• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri 01 Tegalsari Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1.1.1Pengertian IPA

Pembelajaran IPA merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mempelajari bagaimana gejala-gejala alam di bumi ini terjadi. Sehingga perlu dilakukan pengenalan sejak dini tentang apa dan bagaimana pembelajaran IPA dikelas. Pengenalan tersebut bisa dimulai dengan mencari tahu tentang apa pengertian dari IPA.

Trianto (dalam Purwasari, 2013: 537) menyatakan bahwa IPA merupakan kumpulan teori sistematis dalam penerapan secara umum terbatas pada gejala-gejala alam yang berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen. IPA juga menuntut siswa memiliki sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Sementara itu, menurut D. Indriati S.C.P (2012: 192-193) IPA merupakan sebuah pengetahuan yang didapat dari proses mengumpulkan data melalui eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam dengan sistematis dengan cara melakukan kegiatan pengamatan dan percobaan untuk mengetahui fakta, konsep, prinsip dan juga memiliki sikap ilmiah. Sehingga pembelajaran IPA dalam kelas menuntut agar siswa aktif menemukan pengetahuan sendiri agar tujuan dari pembelajaran IPA tercapai.

2.1.1.2 Pembelajaran IPA SD

(2)

peserta didik pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Secara administrative dan berlaku secara kedinasan, ukuran keberhasilan tersebut adalah pencapaian KKM minimal 85% siswa. Menurut Piaget (dalam Winataputra, dkk 2007:3.40) tahap perkembangan kognitif anak ada empat, yaitu 1) sensomotorik (0-2 tahun); 2) praoperasional (2-7 tahun); 3) konkret operasional (7-11 tahun); 4) formal operasional (11 tahun ke atas). Jika dikaitkan dengan teori piaget maka pada anak usia SD berada pada tahap konkret operasional (7-11 tahun). Sehingga perlu diciptakan pembelajaran dengan kondisi yang aktif dan ingin tahu. Untuk itu maka guru perlu membimbing siswa berpikir secara induktif supaya siswa dapat memahami konsep IPA.

Materi IPA di SD kelas I-III terintegrasi dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Pembelajaran dilakukan secara terpadu dalam tema dengan mata pelajaran lain. Untuk SD kelas IV-VI, IPA menjadi mata pelajaran tersendiri namun pembelajaran dilakukan secara tematik terpadu. Ruang lingkup materi mata pelajaran IPA SD mencakup Tubuh dan panca indra, tumbuhan dan hewan, sifat dan wujud benda-benda sekitar, alam semesta dan kenampakannya, bentuk luar tubuh hewan dan tumbuhan, daur hidup makhluk hidup, perkembangbiakan tanaman, wujud benda, gaya dan gerak, bentuk dan sumber energi dan energi alternatif, rupa bumi dan perubahannya, lingkungan, alam semesta, dan sumber daya alam, iklim dan cuaca, rangka dan organ tubuh manusia dan hewan, makanan, rantai makanan, dan keseimbangan ekosistem, perkembangan makhluk hidup, penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungan, kesehatan dan sistem pernafasan manusia, perubahan dan sifat benda, hantaran panas, listrik dan magnet, tata surya, campuran dan larutan.

(3)

kesempatan berpikir, bertindak, dan mengembangkan sikap-sikap tertentu melalui pengalaman langsung ketika pembelajaran IPA.

2.1.1.3 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA SD

Kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu. Gambaran kompetensi utama dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.

Sedangkan Kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri dari sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi dasar adalah kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi dasar SD/MI untuk setiap mata pelajaran mencakup mata pelajaran: Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.

Kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang digunakan dalam penelitian ini akan disajikan dalam tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar IPA Kelas 4 tema 4 Berbagai Pekerjaan Semester I

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, sekolah, dan tempat bermain

(4)

2.1.1.4 Penilaian IPA SD

IPA sangat menekankan pada pembelajaran yang mengkaitkan gejala-gejala alam dan sumber belajar dari alam sekitar. Sehingga dari segi penilaiannya, IPA mempunyai tiga tujuan yakni:

1. Penilaian pengetahuan, pemahaman dan penerapan konsep IPA, penilaian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh peserta didik menguasai dan memahami fakta, konsep, prinsip, dan hokum dalam IPA dan penerapannya. 2. Penilaian Ketrampilan dan proses, ada enam ketrampilan dasar yang harus

dikuasai untuk peserta didik yaitu observasi, komunikasi, klasifikasi, pengukuran, inferensi, prediksi, dan percobaan sederhana.

3. Penilaian karakter dan sikap (sikap ilmiah, meliputi sikap obyektif, terbuka, tidak menerima begitu saja suatu kebenaran, memiliki rasa ingin tahu, ulet, tekun, dan pantang menyerah).

Dari beberapa paparan dapat ditarik kesimpulan bahwa IPA sangatlah terkait dengan kegiatan yang melibatkan siswa untuk selalu belajar dan mencari tahu mengenai fenomena dan gejala alam yang ada disekitarnya. Kegiatan itu dapat dilakukan melalui proses ilmiah dan eksperimen yang mereka lakukan di lapangan. Sehingga guru perlu menyediakan sumber belajar yang kongkret yaitu sumber belajar dari alam yang ada disekitar yang sesuai dengan karakteristik dari anak SD. Untuk melakukan kegiatan atau proses ilmiah maka siswa juga perlu seorang pendamping (guru) untuk memecahkan masalah yang sedang diamati. Sehingga guru perlu menciptakan pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang mengarahkan pada siswa pada kegiatan untuk menemukan pengetahannya sendiri. Pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning ini cocok guna mencapai tujuan dari pembelajaran IPA SD.

2.1.1 Hasil Belajar IPA

2.1.2.1 Pengertian Hasil Belajar

(5)

siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa yaitu berupa perubahan perilaku maupun nilai yang didapat siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Untuk mengetahui sampai mana proses belajar bisa mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar.

Menurut Prakoso (2015: 106) hasil belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Sementara itu, menurut Rahma Fitri, Helma, Syarifuddin (2014: 19) hasil belajar merupakan penguasaan materi yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dinyatakan dengan skor/nilai yang diperoleh dari tes hasil belajar setelah proses pembelajaran

Hasil belajar merupakan proses kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Selain itu dapat dipahami bahwa penilaian hasil belajar terhadap siswa untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami tentang materi yang telah diajarkan. (Setyorini, Sulasmono, Koeswanti, 2013: 60). Kingsley (dalam Sudjana, 2005: 22) mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 macam, yaitu ketrampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita. Hal tersebut senada dengan Benyamin Bloom yang membagi kriteria hasil belajar menjadi 3 ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan psikomotoris. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa dari ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang dapat dinyatakan guru dalam bentuk skor/nilai.

(6)

belajar peserta didik yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri individu yang sedang belajar antara lain faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensia, perhatian, Minat, bakat, motivasi), dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang terdapat di luar individu antara lain ; faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

Sudjana (2011:39) menyatakan hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki. siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan aspek kemampuan yang didaptkan siswa sebagai hasil belajar dari aktivitas pembelajaran yang dilakukan meliputi kemampuan kognitif, afektif, serta keterampilan siswa. Hasil belajar dalam penelitian ini diukur dengan memberikan soal tes kepada siswa. Tes digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

2.1.2.2 Pengukuran Hasil Belajar Kognitif IPA SD

Menurut Fajri Ismail (2013: 232-233) pengukuran yaitu1) pemberian atribut kepada objek berupa angka atau skor; 2) proses pengumpulan data untuk mengukur capaian kinerja atau performance seseorang; 3) proses menentukan dan membedakan satu objek dengan objek lain. Pada hasil pengukuran yang berupa angka/skor, objek yang diukur berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan sebagai satu kesatuan yang utuh yang menunjukkan kualitas perilaku belajar dari peserta didik (Ismanto, 2014: 214).

(7)

kegiatan pengumpulan hasil belajar, sedangkan evaluasi dimaknai sebagai kegiatan penyetandaran atau pengolahan hasil belajar. Bentuk-bentuk penilaian hasil belajar siswa yang direkomendasikan mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan ahkir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.

Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotoris.

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ranah kognitif menjadi penilaian utama yang diperhatikan oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian pada ranah kognitif mata pelajaran IPA. Ranah kognitif yang diambil sebagai bahan penelitian yaitu hasil belajar pengetahuan.

2.1.3 Model Pembelajaran Disovery Learning

2.1.3.1 Pengertian Model Discovery Learning

(8)

(Ira Vahlia, 2014: 44). Illahi (2012: 33-34) juga berpendapat bahwa Discovery Learning merupakan salah satu model yang memungkinkan peserta didik terlibat langsung dalam kegiatan belajar-mengajar, sehingga peserta didik dapat menggunakan proses mentalnya untuk menemukan konsep atau teori yang sedang dipelajari.

Sementara itu, Rohim, Susanto, Ellianawati (2012: 2) mengemukaan Model pembelajaran discovery merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan seluruh kemampuan siswa dalam mencari dan menemukan sesuatu (benda, manusia, atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dari pendapat para ahli tersebut dapat dipahami bahwa Discovery Learning merupakan sebuah model pembelajaran yang menuntut siswa harus aktif untuk berfikir kritis menemukan pengetahuannya sendiri dalam setiap pembelajaran, dengan melakukan kegiatan pengamatan alam sekitar untuk menarik kesimpulan dan membangun pemahaman yang dimiliki menjadi pengetahuan bermakna sehingga pengetahuan yang diperoleh dapat bertahan lebih lama.

Target dalam menggunakan model pembelajaran discovery learning antara lain yaitu: (1) menuntut siswa aktif dalam proses pembelajaran; (2) menuntut siswa menemukan dan menyelidiki sendiri suatu permasalahan; (3) pengetahuan yang ditemukan sendiri merupakan pengetahuan yang dikuasai dan mudah digunakan dalam situasi lain; (4) menuntut siswa dapat belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan masalah yang dihadapi sendiri (Ainur Rochim dan Joko, 2014: 487).

2.1.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Discovery Learning

(9)

Model Discovery Learning mempunyai kelebihan dan kelemahan diantaranya: a. Kelebihan Model pembelajaran Discovery Learning

Kelebihan model pembelajaran Discovery Learning menurut Mawardi, Mariati (2016:132) adalah sebagai berikut:

1. memperbaiki dan meningkatkan keterampilan serta proses-proses kognitif siswa

2. kunci dari model Discovery Learning adalah usaha penemuan

3. Menumbuhkan rasa senang pada diri siswa , karena tumbuh rasa untuk menyelidiki dan berhasil

4. Memungkinkan unruk siswa berkembang lebih cepat sesuai dengan kecepatannya sendiri;

5. menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melinatkan akalnya dan motivasi sendiri.

b. Kekurangan Model pembelajaran Discovery Learning

Kekurangan model pembelajaran Discovery Learning menurut Mawardi, Mariati (2016:132) adalah sebagai berikut :

1. tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya

2. harapan dalam model dapat buyar apabila siswa dan guru terbiasa belajar dengan cara-cara belajar yang lama

3. lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian

4. IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

(10)

2.1.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Discovery Learning

Syah (dalam Burais, M. Ikhsan, M. Duskri, 2016: 81) mengemukakan prosedur pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning ke dalam 6 tahap yaitu:

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Siswa pertama kali diberikan sebuah persoalan, tanpa guru memberikan generalisasi terhadap masalah tersebut sehingga siswa memiliki rasa akan menyelidiki permasalahan untuk mencari generalisasi.

b. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Siswa akan mengidentifikasi masalah yang sesuai dengan materi pelajaran dan kemudian harus dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah)

c. Data collection (Pengumpulan Data)

Siswa akan mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah sebanyak mungkin dari berbagai sumber belajar untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh siswa baik melalui wawancara, observasi dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi.

e. Verification (Pembuktian)

Berdasarkan hasil pengolahan data dari berbagai sumber, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dari hasil pengolahan data.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

(11)

2.1.3.4 Analisis Komponen Model Pembelajaran Discovery Learning

Bruce Joyce, Weil, dan Calhoun (2009: 104-106), mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki unsur-unsur berupa 1) Sintaks; 2) Prinsip reaksi; 3) Sistem sosial; 4) Sistem Penduukung 5) Dampak Instruksional dan dampak pengiring. Berikut akan diuraikan analisis komponen pembelajaran Discovery Learning berdasarkan teori Bruce Joyce diatas.

1. Sintaks

Sintaks merupakan langkah-langkah pembelajaran yang menunjuk pada tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan oleh guru apabila akan menggunakan model pembelajaran tertentu. Menurut Syah (dalam Burais, M. Ikhsan, M. Duskri, 2016: 81) sintaks model pembelajaran Discovery Learning dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Siswa pertama kali diberikan sebuah persoalan, tanpa guru memberikan generalisasi terhadap masalah tersebut sehingga siswa memiliki rasa akan menyelidiki permasalahan untuk mencari generalisasi.

b. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah).

Siswa akan mengidentifikasi masalah yang sesuai dengan materi pelajaran dan kemudian harus dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

c. Data collection (Pengumpulan Data).

Siswa akan mengumpulkan informasi yang sesuai dengan masalah sebanyak mungkin dari berbagai sumber belajar untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

d. Data Processing (Pengolahan Data).

(12)

e. Verification (Pembuktian)

Berdasarkan hasil pengolahan data dari berbagai sumber, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dari hasil pengolahan data.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)

Siswa menarik kesimpulan pada masalah yang telah diselesaikan berdasarkan hasil pembuktian.

2. Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan memperlakukan siswa, bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip reaksi memberi arahan bagaimana seharusnya guru menggunakan aturan permainan yang berlaku dalam sebuah model pembelajaran.

Pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning guru sebagai fasilitator. Dalam keseluruhan proses pembelajaran guru bertanggungjawab atas suasana belajar yang ada. Guru harus memancing siswa agar memiliki rasa ingin tahu yang lebih terhadap permasalahan sehingga siswa akan mencari tahu pemecahannya melalui kegiatan pengamatan dan percobaan yang bimbing oleh guru menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki. Kemudian guru juga akan membimbing siswa untuk mengambil kesimpulan sesuai dengan target nilai yang telah ditetapkan.

3. Sistem Sosial

(13)

dari sebuah masalah. Peran siswa dan guru sederajat, walaupun dalam hal ini guru dan siswa memiliki peran yang berbeda.

4. Sistem pendukung

Sistem Pendukung merupakan segala sarana, alat dan bahan yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya proses pembelajaran secara optimal. Dalam pembelajaran menggunakan model Discovery Learning sistem pendukung yang diperlukan dalam segi lingkungan fisik yaitu lingkungan sekitar, sarana dan prasarana yang mendukung seperti papan tulis yang dapat menunjang rasa keingintahuan siswa dalam menemukan sebuah masalah. Selain itu, guru juga harus mempersiapkan rancangan pembelajaran berupa RPP, Lembar kerja siswa, dan lembar evaluasi.

5. Dampak instruksional dan dampak pengiring

Dampak instruksional merupakan hasil belajar yang dicapai langsung dengan cara mengarahkan para siswa pada tujuan pembelajaran. Dampak instruksional diperoleh siswa setelah dilaksanakannya pembelajaran. Secara khusus, dampak instruksional yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yaitu kemampuan mendeskripsikan keseimbangan alam dan pelestarian SDA.

Dampak pengiring adalah hasil belajar sampingan (iringan) yang dicapai sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh para siswa dari penggunaan model pembelajaran tertentu. Secara khusus, dampak pengiring yang didapatkan siswa dalam pembelajaran IPA dengan materi keseimbangan alam dan pelestarian SDA melalui model Discovery Learning adalah kemauan siswa untuk menganggapi masalah, kepekaan terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitar, kreatif dalam menganalisis masalah, keaktifan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah, berpikir kritis dalam membuat keputusan.

2.1.3.5Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning dalam Pembelajaran

IPA SD

(14)

tertentu. Oleh karena itu, perlu dibuat pemetaan sintaks dan langkah-langkah pembelajaran. Pemetaan ini berguna sebagai padoman dalam menyusun Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Berikut ini akan dijelaskan tentang pemetaan sintaks dan langkah-langkah pembelajaran yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.

Tabel 2.2 Pemetaan Sintak Model Pembelajaran Discovery Learning KEGIATAN

uraian yang memuat permasalahan Stimulation

Mempersiapkan pengetahuan

2.1.3.6 Higher Order Thinking Skills (HOTS) dalam Discovery Learning

(15)

1. Design

Acting like an inventor, experiencing ‘light bulb’ moments to generate new products, ideals or ways of doing things

2. Evalute

Acting like the scales of jusctice to ‘weigh up’ the evidence to make and justify a

decision

3. Analyse

Acting like a magnifying glass to identify the component parts of an issue,

situation or object

4. Apply

Acting to apply new skills, rules and concepts to related and new situations

5. Understand

Acting like an expert, showing understanding of words, concepts, cause and effect and ‘reasons for’!

6. Remember

Acting like an internet databese to recall information, facts and data?

Dalam penjelasan diatas berfikir tingkat tinggi dalam Taksonomi Bloom dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Desain

Mengalami untuk menghasilkan produk, ide atau cara baru 2. Evaluasi

Menimbang/bukti untuk membuat dan membenarkan keputusan 3. Menganalisis

Mengidentifikasi bagian komponen dari sebuah isu, situasi atau objek 4. Menerapkan

Menerapkan ketrampilan baru, aturan dan konsep terkait dan situasi baru 5. Memahami

(16)

Mengingat data, fakta dan informasi

Dalam hal ini hubungan Higher Order Thinking Skills (HOTS) dengan Discovery Learning saling berkaitan, karena Discovery Learning yang berarti mengembangkan keaktifan dengan cara menemukan pengetahuannya sendiri dengan cara menemukan, menyelidiki sendiri sehingga sehingga hasil yang diperoleh bertahan lama dalam ingatan siswa dan tidak akan mudah lupa, maka untuk mendukung hal tersebut pendekatan Discovery Learning sebagai salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melatih siswa dalam berpikir kritis, logis dan sistematis dan mampu menemukan pengetahuannya sendiri dengan cara menganalisis. Cara belajar untuk menganalisis termasuk dalam belajar berfikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).

2.1.4 Media Pembelajaran

Pada kegiatan pembelajaran guru perlu mengadakan penggunaan media untuk mendukung model yang digunakannya agar lebih menarik. Dalam perkembangan zaman dan teknologi saat ini guru dituntut agar mampu mengoperasikan alat-alat yang telah disediakan oleh sekolah. Sehingga siswa menjadi lebih tertarik dalam belajar. Untuk itu seorang guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pengajaran. Berbagai bentuk media dapat digunakan utnuk meningkatkan pengalaman belajar ke arah yang lebih konkret. Pengajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekedar menggunakan kata-kata (simbol verbal), sehingga dapat diperoleh hasil pengalaman belajar yang lebih berarti bagi siswa. Dalam hal ini Gagne dan Briggs (1979) dalam Ibrahim dan Syaodih (2003: 113) menekankan pentingnya media sebagai alat untuk merangsang proses belajar-mengajar.

(17)

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar (siswa) Zainal Aqib (2013: 50). Makna media pembelajaran lebih luas dari alat peraga, alat bantu mengajar, media audio visual. Media pengajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa, sehingga dapat mendorong proses belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu untuk guru dalam proses belajar mengajar serta sarana penyampaian pesan dari sumber belajar ke penerima pesan yaitu siswa itu sendiri.

Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang ikut mempengaruhi ilkim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan menurut Sadiman, dkk (2006: 17-18) kegunaan media pendidikan dalam proses belajar mengajar adalah:

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam benatuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya: a. Objek yang terlalu besar – bisa digantikan dengan realita, gambar, film

bingkai, film, atau model.

b. Obek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film atau gambar.

c. Gerak yang terlalu lambat atau cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography.

d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.

(18)

f. Konsep yang terlalu luas misal (gunung berapi, gempa bumi, iklim dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain. 3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi

sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahan belajar siswa,

b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan,

c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

4) Mengatasi sifat unik yang dimiliki tiap siswa ditambah dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa.

Menurut Ariani dan Haryanto (2010: 91-93) menggolongkan media menjadi tiga: a. Media visual

Media yang hanya mengandalkan indera penglihatan. Media ini ada yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti foto, gambar, lukisan. b. Media audio

Media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja seperti radio, cassette recorder, piringan hitam.

c. Media audiovisual

Merupakan media yang mempunyai unsur suara dan unsure gambar. Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan kedua contoh dalam media ini adalah media video, media komputer.

2.1.4.1 Media Gambar

(19)

ruang kelas. Siswa tidak perlu membayangkan materi yang disampaikan oleh guru, karena dengan media gambar siswa dapat melihat langsung ilustrasi yang ada.

Menurut Hamalik dalam (Sri Fajarsih, 2012: 7), media gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual ke dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan ataupun pikiran yang bermacam-macam seperti lukisan, potret, slide, film, strip, opaque proyektor.

Menurut Sadiman dalam (Sri Fajarsih, 2012: 7) media gambar adalah media yang paling umum dipakai, yang merupakan bahasan umum yang dapat dimengerti, dan dinikmati dimana saja.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media gambar adalah suatu media yang dapat diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi yang dapat dinikmati dimana saja.

2.1.4.2 Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar

Media Gambar mempunyai kelebihan dan kelemahan diantaranya:

1)Sifatnya konkret, gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata.

2)Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu.

3)Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

4)Foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman. 5)Foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan

peralatan khusus.

Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar/foto juga mempunyai kelemahan-kelemahan yakni:

1)Gambar/foto hanya menekankan persepsi indera mata.

2)Gambar/foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran.

(20)

2.1.4.3 Karakteristik Media Gambar

Menurut Rahadi (2003:27), media gambar harus memiliki beberapa karakteristik anatara lain harus autentik, artinya dapat menggambarkan obyek atau peristiwa seperti jika siswa melihat langsung. Media gambar juga harus sederhana, komposisinya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut.ukuran gambar harus proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran yang sesungguhnya benda atau objek yang di gambar. Media gambar juga harus memadukan antara keindahan dengan kesesuaiannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Media gambar harus message (mengandung pesan). Karena tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

2.1.4.4 Langkah-langkah Media Gambar

Dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan media gambar dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Persiapan

Selain menyiapakan media gambar yang akan digunakan guru harus benar-benar memahami pembelajaran dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

b.Pembukaan

Siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang dipakai dan diperkenalkan dengan media gambar, kemudian siswa diminta untuk mencermati media gambar tersebut dengan cara mereka sendiri.

c. Proses Pembelajaran

(21)

d.Penutup

Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi dalam mengerjakan LKS nya di kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu, dan pada akhir pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi yang lain menuju tingkat kesuksesan dan keaktifan siswa (Sudjana. 2009: 12).

2.1.5 Model Discovery Learning Berbantuan Media Gambar

2.1.5.1 Pengertian Model Discovey Learning Berbantuan Media Gambar

Discovery Learning berbantuan media gambar merupakan suatu penggabungan antara model pembelajaran yang membantu siswa untuk membangun keterkaitan makna dalam proses belajar melalui media (Trianto, 2012:104). Pendekatan ini membantu siswa menemukan dan mengkonstruksikan sendiri pengetahuannya untuk memperoleh keterampilan melalui kegiatan yang beraneka ragam, proses bermain sambil belajar serta proses interaksinya dengan penggunaan media gambar. Pendekatan ini diharpkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa dalam belajar sehingga mereka memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Relmasira (2013) "in collaboration, teachers should put their trust in students to be creatively maintaining

their own learning. Teachers should be no longer control the learning and start to

empower meaningful collaboration for achieving successful learning where all

students achieve progress in learning." Dalam berkolaborasi, para guru harus mempercayai siswa agar dapat secara kreatif mempertahankan pembelajaran mereka sendiri. Guru juga harus mengontrol pembelajaran dengan cara mendorong siswa agar pembelajaran lebih bermakna, dimana setiap siswa dapat mencapai kemajuan dalam belajar." Untuk mendukung hal tersebut, model pembelajaran Discovery Learning sebagai salah satu model pembelajaran yang berkolaborasi secara kelompok yang dapat digunakan untuk melatih siswa dalam bekerjasama untuk menemukan pengetahuannya sendiri.

(22)

2.1.5.2 Langkah-langkah Pembelajaran Model Discovery Learning Berbantuan Media Gambar

Dalam penelitian ini, peneliti menggabungkan model Discovery Learning dengan berbantuan Media Gambar. Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model Discovery Learning berbantuan Media Gambar adalah sebagai berikut:

1. Guru menentukan tema pembelajaran yang akan diajarkan 2. Guru membuka pelajaran

3. Guru melakukan apersepsi untuk memotivasi siswa

4. Siswa mengamati lingkungan sekolah yang berhubungan dengan bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya

5. Siswa menjawab pertanyaan guru mengenai hal yang dapat ditemukan dilingkungan sekolah yang berkaitan dengan bagian-bagian tumbuhan dan fungsinya

6. Guru menampilkan gambar-gambar seputar materi yang ada di dalam tema pembelajaran.

7. Siswa membentuk kelompok (3-4 siswa)

8. Siswa bersama kelompok mengidentifikasi permasalahan mengenai gambar yang sedang ditampilkan

9. Siswa mengelompokkan masalah yang sesuai dengan gambar

10.Siswa berdiskusi menentukan hipotesis dari pertanyaan yang telah mereka kelompokkan.

11.Siswa perwakilan kelompok menyampaikan hipotesis yang telah dibuat. 12.Siswa menerima sebuah LKS keseimbangan alam dan pelestarian SDA.

13.Siswa menyimak arahan yang diberikan guru tentang kegiatan selanjutnya yaitu percobaan

14.Siswa mengambil peralatan yang diperlukan untuk melakukan percobaan

15.Siswa bersama kelompoknya melakukan percobaan berdasarkan langkah percobaan yang ada dalam LKS

(23)

17.Siswa bekerja kelompok untuk mendiskusikan permasalahan yang dirumuskan dengan mengamati percobaan

18.Siswa mencatat hasil pengamatannya pada LKS

19.Siswa melihat/ mengecek kembali pertanyaan atau hipotesis yang telah dibuat berdasarkan hasil percobaan

20.Siswa mempresentasikan hasil diskusi

21.Siswa bersama guru membahas hasil percobaan yang telah dilakukan 22.Siswa melakukan penguatan materi yang diberikan guru

23.Siswa bersama guru melakukan tanya jawab mengenai materi yang belum dipahami

24.Siswa membuat kesimpulan berdasarkan diskusi kelas yang telah dilakukan dilanjutkan dengan evaluasi dan tindak lanjut

Dengan menerapkan model Discovery Learning berbantuan dengan Media Gambar, maka guru mampu menciptakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif sehingga dapat memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran IPA.

2.1.5.3 Analisis Komponen Model Pembelajaran Discovery Learning

1. Sistem Sosial

Sistem sosial dalam penerapan model Discovery Learning dengan Media Gambar memberikan pengaruh terhadap peran guru dan siswa. guru berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran IPA. Guru memberikan dan menyediakan berbagai fasilitas untuk membantu siswa dalam pembelajaran seperti melalui gambar. Siswa juga memaksimalkan proses belajarnya melalui berbagai fasilitas yang diberikan guru.

2. Prinsip Reaksi

(24)

(problem statement), mengumpulkan data (data collection), pengolahan data (data processing), pembuktian (verification) dan generalization (menarik kesimpulan), serta hasil belajar siswa dimulai selama proses hingga akhir belajarnya (penilaian yang sebenarnya).

3. Sistem Pendukung

Dalam pembelajaran tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya dukungan berupa sarana dan prasarana yang memadai. Untuk itu dalam pembelajaran dengan menerapkan model Discovery Learning berbantuan Media Gambar, sarana dan prasarana yang digunakan meliputi Media Gambar, laptop, pengeras suara, LCD, proyektor, soal yang dikemas dalam LKS, lingkungan sekitar, media dan alat peraga yang sesuai dengan tema pembelajaran.

4. Dampak Pengiring dan Dampak Instruksional

Penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan dengan Media Gambar memberikan berbagai dampak dalam pembelajaran. Dampak-dampak tersebut meliputi:

a. Dampak pengiringnya yakni berupa karakter-karakter yang diharapkan dapat muncul setelah siswa belajar dengan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan dengan Media Gambar. Karakter-karakter yang diharapkan yaitu bertanggung jawab, toleransi, bekerjasama, percaya diri, dan teliti.

b. Dampak interaksional dalam penerapan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan dengan Media Gambar adalah adanya peningkatan hasil belajar siswa kelas 4 pada pembelajaran IPA.

2.2 Penelitian Yang Relevan

(25)

ditunjukkan dari rata-rata nilai evaluasi belajar siswa pada siklus I menjadi 78,72% dan terjadi peningkatan setelah adanya perbaikan pembelajaran pada siklus II menjadi 97,76.

Penelitian yang dilakukan oleh Gina Rosarina (2016) yang berjudul “Penerapan Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Perubahan Wujud Benda”. Dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran dengan model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA kelas IV. Peningkatan ini dilihat dari presentase ketentuan setiap siklus. Siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus I berdasarkan hasil tes ada 7 siswa (26,92%), siklus II menjadi 17 siswa (65,38%) dan siklus III 23 siswa (88,46%).

Berdasarkan hasil penelitian dari Siti Maslaah di Banyumas dengan judul Penggunaan Media Gambar Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Kelas V Sub Pokok Bahasan Alat Peredaran Darah Pada Manusia Di MI Ma’arif Tamansari Karanglewas Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus I dan siklus II semakin meningkat. Siklus I ratanya mencapai 63,91% dengan nilai tertinggi 90 dan terendah 30, siklus II rata-ratanya 83,91, nilai tertinggi 100 dan terendah 60. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam perlu adanya kreatifitas guru untuk menggunakan media pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dari kajian empiris tersebut didapatkan informasi bahwa model pembelajaran Discovery Learning dengan Media Gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hasil penelitian tersebut menjadi pendukung

untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Penerapan Model

(26)

2.3 Kerangka Pikir

Pembelajaran di sekolah dasar harus dilaksanakan secara kreatif. Karena pola berfikir taraf usia anak-anak masih senang bermain atau berkelompok, jadi guru dituntut harus mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan agar pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi peserta didik. Menggunakan model pembelajaran Discovery Learning siswa menjadi aktif untuk berfikir kritis menemukan pengetahuannya sendiri dalam setiap pembelajaran, dengan melakukan kegiatan pengamatan alam sekitar untuk menarik kesimpulan dapat mningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa tidak akan merasa jenuh karena mereka bisa mengamati lingkungan sekitar tentang materi yang diajarkan guru. Keinginan siswa untuk memperoleh nilai yang tinggi dapat memacu mereka untuk terus belajar. Dengan menggunakan metode Discovery Learning siswa dapat berfikir kritis menemukan pengetahuannya sendiri dalam setiap pembelajaran.

(27)

Gambar 1. Skema Peningkatan Hasil Belajar IPA Dengan Model Pembelajaran

Discovery Learning Berbantuan Media Gambar

2.4 Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka hipotesis yang menjadi jawaban sementara dari penelitian ini adalah: Penggunaan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar tema 4 (Berbagai Pekerjaan) pada mata pelajaran IPA pada siswa kelas 4 semester I SD Negeri 01 Tegalsari Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.

Diduga dengan menggunakan metode

Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir

Menerapkan model Discovery

Learning

berbantuan Media

Gambar

1.Pembelajaran lebih menarik, siswa dapat berfikir secara aktif dan kreatif dan dapat menemukan pengetahuannya sendiri 2.Penggunaan media dapat membantu guru untuk menyajikan

Gambar

Tabel 2.2  Pemetaan Sintak Model Pembelajaran Discovery Learning
c.gambar.  Gerak yang terlalu lambat atau cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau
gambar juga merupakan sarana yang baik untuk membawa situasi dunia luar kedalam
gambar adalah suatu media yang dapat diwujudkan secara visual dalam bentuk dua
+4

Referensi

Dokumen terkait

Inter dapat diartikan sebagai: (1) ruang yang berbeda, dasar yang berbeda yang melandasi permasalahan, isu, atau pertanyaan tertentu yang menjadi fokus dua

Penelitian Yaser Mansour Almansour, 2012, menjelaskan bahwa variabel TQM yaitu; 1) Komitmen pada kualitas; 2) Keterlibatan karyawan; 3) Fokus pada pelanggan; 4)

Salah satu hasil yang paling penting dengan melakukan penelitian lapangan dalam suatu masyarakat yang asing dengan bahasa yang sama sekali berbeda, bahwa proses penerjemahan akan

pelayanan yang berkulitas terhadap nasabah akan tetap bertahan bahkan bersaing lebih baik dalam pasar global. Agar suatu bank dapat memiliki keunggulan dalam skala global,

Untuk soal nomor 7–11, pilihlah kata-kata atau frasa yang yang merupakan padanan kata atau padanan pengertian yang paling dekat dengan kata yang dicetak dengan huruf kapital

,eski tidak ada catatan yang menyebutkan dimana Sunan Bonang pertama kali mendarat, walaupun beliau dating tidak lama setelah Sunan Gresik, namun yang dicatat sejarah adalah

DAFTAR NAMA PELAMAR YANG DINYATAKAN LULUS SELEKSI ADMINISTRASI PENGADAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN SOSIAL. TAHUN

means song can help student to increase and memorable the word using song, because for students elementary school leam vocabulary using song Is very fun and easy to remember.. Songs