• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Pemberian Serbuk Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) terhadap Motilitas dan Abnormalitas Spermatozoa Mencit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efek Pemberian Serbuk Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) terhadap Motilitas dan Abnormalitas Spermatozoa Mencit"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Background: Pasak Bumi has been traditionally used as aphrodisiac. This research was conducted to observe the effect of powdered pasak bumi at various doses on motility and abnormality of mice spermatozoa. Design and Methods: This experimental study was complete randomized design. We uses four doses of pasak bumi powder i.e 700 mg/kgBB, 1400 mg/kgBB and 2800 mg/kgBB. Parameters in this study were motility and abnormality of spermatozoa (%) and reproduction organ weight (g). Spermatozoa abnormatilty was observed by sperm smear method, while motility was observed as Ellyzar (1999) method. The results were analyzed with ANOVA with 95% in significantly.

Results: The result showed difference in motility, abnormality of spermatozoa and reproductive organ among the treated group although statistically not significant (p > 0.05).

Conclusion: The pasak bumi treatment at the dose of 700 mg/kgBB and 2800 mg/kgBB have not increase the motility and decrease the abnormality of mice spermatozoa yet, (Sains Medika, 1 (2) : 159-167).

Key words: abnormality, motility, pasak bumi (Eurycoma longifolia), spermatozoa, testosteron

ABSTRAK

Latar belakang: Pasak bumi (Eurycoma longifolia) telah lama digunakan sebagai bahan baku campuran dalam produksi jamu tradisional penambah gairah seksual. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian serbuk pasak bumi dengan berbagai dosis yang berbeda terhadap motilitas dan abnormalitas spermatozoa pada mencit.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap. Dosis yang digunakan yaitu 700 mg/kgBB, 1400 mg/kgBB dan 2800 mg/kgBB. Parameter pada penelitian ini meliputi motilitas dan abnormalitas spermatozoa yang dinyatakan dalam prosentase dan bobot organ reproduksi yang dinyatakan dalam gram. Pengamatan terhadap abnormalitas dilakukan dengan menggunakan metode apus semen, sedangkan motilitas dilakukan dengan menggunakan metode Ellyzar (1999). Hasil yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan ANOVA dengan taraf signifikasi 95%.

Hasil: Hasil analisa data menunjukkan perbedaan tidak nyata terhadap motilitas, abnormalitas spermatozoa, dan bobot organ reproduksi untuk tiap kelompok perlakuan (p>0,05).

Kesimpulan: Pemberian pasak bumi dengan menggunakan dosis 700 mg/kgBB sampai 2800 mg/kgBB belum dapat meningkatkan motilitas maupun menurunkan abnormalitas spermatozoa pada mencit, (Sains Medika, 1 (2) : 159-167).

Kata kunci : Abnormalitas, motilitas, pasak bumi (Eurycoma longifolia), spermatozoa, testosteron

PENDAHULUAN

Penggunaan pasak bumi (Eurycoma longifolia) sebagai bahan baku campuran

dalam produksi jamu tradisional penambah gairah seksual sekarang ini banyak dijumpai

Efek Pemberian Serbuk Pasak Bumi (

Eurycoma longifolia

)

terhadap Motilitas dan Abnormalitas Spermatozoa Mencit

(Mus musculus)

Effect of Pasak Bumi (Euricoma longifolia) Powder on Sperm Motility and

Abnormality in Mice (Mus musculus)

Dina Fatmawati 1, Tyas Rini Saraswati2, dan Mohamad Anwar Djaelani 2

Bagian Biologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bagian Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Fakultas MIPA Universitas Diponegoro Semarang, (diena_home@yahoo.co.id).

(2)

(Ruslina, 1999). Tanaman ini mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia aktif berupa

saponin yang berkhasiat dalam meningkatkan nafsu makan, golongan sterol dan

isoprenoid yang berperan dalam biosintesis hormon testosteron. Berbagai mineral (Fe,

Co, Mg, dan Zn) yang terkandung pada tanaman ini berperan sebagai kofaktor enzim

yang terlibat dalam pembentukan hormon-hormon androgen dan maturasi spermatozoa

(Purwatyastuti, 1995; Anonim, 1999). Selama maturasi spermatozoa terjadi peningkatan

motilitas dan perubahan morfologi dari spermatozoa. Proses maturasi ini terjadi pada

epididimis di bawah pengaruh hormon testosteron.

Pasak bumi (Eurycoma longifolia) merupakan tanaman asli hutan Indonesia yang

khasiatnya telah terbukti dalam meningkatkan libido. Ang dan Lee (2002) menyatakan

bahwa penggunaan pasak bumi dengan dosis 400 mg/kgBB dan 800 mg/kgBB dapat

meningkatkan libido pada tikus jantan dimana peningkatan libido tersebut terkait dengan

peningkatan kadar testosteron.

Sejauh ini pasak bumi dapat meningkatkan libido, namun belum diketahui

efektifitas kerja dari kandungan aktif pasak bumi terhadap peningkatan kualitas

spermatozoa yang menjadi salah satu faktor penting untuk menilai tingkat kesuburan pada pria. Penentuan kualitas spermatozoa meliputi motilitas dan abnormalitas

spermatozoa. Berdasarkan informasi tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai

pengaruh penggunaan serbuk pasak bumi terhadap motilitas dan abnormalitas

spermatozoa sebagai bagian dalam penentuan kualitas spermatozoa. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian serbuk pasak bumi sebagai

salah satu bahan pemacu reproduksi terhadap peningkatan motilitas maupun penurunan

abnormalitas spermatozoa mencit jantan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi

informasi kepada masyarakat mengenai manfaat pemberian serbuk pasak bumi terhadap

peningkatan motilitas maupun penurunan abnormalitas spermatozoa, sehingga dapat

dijadikan sebagai salah satu bahan untuk mengatasi gangguan kesuburan pada pria.

Kandungan senyawa aktif dari pasak bumi termasuk diantaranya berupa

isoprenoid, sterol, dan berbagai mineral yang berperan dalam pembentukan testosteron

melalui peningkatan biosintesis kolesterol, dimana testosteron berperan dalam proses

maturasi spermatozoa. Berdasarkan informasi tentang khasiat serbuk pasak bumi

(3)

pemberian pasak bumi dengan dosis 700 mg/kgBB, 1400mg/kgBB, dan 2800mg/kgBB

dapat meningkatkan kualitas spermatozoa yang diamati melalui peningkatan prosentase

motilitas dan penurunan persentase abnormalitas spermatozoa pada mencit jantan.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan metode eksperimental secara in vivo, kondisi lingkungan

diatur sedemikian rupa sehingga stabil dan homogen. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah post test only control group design dengan 24 ekor sampel mencit

berumur 35 hari yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok

terdiri dari 6 ekor tikus. Perlakuan pertama (P0) sebagai kontrol diberi aquadest 1 ml,

perlakuan kedua (P1) diberi larutan serbuk pasak bumi dosis 700 mg/kgBB, perlakuan

ketiga (P2) diberi larutan serbuk pasak bumi dosis 1400 mg/kgBB dan perlakuan keempat

(P3) diberi larutan serbuk pasak bumi dosis 2800 mg/ kgBB.

Serbuk pasak bumi sebanyak 56 mg dicampurkan dengan 100 ml aquades,

kemudian dididihkan. Setelah agak dingin larutan disaring dengan menggunakan kertas

saring. Hasil yang diperoleh merupakan larutan serbuk pasak bumi dengan dosis 2800 mg/kgBB, selanjutnya diencerkan dengan perbandingan volume 1:1 untuk menghasilkan

larutan serbuk pasak bumi dengan dosis 1400 mg/ kgBB. Dosis 700 mg/ kgBB diperoleh

dari hasil pengenceran larutan serbuk pasak bumi dosis 1400 mg/kgBB dengan

perbandingan volume 1:1.

Mencit ditempatkan pada kandang individual dan diaklimasi selama dua minggu

untuk membiasakan mencit hidup dalam lingkungan dan perlakuan baru, serta untuk

membatasi pengaruh lingkungan dalam percobaan. Setiap hari mencit diberi makan dan

minum secukupnya (ad libitum) disertai dengan pengamatan umum dimana mencit yang

tampak sakit tidak diikutsertakan dalam penelitian. Tanda-tanda mencit sakit adalah

berkurangnya aktivitas, lebih banyak diam, dan bulu-bulunya banyak yang berdiri

(Satayavivad et al., 1998).

Larutan diberikan secara oral kepada mencit jantan dengan frekuensi pemberian

1 kali dalam sehari selama 48 hari sesuai dengan kelompok perlakuan. Pemberian

perlakuan dilakukan secara oral dengan menggunakan jarum gavage/ acufirm (blunt

(4)

selanjutnya organ reproduksi berupa testis dan epididimis sampai vas deferent diisolasi

dan ditimbang.

Penghitungan motilitas spermatozoa

Ellyzar (1999) mengemukakan cara perhitungan motilitas spermatozoa yang

dilakukan dengan menggunakan hemositometer, yaitu: sediaan semen diambil melalui

pengurutan dari bagian epididimis cauda sampai batas ampula dengan menggunakan

pinset secara searah. Semen berupa spermatozoa dan sekret vas deferens ditampung

dalam gelas arloji yang telah diisi dengan larutan NaCl 0,9% sebanyak 0,25 ml serta

diaduk agar homogen. Setelah homogen sampel dihisap dengan pipet Thoma leukosit

sampai batas skala 1 kemudian dilakukan pengenceran sebanyak 10 kali dengan cara

menambahkan larutan pengencer berupa NaCl 0,9% maupun larutan George sampai

skala 11, lalu dilakukan penggojokan dengan hati-hati, namun cukup cepat dengan cara

membuat angka 8 selama 3-5 menit. Setelah itu semen yang telah diencerkan tadi

diteteskan diatas gelas obyek penghitung dan dihitung jumlah spermatozoa yang mati

maupun yang bergerak ditempat.

Persentase motilitas spermatozoa =

Σ Spermatozoa pada larutan George — Σ spermatozoa pada NaCl 0,9% x 100%

Σ spermatozoa pada larutan George

Pengamatan abnormalitas spermatozoa

Pengamatan abnormalitas spermatozoa dilakukan dengan cara membuat preparat

apus dari sampel semen yang telah homogen menggunakan pewarna giemsa 3 % (Ellyzar,

1999), dimana spermatozoa yang normal mempunyai kepala berbentuk kait, leher tidak

melipat, dan ekor yang Iurus panjang, sedangkan bentuk spermatozoa yang lainnya

digolongkan abnormalitas spermatozoa (Rugh, 1968).

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa normalitas dan homogenitasnya. Hasil analisa

data pada penelitian ini menujukkan data terdistribusi normal dan mempunyai varian

(5)

berdasarkan rancangan acak lengkap, selanjutnya jika terdapat beda nyata akan

dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf signifikansi 95% (Santoso, 2003).

HASIL

Data motilitas dan abnormalitas spermatozoa yang dinyatakan dalam prosentase

merupakan parameter utama, sedangkan parameter pendukung berupa bobot testis, dan

hobot saluran reproduksi (epididimis sampai vasa deferensia) yang dinyatakan dalam

gram. Hasil analisa data terhadap motilitas dan abnormalitas spermatozoa mencit

dengan menggunakan ANOVA pada taraf signifikansi 95% menunjukkan bahwa pemberian

serbuk pasak bumi dengan dosis 700 mg/ kgBB, 1400 mg/kgBB, dan 2800 mg/kgBB tidak

mempengaruhi motilitas, abnormalitas spermatozoa, bobot testis, dan bobot saluran

reproduksi, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisa data motilitas, abnormalitas spermatozoa, bobot testis, dan bobot saluran reproduksi menggunakan Anova pada taraf signifikansi 95%

Keterangan: Data merupakan rata-rata ± standar deviasi dengan n= 6 untuk tiap kelompok. Huruf yang sama dalam satu kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata (p>0,05)

PEMBAHASAN

Ang dan Lee (2002) melaporkan bahwa pemberian pasak bumi dengan dosis 400

mg/kgBB dapat meningkatkan libido tikus jantan, namun hasil analisis terhadap motilitas

dan abnormalitas spermatozoa menunjukkan bahwa pemberian pasak bumi tidak

berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan motilitas maupun penurunan

abnormalitas spermatozoa pada mencit. Hal ini diduga karena frekuensi lama pemberian

yang kurang lama, sehingga pemberian pasak bumi dengan dosis 400 mg/kgBB sampai

2.800 mg/kgBB belum efektif dalam meningkatkan biosintesis testosteron pada mencit.

(6)

abnormalitas spermatozoa melalui peningkatan testosteron. Testosteron berperan dalam

proses transport ion yang diperlukan untuk mencegah keadaan hipoosmotik dalam duktus

epididimis, sehingga abnormalitas spermatozoa dapat berkurang. Disamping itu

testosteron juga berperan dalam meningkatkan sintesis dan sekresi protein, serta enzim

yang diperlukan untuk motilitas spermatozoa (Jones dan Dott dalam Nita, 1998).

Biosintesis testosteron yang belum meningkat, menyebabkan efektifitas kerja testosteron

terhadap organ target berkurang, sehingga mengakibatkan perbedaan tidak nyata antar

kelompok perlakuan. Purwantyastuti (1995) menyatakan bahwa testosteron merupakan

salah satu jenis androgen yang penting untuk mengontrol fertilitas jantan. Bila terjadi

hambatan baik pada biosintesis maupun transport menuju sel target, maka akan

mempengaruhi kualitas spermatozoa.

Efektifitas kerja testosteron juga dipengaruhi oleh kadar SHBG (Sex Hormone

Binding Globulin). SHBG berfungsi mempertahankan keseimbangan dan disosiasi

testosteron dalam sirkulasi sel target. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sutyarso (2003)

bahwa perbedaan efektifitas kerja testosteron dalam sel germinal maupun sel target

lain sangat tergantung pada kadar, struktur molekul, dan kemampuan ikatan SHBG, dimana biosintesis SHBG terkait dengan umur dan kadar SHBG berkorelasi positif dengan

jumlah dan kualitas spermatozoa. Rendahnya SHBG diduga herhubungan dengan

mekanisme umpan balik negatif terhadap produksi testosteron. Granner (2000)

menyatakan bahwa testosteron terikat dengan afinitas tinggi pada SHBG sehingga

perubahan kadar SHBG mengakibatkan perubahan besar pada kadar testosteron bebas.

Sutyarso (2003) menambahkan bahwa rendahnya SHBG menyebabkan peningkatan

testosteron bebas, sehingga efek umpan halik negatif ke hipofisis menjadi efektif. Efek ini

berpengaruh menekan hormon gonadotropin dan sintesis serta sekresi testosteron

sehingga secara tidak langsung mengakibatkan motilitas dan abnormalitas spermatozoa

menurun.

Pada penelitian ini bentuk abnormalitas spermatozoa yang banyak ditemukan

berupa spermatozoa dengan tetes sitoplasma (sitoplasmic droplet) dan ekor bergulung.

Hal ini diduga akibat menurunnya sintesis dan sekresi protein spesifik dan gangguan

terhadap transport ion, karena berkurangnya efektifitas kerja dari testosteron. Testosteron

(7)

dan enzim salah satunya berupa fosfatase (Dellman dan Brown, 1999). Dalam epididimis

terjadi perubahan morfologi spermatozoa yang meliputi penghilangan tetes sitoplasma

melalui pinositosis (Dellman dan Brown, 1999). Ganong (1997) menyatakan bahwa protein

merupakan induser terjadinya pinositosis sehingga gangguan terhadap sintesis maupun

sekresi protein tersebut akan mengakibatkan menurunnya kemampuan pinositosis pada

sel epitel epididimis. Transport ion diperlukan untuk menjaga keseimbangan osmotik

dalam duktus epididimis. Gangguan terhadap transport ion akan mengakibatkan keadaan

hipoosmotik dalam duktus epididimis, sehingga mengakibatkan abnormalitas

spermatozoa berupa spermatozoa dengan ekor bergulung. Fosfatase berperan dalam

proses pengubahan ATP (Adenosin Triposfat) menjadi ADP (Adenosin Diposfat) yang

menghasilkan energi, apabila kadar fosfatase berkurang dalam epididimis akan

mengakibatkan gangguan terhadap produksi energi untuk yang secara tidak langsung

akan mempengaruhi motilitas (WHO, 1994; Mayes, 2000).

Dampak anabolik dari peningkatan biosintesis testosteron akibat dari pemberian

pasak bumi dapat diamati melalui peningkatan bobot organ reproduksi, dimana

testosteron akan berikatan dengan reseptor di sitoplasma. Kompleks reseptor-testosteron ini akan mengalami modifikasi dan translokasi ke dalam nukleus dan berikatan dengan

tempat ikatan spesifik (specific binding protein) pada kromosom. Hal ini menyebabkan

aktifitas RNA (Ribo Nucleic Acid) polimerase meningkat diikuti peningkatan sintesis RNA

spesifik dan selanjutnya terjadi peningkatan sintesis protein (Purwaningtyas, 1995).

Bobot testis dan saluran reproduksi antar kelompok perlakuan dengan dosis 700

mg/kgBB, 1.400 mg/kgBB, dan 2.800 mg/kgBB tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan. Hasil ini mendukung hasil perhitungan motilitas dan abnormalitas

spermatozoa dimana perubahan bobot organ reproduksi terkait dengan fungsi fisiologis

dari organ tersebut. Peningkatan bobot testis terkait dengan peningkatan kadar testosteron

yang berperan dalam spermatogenesis. Testosteron berpengaruh langsung terhadap

perkembangan dan fungsi testis. Purwantyastuti (1995) menyatakan bahwa pemberian

androgen dengan dosis rendah mengakibatkan atropi testis dan penurunan fungsi testis,

karena menghambat sekresi gonadotropin, sehingga testosteron yang dihasilkan

berkurang.

Epididimis merupakan salah satu organ reproduksi yang berperan dalam proses

(8)

Peningkatan bobot epididimis terkait dengan peran fisiologisnya dalam hal tersebut.

Sutyarso (2003) menyatakan bahwa pematangan untuk menghasilkan spermatozoa yang

fungsional terjadi dalam epididimis, sedangkan fungsi epididimis sangat tergantung

pada testosteron. Apabila kadar androgen pada epididimis rendah akibat dari penurunan

SHBG,maka akan mempengaruhi fungsi epididimis. Keadaan tersebut menyebabkan

kualitas spermatozoa menurun.

KESIMPULAN

Penggunaan serbuk pasak bumi sampai dengan dosis 2.800 mg/kgBB belum

mampu meningkatkan kualitas spermatozoa mencit, yang diamati melalui motilitas dan

abnormalitas spermatozoa (Mus musculus) jantan.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian Iebih lanjut mengenai pengaruh pasak bumi dengan

dosis dan lama waktu yang berbeda terhadap kualitas spermatozoa disertai dengan uji

toksikologisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ang, H.H., and K.L. Lee, 2002, Effect of Eurycoma longifolia on Libido in Middle Aged Male Rats, J. Basic C/in Physio/ Pharmacol, 13(3): 249-54.

Anonim, 1999, Pasak Bumi Tumbuhan Obat yang Terancam Kelestariannya, Duta Rimba

No. 225/XXIV: 44-45.

Dellman, D.H., dan E.M. Brown, 1999, Buku Teks Histologi Veteriner H, Edisi kedua. Terjemahan: R. Hartono, Penerbit UI Press, Jakarta.

Ellyzar, L.M.A., 1999, Pengaruh Pemberian Ekstrak Rimpang Jahe Zingiber officinale Roscoe Terhadap Motilitas, Keabnormalitasan, serta Jumlah Fetus Mencit Mus muculus.

DEXA ME, 3(12) Juli-September 1999.

Ganong, W.F., 1997, Review of Medical Physiology, Lange publishing, California, pp. 322.

Granner, D.K., 2000, Hormones of the Gonads in Harpers Biochemistry 25th ed., Lange Medical

Publishing, New York, pp 594-599.

Mayes, P.A., 2000, Glycolysis and The Oxydation of Pyruvate in Harper’s Biochemistry 25th ed

2000, Lange Medical Publishing, New York pp 190-194.

(9)

Nita, S., 1998, Pengaruh Mangostin Terhadap Kualitas Sperma Epididimis Cauda Tikus Wistar Jantan, Tesis, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Rugh, R., 1968, The Mouse its Reproduction and Development, Burgess Publising Co. Minneapolis, pp 1:7-8:10:17:21-24.

Ruslina, S., 1999, Mengapa Jamu Fokus ke Seks?, Majalah SWA Swadaya.

Santoso, A., 2003, Rancangan Percobaan, Teori & Aplikasi, Edisi ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Satayavivad, J., S. Noppamas, S. Aimon, and T. Yodhathai, 1998, Toxicological and Antimalarial Activity of Eurycomalactone and Eurycoma longifolia Jack Extracts in Mice; Thai Journal of Phytopharmacy, Vol 5(2): 14-27.

Sutyarso, 2003, Protein Pengikat Hormon Seks/ Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) Sebagai Parameter Evaluasi Klinik Laki-laki Infertil, Majalah Kedokteran Indonesia (The Journal of The Indonesian Medical Assosiation), Vol : 53(1), Januari 2003.

Gambar

Tabel 1.Hasil analisa data motilitas, abnormalitas spermatozoa, bobot testis, danbobot saluran reproduksi menggunakan Anova pada taraf signifikansi 95%

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Pencemaran Air Terhadap Daya Tampung di Sungai Ciliwung | 9  Lahan pada lingkungan. Lahan pada lingkungan sangat penting dalam mengutarakan

Sektor luar malaysia dijangka sederhana disebabkan oleh eksport yang lebih rendah dan harga komoditi yang lemah, terutamanya dalam tempoh separuh pertama 2013,

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab mastitis klinis maupun subklinis pada kambing PE.. Tujuan dari tulisan ini untuk memberikan informasi

Hal ini dibuktikan dengan adanya tujuan untuk menaikkan derajat kesehatan masyarakat, adanya pengambilan keputusan tentang kawasan tanpa rokok yang dibuat oleh pimpinan

Usaha dalam bidang pertanian atau disebut juga agrobisnis (agribisnis ) adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari

Beberapa pendapat dan juga pembuktian dari penelitian terdahulu menyatakan bahwa biaya audit dipengaruhi oleh beberapa faktor dari atribut auditee antara lain

Seperti yang juga telah dilakukan oleh Furoidah dan Juhan (2018) dalam PkM-nya, ternyata melakukan pelatihan skill untuk memberikan keterampilan dasar urban farming