• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

Modul Ilmu Pengetahuan Sosial Pusbindiklat Lipi – 2014

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM ILMU

PENGETAHUAN SOSIAL

1

1. PENGANTAR PENELITIAN SOSIAL 1.1. Filsafat Ilmu

a. Ontologi b. Epistemologi c. Aksiologi

1.2. Penjelajahan Ilmu Sosial (Social Inquiry) a. Pencarian Kebenaran

b. Logika dan Hakikat Penalaran c. Paradigma Ilmu Sosial

1.3. Etika dalam Penelitian Ilmu Sosial

2. PENELITIAN KUALITATIF

2.1. Definisi Penelitian Kualitatif 2.2. Tujuan Penelitian Kualitatif

a. To explore b. To describe c. To explain d. To understand e. To predict 2.3. Strategi Penelitian

a. Induksi b. Deduksi c. Retroductive d. Abductive

2.4. Jenis-jenis Penelitian Kualitatif a. Fenomenologi

b. Etnografi c. Etnometodologi d. Hermeneutik e. Semiotika

2.5. Metode Penelitian Kualitatif a. Penelitian Grounded b. Case Studies

c. Participatory Action Research d. Penelitian Interdisiplin

2.5. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif

1 Disusun dan dipersiapkan oleh Lilis Mulyani dan Anas Saidi, Pusat

(2)

2.6. Dimensi Etis dalam Penelitian Kualitatif

3. PENELITIAN DENGAN MIXED-METHODS

3.1. Pengantar tentang Penelitian dengan Mixed-Methods a. Penelitian Empiris

b. Validitas

c. Penelitian dengan Subyek Manusia

3.2. Merancang Penelitian Sosial dengan Mixed Methods 3.3. Evaluasi dalam Penelitian Mixed Methods

4. PRAKTEK PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENELITIAN SOSIAL 4.1. Rancangan Penelitian

4.2. Konseptualisasi Dan Operasionalisasi Teori 4.3. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam b. Life Histories

c. Observasi

d. Focus Group Discussion e. Data Literatur

f. Data Media Massa dan Internet 4.4. Pengolahan Dan Analisis Data

a. Transkripsi Wawancara Mendalam dan Field Research Notes b. Membaca, Menyeleksi dan Mengkategorisasi Data

c. Analisis Data Primer

i. Metode Triangulasi ii. Model Bogden dan Biklen

iii. Analisis Konversasi (Conversation Analysis) iv. Knowledge Tracking

v. CAQDAS

d. Analisis Data Sekunder

4.5. Penyusunan Laporan Dan Presentasi Hasil

(3)

I PENGANTAR PENELITIAN SOSIAL

Penelitian merupakan sebuah proses pencarian atau penelahaan pengetahuan melalui serangkaian langkah atau prosedur yang ketat guna mendapatkan kebenaran dari realitas suatu benda, subyek, atau suatu keadaan tertentu. Sebagai pengantar, tidak ada salahnya peserta ajar sedikit memahami mengenai filsafat ilmu dan hakikat ilmu pengetahuan yang menjadi dasar dari proses penelahaan yang dilakukan melalui penelitian ilmu sosial.

1.1 Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu membantu kita mencari jawaban-jawaban atas pertanyaan tentang pengetahuan yang telah kita miliki. Proses penjelajahan atau penelaahan ilmu (social inquiry) merupakan sebuah proses yang terus berkembang dari waktu ke waktu, dengan pertanyaan-pertanyaan yang seringkali sesuai dengan perkembangan jamannya. Bagaimana mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah yang kita ketahui selama ini merupakan sebuah kebenaran? Apakah ilmu yang kita dapatkan sudah diperoleh melalui cara yang ilmiah? Apakah ilmu yang telah kita peroleh mencukupi sebagai pengetahuan ataukah ia terkait dengan ilmu-ilmu lain?

Berpikir secara filsafat dalam proses penelaahan ilmu memiliki beberapa karakteristik utama (Suriasumantri, 1988: 20-21), yaitu: sifat menyeluruh, sifat mendasar dan sifat spekulatif. Sifat menyeluruh dari filsafat ilmu mengandaikan kita untuk tidak berpikir dalam batas-batas keilmuan yang kita miliki; namun mulai melihat keterhubungan (interconnectedness) ilmu yang kita miliki dengan ilmu-ilmu atau bentuk pengetahuan lainnya. Ia bisa juga melihat hubungan ilmu dengan moral ataupun agama. Sifat mendasar filsafat ilmu mengharuskan kita memiliki dasar pijakan yang kuat dalam mempercayai pengetahuan yang dia miliki. Apakah pengetahuan yang saya miliki diperoleh dengan cara yang benar? Bagaimana mencari pengetahuan dengan benar dan valid? Sifat spekulatif filsafat ilmu membuat kita senantiasa mempertanyakan logika dari pengetahuan yang kita dapatkan dengan metode tertentu, mana pengetahuan yang dapat diandalkan dan mana yang tidak; mana yang dapat dijadikan argumen mana yang tidak; mana yang logis dan mana yang tidak, mana yang berdasarkan metode tertentu benar secara ilmiah dan mana yang tidak. Sifat spekulatif filsafat ilmu juga membantu kita untuk mempertanyakan pengetahuan-pengetahuan yang ada, sehingga proses penelahaan ilmu terus berjalan. Satu pengetahuan berganti dengan pengetahuan yang lain.

Box 1

(4)

Semua ilmu, baik itu ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial berpijak dari dasar pemikiran filsafat. Filsafat ilmu pengetahuan terdiri dari tiga cabang telaahan yang ketiganya dapat menjadi obyek telaahan yang berbeda dengan metodologi yang berbeda pula.

a. Ontologi

Landasan ontologis dari ilmu berupaya mengkaji obyek dari ilmu pengetahuan. Penelitian selalu berupaya untuk menelaah sesuatu, sesuatu atau obyek ilmu pengetahuan itu adalah apa yang dinamakan “realitas”. Mengenai ontologi, Blaikie (2008:8) menyebutkan bahwa:

“From a philosophical point of view, ontology is the science or study of being. ... Ontological assumptions are concerned with what we believe constitutes social reality”

Landasan ini biasanya diwakili dengan bentuk-bentuk pertanyaan seperti: Obyek apa yang ditelaah oleh ilmu? Apa yang nyata? Bagaimana kita mendeskripsikan realitas? Bagaimana kita bisa memahami perwujudan fisik obyek tertentu? Bagaimana kita bisa memahami realitas? Bagaimana hubungan obyek dengan daya tangkap manusia sehingga membuahkan pengetahuan? Pertanyaan yang lebih berhubungan dengan obyek realitas itu sendiri, misalnya, apakah listrik sesuatu yang nyata? Apakah batu atau guunug berapi nyata? Apakah gempa bumi nyata? Apakah kemiskinan dan kesenjangan itu nyata? Apakah malaikat itu nyata?

Ada tiga pertanyaan utama saat kita bertanya apakah sesuatu itu merupakan suatu realitas yang nyata atau tidak, yaitu:

1) Dalam penelitian ini, apa yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa sesuatu itu nyata?

2) Bagaimana pandangan saya tentang realitas sesuatu yang nyata itu membentuk informasi yang saya coba tangkap, rekam, tafsirkan dan sampaikan pada orang lain?

3) Bagaimana cara saya menggunakan alat analisis (termasuk program computer) membangun realitas berdasarkan apa yang saya tangkap, rekam, tafisrkan dan sampaikan pada orang lain?

b. Epistemologi

Epistemologi adalah ilmu untuk mengetahui, dan metodologi yang merupakan cabang dari epistemologi adalah “the science of finding out” (Babbie, 2007:7). Landasan epistemologi berkaitan dengan prosedur atau cara untuk mendapatkan pengetahuan. Landasan epistemologis dapat diwakili oleh pertanyaan-pertanyaan:

1) Apa yang menjadi ciri pengetahuan yang valid dan benar dan bagaimana cara mendapatkannya? Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan? Bagaimana prosedur mendapatkan pengetahuan tersebut? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa kriteria ilmu pengetahuan yang benar? Cara dan sarana apa yang diperlukan?

2) Dalam penelitian ini, istilah apakah yang dapat menggambarkan dengan baik apa yang saya coba temukan atau hasilkan? Apakah itu pengetahuan? Pemahaman? Kebenaran? Informasi? Data?

(5)

3) Apa tujuan saya untuk menemukan sebuah jawaban yang benar? Ataukah untuk menghasilkan perspektif yang dapat dipertanggungjawabkan?

Adapun mengenai sumber pengetahuan, seorang peneliti dapat mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1) Dalam penelitian ini, apakah yang saya pikir layak dan tidak layak dijadikan sumber pengetahuan? Apakah saya akan fokus hanya pada tingkah laku yang kelihatannya langsung berhubungan dengan panca indera? Ataukah saya akan mengabaikan tingkah laku yang tidak langsung berhubungan dengan pancaindera, seperti kepercayaan seseorang, persepsi, niat, dan lain sebagainya?

2) Sebagai tambahan atas tingkah laku dari subyek penelitian saya, apakah saya akan memasukkan tingkah laku saya sendiri atau rekan peneliti saya sebagai sumber data? Apakah hasil observasi kami akan kami perlakukan sebagai data? Apakah itu akan termasuk ingatan dan catatan kami atas data-data tersebut?

Ada beberapa masalah yang dipersoalkan dalam epistemologi. Pertama, apakah realitas sosial itu obyektif yang berpusat pada pengalaman atau subyektif yang bertumpu pada makna. Kedua, apakah ilmu pengetahuan itu bebas nilai (free value) atau terikat nilai. Ketiga, apakah realitas sosial itu bersifat deterministik bersifat serba kausalitas dan linier atau sebaliknya bersifat kesukarelaan dan tidak linier (siklus). Keempat, apakah asumsi kebenaran itu harus dibuktikan melalui verifikasi pengalaman indrawi atau melalui pemahaman (tafsir).

Kedua, bagi kaum positivis ilmu adalah bebas nilai. Tidak ada pertanyaan moral yang dapat disertakan dalam kebenaran ilmu. Tugas ilmuwan hanyalah memotret realitas itu apa adanya (how to know) dan tidak ada kewajiban untuk merubahnya (how to change). Sebaliknya bagi kaum subyektifis ( kelompok kritis), ilmu itu tidak netral. Tugas ilmuan bukan sekadar mengetahui realitas secara apa adanya, tetapi juga berkewajiban untuk mengubahnya.

Ketiga, pada hakekatnya dalam ilmu pengetahuan (sosial) ada keteraturan yang dapat lacak sebab-akibatnya. Jadi dalam epistemologi positvistik, semua proses penelitian harus dapat diterangkan melalui prinsip sebab akibat yang dapat diukur. Karenya hasil penelitian dapat digunakan untuk memprediksi. Misalnya, kapan Unis Sehingga, jalannya realitas bisa diprediksi. Sebaliknya bagi kaum subyektifis, tidak ada keteraturan yang dibakukan dalam sebab-akibat yang deterministik. Terlalu banyak keunikan yang tidak bisa diseragamkan dan diprediksi secara matematis, karena jalannya realitas cenderung mengulang (siklus).

(6)

untuk apa pengetahuan itu digunakan pada akhirnya membawa kita pada landasan ilmu pengetahuan yang ketiga, yaitu aksiologi.

c. Aksiologi

Landasan aksiologi berkaitan dengan kajian mengenai kegunaan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan. Landasan aksiologi ini secara khsuus terkait dengan nilai dan etika. Terkait dengan analisis data kualitatif, ada tiga aturan utama terkait aksiologi, yaitu: (1) tempat dan peran nilai-nilai yang disandang oleh peneliti dalam proses penelitian; (2) peran dari subyek penelitian; dan (3) cara paling tepat untuk menggunakan hasil penelitian. Landasan ini dapat diwakili oleh pertanyaan-pertanyaan:

1) Untuk apa ilmu pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan ilmu dengan kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek atau subyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara prosedur yang digunakan dengan norma moral atau profesional?

2) Dalam penelitian ini apakah mungkin nilai-nilai yang saya pegang akan mempengaruhi proses dan hasil analisis saya? Jika ya, bagaimana saya akan mencapainya? Jika tidak, kapan dan bagaimana tepatnya saya akan menggunakan nilai-nilai yang saya pegang dalam analisis dan bagaimana mempertanggung jawabkannya?

Ketiga landasan filsafat pengetahuan tersebut, berkaitan langsung dengan metodologi yang akan kita gunakan dalam penelitian, sebagaimana digambarkan dalam pertanyaan-pertanyaan yang dicontohkan di atas.

Gambar 1: Hubungan Landasan Filsafat Pengetahuan dan Metodologi

Methodology axiology

Ontology

epistemology

1.2 Penjelajahan Ilmu Sosial (Social Inquiry)

a. Pencarian Kebenaran

Penelitian merupakan sebuah proses pencarian kebenaran atau pengetahuan baru dari pengetahuan yang telah ada, atau dari realitas baru yang kita temukan. Realitas dalam ilmu sosial seringkali bersifat rumit, dan sangat tergantung dari perspektif setiap individu dalam melihat realitas tersebut. Penafsiran individu atas realitas yang ada juga sangat ditentukan oleh konstruksi sosial budaya yang dibangun dari waktu ke

(7)

waktu. Untuk menangkap realitas dalam ilmu sosial ini tidak hanya diperlukan serangkaian metode yang ketat, namun juga keahlian peneliti dan ilmuwan sosial untuk menafsirkan dan mengabstraksikan realitas tersebut ke dalam bangunan konsep dan teori yang dapat digunakan oleh ilmuwan sosial lainnya dalam konteks yang mungkin saja berbeda.

Terdapat empat kunci dalam merancang dan melaksanakan penelitian dalam ilmu sosial, yaitu:

1. Metode, yang merupakan teknik atau prosedur tertentu yang digunakan untuk mencari pengetahuan

2. Metodologi, yaitu strategi, rencana atau desain yang menghubungkan antara pilihan-pilihan teknis (metode) dengan tujuan yang diharapkan dari proses penelitian

3. Perspektif teoritis, yaitu dasar pijakan teoritis yang kita gunakan, yang memberikan gambaran tentang metodologi dan konteksnya untuk memperlihatkan keterkaitan secara logis dari kriteria-kriteria yang digunakan berdasarkan dasar pijakan filosofis atau teoritis kita;

4. Epistemologi dan ontologi, yaitu teori dan pengetahuan kita, pemahaman akan realitas atau obyek dan subyek yang akan diteliti yang memberikan gambaran antara keterhubungan antara perspektif teoritis dengan metodologi yang digunakan.

b. Logika dan Hakikat Penalaran

Manusia mampu mengembangkan pengetahuan dikarenakan dua hal, pertama karena kemampuan berkomunikasi; dan kedua, kemampuan untuk berpikir. Manusia berkomunikasi melalui bahasa, apakah itu bahasa verbal maupun non-verbal. Dalam berkomunikasi manusia menyampaikan informasi kepada manusia lainnya tentang sesuatu hal. Kemampuan berkomunikasi dimiliki hampir setiap makhluk hidup di muka bumi, yang membedakannya kemudian adalah kemampuan manusia yang kedua, yaitu kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir membantu manusia untuk memberikan kerangka dan alur berpikir tertentu untuk menjawab masalah ataupun pertanyaan mendasar yang dipikirkannya.

(8)

berpikir yang jelas tentang mana yang termasuk dalam kriteria berpikir ilmiah, dan mana yang tidak.

c. Paradigma Ilmu Sosial

Paradigma adalah kerangka pikir atau pandangan umum atau “titik dimana harus mulai melihat sesuatu”. Paradigma memberikan jalan untuk melihat kehidupan dan didasarkan pada sekumpulan asumsi mengenai hakikat realitas yang ada. Thomas Kuhn (The Structure of Scientific Revolutions, 1962) mengatakan bahwa seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu. Paradigma tersebut memungkinkan ilmuwan untuk memecahkan kesulitan yang muncul dalam rangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tak dapat dimasukkan dalam kerangka ilmunya, dan menuntut revolusi paradigmatis terhadap ilmu tersebut.

Beberapa pengertian paradigma dalam ilmu sosial: (1) cara memandang sesuatu;

(2) model, pola, ideal dimana melalui model, pola atau ideal tersebut sebuah realitas sosial atau fenomena tertentu dipandang dan dijelaskan;

(3) totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret yang melekat dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu;

(4) Dasar untuk menyeleksi problem-problem sosial dan pola untuk memecahkan problem-problem dalam penelitian sosial.

1.3 Etika dalam Penelitian Ilmu Sosial

Meskipun modul ini lebih banyak membahas mengenai teknis penelitian, baik kualitatif maupun kuantitatif; namun persoalan etika dalam penelitian ilmu sosial justru menjadi fokus pembahasan yang fundamental bagi setiap peneliti ilmu sosial. Mengutip dari Babbie (2007: 26-28) ada beberapa isu etika yang utama dalam penelitian ilmu sosial, yaitu:

a. Partisipasi sukarela (voluntary participation)

Setiap partisipasi yang dilakukan oleh para subyek dalam penelitian sosial, yang adalah manusia, harus didasarkan pada kesukarelaan, dan tidak ada paksaan sama sekali.

b. Persetujuan berbasis pemahaman (informed consent)

Persetujuan subyek penelitian ilmu sosial harus didasarkan pada pemahaman mengenai langkah atau prosedur yang harus dijalani subyek penelitian, termasuk apa yang dibutuhkan dari subyek sebagai bagian dari partisipasinya dalam penelitian.

c. Jangan membawa kerugian bagi subyek (bring no harm to subjects)

Peneliti wajib memahami posisi subyek penelitian, ancaman atau hambatan yang mungkin muncul dengan keterlibatannya di dalam penelitian tersebut; baik di saat penelitian dilakukan maupun di saat setelah penelitian selesai dilakukan. Setiap keberatan yang diajukan oleh subyek wajib diperhatikan oleh peneliti, misalnya apabila subyek penelitian tidak berkenan namanya

(9)

dikutip dalam laporan penelitian maka dalam seluruh laporan ataupun proses diseminasi, penyamaran identitas subyek wajib diterapkan oleh peneliti. Isu privasi juga patut menjadi perhatian peneliti dalam melakukan langkah penelitian ilmu sosial yang melibatkan subyek manusia.

LIPI telah menerbitkan sebuah dokumen Ethical Clearance yang dapat dipergunakan peneliti untuk mendapatkan persetujuan dari subyek sehingga setiap informasi yang didapatkan dari langkah-langkah penelitian dapat diterbitkan atas nama peneliti yang bersangkutan.

DAFTAR BACAAN LANJUTAN

1. Babbie, Earl, 2007, The Practice of Social Research, Eleventh Edition, Belmont USA: Waldworth Cengage Learning.

2. Baptiste, Ian. 2001. Qualitative Data Analysis: Common Phases, Strategic Differences, Forum Qualitative Social Research, Volume 2, No. 3 – September 2001.

3. Blaikie, Norman. 2009. Designing Social Research. Cambridge: Polity Press. 4. Kuhn, Thomas, 1962, The Structure of Scientific Revolutions.

5. Raddon, Arwen. 2014. Early Stage Research Training: Epistemology and Ontology in Social Science Research. College of Social Science The University of Leicester.

6. Suriasasmita, Jujun S., 1988, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan.

(10)

II PENELITIAN KUALITATIF

2.1 Definisi Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif merupakan salah satu bentuk penelitian dalam ilmu pengetahuan sosial yang mendeskripsikan dan menganalisis realitas sosial manusia. Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian yang melibatkan manusia sebagai subyek penelitian. Pendekatan kualitatif berbeda dari pendekatan kuantitatif yang mendasarkan pada realitas fakta-fakta yang dapat diukur melalui penghitungan tertentu karena pelibatan manusia sebagai subyek seringkali melibatkan hal-hal yang tidak dapat dikuantifikasi, misalnya: emosi, pandangan hidup, manusia dapat berpura-pura (jawaban hasil survey misalnya, dapat berbeda dengan hasil observasi langsung peneliti). Jadi penelitian kualitatif tidak hanya melibatkan apa yang disebut sebagai emik sebagai proses analisis untuk mendeskripsikan realitas sosial yang diteliti; namun juga mencakup etik merupakan proses analisis untuk menafsirkan realitas sosial yang diteliti.

Data yang dicari dalam penelitian kualitatif maupun kuantitatif adalah realitas sosial di dalam masyarakat. Namun sifat data yang dicari dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif yang membuat jenis penelitian ini tidak dapat dilakukan melalui prosedur yang bersifat generalisasi melalui proses pengukuran atau statistik. Realitas sosial tidak dapat digeneralisasi, atau diukur atau dikuantifikasi, karena sifatnya subyektif. Dalam penelitian kuantitatif, ada realitas sosial yang dapat diukur dan dikuantifikasi, dan dijui secara empiris karena memiliki kesamaan dengan realitas alam dan memiliki “keajegan” tertentu (Saidi, 2012). Sementara dalam penelitian kualitatif, sifat realitas sosial yang sama dilihat secara berbeda karena ada unsur “manusia” yang sifatnya subyektif, unsur manusia inilah yang mempengruhi realitas sosial tersebut, karena realitas sosial dibentuk dan dibangun oleh manusia-manusia di dalam masyarakat, manusia-manusia mana memiliki kepentingan subyektif, bisa berlaku berpura-pura, tidak selalu berulang dengan pola yang sama, dan tidak selalu sama antara manusia yang satu dengan yang lain, sehingga seringkali tidak dapat diramalkan sulit diukur secara kuantifikasi.

Ada setidaknya dua cara untuk memotret realitas yaitu menggambarkannya sebagaimana adanya (to describe and to explain - positivism) dan menafsirkan realitas tersebut untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam dari sekedar fakta-fakta realitas tersebut (to understand – interpretivism).

Tabel 1: Positivisme dan Interpretivisme: Menjelaskan dan Memahami

Positivis Menjelaskan

(explaining atau erklaren)

Interpretatif Memahami (understanding atau verstehen)

Ilmu alam Ilmu sosial

Obyektif Fakta-fakta yang

dapat diamati Subyektif Pemahaman dan aksiindividual Realisme Fakta adalah fakta –

kebenaran dapat Subyektivisme Manusia adalah manusia –kebenaran ada di luar sana,

(11)

ditemukan dengan menggunakan metode yang benar

tapi itu sungguh rumit dan tidak mudah dijelaskan berdasarkan fakta-fakta yag terlihat saja

Bebas nilai Prinsip universal dan

fakta Penafsiran atas realitasyang didasarkan pada pemahaman yang dibentuk

Perbedaan tersebut di atas yang diantaranya menjadi ciri khas dari apa yang disebut sebagai metode penelitian kualitatif dan metode penelitian kuantiatif. Perkembangan dunia ilmu pengetahuan awalnya sangat tajam membedakan kedua metode penelitian tersebut, namun perkembangan paling akhir justru melihat kebutuhan untuk menjawab permasalahan sosial yang semakin kompleks dengan menggabungkan kedua metode tersebut. Modul ini akan menjelaskan mengenai kedua metode tersebut, dan pembahasan mengenai metode yang menggabungkan keduanya.

!!!!! Penentuan metode penelitian apa yang sebaiknya digunakan sangat tergantung pada sifat realitas sosial yang hendak diteliti, bukan sebaliknya!

2.2 Tujuan Penelitian Kualitatif

Melihat pada perbedaan yang telah disebutkan di atas, terdapat lima tujuan utama dalam melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, yaitu:

a. To Explore

Penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menggali sebuah realitas baru yang terjadi dan belum pernah ada sebelumnya. Hal ini dikarenakan realitas sosial yang menjadi obyek penelitian kualitatif seringkali berubah sesuai perkembangan jaman; dan kebutuhan untuk menggali realitas yang baru akan terus muncul. Contoh paling baik adalah penelitian tentang ruang bawah tanah, dimana di masa lalu, penelitian tentang ruang bawah tanah belum menjadi obyek penelitian, namun konsep kepemilikan hak atas tanah saat ini dihadapkan pada persoalan bagaimana memanfaatkan ruang bawah tanah, misalnya dalam pembangunan kereta bawah tanah.

b. To Describe

Di saat sebuah realitas sosial sudah muncul dan dapat diamati perkembangannya, bentuk penelitian kualitatif yang paling tepat untuk sekedar menggambarkan realitas sosial tersebut adalah yang bertujuan to describe. Penelitian yang sifatnya deskriptif ini akan memotret realitas sosial sebagaimana adanya realitas tersebut dipandang oleh para peneliti, sesuai dengan metodologi yang digunakannya.

c. To Explain

(12)

yang didalamnya terdapat beberapa fakta sosial yang saling berhubungan. Misalnya untuk menjelaskan keterkaitan antara kemiskinan dengan tingkat pendidikan. Keduanya merupakan fakta sosial, namun apakah kemudian keduanya memiliki keterhubungan, itu dapat dijelaskan dengan penelitian yang sifatnya eksplanatif.

d. To Understand

Penelitian yang bertujuan untuk secara lebih dalam memahami suatu realitas sosial tertentu adalah penelitian yang bertujuan to understand. Penelitian yang bertujuan untuk memahami realitas tertentu ini dilakukan untuk tidak hanya menggambarkan realitas sosial yang diteliti, namun untuk menjelaskan realitas tersebut dengan realitas lainnya, dan sehingga dapat dipahami mengapa realitas itu terjadi, bagaimana itu terjadi, dan bagaimana realitas itu bekerja dalam keterhubungannya dengan realitas sosial yang lainnya.

e. To Predict

Salah satu penelitian kualitaif yang lain adalah penelitian yang bertujuan untuk memprediksi terjadinya realitas sosial dengan berdasarkan pada gejala-gejala sosial yang dapat digambarkan dari realitas sosial yang muncul saat ini. Salah satu contoh penelitian kualitatif yang memprediksi kejadian yang akan datang, misalnya penelitian tentang bagaimana ketimpangan ekonomi dan sosial yang terjadi di dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya revolusi sosial.

Tabel 2: Tujuan Penelitian yang diberikan oleh teori atau prinsip tertentu

Membuat gambaran atau

kondisi yang umum Mengenali data-data baru yang bertentangan dengan data lama Mengelaborasi dan memperkayapenjelasan teori tertentu Memformulasikan dan

hipotesis baru Menjelaskan serangkaian langkah atau tahapan Mendukung atau menolak sebuah penjelasan atau prediksi dari teori atau prinsip tertentu Menentukan kemungkinan

dalam melakukan penelitian Mendokumentasikan proses atau hubungan timbal balik Menghubungkan isu atau topik tertentu dengan prinsip-prinsip yang sifatnya umum

Mengembangkan teknik untuk mengukur dan mencari data di dalam penelitian selanjutnya

Memberikan gambaran tentang latar belakang atau konteks dari sesuatu atau situasi tertentu dalam penelitian kualitatif dengan bertolak dari realitas yang diteliti, yaitu:

a. Inductive

Induksi adalah proses penalaran yang bertolak dari fakta-fakta khusus ke kesimpulan umum. Logika induktif dapat dilakukan melalui:

(13)

(1) Induksi ampliatif, yaitu penalaran yang bertolak dari sejumlah terbatas contoh-contoh yang diamati ke suatu hubungan kausal umum.

(2) Induksi eliminatif, yaitu proses mendukung atau menguatkan suatu pernyataan atau hipotesis dengan memalsukan pernyataan atau hipotesis yang menyainginya, atau seringkali juga disebut sebagai metode konfirmasi tidak langsung.

(3) Induksi intuitif, yaitu proses penalaran yang didasarkan pada pandangan pribadi yang dapat mengalami kebenaran-kebenaran mutlak di dunia.

Induksi sempurna atau induksi formal, yaitu proses penalaran yang menyatakan suatu kebenaran mengenai semua anggota kelompok berdasarkan pengamatan kebenaran itu dalam semua anggota kelompok itu.

b. Deductive

Dalam proses deduksi, pengembangan teori dilakukan mulai dari hipotesis yang dideduksikan untuk menjawab pertanyaan “mengapa” suatu realitas sosial terjadi. Deduksi biasanya digunakan untuk menunjuk kepada macam-macam penalaran yang kesimpulannya berasal dari premis-premis secara niscaya. Deduksi dapat berlangsung dari yang general ke yang partikular, general ke general, atau partikular ke partikular. Proses logika deduktif dapat dilakukan melalui:

(1) Penalaran dari suatu kebenaran umum ke suatu hal yang khusus dari kebenaran itu.

(2) Proses membuat implikasi-implikasi logis dari pernyataan-pernyataan atau premis-premis menjadi eksplisit

(3) Proses penarikan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan (premis-premis) dimana tercapai suatu kesimpulan yang pasti benar dengan aturan logika.

c. Retroductive

Dalam strategi penelitian ini data-data literatur dapat memberikan bantuan dalam membangun sebuah model penjelasan hipotesis.

d. Abductive

Strategi penelitian abduktif digunakan untuk mengeneralisasi teori dimana hipotesis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengumpulan dan analisis data, juga dari proses hasil observasi, refleksi, penarikan hipotesi dan percobaan.

Tabel 3: Strategi Penelitian Kualitatif

Tujuan Induktif Dedukti

f

Retroduktif Abduktif Jenis Pertanyaan Penelitian

Eksploratif (to explore) *** *** Apa (What)

Deskriptif (to describe) *** *** Apa (What)

Eksplanatif (to explain) * *** *** Mengapa (Why)

Prediktif (to predict) ** *** Apa (What)

Memahami (to understand) *** Mengapa (Why)

Mengubah (to change) * ** ** Bagaimana (How)

Mengevaluasi (to evaluate) ** ** ** ** Apa dan Mengapa?

What and Why Menganalisis Dampak

(to assess impact) ** ** ** ** Apa dan Mengapa?What and Why

(14)

Gambar 2: Penggambaran Penalaran Induktif dan Deduktif Dalam Penelitian Kualitatif

2.4 Jenis-jenis Penelitian Kualitatif

a. Fenomenologi

Fenomenologi dapat dibedakan menjadi cabang disiplin ilmu filsafat, maupun sebuah bentuk gerakan historis dalam filsafat ilmu. Fenomenologi dalam penelitian kualitatif dilakukan untuk menggambarkan dan mengidentifikasikan fenomena sosial melalui cara bagaimana fenomena itu digambarkan oleh peneliti atau aktor lainnya dalam situasi tertentu. Dalam kenyataan, hal ini biasanya diterjemahkan dalam proses mengumpulkan informasi dan persepsi individu secara mendalam melalui proses induktif, dan teknik pengumpulan data kualitatif seperti wawancara mendalam, diskusi, dan observasi, dan menggambarkannya melalui kacamata si subyek penelitian. Fenomenologi adalah studi tentang pengalaman individual, mengelompokkan asumsi dan cara pandang seseorang secara apa adanya.

b. Etnografi

Etnografi secara harfiah berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku-bangsa, yang ditulis seorang peneliti atas hasil peneltian lapangan (field research) dalam jangka waktu tertentu (Spradley, 1997). Penelitian etnografi menggambarkan realitas sosial secara mendalam dan komprehensif, detail dan lengkap. Tehnik pengumpulan data yang utama adalah observasi-partisipasi dan wawancara terbuka dan mendalam, yang dilakukan berulang dan dalam waktu yang relatif lama, bukan kunjungan singkat dengan daftar pertanyaan terstruktur seperti survei. Teknik etnografi utama adalah wawancara mendalam, berkali-kali dengan beberapa informan kunci. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian etnografi harus cukup lama karena pada akhirnya penelitian etnografi bertujuan untuk mendiskripsikan dan membangun struktur social dan budaya suatu masyarakat.

(15)

Dalam etnografi modern, bentuk sosial dan budaya masyarakat dibangun dan didiskripsikan melalui analisis dan nalar sang peneliti. Struktur sosial dan budaya masyarakat tersebut menurut interpretasi sang peneliti. Sedangkan menurut Spradley etnografi merupakan pekerjaan mendiskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini untuk memahami suatu pandangan hidup dari pandangan penduduk asli. Bahkan tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar dari masyarakat. (Spradley 1997: 3)

c. Etnometodologi

Etnometodologi merupakan salah satu bentuk khas yang hanya ada dalam penelitian kualitatif, yang melihat bahwa realitas sosial merupakan sesuatu yang dikonstruksi secara sosial, dimana manusia mendeskripsikan dunianya sebagaimana mereka merasakannya. Metode ini mendapat banyak pandangan dari teori fenomenologi (Schutz 1967, 1970). Garfinkel (1967) memberikan metode lain dimana peneliti yang juga etnografer akan menggambarkan dunia, sebagaimana subyek penelitian mereka menggambarkannya, untuk itu diperlukan sebuah proses untuk menggambarkan persepsi subyek penelitian dengan melakukan analisis oleh peneliti itu sendiri, inilah yang dinamakan etnometodologi.

d. Hermeneutika

Hermeneutika awalnya berakar pada studi tentang prinsip umum interpretasi yang dilakukan pada agama (teologi). Namun dalam perkembangannya kemudian, hermeneutika berkembang pada penelitian interpretasi dalam metode penelitian sastra, hukum hingga politik. Secara singkat, hermenuetik adalah studi tafsir tentang teks, meski kemudian itupun berkembang lagi tidak terbatas pada teks yang sifatnya

(16)

untuk dibaca, untuk diberi makna, dan untuk dideskripsikan strukturnya (Ahimsa-Putra 2000).

Salah satu contoh penelitian hermeneutik yang mendeskripsikan kesenian Angguk dari Yogyakarta yang ditulis oleh Soetaryo (dalam Ahimsa-Putra, 2001: 113-148).

e.

Semiotika

Semiotika adalah teori atau studi mengenai tanda dan simbol. Tapi tanda atau simbol yang dimaksud tidaklah semata tanda atau simbol yang sifatnya visual, namun juga tanda-tanda atau simbol-silbol yang merefleksikan realitas kehidupan sosial (Saussure 1974: 16; dan 1983: 15-16). Semiologi berasal dari kata bahasa Yunani “semeion” yang artinya adalah “tanda” atau “sign” dalam bahasa Inggris. Studi semiotika adalah studi yang meneliti mengenai esensi dari tanda dan norma-norma sosial yang mengaturnya. Dalam semiotika, tanda yang dimaksud dapat pula berupa kata-kata, gambar, suara, tingkah laku, maupun obyek tertentu.

2.5 Metode Penelitian Kualitatif

a. Penelitian Grounded

Merupakan sebuah upaya untuk mencapai teori dari analisis pola-pola, tema, atau kategori umum dari realitas sosial tertentu yang diobservasi. Penelitian grounded theory awalnya dikembangkan oleh Glaser dan Strauss pada tahun 1967 (melalui buku The Dicovery of Grounded Theory). Penelitian ini muncul didasarkan pertimbangan bahwa peneliti dan ilmuwan sosial seharusnya mulai bergerak dari sekedar menggambarkan dan menafsirkan realitas sosial kepada tahap yang lebih tinggi yaitu mengabstraksikan realitas ke dalam teori, atau “move from data to theory”. (Glaser dan Strauss 1967) Dengan melakukan penelitian grounded theory diharapkan teori-teori baru akan bermunculan, dan tidak sekedar mengandalkan pengembangan dari konstruksi analitis, kategori atau variabel dari teori-teori yang sudah ada.

Soetaryo, 2001. Kesenian Angguk dari Desa Garongan. Dalam Ahimsa-Putra, Heddy, Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: UGM

dan Galang Press. pp. 122-124.

...Suatu makna yang amat luhur tersirat di dalam pantun ini. Kepada khalayak dianjurkan agar menggunakan tutur kata yang baik dalam pergaulan dengan sesamanya, sebab dengan tutur kata yang baik itulah akan dicapai suatu kesepatakan dengan orang lain. Menurut hemat penulis, makna yang terkandung dalam pantun tersebut selaras dengan pepatah Jawa, “Ajining diri gumantung ana lati”, yang artinya lebih kurang adalah bahwa harga diri seseorang terhadap sesama itu pantas dan baik, maka sesungguhnya ia membentuk self-respect. Sebaliknya, apabila seseorang bertutur kata tidak senonoh, maka sesungguhnya ia menciptakan suasana yang tidak harmonis dalam hubungannya dengan orang lain. .... Jelas, idealisme yang terkandung dalam pantun-pantun tersebut adalah terciptanya suasana damai di dalam masyarakat. Adanya tenggang rasa diantara sesama warga masyarakat antara lain tercermin pada

Box

Contoh Tulisan Hasil Penelitian Grounded Theory

Magne Flemmen, 2013. Class Analysis and Social Diferentiation: An Approach to Contemporary Class Divisions. Thesis submitted for the degree

(17)

Dalam melakukan penelitian grounded theory mencakup dua proses utama, yaitu: proses identifikasi progresif teori-teori yang berkaitan dengan fokus utama penelitian; dan proses integrasi kategori dari pengertian-pengertian (meanings) yang muncul dari data. Adapun langkah-langkah yang utama dalam melakukan penelitian grounded theory adalah:

1. Mengidentifikasi kategori-kategori dari teori yang akan diteliti maupun dari koleksi data yang ada;

2. Mengidentifikasi hubungan antar kategori;

3. Membuat kategori-kategori tersebut saling terhubung satu dengan yang lainnya.

b. Case Studies

Penelitian dengan metode studi kasus atau case study bertujuan untuk menggambarkan suatu kejadian tertentu, dalam kurun waktu tertentu dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Case study merupakan suatu metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang secara spesifik mendeskripsikan kasus-kasus tertentu yang dipilih untuk dianalisis lebih dalam. Kasus-kasus tertentu itu bisa berkaitan dengan kejadian yang dialami subyek tertentu, pada waktu tertentu. Studi kasus merupakan strategi penelitian yang lebih cocok apabila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan “how” atau “why”, dan bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam realitas sosial masyarakat (Yin, 2002). Data-data yang digunakan dalam penelitian studi kasus biasanya bersumber dari archives, wawancara mendalam, observasi langsung, observasi partisipatif, dan benda-benda fisikal lainnya.

Menurut Robert K Yin (2002), desain penelitian studi kasus harus memiliki unsur-unsur utama: pertanyaan penelitian, proposisi, unit analisis, pembatasan mengenai bagaimana data akan dihubungkan dengan proposisi dan kriteria untuk menafsirkan realitas dan temuan empiris. Sementara Stake (1995) melihat bahwa penggunaan metode studi kasus sangat tergantung pada tujuan penelitian. Berikut ini adalah langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam penelitian studi kasus:

1) Tujuan dan Dasar Penelitian Studi kasus

a) Pentingnya fenomena kasus yang akan diteliti b) Pertanyaan penelitian

2) Dasar Desain atas unit analisis dan tujuan penelitian 3) Pengumpulan dan pengolahan data

c) Metode pengumpulan data melalui penelitian lapangan d) Transkripsi wawancara dan catatan penelitian lapangan

(18)

4) Mendeskripsikan kasus secara utuh

5) Fokus pada analisis untuk mengaitkan tujuan dengan unit analisis 6) Analisis temuan penelitian

g) Perspektif kasus yang diteliti

h) Perspektif keilmuan yang digunakan i) Perbandingan antar kasus yang diteliti j) Menulis kasus dari perspektif empiris k) Biografi, autobiografi dan narasi

7) Memperhatikan ketelitian: membangun kredibilitas serta kemampuan tulisan hasil penelitian studi kasus untuk menyampaikan pesan.

c. Participatory Action Research

Penelitian Riset Aksi Partisipatoris atau Participation Action Research (PAR) dapat dilihat sebagai orientasi penelitian yang baru, maupun sebagai sebuah proses. Awal mula PAR dilakukan sebagai sebuah bentuk kritik atas penelitian-penelitian sosial yang ada sebelumnya yang seringkali justru tidak memberi keuntungan dan tidak memberdayakan bagi subyek manusia yang ditelitinya; padahal subyek manusia ini memiliki kemampuan untuk memahami permasalahan yang mereka hadapi dan mencari solusi bagi mereka sendiri (De La Cruz, 2001)

Dalam metode penelitian kualitatif yang bersifat aksi partisipatoris, peneliti hanya bertugas untuk mengamati dan menjadi narasumber bagi kelompok yang diteliti, sebagai suatu jalan bagi mereka untuk melihat permasalahan dari sudut pandang mereka sendiri dan berusaha merumuskan solusi atas permasalahan mereka secara partisipatif. Biasanya yang menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok masyarakat yang disadvantaged atau kurang beruntung, kelompok minoritas, kelompok marginal, kelompok khusus seperti anak yang mengalami trauma, atau kelompok lain yang membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalahnya secara langsung (McTaggart, 1997).

Penelitian aksi partisipatif merupakan bentuk metode pengumpulan data dengan partisipasi penuh dari subyek penelitian dalam merumuskan masalah yang dihadapi dan cara menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan subyek penelitian untuk melihat topik penelitian yang diteliti dari perspektif subyek, kemudian memandang kekuatan dan kelemahannya dalam merumuskan solusi bagi permasalahan yang telah mereka lihat dalam diri mereka sendiri.

Prinsip dasar dalam penelitian PAR:

1) Kapasitas, bahwa semua orang memiliki kapasitas untuk berpikir dan bekerja bersama untuk memecahkan masalah mereka dan untuk kehidupan mereka yang lebih baik.

2) Kesamaan, bahwa pengetahuan yang ada saat ini dan di masa yang akan datang harus diketahui semua orang dan perlunya membangun struktur dan proses distribusi pengetahuan yang merata.

(19)

3) Komitmen, bahwa peneliti maupun kelompok subyek yang diteliti diharapkan memiliki komitmen, termasuk keberlanjutan tujuan untuk melakukan transformasi sosial bagi kelompok subyek tersebut.

Kemampuan yang harus dimiliki peneliti dalam melakukan PAR: 1) Kemampuan memfasilitasi, termasuk diantaranya:

a) Mempersiapkan aktivitas partisipatif yang akan dimasukkan dalam proses penelitian

b) Memahami karakteristik khusus kelompok subyek

c) Mendorong partisipasi aktif setiap anggota kelompok subyek yang diteliti

d) Kemampuan melakukan refleksi atas pengalaman dan pemahaman dari setiap kelompok subyek

2) Kemampuan penelitian ilmu sosial

a) Kemampuan untuk menentukan metode penelitian ilmu sosial yang tepat diterapkan untuk kelompok subyek tertentu

b) Kemampuan mengidentifikasi bentuk-bentuk atau metode-metode khusus yang hanya dapat ditemukan dari kelompok subyek yang diteliti c) Kemampuan mengidentifikasi hambatan struktural dan psikologis yang

dihadapi kelompok subyek dalam mengungkap permasalahan yang mereka hadapi

3) Kemampuan membantu

a) Mengidentifikasi trauma yang dihadapi kelompok subyek

b) Tidak memaksakan sesuatu pada kelompok subyek, tapi membantu dan mendorong kelompok subyek mencari dan menemukan sendiri

4) Sikap yang diutamakan

a) Kemampuan bekerja sama dengan kelompok subyek b) Mendengarkan setiap pendapat dalam kelompok subyek

c) Memberikan pertimbangan yang adil atas setiap pendapat yang muncul d) Setiap anggota tim penelitian harus saling mendukung

e) Sensitifitas atas kendala atau hambatan psikologis atau hambatan apapun yang dapat muncul di tengah proses penelitian

CHEKLIST MELAKUKAN PAR Self Refection

 Ide, nilai, dan bias yang dapat muncul dari Peneliti/Tim Peneliti tentang kelompok subyek

 Feedback dari orang lain

 Pengetahuan dan pemahaman tentang kelompok subyek dan apa yang telah mereka lalui sebelumnya

Kemampuan yang Harus dimiliki Peneliti/Tim Peneliti  Kemampuan memfasilitasi

 Metode penelitian sosial khusus untuk kelompok subyek tertentu

 Kemampuan melakukan penelitian sosial

 Kemampuan memberikan bantuan kala dibutuhkan Sikap

(20)

d. Penelitian Interdisiplin

Istilah penelitian interdisipliner mulai berkembang di tahun 1980-an, ketika permasalahan yang muncul di dalam masyarakat menjadi semakin kompleks dan tidak lagi dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan pendekatan satu atau dua disiplin secara terpisah-pisah. Kompleksitas permasalahan yang muncul di masyarakat kemudian membuat para ilmuwan sosial dan ilmuwan ilmu alam mulai berkolaborasi untuk mencari solusi atas permasalahan yang semakin kompleks itu.

Dikaitkan dengan pengertian secara gramatikal, berasal dari bahasa Inggris, interdisipliner terdiri dari dua kata utama, yaitu “inter” dan discipline”. Inter dapat diartikan sebagai: (1) ruang yang berbeda, dasar yang berbeda yang melandasi permasalahan, isu, atau pertanyaan tertentu yang menjadi fokus dua atau lebih disiplin ilmu; (2) aksi yang diambil berdasarkan pandangan tertentu, sesuatu yang muncul dari dua atau lebih bidang ilmu yang bertujuan untuk mengintegrasikan pandangan yang berbeda tersebut; dan (3) hasil dari sebuah proses integrasi, sesuatu yang baru yang muncul dari hal-hal yang sudah ada, yang berbeda yang terpisah dan berada di luar batas-batas disiplin ilmu atau yang sifatnya tambahan pada pengetahuan yang sudah ada. Penelitian interdisipliner digunakan dalam mencari solusi atas suatu masalah yang sifatnya kompleks, digunakan banyak pendekatan keilmuan (disiplin) yang kemudian di dalam prosesnya bercampur sedemikian sehingga tidak lagi terlihat disiplin mana yang memimpin, tapi sudah menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang sama.

Penelitian interdisipliner mencakup:

1. Proses dialog atau interaksi antara dua atau lebih disiplin ilmu yang berbeda; 2. Adanya tujuan yang sama untuk memecahkan satu masalah, isu atau

pertanyaan berdasarkan fenomena yang baru;

3. Adanya permasalahan atau isu atau pertanyaan penelitian tertentu yang sifatnya kompleks atau luas;

4. Adanya solusi atas permasalahan yang dihadapi berada jauh di luar lingkup satu disiplin ilmu;

5. Merupakan sebuah proses menjawab pertanyaan, mencari solusi; 6. Penggunaan pendekatan atau pemahaman atau “insights”

7. Adanya proses integrasi;

8. Merupakan sebuah proses konstruksi perspektif yang lebih komprehensif atas permasalahan tertentu;

9. Merupakan cara melakukan penelitian (a mode of research); 10. Merupakan penemuan pendekatan atau solusi baru

11. Membutuhkan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan dan cara berpikir; 12. Sebuah upaya untuk mengkritisi permasalahan dari sisi disiplin ilmu tertentu

kemudian mengintegrasikannya dengan disiplin lain untuk mencapai kedalaman pemahaman.

(21)

Dari definisi-definisi tentang penelitian interdisipliner di atas, dapat secara risngkas disimpulkan bahwa Interdisipliner adalah sebuah bentuk kajian (studies) atau penelitian (research) yang melihat satu tema atau topik atau permasalahan tertentu dengan satu tujuan tertentu dari berbagai macam disiplin ilmu. Adapun tujuan dari penelitian interdisipliner diantaranya adalah (Julie Thompson Klein, 1990 : 11):

1. Untuk menjawab permasalahan yang kompleks 2. Menggambarkan isu yang sangat luas

3. Mengeksplorasi hubungan antar disiplin ilmu dan hubungan profesional (antar profesi-profesi)

4. Untuk menyelesaikan masalah yang muncul melebihi ruang lingkup satu disiplin ilmu

5. Mencapai kesatuan pengetahuan, baik secara terbatas atau dalam skala besar.

2.6 Kekuatan dan Kelemahan Penelitian Kualitatif

Jika dalam penelitian kuantitatif metode yang digunakan biasanya bentuknya: eksperimen, survei, wawancara berstruktur dan pengamatan berstruktur, maka dalam penelitian kualitatif metode yang digunakan adalah: pengamatan terlibat, wawancara tak berstruktur (terbuka dan mendalam), life history, dokumen dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya perbedaan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif ada baiknya dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3: Pokok-pokok perbedaan penelitian kuantitatif dan kualitatif

Kuantitatif Kualitatif

o Tujuan utama dalam penelitian survei adalah menjelaskan gejala sosial, menguji teori, membentuk fakta dan menunjukkan hubungan antar variable.

o Proses yang digunakan bersifat deduksi, yaitu memverifikasi teori dengan mengembangkan hipotesa.

o Dalam proses deduksi

merupakan proses a priori tanpa empiri

o Fungsi teori dalam penelitian survei ada prinsip keterwakilan

(representativeness) atau probabilitas dalam generalisasi hasil temuan, karena itu sampel

o Tujuan utama dalam penelitian kualitatif adalah memahami (verstehen) terhadap fenomena sosial, mengembangkan konsep dengan grounded

o Proses yang digunakan bersifat induksi sehingga tidak ada teori yang

dibuktikan atau tidak menguji hipotesa.

o Proses induksi merupakan

hipotesa proses a posteriori dan empiri.

(22)

sangat penting

o Dalam penelitian survei yang menjadi instrumen utama adalah kuisioner

o Teknik/metode yang digunakan

biasanya eksperimen, survei, wawancara berstruktur dan pengamatan berstruktur

o Dalam penelitian kualitatif tidak ada prinsip keterwakilan atau probilitas, sehingga masalah jumlah sampel tidak dipersoalkan.

o Teknik/metode yang digunakan: pengamatan terlibat, wawancara tak berstruktur (terbuka dan mendalam), life history, dokumen dan sebagainya.

Sumber: Saidi, Anas, 2012.

2.7 Dimensi Etis dalam Penelitian Kualitatif

Etika penelitian sebenarnya lebih merupakan aturan tak tertulis yang harus dipatuhi oleh peneliti untuk menjaga integritasnya sebagai ilmuwan. Baik yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar bagaimana kebenaran atau obyektifitas itu harus dijaga, maupun yang berkaitan bagaimana seharusnya penelitian itu dilakukan. Bogden dan Biklen (1982) telah memberikan pedoman praktis terhadap etika penelitian.

Pertama, ketika peneliti mulai melakukan penelitian, ia harus secara jujur menerangkan maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan; baik kepada pejabat yang memberi ijin maupun kepada responden yang akan diwawancarai. Kedua, peneliti hendaknya meletakkan posisi responden sebagai subyek yang perlu dihargai dan bukan sebagai obyek yang hanya akan diperas informasinya saja. Artinya faktor kesetaraan menjadi penting sekali. Ketiga, peneliti hendaknya menghargai, peraturan, norma, adat-istiadat, kepercayaan, kebiasaan, kebudayaan dan sebagainya dalam masyarakat dimana penelitian itu dilakukan. Keempat, peneliti hendaknya memegang kerahasiaan segala sesuatu yang berkenaan dengan informasi yang diberikan responden. Jika informasi yang diberikan tidak dikehendaki untuk dipublikasikan, hendaknya peneliti menghormatinya. Termasuk nama informan sebaiknya dilaporkan dengan nama samaran kecuali jika yang berangkutan tidak keberatan. Kelima, peneliti hendaknya menulis segala kejadian, peristiwa, cerita dan lain-lain secara jujur, obyektif sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tanpa dilebih-lebihkan atau dikurangi yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

DAFTAR BACAAN LANJUTAN

1. Babbie, Earl, 2007, The Practice of Social Research, Eleventh Edition, Belmont USA: Waldworth Cengage Learning.

2. Bogden, RC and Biklen, SK. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Third Edition. Boston: Allyn and Bacon.

3. Saidi, Anas. 2012. Makalah Metodologi Penelitian Sosial. (Tidak Diterbitkan).

4. Tim. May,. Social Research Issue, Methods and Process, second Edition. Open University Press Buckingham.Philadelphia, 1999.p. 113.

5. Steinar. Kvale. Interviews An Introduction to Qualitative Research Interviewing. SAGE Publications. Thousand Oaks. London. New Delhi, 1996. p. 47.

(23)

6. Silverman, David (ed) 1997.Qualitative Research, Theory, Method and Practice, Sage Publications, London, Thousand Oaks, New Delhi.

7. Kvale, Steinar. 1996. Interviews An Introduction to Qualitative Research Research Interviewing. SAGE Publications. Thousand Oaks. London. New Delhi

8. Marshall Catherine, 1999. Designing Qualitative Research 3rd, Edition, Sage Publication,

International Education and Professional Publisher, Thousand Oaks London New Delhi. 9. James P. Spradley, Metode Etnografi, Tiara Wacana Yogjakarta, 1997., hal. xv.

10. Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus: Desain dan Metode. Terjemahan dari Case Study Research Design and Methods. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

11. Richard E Palmer ”Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi”, diterjemahkan Musnur Hery & Damanhuri Muhammad, Pustaka Belajar Offset, 2003. hal 14.

12. Mihael T. Gibbons, Telaah Hermeneutis Wacana Sosial-Politik Kontemporer: Tafsir Politik, Judul Asli Interpreting Politics, 1987, diterjemahkan oleh Ali Noer Zaman, CV kalam Yogjakarta, 2002, hal. xxiii

13. Ahimsa-Putra, Heddy Shri. 2001. Ketika Orang Jawa Nyeni. Yogyakarta: UGM dan Galang Press.

14. McTaggart, Robin (Ed). 1997. Participatory Action Research: International Contexts and Consequences. New York: State University of New York Press.

15. Dela Cruz, Ma. Teresa, et.al 2001. Small Steps, Great Strides: Doing Participatory Action Research With Children. Phychosiscial Trauma and Human Rights Program UP Center for Integrative and Development Studies, Arci Cultura e Svillupo, and The United Nations Children’s Fund.

16. Klein, Julie-Thompson (2008). Interdisiplinarity: History, Theory and Practice. 17. Mansilla, Veronica Boix (2005), Assessing Student Work at Disciplinary Crossroads. 18. National Academy of Sciences (2004), Facilitating Interdisciplinary Research. 19. Newell, William (2007a), Decision Making in Interdisciplinary Studies.

20. Rhoten, Diana, Veronica Boix Mansilla, Marc Chun, and Julie T. Klein (2006) in Interdisciplinary Education at Liberal Arts Institutions.

(24)

III PENELITIAN DENGAN MIXED-METHODS

3.1 Pengantar tentang Penelitian dengan Mixed-Methods

Tradisi penelitian ilmu sosial telah cukup lama memisahkan antara penelitian dengan metode kuantitatif dan penelitian dengan metode kualitatif. Beberapa perbedaan mendasar dari kedua metode penelitian ini terletak dari subyek atau obyek yang diteliti, bentuk data yang didapatkan dan posisi peneliti. Kedua metode dalam ilmu pengetahuan sosial merupakan penelitian empiris yang melihat secara langsung realitas sosial yang melibatkan subyek manusia. Penelitian kuantitatif lebih bertujuan untuk memotret atau mendeskripsikan realitas tersebut sementara penelitian kualitatif bertujuan tidak hanya mendeskripsikan namun juga menafsirkan realitas sosial.

Kemungkinan Pengabungan Metode Kuantitatif dan Kualitatif:

 Pada dasarnya antara metode kuantitatif dan kualitatif tidak semestinya dipertentangkan. Keduanya bisa saling melengkapi. Metode kuantitatif cocok digunakan untuk penelitian yang masalahnya sudah jelas, dan umumnya dilakukan pada populasi yang luas sehingga kurang mendalam. Sementara itu metode kualitatif cocok digunakan untuk meneliti dimana masalahnya belum jelas, dilakukan pada situasi sosial yang tidak luas, sehingga hasil penlitian lebih mendalam dan bermakna. Metode kuantitatif cocok untuk menguji hipotesis/teori sedangkan metode kualitatif cocok untuk mememukan hipotesis/teori.

 Karena paradigma ke dua metode tersebut berbeda, maka sulit untuk mengabungkan kedua metode tersebut dalam satu proses penelitian secara bersamaan. Thomas D Cook and Charles Reichardt (1978, seperti dikutip Sugiyono ) menyatakan:” To the conclusion that qualitaitive and quantitative methods are linked to diffeent paradigms and since one must choose between mutually exclusive dand antagonistic world views, one must also choose between the methods type”. Kesimpulannya, metode kualitatif dan kuantitatif tidak akan pernah dipakai secara bersama-sama, karena kedua

(25)

metode tersebut memiliki paradigma yang berbeda dan perbedaannya bersifat mutually exclusive, sehingga dalam penelitian hanya dapat memilih salah satu metode.

 Meskipun begitu pada dasarnya kedua metode tersebut dapat digunakan secara bersama atau digabung dengan catatan sebagai berikut: (1) Dapat digunakan secara bersama-sama untuk meneliti obyek yang sama, tetapi tujuan yang berbeda. Metode kualitatif digunakan untuk menemukan hipotesis, sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis. Each methodology can be used to complement the other within the same area of inquiry, since they have different purposes or aims (Susan Stainback, 1988): (2) Digunakan secara bergantian. Pada tahap pertama menggunakan metode kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis. Selanjutnya hipotesis tersebut diuji dengan metode kuantitatif: (3) Dapat digunakan metode tersebut secara beramaan, asal kedua metode tersebut telah dipahami dengan jelas. (Sugiyono, 2005: 26).

Penelitian campuran (mixed-methods) adalah penelitian dimana peneliti atau tim peneliti mengkombinasikan elements dari pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif (misalnya proses pengumpulan datanya, proses analisis data, atau lainnya) dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas, sekaligus mendalam atas suatu realitas sosial. Metode yang digunakan dapat berupa menyusun metode dari dua pendekatan yang berbeda tersebut secara berurutan; menggabungkan metode yang digunakan dari dua pendekatan penelitian tersebut; dan memasukkan satu unsur metode dari pendekatan yang satu kepada pendekatan yang lain.

3.2 Merancang Penelitian Sosial dengan Mixed Methods

Tidak semua permasalahan penelitian bisa dilakukan dengan metode penelitian campuran. Beberapa permasalahan penelitian yang dapat dilakukan dengan menggunakan penelitian campuran adalah:

1. Permasalahan penelitian yang bertujuan untuk mengeksporasi pemahaman dari sebuah konstruksi sosial atau fenomena sosial dengan menggunakan lebih dari satu perspektif;

2. Menjelaskan peristiwa atau realitas sosial yang sifatnya anomali untuk menjelaskan mengenai anomali nya itu sendiri, dan untuk mendapatkan pemahaman lebih dalam tentang mengapa anomali itu terjadi;

3. Mengembangkan teori yang disusul dengan melakukan tes atau eksperimen; 4. Mengembangkan ukuran-ukuran tertentu dari sebuah konsep teoritis;

5. Melakukan sebuah penelitian evaluatif dan untuk mendapatkan pemahaman tentang implementasinya.

Creswell dan Plano Clark (2011) membedakan penelitian dengan pendekatan campuran ke dalam beberapa tipe, yaitu:

(26)

dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang suatu topik penelitian, atau menvalidasi data-data kuantitatif. Jadi penelitian model ini membandingkan temuan penelitian yang didapatkan dari kedua pendekatan.

Gambar 3: Model Desain Convergent Parallel dalam Penelitian Mixed Method

2. Model Explanatory Sequential, yaitu penelitian campuran dimana kedua pendekatan penelitian dilakukan secara berurutan, dimulai dari penelitian kuantiatif dan dilanjutkan dengan penelitian kualitatif atai sebaliknya.

a. Metode Kuantitatif diikuti Kualitatif. Metode ini digunakan apabila pendekatan penelitian kualitatif digunakan untuk memverifikasi data-data empiris yang dihasilkan dari pendekatan kuantatif.

Gambar 4: Metode Kuantitatif diikuti Kualitatif

b. Metode Kualitatif diikuti dengan kuantitatif, biasanya digunakan untuk mengeksplorasi sebuah realitas empiris yang kemudian dilanjutkan melalui pengecekan atau verifikasi melalui proses kuantitatif.

Gambar 5: Metode Kualitatif diikuti Kuantitatif

(27)

3. Model Embedded dilakukan dimana peneliti melakukan baik penelitian kuantitatif dan kualitatif dimana salah satu bentuk pendekatan dilakukan dalam skema yang lebih kecil dari pendekatan yang utama, yang digunakan untuk menambahkan penjelasan. Pendekatan kedua dapat dilakukan secara bersamaan maupun berurutan.

Gambar 6: Model Embedded dalam Penelitian Campuran

Dalam proses penulisan laporan, kedua data empiris yang didapatkan melalui kedua pendekatan yang digunakan dapat ditampilkan dalam bentuk:

2. Membandingkan data dari pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara side-by-side;

3. Membandingkan secara tergabung;

4. Menggabungkan data berdasarkan kategori atau tema tertentu dari permasalahan penelitian.

3.3 Evaluasi dalam Penelitian Mixed Methods

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan campuran, proses evaluasi menjadi sangat penting untuk melihat relasi antara kedua pendekatan yang digunakan dan bagaimana data empiris yang diperoleh dari satu pendekatan dapat dikaitkan dengan argumen dari pendekatan yang lain. Ada lima elemen utama dalam memvalidasi penelitian campuran (Dellinger and Leech 2010):

1. Elemen dasar yaitu kualitas dari review literatur dan teori yang dijadikan landasan penelitian;

(28)

3. Elemen Konsistensi Inferensial yaitu konsistensi dari hubungan berbagai komponen dari studi yang dilakukan;

4. Elemen utilisasi atau elmen sejarah yaitu apakah temuan penelitian akan digunakan dalam penelitian sejenis di waktu mendatang;

5. Elemen konsekuensial yaitu apakah temuan penelitian dapat diterima secara sosial oleh masyarakat ataupun konsekuensi-konsekuensi lainnya dari hasil penelitian yang dilakukan.

DAFTAR BACAAN LANJUTAN

1. Creswell & Plano Clark (2011) Designing and conducting mixed methods research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc.

2. Teddlie & Tashakkori (2009) Foundations of Mixed Methods Research: Integrating Quantitative and Qualitative Approaches in the Social and Behavioral Sciences. Los Angeles: Sage Publications, Inc.

3. Dellinger and Leech, 2010. Evaluating Mixed Research Studies: A Mixed Method Approach. Journal of Mixed Methods Research. January 2010. 4: 17-31.

(29)
(30)

IV PRAKTEK PENELITIAN KUALITATIF DALAM PENELITIANSOSIAL

4.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan Tujuan Penelitian

Berikut adalah chart beralur untuk menggambarkan rencana atau rancangan penelitian ilmu sosial, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.

(31)

4.2 Konseptualisasi Dan Operasionalisasi Teori

Konseptualisasi adalah proses dimana peneliti menggambarkan apa yang kita maksud dalam penelitian dengan menggunakan terma-terma khusus. Sementara operasionalisasi teori adalah pengembangan dari prosedur penelitian tertentu yang menghasilkan hasil amatan yang sifatnya empiris yang merepresentasikan konsep-konsep yang kita pikirkan berdasarkan teori yang kita gunakan dalam penelitian di dalam dunia nyata.

4.3 Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah sebuah proses pengumpulan data primer dalam penelitian dengan melakukan percakapan verbal dengan pihak yang mengalami langsung kejadian yang akan diteliti/dikaji, atau kepada orang yang memiliki keahlian (ekspertise) dalam bidang ilmu secara khusus yang akan kita teliti.

Metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam atau in-depth interview menjadi salah satu metode yang digunakan di hampir semua penelitian kualitatif. Ada 4 bentuk wawancara mendalam (May 1999: 113), yaitu:

1) Wawancara berstruktur (structured interview) melalui questioner: dimana responden hanya sedit memiliki ruang untuk mengekspresikan pendapatnya atas keinginan mereka:

2) wawancara semi-terstruktur (semi-structured interview) pewancara lebih memiliki kebebasan untuk memperoleh jawaban yang standar, termasuk mengklarifikasi dan mengelaborasi atas jawaban yang diberikan.

3) wawancara tak berstrukur (unstructured or unfocused interview) sifatnya lebih terbuka (open–ended character) kadang-kadang wawancara tak berstuktur itu disebut perkapan “informal” atau (”a conversation with a purpose”) atau juga disebut sebagai “the informal conversational interview, the general interview guide approach, and the standardized open-ended interview”.

4) wawancara kelompok (group interview) merupakan alat investigasi yang berharga dengan dengan fokus disekiktar masalah yang ingin diketahui.

(32)

kekuatan metode seperti ini peneliti memiliki kesempatan secara terbuka untuk melakukan improvisasi dalam upaya memperoleh jawaban yang diinginkan.

Dalam melakukan wawancara mendalam, ada beberapa cara melakukan wawancara, yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah bentuk pertanyaan yang diajukan sebaiknya tidak mengarahkan jawaban narasumber. Berikut ini contoh pertanyaan dalam wawancara mendalam yang mengarahkan dan yang tidak mengarahkan.

(33)

Tabel : Contoh Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam

Pertanyaan yang Mengarahkan Pertanyaan yang Tidak Mengarahkan Apakah menurut Anda

b. Life Histories

Bagi peneliti kualitatif, sejarah hidup merupakan sarana penelitian yang penting dan absah dengan standar interpretative dan metodologis yang semakin memadai maka semakin banyak aktor yang menceritakan pengalaman hidup mereka, semakin leluasalah peneliti pembangun model-model atau konsep-konsep mengenai rumitnya perilaku manusia, lembaga sosial, dan sebagainya.

Sementara itu Jones (1993) menawarkan lima kriteria dalam life histories: Pertama, seseorang harus dipandang bagian dari kebudayaan; sejarah kehidupan menjelaskan dan menafsirkan nilai pelaku dalam perkembangannya di masyarakat. Kedua, metode ini harus menangkap peran penting yang dimainkan orang lain didalam ”pengiriman secara sosial menetapkan persediaan pengetahuan”. Ketiga, anggapan pasti (taken for granted) tentang kebudayaan dunia tertentu dalam studi harus dijelaskan dan dianalisa. Anggapan-anggapan itu muncul dalam peraturan dan kode pada kelakukan seperti dalam mitos dan ritual. Keempat, sejarah kehidupan harus tertuju pada pengalaman masing-masing individu selama hal itu untuk menangkap ”proses perkembangan manusia:. Kelima, kebudayaan dunia dalam pembelajaran harus dihubungkan dengan perkembangan hidup individu secara terus-menerus.

(34)

Dengan metode life history sebagian dari kita pada dasarnya menjadi peneliti sejarah, yakni sejarah kehidupan social. Penafsiran orang atas pengalamannya haruslah obyektif, yakni penafsiran actor sendiri, bukan penafsiran peneliti.Disinilah sebenarnya makna obyektif dalam penelitian kualitatif. Maka jelas bahwa pengukuran makna “obyektif” dalam penelitian kualitatif berbeda dengan makna “obyektif” dalam penelitian kuantitatif yang menekankan keseragamaan cara pandang peneliti terhadap fenomena yang mereka teliti. Bahan lain untuk melengkapi wawancara sejarah hidup adalah wawancara dengan orang lain yang punya hubungan dekat dengan subyek penelitian (significant others).

Wawancara sejarah hidup dilakukan dengan meminta orang-orang sebagai subyek penelitian untuk menceritakan riwayat hidup mereka.Oleh karena konsep diri adalah inti dari interaksionik simbolik, konsep diri seseorang dapat dilacak dengan menelaah sejarah hidup mereka, maka tujuan penelitian sejarah hidup adalah mengungkapkan subyektifitas ini (khususnya untuk mengetahui motivasi tindakan aktor).

c. Observasi

Observasi merupakan satu metode pengumpulan data kualitatif dimana peneliti melakukan pengamatan atas subyek atau realitas sosial yang ditelitinya. Metode ini digunakan karena seringkali dalam penelitian sosial apa yang dikatakan oleh subyek penelitian yang dalam hal ini adalah manusia seringkali berbeda dengan apa yang dilakukannya. Observasi dilakukan guna melihat kesenjangan tersebut.

Gambar : Macam-macam observasi

d. Focus Group Discussion

(35)

Focus Group Discussion atau diskusi grup terfokus merupakan satu metode penelitian kualitatif yang digunakan untuk membantu peneliti dalam mempelajari norma sosial dalam sebuah komunitas atau sub-grup; atau juga untuk mencari pemahaman dari berbagai subyek penelitian yang berbeda mengenai satu isu atau topik tertentu dalam penelitian.

Beberapa Hal yang Harus diperhatikan dalam Focus Group Discussion (FGD)

• Jumlah peserta antara 8-10 orang, untuk menjaga setiap orang mendapat waktu berbicara dan tidak ada yang mendominasi diskusi.

• Moderator harus dapat menjaga keterbukaan dalam diskusi.

• Waktu ideal untuk satu sesi diskusi terfokus adalah 45 – 90 menit.

• FGD merupakan diskusi terstruktur dengan sebuah set pertanyaan atau isu pokok yang akan didiskusikan telah dirancang sebelumnya.

o Pertanyaan harus singkat dan to the point

o Difokuskan pada satu isu atau dimensi dalam setiap pertanyaan

o Mudah dipahami

o Tidak mengancam atau membahayakan peserta

o Sebaiknya dirancang untuk jawaban bukan sekedar “ya” atau “tidak”

• Biasanya membutuhkan lebih dari satu kali FGD untuk

mendapatkan hasil yang lebih valid, biasanya dilakukan antara 3 – 4 kali FGD.

Mempersiapkan, memilih dan mengundang calon peserta Focus Group Discussion: 1. Peserta FGD dipilih berdasarkan:

a. Pemilihan dengan nominasi khusus, biasanya dilakukan pada peserta yang merupakan informan kunci atas isu tertentu, calon peserta adalah orang yang memahami isu atau permasalahan atau topik FGD, dikenal karena kemampuannya dan dapat berbagi pengalaman dan ekspertise nya dengan peserta lain.

b. Seleksi acak, dapat dilakukan dalam penelitian dimana peserta berasal dari grup yang besar, misalnya anak usia 16-18 tahun di suatu SMA. c. Anggota dari suatu kelompok khusus atau kelompok yang sama

d. Orang-orang yang memiliki kualifikasi pekerjaan atau identitas lainnya yang sama;

e. Sukarelawan.

2. Dalam FGD yang ideal, para peserta meskipun tidak saling mengenal dapat merasa nyaman berada di dalam grup, tidak ada satu peserta yang mendominasi atau yang dirasakan dapat mengancam peserta yang lain. Misalnya tidak menyatukan staf dengan atasan dari tempat yang sama, karena staf atau bawahan tidak akan berani mengungkapkan permasalahan sesungguhnya jika atasannya berada dalam forum diskusi yang sama.

3. Biasanya diberikan insentif tertentu bagi peserta FGD. 4. Kemampuan yang harus dimiliki moderator FGD:

a. Mendengarkan dengan penuh perhatian setiap masukan dari setiap peserta diskusi

Gambar

Gambar 1: Hubungan Landasan Filsafat Pengetahuan dan Metodologi
Tabel 1: Positivisme dan Interpretivisme: Menjelaskan dan Memahami
Tabel 2: Tujuan Penelitian
Tabel 3: Strategi Penelitian Kualitatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saya akan mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan atasan dan menghormati atasan maka dengan ini saya sudah menerapkan nilai-nilai ASN (Nasionalisme :

Kemudian usaha kedua yaitu merencanakan kampanye diawali dengan menyusun tujuan dari kampanye Counting Down ini yaitu: untuk menberikan informasi kepada

Pada alat tenun ini benang lusi dalam posisi vertikal dan selalu tegang karena ada pemberat atau beban, sedangkan benang pakan disisipkan dengan suatu alat yang disebut

Hal ini menyebabkan bakteri selulolitik yang berada pada gambut saprik dapat memperoleh substrat yang lebih banyak, sehingga jumlah bakteri yang hidup pada tanah ini juga lebih

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja dan kompensasi terhadap turnover intention dengan kepuasan kerja sebagai

Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang penulis bahas adalah skripsi di atas hanya menjelaskan tentang kecocokan teori al-Qur‘an dengan teori biologi, tapi

Mereka berkata kepadanya, “Di Betlehem di tanah Yudea, karena beginilah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau, Betlehem di tanah Yehuda, engkau sekali-kali

Senada dengan hal itu, Samani M (2013) mengungkapkan pendidikan di Indonesia tampaknya terlalu teoritik, seperti di awang-awang, tidak bisa membumi, dan memisahkan