyata.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: penelitian ini hanya menggali miskonsepsi siswa sehingga tidak diketahui penyebab miskonsepsi yang dimiliki siswa dan jumlah sampel penelitian kecil. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya untuk mencari penyebab dan mengatasi miskonsepsi siswa disarankan. Selain itu, melakukan penelitian serupa pada konsep IPA yang lain untuk tujuan pengembangan model wawancara dan penelitian dengan jumlah sampel yang besar.

Selanjutnya, siswa telah mempelajari materi daur air dua minggu sebelum penelitian sehingga rentang waktu pembelajaran materi daur air dengan wawancara cukup jauh. Dikhawatirkan ingatan siswa berkurang mengenai materi daur air. Karena itu, disarankan melakukan penelitian dengan rentang waktu yang dekat. Kemudian, tidak ada interaksi awal dengan siswa sebelum wawancara juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini sehingga siswa kurang berani bicara dan menulis pada saat wawancara. Sebaiknya dilakukan interaksi dengan siswa sebelum wawancara agar responden menjadi lebih berani berbicara dan menulis.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(13)

banyak awan dan awan mendung; ada proses pengembunan dan penguapan; air di dalam awan menguap; uapan air menguap dari udara panas; titik-titik air di dalam awan banyak. Air masuk ke dalam tanah karena ada gerakan air di dalam tanah; air hujan jatuh ke dalam tanah; dihisap oleh tanah; penguapan menarik air masuk ke dalam tanah; ada penguapan air; ada lubang di dalam tanah.

Selanjutnya, tujuh dari sembilan siswa tidak menyebutkan ada konsep pengembunan pada daur air seperti: terjadi proses awan terbentuk; nabut/nada panai (tidak tahu), awan menjadi mendung; proses unak turun hujan (proses mau turun hujan); proses awan, klupai gam ku (proses awan, lupa juga saya); penghujanan. Kemudian, enam dari sembilan siswa tidak menyebutkan ada konsep perembesan pada daur air, seperti air mengalir ke laut; aik mengalir ke sungai (air mengalir ke sungai); nungok lo, nada panai gam, hujan mengalir ke laut (tunggu dulu, tidak tahu juga, hujan mengalir ke laut); nabut panai (tidak tahu), proses pengaliran air tanah; penguapan.

Saran

Saran yang disampaikan berdasarkan hasil penelitian adalah dilakukan penelitian pada konsep IPA yang lain dengan menggunakan teknik An Individual Demonstration Interview (IDI) untuk tujuan pengembangan model wawancara dan penelitian dengan jumlah sampel yang besar. Selain itu, tidak ada interaksi awal dengan siswa sebelum wawancara juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini sehingga siswa kurang berani bicara dan menulis pada saat wawancara. Sebaiknya dilakukan interaksi dengan siswa sebelum wawancara agar responden menjadi lebih berani berbicara dan menulis. Tambahan pula, sebaiknya sekolah dan guru lebih memberikan kesempatan penggunaan bahasa Ibu dalam pembelajaran di sekolah.

Pada penelitian ini hanya menggali miskonsepsi siswa sehingga tidak dapat diketahui penyebab miskonsepsi yang dimiliki siswa. Oleh sebab itu, disarankan melakukan penelitian serupa untuk mencari penyebab dan mengatasi miskonsepsi siswa. Disamping itu, disarankan juga melakukan penelitian dengan rentang waktu pembelajaran materi dengan wawancara yang tidak terlalu jauh karena dikhawatirkan ingatan siswa berkurang mengenai materi itu.

DAFTAR RUJUKAN

Azwar, A. & Prihartono, J. (2014). Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Batam: Binarupa Aksara.

Bar, V. (1989). Children’s Views about the Water Cycle. Science Education, 73(4), 480-500.

Bar, V. & Galili, I. (1994). Stages of Children's Views about Evaporation. International Journal of Science Education, 16: 157-174.

(14)

Ben-zvi-Assarf, O. & Orion, N. (2005). A Study of Junior High Students' Perceptions of the Water Cycle. Journal of Geoscience Education, 53: 366-373.

Best, J.W. & Kahn, J.V. (2006). Research in Education. (Tenth Edition).

Boston: Pearson Education Inc. (Online).

(https://www.academia.edu/5382594/Research_in_Education_Tenth_Editio n_, dikunjungi 18 Oktober 2015).

Burhanuddin. (2010). Miskonsepsi dalam Pelajaran Fisika: Sebuah Rangkuman Meta-Etnografi Skripsi-skripsi Penelitian Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Untan 2007-2009. Pontianak: Skripsi. FKIP Untan.

Cardak, O. (2009). Science Students’ Misconceptions of the Water Cycle According to their Drawings. Journal of Applied Sciences, 9: 865-873. Clara Neta. (2012). Miskonsepsi Siswa Kelas III dan IV (Kelas Rangkap) SDN

47 Sekadau pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud Benda. Pontianak: Skripsi. FKIP Untan.

Djanette, B. & Fouad, C. (2014). Determination of Students’ Misconceptions about Light Using Concept Maps. Procedia Social and Behavioral Sciences, 152: 582-589.

Gurel, D.K., Eryilmaz, A. & McDermott, L.C. (2015). A Review and Comparison of Diagnostic Intruments to Identify Students’ Misconceptions in Science. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 11: 989-1008.

Henriques, L. (2002). Children's Ideas about Weather: A Review of the Literature. School Science and Mathematics, 102: 202-215.

Lawson, R.A. & McDermott, L.C. (1987). Student Understanding of the Work-energy and Impulse-momentum Theorems. American Journal of Physics, 55: 811-817.

Malleus, E., Kikas, E. & Kruss, S. (2016). Students’ Understanding of Cloud and Rainbow Formation and Teachers’ Awareness of Students’ Performance. International Journal of Science Education, 38: 993-1011.

Mashiya, N. (2010). Mother Tongue Teaching at the University of KwaZulu-Natal: Opportunities and Threats. Alternation, 17: 92-107.

OECD. (2014). PISA 2012 Results in Focus: What 15-year-olds know and what they can do with what they know. (Online). (http://www/oecd/org/pisa/keyfindings/pisa-2012-results-overview.pdf, dikunjungi tanggal 18 Oktober 2015).

Ozay, E. & Oztas, H. (2003). Secondary Students’ Interpretations of Photosynthesis and Plant Nutrition (Abstrak). Journal of Biological Educational, 37: 68-70.

Russell, T., Harlen, W. & Watt, D. (1989). Children’s Ideas about Evaporation. International Journal of Science Education, 11: 566-576.

(15)

Savva, S. (2014). Year 3 to Year 5 Children's Conceptual Understanding of the Mechanism of Rainfall: A Comparative Analysis. Ikastorratza, e-Revista de didáctica, 12: 3-13.

Silvianty, A. (2016). Miskonsepsi Siswa SD tentang Perubahan Wujud Benda: Digali Menggunakan Wawancara dalam Bahasa Ibu-Bahasa Melayu Sambas. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 5(4).

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. (Cetakan ke-21). Bandung: Alfabeta.

Suparno, P. (2013). Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika. (Cetakan ke-2). Jakarta: Grasindo.

Sutrisno, L. (2007). Menyusuri Pembelajaran Sains 1. (Online). (http://id.scribd.com/doc/4595266/draf-menyusurui-pembelajaran-sains-1-siap, dikunjungi 18 Oktober 2015).

Sutrisno, L., Kresnadi, H. & Kartono. (2007). Pengembangan Pembelajaran IPA SD. Jakarta: PJJ S1 PGSD.

Taiwo, A.A., Ray, H., Motswiri, M.J., & Masene, R. (1999). Perceptions of the Water Cycle Among Primary School Children in Botswana. International Journal of Science Education, 21: 413-429.

Thomson, F. & Logue, S. (2006). An Exploration of Common Student Misconception in Science. International Education Journal, 7: 553-559. Tytler, R. (2000). A Comparison of Year 1 and Year 6 Students' Conceptions of

Evaporation and Condensation: Dimensions of Conceptual Progression. International Journal of Science Education, 22: 447-467.

Treagust, D.F., dkk. (2010). Evaluating Students’ Understanding of Kinetic Particle Theory Concepts Relating to the States of Matter, Changes of States and Diffusion: A Cross National Study. International Journal of Science and Mathermatics Education, 8: 141-164.

Trowbridge, D.E. & McDermott, L.C. (1980). Investigation of Student Understanding of The Concept of Velocity in One Dimension. American Journal of Physics, 48: 1020-1080.

UNESCO Bangkok. (2005). First Language First: Community-based Literacy Programmes for Minority Language Contexts in Asia. (Online). (http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001402/140280e.pdf, dikunjungi 19 Januari 2016).

Referensi

Dokumen terkait

tolak ukur dari pada efektifitas penegakan hukum 17. Menurut Sugeng Riono, Ketua Pengadilan Negeri Denpasar, bahwa pelaksanaan tugas hakim wasmat selama ini masih

Table Basic unit of storage; composed of rows View Logically represents subsets of data from.. one or

Dalam konsideran menimbang , dapat dipahami bahwa hukum adat Dapek Salah seyogyanya merupakan hukum adat yang memang ada, lahir tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kota

Pasal tersebut menjadi dasar daripada adanya Perdana Mentri dalam system Pemerintahan NKRI ini, hal ini menjadi kontradiktif dengan Bentuk Negara yang ada didalam Pasal 1 UUDS 1950

Penelitian terdahulu menggunakan responden yang berasal dari Merauke dan untuk.. penelitian sekarang menggunakan responden yang berada di Surabaya,

Dampak perubahan status peserta pensiun terhadap penerapan sistem pencatatan akuntansi dana pensiun pada PT Taspen (Persero) KCU Surabaya adalah pencatatan

Yang terjadi dengan teks yang diberi animasi dengan pengaturan seperti diatas adalah seper ti berikut ini, kecuali ….. Pergerakan animasi sangat cepat

Jika ada form yang belum diisi, maka sistem akan memberitahukan anda ketika tombol Lanjut diKlik... Input Riwayat