• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Potensi Karakter Keinovatifan Petani dalam Adopsi Pertanian Padi Secara Organik di Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Potensi Karakter Keinovatifan Petani dalam Adopsi Pertanian Padi Secara Organik di Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidor"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Teori Adopsi dan Difusi Inovasi

Inovasi menurut Rogers (1983) merupakan suatu ide, praktek atau obyek

yang dianggap baru oleh individu atau kelompok pengadopsi. Suatu ide dilihat

secara objektif sebagai sesuatu yang baru diukur dengan waktu ide itu digunakan

atau ditemukan. Sesuatu ide dianggap baru ditentukan oleh reaksi seseorang, jika

suatu dilihat sebagai sesuatu yang baru oleh seseorang maka disebut inovasi.

Adopsi merupakan proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku

baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun

keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang

disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya (Mardikanto, 2009).

Menurut Soekartawi (2005), adopsi inovasi merupakan sebuah proses

pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru yang dikomunikasikan kepada

pihak lain, kemudian diadopsi oleh masyarakat atau sistem sosial. Inovasi adalah

suatu ide yang dianggap baru oleh seseorang, dapat berupa teknologi baru, cara

organisasi baru, cara pemasaran hasil pertanian baru dan sebagainya. Proses

adopsi merupakan proses yang terjadi sejak pertama kali seseorang mendengar hal

yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima, menerapkan,

menggunakan) hal yang baru tersebut.

Dalam mengadopsi suatu inovasi, terdapat waktu penundaan yang lama

antara saat pertama kali petani mendengar inovasi dengan periode melakukan

adopsi. Rogers dalam Van den Ban dan Hawkins (1999), menunjukkan bukti

adanya tahap-tahap penyadaran inovasi oleh petani adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan

2. Pengimbauan (pembentukan dan pengubahan sikap)

3. Implementasi (adopsi atau penolakan)

(2)

6 Rogers (1983) menggolongkan adopter berdasarkan keinovatifannya yang

digambarkan dengan kurva berbentuk lonceng dibawah ini :

Gambar 2.1. Kategori Adoper Berdasarkan Keinovatifan (Rogers, 1983)

Lima kategori adopter berdasarkan keinovatifannya yaitu:

a. Innovator

Inovator merupakan golongan yang selalu merintis, mencoba dan

menerapkan teknologi baru dalam pertanian dan mampu mengajak petani untuk

ikut dalam penyuluhan. Petani inovator mempunyai sifat selalu ingin tahu, ingin

mencoba, ingin mengadakan kontak dengan para ahli untuk memperoleh

informasi baru. Golongan inovator termasuk dalam petani berada dengan

kepemilikan lahan lebih luas dari petani lain.

b. Early adopter (Pelopor)

Golongan pelopor atau early adopter merupakan golongan yang

mengusahakan sendiri pembaharuan teknologi dan lebih meyakini adanya agen

pembaharu (penyuluh).

c. Early majority (Penganut Dini)

Early majority ini adalah golongan orang yang selangkah lebih maju.

Mereka biasanya orang yang pragmatis, nyaman dengan ide yang maju, tetapi

mereka tidak akan bertindak tanpa pembuktian yang nyata tentang keuntungan

yang mereka dapatkan dari sebuah produk baru. Sifat yang dimiliki golongan

(3)

7 d. Late majority (Penganut Lambat)

Penganut lambat adalah orang-orang yang konservatif pragmatis yang

sangat membenci risiko serta tidak nyaman dengan ide baru sehingga mereka

belakangan mendapatkan inovasi setelah mereka mendapatkan contoh.

e. Laggard (Kolot)

Golongan laggard adalah golongan akhir yang memandang inovasi atau

sebuah perubahan tingkah laku sebagai sesuatu yang memiliki risiko tinggi.

2.1.2 Karakteristik Adopter

Berkaitan dengan kegiatan pembangunan pertanian, studi tentang adopsi

inovasi semakin banyak dilakukan. Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa

adopsi inovasi perlu dikaji sejak munculnya “Revolusi Hijau” pada tahun 1960-an

di Indonesia. Proses adopsi inovasi sendiri dapat berlangsung dengan cepat

ataupun lambat tergantung kepada proses perubahan perilaku yang diupayakan.

Dengan pengambangan ilmu penyuluhan, Rogers (1983) dalam Mardikanto

(2009) mengenalkan variabel-variabel penentu kecepatan adopsi inovasi yang

terdiri atas: sifat-sifat inovasinya, kegiatan promosi yang dilakukan penyuluh,

ciri-ciri sistem sosial masyarakat sasaran, dan jenis pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh sasaran.

Menurut Kartasapoetra (1991), proses adopsi inovasi yang terjadi di

kalangan petani pada umumnya berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan oleh :

1. Tingkat pengetahuan, kecakapan dan mental petani.

2. Penyuluhan hal-hal yang disampaikan hanya akan diterima dan dipraktekkan

setelah para petani mendapat gambaran nyata atau keyakinan bahwa hal-hal

baru yang diterima dari penyuluhan akan berguna, memberikan keuntungan,

peningkatan hasil bila dipraktekkan, atau tidak menimbulkan kerugian

(4)

8 Slamet (1978) dalam Mardikanto (1982) memilahkan kategori adopter

berdasarkan karakteristik adopter adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Karakteristik Komunikan (Adopter)

VARIABEL PERINTIS PELOPOR PENGANUT DINI

Tinggi Tinggi Rata-rata Rendah Rendah sekali

Sosial Tinggi Sedang

Sedang

sampai baik Rendah

Paling rendah Pola

Hubungan Kosmopolite Kosmopolite

Lebih

lokalite Lokalite

Sangat Lokalite Sumber: Mardikanto, 1982

Kartasapoetra (1991), menyatakan bahwa terdapat lima kategori adopter

berdasarkan keinovatifannya dapat dibedakan berdasarkan karakteristik adopter,

yaitu:

a. Inovator

Inovator adalah golongan orang yang berani menanggung risiko dalam

menghadapi kegagalan dari percobaannya. Petani inovator mempunyai hubungan

baik dengan petani lainnya untuk memberikan petunjuk-petunjuk dan bekerja

sama mengatasi masalah pertanian.

Karakteristik inovator menurut Rogers (1983) adalah:

1. Berani mengambil risiko.

2. Mampu mengatur keuangan yang kokoh agar dapat menahan kemungkinan

kerugian dari inovasi yang tidak menguntungkan.

3. Memahami dan mampu mengaplikasikan teknik dan pengetahuan yang

kompleks.

4. Mampu menanggulangi ketidakpastian informasi.

b. Early Adopter (Pelopor)

Sifat early adopter lebih terbuka dan lebih luwes, sehingga mereka dapat

bergaul lebih rapat dengan petani umumnya. Golongan ini mempunyai pendidikan

yang cukup dan lebih aktif mencari informasi melalui penyuluh maupun media

(5)

9 Karakteristik early adopter menurut Rogers (1983) adalah:

1. Bagian yang terintegrasi dalam sistem lokal sosial.

2. Opinion leader yang paling berpengaruh.

3. Role model dari anggota lain dalam sebuah sistem sosial.

4. Dihargai dan disegani oleh orang-orang disekitarnya.

c. Early Majority (Penganut Dini)

Penerapan teknologi inovasi dari golongan ini terhitung lebih lambat

daripada golongan inovator dan early adopter akan tetapi lebih mudah

terpengaruh dalam penerapan teknologi baru yang dapat meningkatkan

usahataninya. Namun demikian, mereka masih mempunyai sifat hati-hati dan

takut akan kegagalan atas penerapan teknologi yang baru. Oleh karena itu,

golongan ini akan mengadopsi inovasi baru jika sudah jelas adanya bukti yang

meyakinkan.

Karakteristik early majority menurut Rogers (1983) adalah:

1. Sering berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya.

2. Jarang mendapatkan posisi sebagai opinion leader.

3. Sepertiganya adalah bagian dari sistem (kategori atau tipe terbesar dalam

sistem).

4. Berhati-hati sebelum mengadopsi inovasi baru.

d. Late Majority (Penganut Lambat)

Termasuk dalam golongan ini adalah petani yang kurang mampu, lahan

pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata dibawah 0,5 hektar, oleh karena

itu golongan late majority berbuat lebih waspada dan hati-hati karena takut

mengalami kegagalan. Mereka akan mengadopsi inovasi apabila kebanyakan

petani sekitar sudah mengikuti dan menerapkan inovasi yang diberikan. Jadi

penerapan inovasi teknologi terhadap golongan ini sangat lambat.

Kategori late majority menurut Rogers (1983) adalah:

1. Berjumlah sepertiga dari suatu sistem sosial.

2. Mendapatkan tekanan dari orang-orang sekitarnya.

3. Terdesak ekonomi.

4. Skeptis.

(6)

10 e. Laggard (Kolot)

Petani yang termasuk dalam golongan ini adalah kebanyakan petani

dengan usia lanjut, berumur sekitar 50 tahun keatas, biasanya fanatik terhadap

tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara

berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka lebih bersikap apatis terhadap

adanya teknologi baru.

Kategori laggard menurut Rogers (1983) adalah:

1. Tidak terpengaruh opinion leader.

2. Terisolasi.

3. Berorientasi terhadap masa lalu.

4. Curiga terhadap inovasi.

5. Mempunyai masa pengambilan keputusan yang lama.

Adopsi inovasi pertanian di kalangan petani dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, baik faktor yang berasal dari karakteristik inovasi maupun

karakteristik calon pengguna. Harinta (2011) menjelaskan faktor yang

berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi pertanian di kalangan petani

adalah sifat/karakteristik inovasi, sifat/karakteristik calon pengguna, saluran

komunikasi. Berdasarkan faktor sifat inovasi, indikator yang berpengaruh

terhadap kecepatan adopsi inovasi adalah keuntungan relatif dan observabilitas

(kemungkinan diamati). Dari faktor karakteristik calon pengguna indikator yang

berpengaruh signifikan terhadap adopsi inovasi adalah status sosial ekonomi yaitu

penguasaan lahan; variabel kepribadian yaitu keberanian mengambil risiko; dan

perilaku komunikasi yaitu tingkat partisipasi dalam kelompok tani, komunikasi

inter-personel dan cari informasi. Sedangkan dari faktor saluran komunikasi

indikator yang berpengaruh adalah saluran antar pribadi dan media massa.

Rogers (1983) mengemukakan bahwa terdapat variabel yang berpengaruh

positif terhadap kecepatan adopsi inovasi di kalangan petani. Variabel yang

berpengaruh positif diantaranya:

1. Pendidikan

2. Baca tulis

3. Status sosial yang lebih tinggi

(7)

11 5. Orientasi ekonomi komersial

6. Sikap yang lebih berkenaan terhadap kredit

7. Sikap yang lebih berkenaan terhadap perubahan

8. Sikap yang lebih berkenaan terhadap pendidikan

9. Intelegensi

10. Partisipasi sosial

11. Kosmopolitan

12. Kontak dengan agen perubahan

13. Keterbukaan dengan media massa

14. Keterlibatan pada saluran antarpribadi

15. Pencarian informasi yang lebih aktif

16. Pengetahuan tentang inovasi

17. Pendapat tentang kepemimpinan

2.1.3 Faktor yang Berhubungan dengan Adopsi Inovasi

Menurut Rogers, terdapat faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan

adopsi inovasi, diantaranya:

1. Umur

Sari, dkk. (2009) menjelaskan bahwa umur dan jumlah anggota keluarga

mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi. Adopter dengan umur yang lebih muda

lebih inovatif dan lebih cepat dalam mengadopsi suatu inovasi. Hasyim (2006)

mengemukakan umur merupakan faktor yang berpengaruh dalam kemampuan

kerja sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang.

2. Jumlah Anggota Keluarga

Sari, dkk. (2009) menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga yang ikut

berpartisipasi juga berpengaruh secara signifikan terhadap kategori adopter, hal

ini dikarenakan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan usahatani

bergantung pada kepala keluarga. Semakin banyak anggota keluarga yang sudah

dewasa serta terlibat dalam kegiatan, tidak selalu lambat dalam mengadopsi

inovasi karena pengambil keputusan utama adalah kepala keluarga sehingga tidak

perlu terjadi kesepakatan yang lebih lama untuk mengadopsi suatu inovasi. Selain

(8)

12 diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan tingkat pendapatan petani untuk

pemenuhan kebutuhan keluarganya (Hasyim, 2006).

3. Pendidikan

Tingkat pendidikan petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta

wawasan petani dan akan mempengaruhi penerapan suatu inovasi untuk

meningkatkan usahataninya (Hasyim, 2006). Namun, Fardiaz (2008) berpendapat

bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan nyata terhadap pengambilan

keputusan dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan petani bukan menyatakan

tentang rendahnya pengetahuan terhadap pertanian organik.

4. Luas lahan usahatani

Mardikanto (2009) menyatakan semakin luas lahan usahatani biasanya

semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih

baik. Petani dengan lahan yang luas akan berharap keuntungan yang besar

sekalipun risiko kegagalan juga besar dengan lebih serius dan aktif dalam

mengusahakan usahataninya (Yusnita, 2010).

5. Pendapatan

Dalam pendapatan usahatani ada dua unsur yang digunakan yaitu unsur

penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut. Penerimaan adalah hasil

perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran

atau biaya yang dimaksudkan sebagai nilai penggunaan sarana produksi dan

lain-lain yang dikeluarkan pada proses produksi tersebut (Mubyarto, 1989).

6. Lama Berusahatani

Lama bertani berhubungan dengan pengalaman yang petani miliki. Lama

berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak terjadi kesalahan

yang sama dalam usaha taninya (Hasyim, 2006). Fardiaz (2008) menyatakan

pertanian konvensional berdampak pada kesulitan petani dalam memperoleh

pupuk dan pestisida kimia karena harga yang semakin mahal. Berdasarkan

pengalaman tersebut petani akan cenderung tertarik terhadap pertanian organik

dimana pupuk dan pestisida yang dibutuhkan dapat dibuat secara mandiri dengan

(9)

13 7. Kosmopolitan

Kosmopolitan merupakan tingkat hubungan dengan “dunia luar” di luar

sistem sosialnya sendiri. Masyarakat yang relatif kosmopolit, adopsi inovasi akan

berlangsung lebih cepat, tetapi bagi yang lebih lokalit akan berlangsung secara

lamban dikarenakan tidak ada keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih baik

seperti yang telah dinikmati oleh orang-orang di luar sistem sosialnya sendiri

(Mardikanto, 2009).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang menjadi referensi untuk penelitian ini terdapat

dalam Tabel 2.2 :

Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu

Judul dan Penulis Metode Penelitian Hasil Penelitian Pengaruh adalah kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengisian kuisioner dan hasil wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari

kantor UPTD

Penyuluhan Pertanian Wilayah Cibungbulang. Pengolahan data dengan Chi-Square dan korelasi Rank Spearman menggunakan program SPSS.

(1) Tingkat pengambilan keputusan dengan karakteristik sosial ekonomi menunjukkan usia dan luas lahan berhubungan sangat nyata. Pengalaman bertani berhubungan nyata dengan pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan tidak berhubungan nyata.

(2) Dari variabel komunikasi, faktor media massa dan interaksi dengan PPL memiliki hubungan sangat nyata.

(10)

14 Lanjutan dari Tabel 2.2

Judul dan Penilis Metode Penelitian Hasil Penelitian Adopsi Inovasi purposive sampling dan convenience sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer: wawancara dan kuesioner; dan data sekunder: observasi dan dokumentasi. Analisis data menggunakan korelasi antar variabel dan analisis jalur (Path Analysis).

(1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel sifat/karakteristik inovasi dengan variabel adopsi inovasi yaitu variabel faktor keuntunga relatif dan observabilitas (kemungkinan diamati).

(2) Pengaruh sifar/karakteristik calon pengguna yaitu status sosial ekonomi (penguasaan lahan), variabel kepribadian (keberanian mengambil risiko), dan perilaku komunikasi terhadap adopsi inovasi pertanian terdapat pengaruh yang high significant.

(3) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel pengambilan keputusan adopsi inovasi dengan variabel adopsi inovasi pertanian.

(4) Saluran komunikasi dengan adopsi inovasi terdapat pengaruh yang signifikan dikarenakan semua indikator berpengaruh signifikan. Karakteristik dan analisis binomial logistik.

(1) Variabel umur dan tingkat pendidikan formal merupakan faktor karakteristik peternak yang mempengaruhi perbedaan kategori adopter secara signifikan.

(2) Variabel karakteristik inovasi yang terdiri dari variabel keuntungan relatif, kompleksitas dan observabilitas berpengaruh secara signifikan pada perbedaan kategori adopter.

2.3 Hipotesis

Berdasarkan dasar teori dan penelitian sebelumnya, maka dapat

dirumuskan hipotesis yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara umur,

pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan usahatani, pendapatan

usahatani, lama berusahatani dan kosmopolitan dengan potensi karakter

Gambar

Gambar 2.1. Kategori Adoper Berdasarkan Keinovatifan (Rogers, 1983)
Tabel 2.1. Karakteristik Komunikan (Adopter)
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Karakteristik Inovasi Aplikasi Mobile GO-JEK dengan.. Keputusan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani terhadap adopsi inovasi Katam Terpadu di Kabupaten Gunung Kidul dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sosial

Penelitian persepsi, tingkat adopsi dan kecenderungan adopsi petani terhadap inovasi teknologi diperlukan guna memberikan gambaran dan saran peningkatan adopsi PTT

Hubungan karakteristik petani terhadap tingkat adopsi inovasi petani padi sawah dengan menggunakan media Elektronik adalah pemutaran film dengan nilai korelasi 0,191 *, media

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat adopsi inovasi pertanian tanaman pangan, menganalisis jaringan komunikasi yang dimanfaatkan petani guna mendukung tingkat

Dalam hubungannya dengan perilaku komunikasi dan adopsi inovasi, ada beberapa peubah karakteristik sosial ekonomi yang bisa menerangkan perilaku komunikasi petani lebih jauh,

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terkait dengan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi budidaya padi organik dikelompok tani Marsudi Mulyo Desa

Pada variabel tingkat kerumitan berhubungan nyata dengan tingkat pengambilan keputusan inovasi karena menurut petani di Desa Ciaruteun Ilir walaupun teknik ini merupakan