• Tidak ada hasil yang ditemukan

Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar: sebuah tinjauan repertoire

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar: sebuah tinjauan repertoire"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

LITA LISTYANINGRUM

C0205037

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

Disusun oleh LITA LISTYANINGRUM

C0205037

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Dra. Murtini, M.S. NIP 195707141983032001

Mengetahui

Ketua Jurusan Sastra Indonesia

(3)

iii

SONGLIT SEBELUM CAHAYA KARYA KARLA M. NASHAR:

Sebuah Tinjauan Repertoire

Disusun oleh LITA LISTYANINGRUM

C0205037

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal 21 April 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag. NIP 196206101989031001 Penguji II Drs. Sholeh Dasuki, M.S.

(4)

PERNYATAAN

Nama : Lita Listyaningrum NIM : C0205037

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan Repertoire” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, April 2010 Yang membuat pernyataan,

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk Keluarga tersayang terutama Bapak dan Mama tercinta,

(6)

MOTTO

Ada obsesi, ada jalan

(Star Mild)

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya.

Penulis sangat berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan dorongan yang telah diberikan oleh semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung demi tersusunnya skripsi ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut.

1. Drs. Sudarno, M.A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi. 2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Universitas

Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan dorongan dan kemudahan selama penyusunan skripsi.

3. Dra. Murtini, M.S., sebagai pembimbing skripsi, yang telah memberikan arahan, perhatian, dan kesabaran secara penuh selama berlangsungnya penyusunan skripsi.

4. Miftah Nugroho, S.S., M.Hum., sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan semangat dan dorongan untuk segera menyelesaikan skripsi. 5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah membimbing dan membekali ilmu pengetahuan.

(8)

7. Kawan-kawan Sastra Indonesia angkatan 2005 Universitas Sebelas Maret Surakarta: Nina, Ephit, Dea, Pinda, Mami, serta Ian, Said, Eko, Alif, Opix, Mila, Septi, Hendry, Erwin, Nisa, Andi, Ruri, Indah, Lina, Sinta, Maya, Ana, Canggih, Wiwit, A’am, Agus, Sigit, Wira, dan Mas Muryanto terima kasih atas kebersamaannya.

8. Keluarga UKM Kalpadruma terutama Mas Topx, Mas Irfan, Mas Nug, Mas Duhri, Mbak Moen2, dan Syifa atas semua bantuannya. Hari-hariku lebih berwarna bersama kalian.

9. Sobat-sobatku tercinta: Tika, Ita, Vitria, Nur Rohmah, Vivie, atas kebersamaannya sepanjang waktu. Mari berjuang mewujudkan mimpi-mimpi kita.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan karya ini. Semoga ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra Indonesia pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Terima kasih.

Surakarta, April 2010

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAK ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan Masalah ... 8

C. Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ... 12

A. Kajian Terdahulu... 12

B. Kajian Pustaka... 14

C. Kerangka Pikir ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

(10)

B. Pendekatan ... 24

C. Sumber Data... 25

D. Data ... 26

E. Objek Penelitian ... 26

F. Teknik Pengolahan Data ... 27

BAB IV ANALISIS... 28

A. Tema, Estetika dan Efek ... 30

B. Horison... 37

1. Segmen tentang Mimpi ... 37

2. Segmen Cinta Sejati ... 39

3. Segmen Memegang Teguh Janji ... 42

4. Estetika dan Efek ... 44

C. Kebudayaan... 46

1. Produksi Kebudayaan ... 46

2. Socio-genesis Kebudayaan ... 49

3. Psicho-genesis Kebudayaan ... 53

4. Estetika dan Efek ... 57

BAB V PENUTUP ... 59

A. Simpulan ... 59

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lirik Lagu Sebelum Cahaya... 66

Lampiran 2 Sinopsis Songlit Sebelum Cahaya... 67

Lampiran 3 Artikel-artikel yang menunjang penelitian ... 71

(12)

ABSTRAK

Lita Listyaningrum. C0205037. 2010. Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan Repertoire. Skripsi: Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu? (2) Bagaimanakah manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. (2) Mendeskripsikan manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan resepsi sastra, khususnya teori repertoire Iser. Data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, kalimat, klausa, atupun alinea yang merupakan unsur-unsur pembentuk repertoire Songlit Sebelum Cahaya dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. Objek kajian dalam penelitian ini adalah repertoire Songlit Sebelum Cahaya. Teknik analisis data melalui beberapa tahap menurut Miles dan Huberman meliputi reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan/verifikasi.

Dari analisis ini dapat disimpulkan beberapa hal: (1) repertoire dalam

(13)

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Karya sastra kini beragam jenisnya, bukan hanya sebatas pada puisi, novel, dan cerpen, melainkan sekarang muncul songlit. Secara epistemologis, songlit

berasal dari kata song dan literature. Song berarti lagu dan literature berarti tulisan atau karya sastra. Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa songlit adalah jenis karya sastra yang diciptakan berdasarkan lagu, atau dengan kata lain songlit merupakan pengalihbentukan lagu (media audio-visual) ke media tulisan. Sapardi Djoko Damono (2005:96) menyebutnya sebagai alih wahana, yakni perubahan dari satu jenis kesenian ke jenis kesenian lain.

Fanabis (dalam www.fanabis.blogsome.com tanggal 1 Agustus 2007) menyatakan bahwa songlit atau song literature biasanya mengusung cerita-cerita ringan seputar remaja metropolitan yang dihasilkan dari penafsiran ulang sebuah lagu, yang sedang atau pernah hit. Selain itu, salah satu artikel dalam

www.wisata-buku.com tanggal 18 Agustus 2008 mengungkapkan bahwa songlit

merupakan sebuah genre yang mengangkat ide tema lagu-lagu tenar nan inspirasional milik suatu grup musik di Tanah Air.

(14)

visi mengangkat dunia buku di Indonesia menjadi sesuatu yang terkenal dan menjadikan buku diminati oleh banyak orang.

Umi Kulsum menjelaskan bahwa kejelian membaca pasar dan keberanian menentukan pilihan adalah sebuah konsekuensi mutlak bagi para pendiri GagasMedia. Oleh karena itu, tentu saja harus dipikirkan dengan baik sebuah buku yang tingkat keterbacaannya tinggi dan mudah diserap oleh berbagai kalangan khususnya remaja. Untuk dapat terus mengikuti selera remaja, GagasMedia membangun sebuah komunitas yang disebut groupies sebagai pembaca naskah yang belum diterbitkan. Kelompok ini kemudian dikelola untuk melihat keinginan remaja akan novel yang mereka butuhkan, bahkan dari groupies

inilah mereka melihat sebuah tren baru yang dapat dilakukan GagasMedia.

Menindaklanjuti hal tersebut, GagasMedia mencoba sebuah terobosan baru dengan menerbitkan songlit, yaitu menovelkan sebuah lagu yang sangat familiar di kalangan remaja atau membuat sebuah cerita fiksi yang idenya diangkat sama persis dengan sebuah lagu. Tujuan songlit yaitu menunjukkan kepada pembaca ataupun calon pembaca bahwa membaca merupakan kegiatan yang tidak membosankan. Membaca dapat juga menyenangkan seperti mendengarkan lagu. Songlit merupakan upaya untuk menafsirkan lagu dalam bentuk lain. Tidak hanya menghibur, tetapi keduanya (lagu dan songlit) juga sebagai media yang memberikan informasi, seperti kata Horatius bahwa fungsi karya sastra yakni dulce et utile yang berarti menghibur sekaligus bermanfaat.

(15)

xv

lewat karya sastra. Selain itu, sastra bisa juga sebagai sarana komunikasi antara pengarang dengan pembaca.

GagasMedia (dalam Karla M. Nashar, 2008:v-vi) mengungkapkan bahwa

Songlit adalah upaya untuk menjadikan buku sebagai sebuah gaya hidup. Membaca itu very entertaining. Sesuatu yang menghibur sekaligus mengayakan. Satu media yang menstimulasi kita untuk terus melahirkan ide-ide luar biasa. Sesuatu yang memacu kita untuk terus berbagi dengan yang lain. Sekaligus yang membuka mata kita, bahwa tak ada sekat di dunia ini. Buku bisa menyatu dengan musik. Semuanya melebur. Semuanya adalah satu bagian menjadi proses yang harusnya berguna bagi siapa saja.

GagasMedia bekerja sama dengan beberapa musisi untuk proyek songlit

perdananya seperti Ratu, Letto, Souljah, dan Senyawa. Perwujudan kerja sama ini adalah diterbitkannya empat novel sekaligus pada tanggal 31 Juli 2007, yakni:

Lelaki Buaya Darat (adaptasi dari lirik lagu Ratu) yang ditulis oleh Nina Ardianti,

Ruang Rindu (adaptasi dari lirik lagu Letto) yang ditulis oleh Andi Eriawan,

Bersamamu (adaptasi dari lirik lagu Souljah) yang ditulis oleh Tessa Intanya, dan

Gerimis (adaptasi dari lirik lagu Senyawa) yang ditulis oleh Feby Indirani.

(16)

Objek dalam penelitian ini bukan keempat songlit yang telah disebutkan, melainkan hanya Songlit Sebelum Cahaya (adaptasi dari lirik lagu Letto) karya Karla M. Nashar. Peneliti memilih Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar untuk dijadikan objek kajian dalam penelitian ini disebabkan beberapa hal. 1. Songlit merupakan genre baru dalam dunia sastra.

2. SonglitSebelum Cahaya terinspirasi dari lagu yang sangat terkenal milik Letto dengan judul yang sama dan merupakan lagu andalan di album kedua Letto,

Don’t Make Me Sad.

3. Penggunaan kata atau kalimat-kalimat yang tepat dan menarik dalam songlit

ini dapat mengungkapkan kesedihan, kegembiraan, kepedihan, tangisan, serta semua unsur perasaan manusia sehingga teraktualisasikan dengan baik.

4. Belum adanya penelitian sejenis dari songlit ini menjadi alasan yang mendorong peneliti untuk membahas permasalahan-permasalahan yang ada, dengan menggunakan teori repertoire.

5. Banyak komentar dan tanggapan tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya.

6. Sebagian dari hasil penjualan Songlit Sebelum Cahaya akan didedikasikan untuk pengembangan buku bacaan berhuruf braille sebagai bahan pustaka dan pengadaan buku bacaan bagi kaum tunanetra, lewat Yayasan Mitra Netra, Jakarta (sumber Syafruddin Azhar dalam www.tabloidparle.com tanggal 14 Februari 2008).

Songlit Sebelum Cahaya merupakan adaptasi dari Lagu Sebelum Cahaya

(17)

xvii

mereka telah mengeluarkan tiga album, Truth, Cry, and Lie, Don’t Make Me Sad, dan Lethologica. Kepopuleran lagu-lagu Letto menjadi inspirasi beberapa orang untuk menjadikannya sebuah novel. Terbukti, sudah dua novel (songlit) terinspirasi oleh lagu Letto. Songlit pertama adalah Ruang Rindu karya Andi Eriawan diadaptasi dari lagu dengan judul yang sama pada album Truth, Cry, and Lie dan songlit kedua yaitu Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar – yang menjadi fokus dalam penelitian ini – merupakan lagu andalan dengan judul yang sama di album kedua Letto, Don’t Make Me Sad.

SonglitSebelum Cahaya terbit 5 Februari 2008, selang enam bulan setelah album Don’t Make Me Sad dirilis, yaitu pada tanggal 17 Agustus 2007. Album tersebut mendapatkan penghargaan double platinum (penjualan lebih dari 300.000 kopi) dari labelnya Musica Studio hanya dalam selang waktu kurang dari empat bulan setelah album ini dirilis (sumber www.kapanlagi.com tanggal 5 November 2007).

Karla M. Nashar penulis Songlit Sebelum Cahaya, bukan orang baru dalam dunia sastra. Beberapa novelnya telah terbit, seperti Bellamore: A Beautiful Love To Remember (2007), From Batavia with Love (2007), Sebelum Cahaya

(2008), Love, Hate, and Hocus-Pocus (2008), dan Forever Yours (2009). Mengenai Songlit Sebelum Cahaya, Karla mengaku pembuatan songlit adalah upaya memperluas sebuah karya seni dengan karya seni lain dalam media berbeda (www.karlamnashar.blogdrive.com). Ia merasa tertarik untuk memvisualisasikan lagu Sebelum Cahaya ke dalam bentuk novel atas dasar lagunya yang sangat romantis. Selain itu, liriknya sangat abstrak dan puitis (dalam

(18)

Songlit sebagai sebuah karya sastra, baru mempunyai makna apabila ia telah hidup dalam diri pembacanya. Penulis bukanlah sebagai pemberi makna tunggal dari teks yang dihasilkannya. Dengan demikian perlu kehadiran pembaca sebagai faktor yang dominan dan utama dalam penentuan makna. Oleh karena itu, pendekatan resepsi sastra yang melihat pembaca sebagai pemberi makna. Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya, sehingga dapat memberikan respon atau tanggapan terhadapnya.

Salah satu tokoh teori resepsi sastra adalah Wolfgang Iser. Teori resepsi sastra Iser biasa disebut respon estetik yang menekankan pada efek, yaitu cara sebuah teks mengarahkan reaksi-reaksi pembaca untuk mendekatinya. Kemunculan Songlit Sebelum Cahaya terjadi karena ada sambutan dari pembaca (sekaligus sebagai pendengar). Pembaca (dalam hal ini Karla M. Nashar) menerima teks Lagu Sebelum Cahaya dan memberikan tanggapan berupa penulisan dalam genre lain cerita lagu tersebut. Alih wahana (meminjam istilah Sapardi Djoko Damono) dari lagu menjadi songlit memerlukan ide dan kreativitas pengarangnya dengan melibatkan nilai-nilai estetik untuk menghasilkan sebuah karya baru yang tidak sama dengan karya sebelumnya. Hasil dari penulisan adalah

SonglitSebelum Cahaya. Penyambutan ini merupakan bentuk dari respon estetik.

Songlit Sebelum Cahaya sebagai sebuah karya transformasi, tentunya mempunyai unsur-unsur penciptaan yang berkaitan dengan karya terdahulunya. Untuk mengungkap dan membeberkan unsur-unsur tersebut diperlukan repertoire.

(19)

xix

depan (foreground) yang dituju pengarang melalui karyanya. Ruang lingkup dalam suatu teks dapat berupa pengalaman pembaca, referensi-referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu.

Pendistribusian repertoire diantara perspektif-perspektif yang berbeda membutuhkan kriteria agar dapat dilakukan evaluasi elemen-elemen terseleksi, dan efektivitas untuk kepentingan itu hanya dapat dilakukan melalui interaksi tema dan horison. Tema adalah konstitusi pandangan tentang pembaca yang terlibat pada satu momen tertentu. Horison adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dari satu titik.

Usaha mengungkap repertoireSonglitSebelum Cahaya memerlukan peran pembaca (peneliti) atau memerlukan realisasi. Realisasi ini sangat tergantung pada teks dan pembaca, khususnya dalam mencapai komunikasi antarkeduanya. Dalam hal ini, Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menjadi panduan yang dipakai untuk “berkomunikasi” dengan teks SonglitSebelum Cahaya.

Lagu Sebelum Cahaya dijadikan latar belakang penciptaan Songlit Sebelum Cahaya disebabkan beberapa hal.

1. Konsep atau ide cerita Songlit Sebelum Cahaya berhubungan dengan Lagu

Sebelum Cahaya Letto, karena songlit memang diciptakan berdasarkan lagu. Keduanya menceritakan kekuatan hati seseorang yang tetap setia menemani dalam keadaan apapun, baik di kala sedih atau bahagia.

(20)

Inilah yang menjadi alasan peneliti untuk memilih teori repertoire Iser, karena Songlit Sebelum Cahaya bukanlah suatu karya yang lahir tanpa terilhami oleh karya sebelumnya. Karla M. Nashar mengolah repertoire untuk melahirkan estetika dan efek pada pembaca. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini berjudul “Songlit Sebelum Cahaya Karya Karla M. Nashar: Sebuah Tinjauan

Repertoire”.

B.

Pembatasan Masalah

Permasalahan yang dapat diangkat dari sebuah Songlit Sebelum Cahaya

sangatlah beragam. Apalagi Songlit Sebelum Cahaya merupakan sebuah genre sastra baru, sehingga relatif diasumsikan memberikan kesempatan yang lebar untuk meneliti songlit ini. Penelitian bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan dan teori, misalnya mengutamakan masalah struktur karya itu, tentang proses kreatif penulisnya dalam menghasilkan songlit, semiotik yang membahas tanda/simbol yang terdapat dalam karya, dan sebagainya. Namun, dari sekian banyaknya permasalahan yang dapat diangkat dari songlit, peneliti menggunakan teori repertoire Iser karena sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin disampaikan penulis.

(21)

xxi

C.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu?

2. Bagaimanakah manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca?

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan perwujudan repertoire SonglitSebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

2. Mendeskripsikan manfaat repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

E.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Secara teoretis, penelitian ini bertujuan mengungkapkan perwujudan

(22)

mengembangkan penelitian sastra, khususnya dalam kerangka resepsi sastra, yaitu teori repertoire Iser.

2. Secara praktis, penelitian ini bertujuan memperkenalkan genre sastra baru yaitu songlit kepada masyarakat umum serta memberikan pemahaman yang dapat dipergunakan pembaca untuk lebih memahami karya, baik karya sebelum maupun sesudahnya. Lagu dan Songlit Sebelum Cahaya memberikan pengetahuan tentang arti dan semangat hidup.

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian diperlukan agar penulisan dapat dilakukan secara runtut dan sistematis.

Bab pertama berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Songlit Sebelum Cahaya merupakan genre sastra baru yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Lagu Sebelum Cahaya yang dijadikan background penciptaan Songlit Sebelum Cahaya untuk mencapai foreground (latar depan) sehingga keterkaitan kedua jenis karya sastra ini dapat dijelaskan.

(23)

xxiii

Bab ketiga berisi metode penelitian yang mencatat tentang metode, pendekatan, objek penelitian, sumber data, data, dan teknik analisis data.

Bab keempat berisi analisis pembahasan wujud repertoireSonglitSebelum Cahaya karya Karla M. Nashar dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu yaitu Lagu Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu, serta manfaat

repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Bab kelima berisi simpulan dan saran. Songlit Sebelum Cahaya diilhami dari lagu yang dinyanyikan Letto dengan judul yang sama. Keterkaitan dua karya ini dapat dilihat dari struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan yang melingkupinya. Setelah memanfaatkan aspek-aspek tersebut maka dapat diketahui peran repertoire untuk mencapai estetika dan efek kepada pembaca.

Daftar pustakaberisi referensi yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini juga dilengkapi lampiran berupa lirik Lagu Sebelum Cahaya, sinopsis Songlit Sebelum Cahaya, artikel-artikel tentang lagu ataupun Songlit Sebelum Cahaya

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.

Kajian Terdahulu

Penelitian mengenai songlit pernah dilakukan pada Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) tahun 2008 oleh Lita Listyaningrum, Siti Mas’amah, Imam Abdul Rofiq, dan Aditya Wahyu Prabowo. Namun, pembahasan penelitian ini tidak dibatasi pada jenis novel songlit, akan tetapi

teenlit dan chicklit juga dilibatkan. Selain itu, penelitian ini memanfaatkan bidang linguistik. Penelitian ini berjudul “Pemakaian Bahasa dalam Teenlit, Chicklit, dan

Songlit berkaitan dengan Upaya Pemertahanan Bahasa Indonesia: Sebuah Kajian Sosiolinguistik”.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa teenlit, chicklit, dan songlit

dianggap sebagai genre yang merusak bahasa. Meskipun ragam lisan menjadikan ketiga genre tersebut sangat dekat dengan pembacanya yakni remaja, ragam itu cenderung tidak disajikan dengan daya didik yang tinggi. Keberadaan bahasa Indonesia terkesan tidak terencana dan tidak terpola dengan baik. Termasuk pula keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan yang dipandang tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali. Tetapi, harus diakui bahwa ketiga jenis novel tersebut memperkaya khasanah kesastraan dan juga dapat menunjukkan kreativitas para novelis.

Selain penelitian di atas, penelitian yang menggunakan teori repertoire

(25)

xxv

1. Heru Marwata dalam tesisnya yang berjudul “Repertoire dalam Sri Sumarah: Analisis Respons Estetik menurut Wolfgang Iser” pada Program Studi Ilmu Sastra Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2001.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan Kayam sebagai pengarang meramu karya terdahulu (khususnya Mahabharata atau dunia pewayangan Jawa pada umumnya), norma sosial dan historis (khususnya yang berkaitan dengan peristiwa besar pemberontakan G 30 S/PKI lengkap dengan aspek-aspek yang melingkupinya), serta kultur budaya Jawa (khususnya yang berkaitan dengan priyayi) melalui pola seleksi, reduksi, dan transformasi yang dipadukan dengan misi atau visi tertentu. Kayam yang melibatkan diri sebagai pemberi interpretasi menyuguhkan kepada pembaca sebuah fiksi yang tidak disertai sebuah justifikasi. Interpretasi Kayam yang dimunculkan dalam Sri Sumarah tetap menimbulkan interpretasi bagi pembaca. Interpretasi yang berupa hasil olahan estetik itu juga menimbulkan efek pada pembaca. Interpretasi pembaca, efek yang dilahirkan teks terhadap pembaca, dan makna teks bukanlah sesuatu yang tetap. Ketiganya selalu bergerak, dinamis. Demikian pula halnya dengan fakta yang dapat dilacak pembaca dalam fiksi: ada kedinamisan.

(26)

Penelitian ini mengungkap keterkaitan karya terdahulu yakni Serat Pranacitra Roro Mendut yang dijadikan landasan penciptaan novel Roro Mendut versi YB Mangunwijaya. Repertoire dalam Roro Mendut meliputi norma historis Kerajaan Mataram abad ke-17 untuk merekonstruksi kembali peristiwa sejarah penyerangan Mataram ke Pati yang terjadi tahun 1627, norma sosial masyarakat pesisir dan priyayi Mataram untuk menunjukkan perbedaan karakteristik yang cukup mencolok antara kedua golongan masyarakat tersebut, dan sebagai keseluruhan budaya yang melingkupi teks, Mangunwijaya memilih wayang dan dunianya.

Pengarang meramu repertoire-repertoire tersebut dengan strategi tertentu sehingga mampu menimbulkan efek pada pembaca melalui pola seleksi, reduksi, modifikasi, dan transformasi yang dipadupadankan dengan visi dan misi yang dibawanya. Wayang sebagai repertoire dimanfaatkan untuk menunjukkan eksistensi perempuan di setiap bidang kehidupan sesuai dengan tema emansipasi yang ingin dikemukakan pengarangnya. Norma sosial masyarakat pesisir dimanfaatkan pengarang untuk mengedepankan sikap nasionalisme yang dalam hal ini ditunjukkan oleh Roro Mendut. Norma historis Kerajaan Mataram abad ke-17 dimanfaatkan pengarang untuk melontarkan kritik-kritiknya terhadap penguasa orde baru yang dianggap telah melenceng dari standar kebenaran.

B.

Kajian Pustaka

(27)

xxvii

tanggapan pembaca terhadap teks sastra. Keberterimaan atau tanggapan pembaca teks sastra tersebut kemudian akan dimaknai oleh pembaca atau penerimanya. Karenanya, makna tergantung bagaimana penerima melakukan konkretisasi teks sastra berdasarkan pengalamannya atas teks sastra tersebut. Pembaca akan memanfaatkan kode-kode tertentu menurut pemahamannya. Konkretisasi itu berada pada ketegangan antara struktur karya sastra dengan norma yang dominan pada masa tertentu. Dominasi norma pada kurun waktu tertentu juga mampu mengubah penilai karya sastra.

Salah satu tokoh teori resepsi sastra adalah Wolfgang Iser. Teori resepsi sastra Iser biasa disebut respon estetik yang menekankan pada efek, yaitu cara sebuah teks mengarahkan reaksi-reaksi pembaca untuk mendekatinya. Iser membuktikan bahwa teks sastra tidak dapat disamakan baik dengan objek-objek nyata dari dunia pembaca maupun dengan pengalaman pembacanya sendiri. Ketidaksamaan ini akan menghasilkan ‘tempat kosong’, dan tugas pembaca adalah mengisi tempat kosong tersebut.

(28)

Iser (1987:68) berpendapat bahwa teks dan pembaca bertemu melalui sebuah situasi yang “realisasinya” tergantung pada teks dan pembaca. Jika komunikasi kesastraan ingin mencapai keberhasilan, komunikasi itu harus terdiri dari semua komponen/elemen yang diperlukan untuk merekonstruksi situasi karena komponen itu tidak memiliki eksistensi di luar karya sastra. Konvensi-konvensi yang diperlukan untuk perekonstruksian tersebut dapat disebut sebagai

repertoire teks. Prosedur-prosedur yang diterima disebut sebagai strategi, dan partisipasi pembaca disebut sebagai realisasi.

Repertoire berhubungan erat dengan bekal yang dimiliki pembaca ketika melakukan tindak pembacaan. Bagi pembaca, bekal ini sangat menentukan pemahaman terhadap teks sastra yang dibacanya. Bekal tersebut dapat berupa pengalaman pembaca, referensi-referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu. Kaum Strukturalis Praha menyebutnya sebagai realitas “ekstratekstual”. Fakta ini mempunyai dua implikasi. Pertama, realitas ini tidak terbatas pada cetakan halaman. Kedua, elemen-elemen yang diseleksi sebagai referensi tersebut bukan hanya sebagai replika semata. Sebaliknya, keberadaan elemen-elemen tersebut berarti bahwa mereka mengalami berbagai macam perubahan/transformasi, dan hal ini adalah ciri pelengkap dari keseluruhan proses komunikasi (Iser, 1987:68).

(29)

xxix

kemampuan menjadikan hubungan-hubungan baru, tetapi pada saat yang sama tetap mempertahankan hubungan lama, paling tidak pada tingkat tertentu (dan dengan sendirinya mereka bisa memperoleh wujud penampilan baru). Sebenarnya, konteks aslinya harus tetap cukup implisit agar dapat bertindak sebagai latar belakang untuk mengimbangi signifikansi barunya. Jadi, repertoire memadukan asal-usul dan transformasi elemen-elemennya, dan individualitas teks sangat bergantung pada tingkat perubahan identitas elemen-elemen tersebut (Iser, 1987:69).

Teks sastra memungkinkan para pembacanya dapat melampaui keterbatasan situasi kehidupan nyata miliknya sendiri, bukan refleksi dari suatu realita, tetapi perluasan realita mereka sendiri. Kosik (dalam Iser, 1987:79) berpendapat bahwa setiap karya seni memiliki karakter ganda yang bersatu dan tak dapat dibagi, yaitu ekspresi realita, tetapi juga membentuk realita yang ada, bukan dengan sesudah atau sebelum karya tersebut, tetapi benar-benar ke dalam karya itu sendiri. Karya seni bukan ilustrasi konsep-konsep realita.

Repertoire meliputi penyeleksian norma-norma dan kiasan-kiasan. Norma-norma dan konvensi-konvensi ini disusun kembali oleh pembaca dan selanjutnya berpotensi estetis (fungsional), bukan hanya imitatif. Repertoire sastra mempunyai dua fungsi (Iser, 1987:81) yaitu membentuk kembali skemata familiar untuk latar belakang proses-proses komunikasi, dan menyediakan kerangka umum di mana pesan atau arti teks dapat diorganisasi. Melalui proses seleksi ini juga akan menciptakan hubungan background-foreground, elemen terseleksi berada di

(30)

Pendistribusian repertoire diantara perspektif-perspektif yang berbeda membutuhkan kriteria agar dapat dilakukan evaluasi elemen-elemen terseleksi, dan efektivitas untuk kepentingan itu hanya dapat dilakukan melalui interaksi tema dan horison (Iser, 1987:96). Tema adalah konstitusi pandangan tentang pembaca yang terlibat pada satu momen tertentu. Horison adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dari satu titik.

Tema dan horison mengorganisasi sikap pembaca dan mengkonstruksi sistem perspektif teks. Struktur ini mengkonstitusi aturan dasar untuk mengkombinasikan strategi-strategi teks, dan struktur ini memiliki beragam efek. Interaksi tema dan horison memungkinkan pembaca untuk memandang norma-norma lama dalam konteks barunya dan karenanya memungkinkan pembaca untuk memproduksi sendiri satu sistem ekuivalensi. Inilah cara bagaimana struktur tema dan horison “menyerap” pembaca ke dalam situasi historis teks, dan kemudian ia melakukan reaksi terhadapnya (respon).

Salah satu cara mengetahui repertoire dalam sebuah teks untuk merespon teks adalah melalui kebudayaan yang terdapat dalam teks tersebut. Featherstone (dalam Suwardi, 2006:24-26) mengungkapkan ada tiga konteks kebudayaan yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti, yaitu produksi kebudayaan, socio-genesis kebudayaan, dan psicho-genesis kebudayaan.

1. Produksi kebudayaan

(31)

xxxi

tertarik, muncul pula budaya inovasi yang berarti budaya sebagai ciptaan akan melebar ke bidang apa saja (Featherstone dalam Suwardi, 2006:24).

2. Socio-genesis kebudayaan

Socio-genesis kebudayaan dapat diartikan sebagai aspek sosial yang mempengaruhi kebudayaan yang dihasilkan. Kebudayaan akan terikat oleh

boundary (lingkup) yang mengitari. Lingkup sosial akan menciptakan produk budaya yang lain, karena di antara unsur sosial budaya tersebut merasa saling terkait (Featherstone dalam Suwardi, 2006:25).

3. Psicho-genesis kebudayaan

Psicho berarti jiwa. Oleh karena itu, psico-genesis kebudayaan dapat diartikan sebagai aspek kejiwaan yang mempengaruhi kebudayaan yang dihasilkannya. Kebudayaan dapat muncul dari dorongan kejiwaan. Karena itu muncul budaya-budaya lembut yang bersifat spiritual. Budaya semacam ini merupakan tuntutan alamiah naluri jiwa manusia sebagai pemenuhan kebutuhan batin (Featherstone dalam Suwardi, 2006:25).

(32)

realisasi selektif, maka keputusan pembaca yang harus bermain bersama dengan sikap yang dibangkitkan dalam dirinya oleh teks terhadap permasalahan yang dilemparkan oleh repertoire. Arti membuat pembaca bereaksi terhadap realitanya sendiri, sehingga realita yang sama ini kemudian dapat dibentuk kembali. Dengan proses ini, simpanan pengalaman masa lalu pembaca dapat menjalani revaluasi yang sama dengan yang dimaksudkan ke dalam repertoire (Iser, 1987:85).

Repertoire membentuk struktur arti organisasional yang harus dioptimalisasikan melalui pembaca teks. Optimalisasi ini bergantung pada tingkat kesadaran dan keinginannya sendiri untuk membuka pengalaman yang belum dikenal. Dengan kata lain, bergantung pada strategi-strategi teks dengan meletakkan baris-baris yang akan diaktualisasikan ke dalam teks. Baris-baris ini tidak berubah karena unsur-unsur repertoire sangat ditentukan. Apa yang tidak menentukan untuk tingkat yang dirumuskan adalah sistem persamaan-persamaan dan hanya dapat ditemukan dengan mengoptimalisasi struktur yang ditentukan.

Luxemburg, dkk (1984:79-80) mengungkapkan sumber-sumber terpenting bagi penelitian resepsi ialah:

1. laporan resepsi dari pembaca nonprofesional: catatan dalam buku catatan harian, catatan di pinggir buku, laporan dalam autobiografi, dan seterusnya; 2. laporan profesional;

3. terjemahan dan saduran;

4. saduran di dalam sebuah medium lain, seperti misalnya film yang berdasarkan sebuah novel;

(33)

xxxiii 6. resensi;

7. pengolahan dalam buku-buku sejarah sastra, ensiklopedi, dan sebagainya; 8. dimuatnya sebuah fragmen dalam sebuah bunga rampai, buku teks untuk

sekolah, daftar bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa; 9. laporan mengenai angket, penelitian sosiologik dan psikologik.

Dalam hal ini, Songlit Sebelum Cahaya termasuk dalam kategori kelima yaitu resepsi produktif, unsur-unsur dari sebuah karya sastra diolah dalam sebuah karya baru. Unsur-unsur yang ada pada teks (lirik) Lagu Sebelum Cahaya diolah sehingga menghasilkan Songlit Sebelum Cahaya. Di sinilah peran pembaca implisit sehingga tujuan pengarang yang termuat dalam teks songlit dapat diikuti dengan panduan itu (teks lagu) sebagai pedoman untuk merekonstruksi situasi tekstual dalam proses pemahaman dan pemaknaan teks.

Dengan teori repertoire Iser, penelitian ini mempergunakan keseluruhan teks dalam Songlit Sebelum Cahaya sebagai objek kajian. Objek kajian tersebut kemudian difokuskan pada segala sesuatu yang menjadi landasan pengarang untuk menciptakan Songlit Sebelum Cahaya, yang dalam hal ini meliputi karya terdahulu sebagai referensi, struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

C.

Kerangka Pikir

(34)

1. Mengetahui latar penciptaan Songlit Sebelum Cahaya yaitu Lagu Sebelum Cahaya sebagai karya terdahulu dengan memanfaatkan teori repertoire. 2. Menjadikan teks Lagu Sebelum Cahaya sebagai teks awal yang mengilhami

terciptanya SonglitSebelum Cahaya.

3. Melakukan tinjauan terhadap teks songlit dan Lagu Sebelum Cahaya yang meliputi struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

(35)

xxxv

Bagan Kerangka Pikir

Songlit Sebelum Cahaya

Repertoire

Lirik Lagu Sebelum Cahaya

Struktur tema dan horison Keseluruhan budaya karya itu

Estetika dan efek kepada pembaca

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Miles dan Huberman (1992:15-16) menerangkan bahwa analisis kualitatif memunculkan data berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara, intisari dokumen, pita rekaman), dan yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis), tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan kata-kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas.

Sesuai dengan pengertian di atas, maka data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara intisari atau penelaahan dokumen (berupa data-data) yang selanjutnya diproses melalui pencatatan.

B.

Pendekatan

Pendekatan adalah sebuah perspektif penelitian sastra. Pendekatan merupakan wilayah (ruang lingkup) penelitian sastra. Wilayah ini berhubungan dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian (Suwardi Endraswara, 2004:8).

(37)

xxxvii

sebagai keseluruhan lingkup yang dikenal dalam teks sebagai latar belakang (background) yang menjadi acuan untuk menciptakan latar depan (foreground) yang dituju pengarang melalui karyanya. Ruang lingkup dalam suatu teks dapat berupa pengalaman pembaca, referensi-referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu.

C.

Sumber Data

Sumber data penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu: sebagai berikut. 1. Sumber data primer, meliputi:

a. Songlit Sebelum Cahaya karya Karla M. Nashar, cetakan pertama, yang diterbitkan oleh GagasMedia, Jakarta, tahun 2008, 280 halaman,

b. teks lirik Lagu Sebelum Cahaya yang diambil dari album kedua Letto berjudul Don’t Make Me Sad, produksi Musica Studio’s, tahun 2007. 2. Sumber data sekunder, meliputi:

a. artikel-artikel yang menunjang penelitian diakses tanggal 18 Maret 2009 antara lain:

· Karla M. Nashar. “SC Behind the Scene”. <www.karlamnashar.blogdrive.com>. 7 Februari 2008.

· Fanabis. <www.fanabis.blogsome.com>. 1 Agustus 2007.

· “Letto, Masih Main Halus”. <www.lettolink.com>. 22 Agustus 2007. · Riefana. “Bercahaya Bersama Letto”. <www.riefana.multiply.com>. 6

(38)

· “Cak Nun: Anak Jangan Dikekang, Dibesarkan dengan Kasih Sayang”. <www.kapanlagi.com>. 12 November 2007.

b. tanggapan-tanggapan tentang lagu dan Songlit Sebelum Cahaya yang diambil dari www.karlamnashar.blogdrive.com, www.lettolink.com,

www.wisata-buku.com, www.yunahermanti.blogspot.com, dan

www.agaztya.com diakses tanggal 18 Maret 2009.

D.

Data

Data penelitian sastra adalah “bahan penelitian”, atau lebih tepatnya “bahan jadi penelitian” yang terdapat dalam karya-karya sastra yang akan diteliti (Sangidu, 2004:61).

Data dalam penelitian ini adalah kata, frasa, kalimat, klausa, atupun alinea yang merupakan unsur-unsur pembentuk repertoire Songlit Sebelum Cahaya

dalam kaitannya dengan pengetahuan tentang karya terdahulu, yaitu Lagu

Sebelum Cahaya karya Letto menyangkut struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu.

E.

Objek Penelitian

(39)

xxxix

F.

Teknik Pengolahan Data

Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik analisis data melalui beberapa tahap menurut Miles dan Huberman (1992:15-19) yaitu sebagai berikut.

a. Reduksi data. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang terkumpul. Data yang telah terkumpul diorganisasi sedemikian rupa sehingga dapat ditarik simpulan akhir.

b. Penyajian data. Penyajian data dilakukan setelah semua data terkumpul dan direduksi, baru data tersebut dapat disajikan untuk kemudian dapat ditarik simpulan akhir.

c. Penarikan simpulan/verifikasi. Penarikan simpulan berarti makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya, yakni yang merupakan validitasnya.

(40)

BAB IV

ANALISIS

Materi repertoire yang digunakan pengarang sebagai landasan untuk menciptakan suatu karya sastra terdiri atas keseluruhan ruang lingkup yang dikenali dalam teks. Repertoire dapat berupa pengalaman pembaca, referensi-referensi terhadap karya terdahulu, norma sosial dan sejarah/historis, atau semua kebudayaan dan keseluruhan struktur tentang karya itu. Selain itu, tema dan horison memungkinkan pembaca untuk memandang norma-norma lama dalam konteks barunya dan karenanya memungkinkan pembaca untuk memproduksi sendiri satu sistem ekuivalensi.

Karla M. Nashar menggunakan Lagu Sebelum Cahaya sebagai landasan dalam menciptakan Songlit Sebelum Cahaya. Ini berarti bahwa lagu tersebut merupakan karya terdahulu yang dijadikan referensi dalam menciptakan songlit

dengan judul yang sama. Keterkaitan hubungan antarkeduanya dapat diteliti mencakup struktur tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. Perwujudan repertoire Songlit Sebelum Cahaya dalam kaitannya dengan Lagu

Sebelum Cahaya akan dijelaskan sebagai berikut.

(41)

xli

ini kaya makna. Banyak elemen di sekeliling kita yang tanpa disadari ternyata bisa mengisi kehidupan sehingga kesepian tidak mungkin dirasakan.

Pernyataan di atas dipertegas dengan penjelasan Noe yang dikutip dari internet. Menurut Noe, lagu ini bercerita tentang seseorang yang membutuhkan teman dan tidak ada yang bisa menemani. Tetapi, bukan hanya manusia yang bisa menjadi teman. Alam, embun, angin, bahkan Tuhan bisa menjadi teman yang paling setia (www.lettolink.com).

Noe lebih lanjut menuturkan bahwa dia membuat lagu sesuai dengan suasana hati. Seandainya lagu itu akhirnya laris bahkan menjadi soundtrack

(sinetron Cahaya yang tayang di RCTI) maupun dianggap sangat dalam, semua tergantung penilaian pribadi masing-masing orang. Yang jelas antara lirik dan aransemen sangat berkaitan. Bahkan sampai sekarang, Noe mengaku belum bisa mengartikan kata-kata romantis. Kalau mellow memang suaranya lebih terasa seksi dan sangat merefleksikan perasaan.

Pernyataan di atas sekiranya sesuai dengan Lagu Sebelum Cahaya. Beragam perasaan yang ingin disampaikan sang penulis lagu diwujudkan melalui lirik dan aransemen yang pas dengan suara khas Noe, sehingga pendengar merasakan keindahan lagu ini sekaligus dapat menangkap maksud yang ingin disampaikan. Hal demikian tentu akan berbeda apabila lagu ini dinyanyikan oleh penyanyi lain.

(42)

kaya akan nuansa keindahan dalam liriknya. Sejak denting melodi pertamanya menyapa telinga, semua mengalir begitu saja tanpa hambatan berarti.

Songlit Sebelum Cahaya mengangkat cerita yang lebih khusus dan dominan, yaitu mengenai kehidupan percintaan sepasang anak muda lengkap dengan konfliknya. Tokoh utamanya, Enggar dan Mariena, menunjukkan kekuatan cinta melalui optimisme dan keinginan kuat masa-masa remaja mereka yang akhirnya dipersatukan oleh takdir. Lika-liku kehidupan dan nasib yang diterima tidak menjadikan mereka berputus asa, namun malah sebagai pendorong agar menjadi manusia yang lebih baik dan mampu mewujudkan mimpi-mimpinya. Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, uraian mengenai identifikasi cerita songlit dalam kaitannya dengan Lagu Sebelum Cahaya dapat dilihat dari tiga aspek, yakni tema, horison, dan keseluruhan kebudayaan tentang karya itu. Berikut penjelasannya.

A.

Tema

Seperti yang telah dijelaskan pada kajian pustaka, tema adalah konstitusi pandangan tentang pembaca yang terlibat pada satu momen tertentu. Pembaca dalam pengertian ini dapat diposisikan sebagai pendengar atau dapat juga sebagai pembaca lirik lagu. Lagu Sebelum Cahaya bertemakan kesepian hidup. Hal ini berdasar pada bait pertama lirik lagu Sebelum Cahaya yang bercerita tentang aku lirik yang kesepian karena ditinggal “cinta”nya.

Ku teringat hati yang bertabur mimpi Ke mana kau pergi, cinta

Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri

(43)

xliii

Kesepian menjadi salah satu bagian dari kehidupan. Setiap orang pasti pernah merasakannya. Kesepian dapat diartikan sebagai perasaan seseorang yang merasa tidak puas dengan kondisinya. Kesepian berasal dari kata sepi, yang berarti sunyi, sedang kesepian berarti keadaan sepi, kesunyian, kelengangan, perasaan sunyi (Anton M. Moeliono, 1996:920). Walaupun kesepian tidak selalu diidentikkan dengan kesendirian, pada lagu Sebelum Cahaya, kesepian erat kaitannya dengan kesendirian. Pemakaian kata “sendiri” semakin menegaskan pernyataan ini. Kesendirian inilah yang menjadi penyebab timbulnya kesepian.

Iringan musik yang halus dan lembut serta pilihan kata-kata yang tepat (puitis) semakin menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan “teman” untuk mengatasi kesepian sehingga dapat melalui hari-harinya. “Teman” dalam konteks (lirik lagu) ini diartikan beragam, seperti embun pagi, angin, teman atau kekasih, bahkan Tuhan.

Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja Yang menemanimu sebelum cahaya

Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra Yang kan membelaimu, cinta

(Lirik lagu Sebelum Cahaya)

Agak berbeda dengan lagunya, tema dalam Songlit Sebelum Cahaya

adalah keyakinan dan kemauan. Keyakinan dan kemauan ini dapat dilihat dari perjuangan tokoh utama untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, yakni menyangkut masalah percintaan dan kesuksesan hidup.

(44)

Enggar yang digambarkan introver (bersifat suka memendam rasa dan pikiran sendiri dan tidak mengutarakannya kepada orang lain, bersifat tertutup, Anton M. Moeliono, 1996:385), akhirnya membuka perasaannya demi Mariena. Di depan gadis ini, Enggar akhirnya berani mengungkapkan perasaan cintanya dan berbagi cerita, suatu hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan.

Enggar merasakan wajahnya memerah. Tahukah Mariena efek apa yang dapat ditimbulkan oleh kedekatan fisik dan emosional mereka seperti saat ini? Dibesarkan oleh ayah yang tak pernah menunjukkan kedekatan emosi, membuatnya jengah oleh bentuk-bentuk penyampaian rasa sayang. Ia terbiasa memagari hatinya agar tidak kecewa. Dan untuk pertama kalinya, ia merasa hatinya begitu tak terlindungi. Setiap waktu Mariena bisa saja membuatnya kecewa. Aku memang tak sebanding dengan dirinya, batin Enggar. Namun, kali ini ia memantapkan hati, bersedia untuk mengambil risiko. Semua demi merasakan sedikit mimpi indahnya menjadi nyata.

“Aku... aku cinta kamu,” desah Enggar memakai sisa keberaniannya.

(Karla M. Nashar, 2008:160)

Situasi dan percakapan di atas terjadi di atas bukit. Saat malam hari Mariena seorang diri menyusul Enggar ke bukit. Ia ingin mengetahui alasan Enggar yang tiba-tiba menjauhinya. Sebelumnya hubungannya dengan Enggar merenggang karena Enggar cemburu melihat Mariena berjalan mesra dengan seseorang di pantai. Namun, Enggar tak pernah membahas hal ini dengan Mariena. Enggar hanya memendam kekesalannya sendiri dan akhirnya pergi menenangkan diri di atas bukit. Mariena yang sangat mencintai Enggar, menyusul ke atas bukit dan di sanalah kesalahpahaman tersebut terselesaikan. Di atas bukit itupun akhirnya Enggar mengungkapkan bahwa ia begitu mencintai Mariena dan ia tidak mau kehilangan Mariena.

(45)

xlv

Sambil memerhatikan tingkah orang-orang yang menghadiri pesta malam tahun baru itu, Enggar kembali berjanji dalam hati. Kemewahan dan kenyamanan seperti inilah yang ingin ia berikan kepada Mariena suatu saat nanti.

(Karla M. Nashar, 2008:190) Enggar diundang Mariena pada pesta tahun baru di Sandy Pearl, resort

milik ayah Mariena. Awalnya Enggar merasa tidak pantas untuk mendatangi acara tersebut. Namun, Danang dan Aryo, teman-teman Enggar, serta Mariena meyakinkannya untuk datang. Di pesta tersebut semua orang kalangan atas berkumpul. Enggar yang merasa dirinya tidak sekelas dengan mereka, merasa minder. Tapi hal tersebut tidak menjadi masalah bagi Mariena. Mariena justru tidak sungkan memperkenalkan Enggar sebagai pacarnya di hadapan teman-temannya. Enggar merasa inilah malam tahun baru terindah dalam hidupnya. Ia berjanji akan memberikan kemewahan seperti ini untuk membahagiakan Mariena.

Bertahun-tahun berlalu, Mariena masih menunjukkan kesetiaan dan kekuatan cintanya kepada Enggar dengan bukti bahwa ia tetap menerima Enggar meskipun keadaan sudah jauh berbeda setelah mereka berpisah bertahun-tahun. Enggar mengalami kebutaan akibat kecelakaan yang terjadi di Negeri Jiran, tempat di mana ia mengadu nasib. Rasa cinta Mariena tidak pernah berubah dan berkurang sedikitpun terhadap Enggar.

Mariena terdiam. Dipandanginya wajah Enggar saksama, mencari sosok yang dulu pernah begitu dekat di hatinya. Jika mau jujur, kini sosok itu masih tetap berada di tempat yang sama seperti dulu.

(Karla M. Nashar, 2008:110) “Tapi aku merasa belum pernah mengubur orang itu, dan itu berarti dia masih hidup bagiku,” jawab Mariena seraya berdiri dari tempat duduknya, kemudian berlalu meninggalkan Enggar.

(46)

“Enggar....” desah Mariena gemetar oleh berbagai emosi. “Aku bisa menghentikan semua ini, pernikahan ini. Aku hanya perlu mendengar kamu mengatakan–”

(Karla M. Nashar, 2008:221) Penggalan cerita di atas mengisyaratkan bahwa cinta Mariena begitu besar dan tulus kepada Enggar. Pertama kali bertemu kembali dengan Enggar, memang Mariena syok dengan keadaan Enggar yang mengalami kebutaan. Namun, karena ketulusan cintanya, Mariena tetap menerima Enggar apa adanya. Bahkan, sehari sebelum pernikahan Mariena dengan Randy, Mariena menemui Enggar untuk memastikan perasaannya, namun ditolak oleh Enggar. Enggar merasa dirinya tidak pantas untuk Mariena dengan keadaannya yang buta. Enggar merasa Randy adalah seorang pria yang pantas mendampingi Mariena.

Selain masalah pencintaan, tema keyakinan dan kemauan dalam Songlit Sebelum Cahaya ditunjukkan dengan kesuksesan hidup terlihat di akhir cerita. Enggar berhasil membahagiakan Mariena dengan hasil kerja kerasnya. Keyakinan dan kemauan yang kuat dalam diri Enggar akhirnya mampu mengantarkannya pada kesuksesan. Enggar telah berkorban demi mewujudkan mimpi-mimpinya, termasuk kebutaan yang dialaminya. Janji yang ia ucapakan dalam hati pada saat pesta tahun baru kini benar-benar terwujud. Semua ini dia lakukan demi membahagiakan Mariena. Kesuksesan semakin jelas terlihat ditandai dengan dibukanya galeri seni milik Enggar di kawasan elit Kota Jakarta.

“Aku juga punya impian, Rien, banyak malah,” lanjut Enggar. “Sering aku pergi sendirian ke bukit ini hanya untuk memandangi bintang di langit sambil berpikir tentang berbagai mimpi di kepalaku. Kadang aku begitu tak sabar untuk segera bisa meraih impianku, mewujudkannya dan benar-benar hidup di dalamnya. Bukan sekadar mengkhayalkan saja. Aku tahu aku harus bekerja keras untuk meraihnya, namun aku tak peduli. Aku yakin akan bisa mendapatkanya.”

(47)

xlvii

Setelah hampir tiga tahun kerja keras, akhirnya mereka berhasil membuka galeri utama mereka di kawasan elit Jakarta.

(Karla M. Nashar, 2008:274) Berdasarkan penjelasan di atas, Songlit Sebelum Cahaya mengalami proses reduksi yang ditunjukkan dengan penyempitan tema. Lagu Sebelum Cahaya bertemakan kesepian hidup. Tema dalam lagu ini diartikan lebih khusus pada songlitnya dengan keyakinan dan kemauan untuk mengatasi kesepian tersebut. “Teman” yang diartikan secara global dalam lagu, dipersempit maknanya menjadi kisah sepasang kekasih dalam Songlit Sebelum Cahaya, yaitu antara Enggar dan Mariena sebagai tokoh utama.

Modifikasi lain yang tampak pada Songlit Sebelum Cahaya adalah perluasan cerita yang ditampilkan pengarang melalui sosok Enggar dan Mariena. Tema keyakinan dan kemauan ditunjukkan lewat konflik pada diri tokoh utama yang menyangkut masalah percintaan dan kesuksesan.

Melalui proses reduksi dan modifikasi, terbentuk skemata familiar yang berfungsi mengarahkan pembaca pada suatu arti baru (foreground) dengan tetap mempertahankan hubungan yang lama (background). Kesepian hidup yang merupakan tema Lagu Sebelum Cahaya diolah sedemikian rupa sehingga membentuk jalan cerita (yang lebih lengkap) pada Songlit Sebelum Cahaya.

(48)

Tema yang ingin dikomunikasikan pengarang melalui Songlit Sebelum Cahaya dijalin dalam pentransformasian yang sesuai sehingga memberikan kemudahan kepada pembaca yang ingin menangkap tema itu. Ketidaksamaan atau lebih tepatnya penyempitan tema dari lagu ke dalam songlit yang diolah Karla secara artistik menciptakan estetika dan sekaligus efek pada pembaca.

Pemakaian kata-kata yang indah namun lugas dalam Songlit Sebelum Cahaya memudahkan pembaca untuk menangkap maknanya apabila dibandingkan dengan lagunya yang membutuhkan pemahaman lebih dalam. Jalan cerita pada songlit yang disajikan secara artistik menciptakan ketegangan estetik dan efek, khususnya bagi pembaca yang sudah familiar dengan lagunya. Karla M. Nashar sebagai pengarang dalam hal ini menghadirkan jalan cerita yang berbeda dengan lagunya, yakni narasi panjang lengkap dengan permasalahannya.

Background tema lagu kesepian hidup memberikan arah ke foreground yang sangat terbuka bagi ide cerita Songlit Sebelum Cahaya.

(49)

xlix

B.

Horison

Horison adalah segala sesuatu yang dapat dilihat dari satu titik. Horison tidak semata-mata bersifat fakultatif, namun terdiri dari semua segmen-segmen yang telah menyajikan tema-tema tentang fase-fase pembacaan sebelumnya.

Segmen-segmen cerita yang terdapat dalam Songlit Sebelum Cahaya yang dapat dikaitkan dengan Lagu Sebelum Cahaya diuraikan sebagai berikut.

1. Segmen tentang Mimpi

Mimpi adalah sesuatu yang terlihat atau dialami di tidur (Anton M. Moeliono, 1996:656). Mimpi dalam pengertian ini berbeda dengan mimpi yang ada di dalam cerita Songlit Sebelum Cahaya. Perbedaan ini berdasarkan mimpi yang dimaksudkan dalam cerita songlit adalah mengenai keinginan, harapan, dan cita-cita. Oleh sebab itu, mimpi dalam songlit dapat diartikan sebagai mimpi konotatif.

Segmen cerita tentang mimpi-mimpi Enggar ada dua yakni Mariena dan kesuksesan. Perjuangan Enggar untuk mewujudkannya mengantarkan Enggar sampai ke Negeri Jiran dan bertahun-tahun tak ada kabar merepresentasikan bait pertama lirik Lagu Sebelum Cahaya.

Ku teringat hati yang bertabur mimpi Ke mana kau pergi, cinta

Perjalanan sunyi yang kau tempuh sendiri Kuatkanlah hati, cinta

Pada bait pertama, aku lirik secara eksplisit menyatakan sebuah pertanyaan yang menggambarkan pencarian untuk mewujudkan mimpi. Aku lirik sedang mencari cinta. Aku lirik menyiratkan bahwa kepergian cinta

(50)

menyiratkan bahwa cinta memiliki kemampuan untuk melewati itu semua. Meskipun untuk itu aku lirik berada dalam kesendirian.

Mimpi yang mencakup keinginan, harapan, serta cita-cita dikisahkan Noe (pencipta lirik lagu) sebagai sesuatu yang indah dan memiliki kekuatan. Hal ini terlihat dengan pemakaian kata-kata yang mengisyaratkan seseorang bersungguh-sungguh dalam mengejar mimpi itu.

Mimpi dalam Lagu Sebelum Cahaya diartikan sangat dalam dan kompleks. Kekuatan besar dari dalam hati menjadi awal untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Walaupun ia seorang diri untuk mewujudkannya, seorang terkasih tetap setia memberinya semangat.

Jalan cerita dalam Songlit Sebelum Cahaya senada dengan lagunya.

Songlit mengisahkan Enggar sebagai seseorang yang bekerja keras untuk mencapai mimpi-mimpinya. Bahkan untuk meraihnya, Enggar merantau sampai ke Negeri Jiran seorang diri. Dengan tekad dan keberanian, ia yakin suatu saat nanti akan dapat mewujudkan mimpi-mimpinya itu.

“Apa saja keinginanmu?” tanya Mariena. Ia selalu senang melihat kedua mata Enggar bersinar hidup saat menceritakan tentang impiannya. Ia yakin suatu saat Enggar akan dapat meraih semuanya itu.

“Banyak sekali, tapi semua bisa disebut dalam dua kata.” “Apa?”

“Sukses, dan....” Enggar terdiam ragu. “Dan?” desak Mariena.

“Dan kamu.” Enggar tersenyum ringkuh.

“Dan aku?” Mariena mengerutkan dahinya, lalu tertawa kecil.

“Kalau begitu impian kamu itu cukup kamu rangkum dalam satu kata saja–sukses, karena untuk impian tentang aku, kamu sudah mendapatkannya.”

(Karla M. Nashar, 2008:207)

(51)

li

jelas dalam songlitnya. Mimpi tersebut mencakup Mariena dan kesuksesan. Enggar sebagai tokoh utama bersungguh-sungguh untuk mewujudkannya.

Walaupun telah mengalami modifikasi hingga menjadi teks (songlit) yang baru, dalam kedua teks tersebut masih terlihat kaitannya. Horison hubungan lama berupa mimpi masih tetap ada dalam songlit meskipun pada batas-batas tertentu, yakni mimpi yang dibatasi pada keinginan untuk membahagiakan Mariena serta mencapai kesuksesan.

Konteks asli tetap terlihat cukup implisit sehingga mampu bertindak sebagai latar untuk mengimbangi signifikansi baru yang diwujudkan menjadi kenyataan pada akhir cerita, yaitu kesuksesan yang diraih Enggar dan sebagai pendamping hidup Mariena. Unsur lama tidak hilang begitu saja tetapi tercampur dengan kebaruan yang terlihat dengan transformasi dan modifikasi tentang mimpi.

2. Segmen Cinta Sejati

Segmen cerita cinta sejati mengisahkan Mariena yang tetap mencintai dan setia menunggu kabar dari Enggar. Enggar yang berjuang demi Mariena mengalami kebutaan akibat kecelakaan sehingga Enggar sempat putus asa merepresentasikan bait kedua lirik Lagu Sebelum Cahaya.

Ingatkah engkau kepada embun pagi bersahaja Yang menemanimu sebelum cahaya

Ingatkah engkau kepada angin yang berhembus mesra Yang kan membelaimu, cinta

Bait tersebut mengisahkan aku lirik yang selalu mengingatkan cinta

(52)

Walaupun aku lirik tidak menyertai/menemaninya, embun pagi dan angin selalu mengiringi cinta. Maka dari itu cinta tidak akan merasa kesepian.

Bait lagu di atas mengisyaratkan dorongan dan semangat yang diberikan seseorang kepada orang tercinta. Dengan demikian, kesepian tidak akan menghalangi jalannya. Hal ini dipertegas dengan banyaknya hal-hal di sekeliling kita yang mungkin tidak disadari namun ternyata bisa menjadi penghalau kesepian. Embun pagi, angin, teman atau kekasih, bahkan Tuhan bisa menjadi “seseorang” yang bisa mengatasi kesepian yang dirasakan.

Kata sapaan cinta digunakan Letto untuk “memanggil” seseorang yang benar-benar dikasihinya. Namun, cinta tersebut masih absurd, sehingga dapat dikatakan bahwa cinta ini merujuk kepada pendamping hidup, kekasih/pacar, teman, keluarga, dan sebagainya.

Pada Songlit Sebelum Cahaya, semangat yang diberikan untuk orang terkasih dipaparkan jelas pada bagian cerita yang mengisahkan surat-surat yang ditulis Mariena kepada Enggar. Meskipun Mariena tidak mengetahui keberadaan Enggar, namun ia tetap menulis surat untuk kekasihnya. Surat-surat itu dialamatkan ke rumah Enggar yang hanya dihuni oleh ayahnya. Hal ini semata-mata dilakukan Mariena untuk melampiaskan rasa rindu kepada Enggar sekaligus menyemangatinya.

(53)

liii

“Surat-surat itu hanya masa lalu,” desis Enggar dingin. “Masa lalu yang mencoba mengatakan sesuatu.”

“Tapi itu sudah tidak penting lagi. Kamu lupa Mariena sudah membuat keputusan?”

“Keputusan yang dibuatnya karena sikap kamu yang menolaknya mentah-mentah.”

“Aku hanya bersikap realistis. Mariena bukan untukku–”

(Karla. M. Nashar, 2008:254-255) Cuplikan cerita di atas menunjukkan keputusasaan Enggar terhadap keadaan yang ia alami. Akibat kebutaan yang dideritanya, Enggar merasa dirinya tidak pantas untuk Mariena. Bahkan ia menyarankan Mariena untuk menikah dengan Randy.

Pada akhir cerita, tepatnya pada bab 16 Songlit Sebelum Cahaya, terdapat puisi yang mengekpresikan perasaaan cinta yang dirasakan Enggar kepada Mariena. Setelah keputusasaan yang dialami Enggar, akhirnya Enggar kembali bangkit dan menata kembali hidupnya. Hal ini tak lepas dari dukungan Mariena yang begitu setia mencintainya.

(54)

Bagiku, dialah cahaya abadi

dalam labirin kegelapan yang menyelimutiku kini.

Berdasarkan puisi tersebut, frase sebelum cahaya dapat diartikan “sebelum mengalami kebutaan” yang merujuk pada tokoh Enggar. Sikap pesimis Enggar terjadi ketika ia buta, padahal sebelumnya Enggar merupakan sosok lelaki yang optimis dan teguh berjuang untuk mewujudkan harapan-harapannya.

Segmen cerita di atas menunjukkan adanya proses reduksi dalam

Songlit Sebelum Cahaya. Orang terkasih yang tampak absurd dalam lagu dijelaskan sebagai kekasih (pacar) dalam songlit. Pilihan kata/diksi yang dipergunakan dalam lagu seperti angin dan embun pagi diperjelas maknanya sebagai kekasih.

3. Segmen Memegang Teguh Janji

Segmen cerita tentang janji-janji Enggar dan Mariena dan kekuatan hati mereka untuk mewujudkannya merepresentasikan bait ketiga lirik Lagu

Sebelum Cahaya.

Kekuatan hati yang berpegang janji Genggamlah tanganku, cinta

Ku tak akan pergi meninggalkan dirimu sendiri Temani hatimu, cinta

(55)

lv

Pada songlitnya, kesetiaan ditunjukkan oleh Mariena kepada Enggar. Meskipun Mariena mengetahui keadaan Enggar yang mengalami kebutaan, ia tetap setia mencintai Enggar. Hal ini ditunjukkan lewat potongan cerita sebagai berikut.

“Tentu saja, aku pasti akan menunggumu,” ujar Mariena. “Tapi berjanjilah satu hal, Enggar... Seandainya nanti kamu merasa kecewa atau tak puas dengan hidup ini, kamu harus janji akan tetap kembali padaku. Ingatlah selalu, Enggar, apa pun yang terjadi, kamu selalu bisa pulang ke dalam hatiku. Bagiku yang terpenting adalah kamu. Itu saja.”

(Karla M. Nashar, 2008:208) Potongan cerita di atas terjadi ketika Enggar mengungkapkan keinginannya kepada Mariena untuk bekerja setelah ia lulus sekolah. Mariena yang kaget akan keputusan itu, merasakan keraguan terhadap hubungan mereka. Namun Enggar dengan pasti berjanji kepada Mariena untuk kembali kepadanya. Mariena pun merasa lega dan memberitahu Enggar bahwa ia akan selalu menunggu Enggar pulang, dalam keadaan seperti apapun.

Modifikasi ditunjukkan dengan perluasan horison pemilihan kata/diksi dalam Lagu Sebelum Cahaya sehingga menghasilkan suatu cerita (songlit) yang disusun baik berdasarkan pengaluran sebuah narasi. Cerita berawal dari perkenalan Enggar dan Mariena yang kemudian menjadi sepasang kekasih. Berlanjut pada klimaks yaitu cerita saat Mariena mengetahui Enggar masih hidup namun mengalami kebutaan. Terakhir, tahap penyelesaian ditunjukkan dengan kisah percintaan Enggar dan Mariena yang hidup bahagia serta sukses. Pengaluran ini bertujuan memudahkan pembaca untuk memahami makna cerita.

(56)

melalui Lagu Sebelum Cahaya, diubah oleh Karla sehingga menghasilkan konsep kesetiaan yang lebih nyata pada songlitnya, yaitu kesetiaan sepasang kekasih.

Kesetiaan yang ditunjukkan Mariena hampir mendominasi seluruh cerita Songlit Sebelum Cahaya. Kesucian dan kekuatan cinta Mariena kepada Enggar yang akhirnya menyadarkan Enggar bahwa mimpi-mimpinya masih bisa dikejar. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan di dunia ini selama masih mempunyai cinta, harapan, dan keinginan untuk mewujudkannya.

4. Estetika dan Efek

Berdasarkan uraian tentang horison yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai estetik tampak pada variasi pilihan kata/diksi yang digunakan Karla dalam menulis Songlit Sebelum Cahaya. Bait-bait lirik Lagu Sebelum Cahaya dijadikan latar belakang (background) untuk menuju latar depan (foreground) yang dikehendaki penulis. Dalam proses ini sangat dibutuhkan strategi dan seleksi. Strategi memainkan peranannya dalam membatasi pergerakan imajinasi yang dihimpun pembacanya.

Referensi

Dokumen terkait