• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANGANAN PENGANGGURAN TERDIDIK DI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENANGANAN PENGANGGURAN TERDIDIK DI JAWA TIMUR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Akhir

Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

Tahun Anggaran 2013

PENANGANAN PENGANGGURAN TERDIDIK

DI JAWA TIMUR

Ketua Tim Peneliti:

Dr. Bagong Suyanto (NIDN:0006096604)

Anggota Peneliti

Dra. Sutinah, MS (NIDN:0016085807)

Drs. Septi Ariadi, MA (NIDN:0023096303)

Dr. Tuti Budi Rahayu (NIDN:0012056804)

Dibiayai oleh DIPA BOPTN Tahun Anggaran 2013 Sesuai Dengan

Surat Keputusan Rektor Universtas Airlangga Tentang

Kegiatan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

Nomor 7673/UN3/KR/2013, Tanggal 2 Mei 2013

UNIVERSITAS AIRLANGGA

November, 2013

(2)
(3)

Penanganan Pengangguran Terdidik di Jawa Timur

RINGKASAN

PENANGANAN PENGANGGURAN TERDIDIK

DI JAWA TIMUR

Keberhasilan pemerintah keluar dari situasi krisis ekonomi, dan mendongkrak kembali angka pertumbuhan ekonomi, ternyata hal itu tidak otomatis menyelesaikan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Pada tahun 2012, di Indonesia angka pengangguran pemuda terdidik tercatat mencapai 41,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Angka sebesar ini tentu sangat memprihatinkan, karena sedkit-banyak mencerminkan terjadinya mismatch antara kualifikasi lulusan dengan kebutuhan pasar kerja.

Dalam penelitian yang dilaporkan ini, beberapa permasalahan yang dikaji adalah: (1) Bagaimana sebetulnya gambaran tentang peta permasalahan dan faktor penyebab meningkatnya jumlah pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Timur?, (2) Kesulitan dan tantangan apa sajakah yang dihadapi para pencari kerja terdidik untuk memperoleh pekerjaan atau mengembangkan usaha yang sifatnya mandiri? Termasuk di sini, sejauhmana akses pengangguran terdidik terhadap sumber-sumber permodalan?, dan (3) Kebijakan dan strategi seperti apakah yang seharusnya dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas penanganan pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Timur?

Kegiatan penelitian ini telah dilakukan di 2 kota/kabupaten terpilih yang ditengarai rawan atau tengah menghadapi permasalahan tenaga kerja, khususnya persoalan pengangguran terdidik, yaitu Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. Jumlah pengangguran terdidik yang diwawancarai dan digali aspirasinya, ditetapkan sebanyak 100 responden. Kriteria responden adalah: (1) dalam dua tahun terakhir, responden minimal pernah sekali mengalami masa-masa menganggur atau kehilangan mata pencaharian karena situasi pasar yang tidak kondusif, dan (2) berpendidikan minimal diploma atau sarjana.

Berdasar hasil kajian yang dilakukan, beberapa temuan utama yang menjadi isu prioritas di balik fenomena meluasnya pengangguran terdidik adalah:

Pertama, para sarjana dan Diploma walaupun mereka sebagian adalah jebolan dari PT-PT yang bergengsi, dan sebagian besar memiliki IPK di atas 3, ternyata hal itu bukan jaminan bakal dapat segera memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Tidak sedikit lulusan PT ternyata kurang atau bahkan tidak menguasai bahasa Inggris, sehingga kurang memiliki kompetensi sebagaimana diharapkan pasar kerja. Sebagian besar lulusan PT juga tidak memiliki koneksi yang bisa dimanfaatkan untuk mencarikan pekerjaan, sementara di saat yang sama akses mereka pada sumber-sumber permodalan juga kurang. Di tengah iklim persaingan mencari kerja yang makin kompetitif, akhirnya bisa dipahami jika sebagian lulusan PT akhirnya harus menganggur, baik untuk jangka waktu yang kurang dari setahun maupun lebih dari setahun.

Kedua, para lulusan PT, dalam banyak kasus mereka adalah penambah daftar panjang jumlah pengangguran terdidik dan belum mampu memperlihatkan kemandirian dalam menciptakan lapangan kerja dan usaha bagi dirinya sendiri. Sebagian besar pengangguran terdidik umumnya pernah bekerja ikut orang lain, dan bukanownerdari usaha tertentu yang mereka kembangkan sendiri.

Ketiga, lebih dari sekadar soal mismatch antara PT dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, berbagai persoalan yang muncul di bidang ketenagakerjaan, khususnya

(4)

munculnya persoalan pengangguran di antara lulusan PT, sesungguhnya sangat kompleks. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang lulusan PT tidak segera dapat terserap dalam pasar kerja bukan hanya kompetensi atau kualifikasi lulusan, tetapi juga faktor-faktor sosial-budaya lain, seperti tidak milikinya koneksi, iklim persaingan mencari pekerjaan yang makin ketat, dan keinginan yang berbeda antara pencari kerja dengan kebutuhan pasar kerja.

Keempat, beberapa kendala yang dihadapi pengangguran terdidik dalam mencari pekerjaan atau mengembangkan usaha mandiri adalah: (1) berkaitan dengan kondisi ekonomi orang tua yang relatif pas-pasan atau bahkan miskin, (2) keterbatasan modal usaha dan akses yang terbatas terhadap sumber-sumber permodalan yang ada, (3) berkaitan dengan dimiliki-tidaknya koneksi yang dapat dimintai bantuan untuk mencari pekerjaan dan membuka akses untuk pengembangan kegiatan ekonomi, dan (4) jumlah kompetiter atau jumlah daftar pencari kerja yang dari waktu ke waktu terus bertambah, langsung atau tidak langsung tentunya akan mempengaruhi peluang para pengangguran terdidik dalam mencari pekerjaan yang diinginkan.

Kelima, meski menjadi PNS diakui menawarkan masa depan yang menarik karena setelah pensiunan pun mereka akan masih mendapatkan tunjangan untuk menjalani hari tua. Tetapi, di era perkembangan masyarakat post-industrial yang makin marak diwarnai industrialisasi dan perkembangan sektor jasa swasta yang luar biasa pesat, banyak responden mulai menyadari bahwa menjadi pegawai swasta atau membuka usaha sendiri sesungguhnya tak kalah menjanjikan bagi masa depan mereka. Bahkan, dengan membuka usaha sendiri secara mandiri, diakui sebagian besar pengangguran terdidik merupakan hal yang dapat menjamin masa depan, karena bukan saja mereka akan menjadi owner dari sebuah usaha yang memegang kendali, tetapi juga karena prospeknya dinilai sangat potensial.

Keenam, para pengangguran terdidik cenderung lebih memilih bekerja dan mengembangkan usaha di kota besar daripada di desa. Di mata para pengangguran terdidik, desa tampaknya sudah tidak lagi memberikan harapan, karena disadari bukan saja kesempatan kerja di desa makin lama makin terbatas, tetapi juga karena daya beli masyarakat pedesaan umumnya rendah, sehingga peluang untuk mengembangkan usaha niscaya menjadi lebih terbatas. Hal itu berbeda dengan kondisi dan iklim perekonomian di kota besar, yang menurut sebagian besar pengangguran terdidik masih sangat terbuka terhadap pengembangan usaha dan kerja apa pun.

Ketujuh, di tengah iklim persaingan mencari kerja yang makin kompetitif, dan juga iklim persaingan usaha yang makin rigid, disadari bahwa untuk segera memperoleh pekerjaan atau mengembangkan usaha secara mandiri bukanlah hal yang mudah. Bagi para pengangguran terdidik, pengalaman yang mereka alami sebelumnya dan masa-masa di mana mereka pernah kehilangan pekerjaan tentunya akan menjadi proses pembelajaran yang berharga. Ke depan, untuk dapat memperoleh pekerjaan dan usaha yang diinginkan, menurut responden, paling-tidak ada dua hal yang paling dibutuhkan. Pertama, dukungan dari networking atau koneksi yang memadai. Kedua, dukungan modal dan akses ke sumber-sumber permodalan yang dapat dimanfaatkan para pengangguran terdidik untuk mencari kerja dan mengembangkan usaha tertentu.

(5)

Penanganan Pengangguran Terdidik di Jawa Timur

dikembangkan potensi terpendamnya. Pengangguran terdidik yang putus asa umumnya adalah pengangguran yang hanya akan menambah panjang daftar pencari kerja di tanah air, tanpa memiliki kesempatan untuk merubah nasibnya melalui usahanya sendiri secara mandiri dan berdaya.

Secara garis besar, arah kebijakan dan upaya penanggulangan masalah pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Timur mencakup tiga hal pokok. Pertama, bagaimana mendorong pengembangan dan pertumbuhan kesempatan kerja baru bagi para pencari kerja atau pengangguran terdidik, baik lewat program-program Pemerintah maupun multiplier effect dari kegiatan investasi swasta. Kedua, bagaimana meningkatkan kualitas dan posisi tawar para pencari kerja, termasuk pengangguran terdidik yang berminat mencari kerja di luar negeri agar mereka dapat lebih berdaya dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja yang ada. Ketiga, bagaimana membantu dan memfasilitasi pengembangan usaha mandiri para pengangguran terdidik, terutama di sektor UMKM.

Tabel 1

Kebijakan dan Program Prioritas Penanggulangan Masalah Pengangguran Terdidik di Provinsi Jawa Timur

Kebijakan Program Tujuan

Pengembangan kesempatan kerja baru bagi pengangguran terdidik

 Percepatan pembangunan Infrastruktur di kantong-kantong pengangguran terdidik untuk menambah terciptanya lapangan kerja baru di daerah

 Prioritas pengembangan investasi di Kota sekunder

 Kepastian prosedur dan insentif dalam perijinan investasi usaha SDM danlife skills

pengangguran terdidik

 Pelatihan dan pengembangan etos wirausaha dalam proses pembelajaran di PT

Pelatihan ketrampilan alternatif bagi

pencari kerja dan korban PHK usia muda lulusan PT

 Pengembangan program magang bagi pengangguran yang terdidik untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan kerja

Meningkatkan kualitas dan posisibargaining

pencari kerja usia muda, khususnya pengangguran

 Pemberian bantuan modal usaha dan pemberdayaan pengangguran terdidik

 Pemanfaatan danaCommunity

DevelopmentBUMN untuk

pengembangan usaha mandiri pengangguran terdidik

 Stimulan modal usaha berbunga murah bagi pengangguran terdidik untuk mengembangkan usaha mandiri secara perseorangan maupun kolektif

Memfasilitasi pengembangan usaha mandiri bagi

enterpreneurmuda

Di tengah keterbatasan anggaran pembangunan yang tersedia, sudah barang tentu pemerintah tidak mungkin mampu menanggung sendiri beban untuk menciptakan lapangan kerja yang seimbang dengan laju pertumbuhan jumlah pencari kerja di Jawa Timur, sehingga mau tidak mau harus ada kesediaan dan komitmen yang serius dari pemerintah untuk mengajak kekuatan swasta dan sekaligus

(6)
(7)

Penanganan Pengangguran Terdidik di Jawa Timur

PRAKATA

Studi sebagaimana dilaporkan, pada dasarnya selain bertujuan untuk untuk memetakan persoalan prioritas dan kendala penanganan pengangguran terdidik di Provinsi Jawa Timur dan untuk mengidentifikasi berbagai problema yang dihadapi pengangguran terdidik dalam mengembangkan usaha dan mencari pekerjaan yang diinginkan, juga sekaligus untuk menyediakan bahan acuan kepada eksekutif, legislatif, dinas teknis dan stakeholder terkait agar lebih peka dan menyadari arti penting penanganan pengangguran terdidik.

Secara umum, studi ini menemukan bahwa lulusan PT meski pun sebagian adalah jebolan dari PT-PT yang berkualitas, dan sebagian besar memiliki IPK di atas 3, ternyata hal itu bukan jaminan bakal dapat segera memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Tidak sedikit lulusan PT ternyata kurang atau bahkan tidak menguasai bahasa Inggris, sehingga kurang memiliki kompetensi sebagaimana diharapkan pasar kerja. Sebagian besar lulusan PT juga tidak memiliki koneksi yang bisa dimanfaatkan untuk mencarikan pekerjaan, sementara di saat yang sama akses mereka pada sumber-sumber permodalan juga kurang.

Para lulusan PT, dalam banyak kasus mereka belum mampu memperlihatkan kemandirian dalam menciptakan lapangan kerja dan usaha bagi dirinya sendiri. Sebagian besar pengangguran terdidik umumnya pernah bekerja ikut orang lain, dan bukanownerdari usaha tertentu yang mereka kembangkan sendiri. Dari hasil kajian yang dilakukan di tahun 2013, beberapa kendala yang dihadapi pengangguran terdidik dalam mencari pekerjaan atau mengembangkan usaha mandiri adalah: (1) berkaitan dengan kondisi ekonomi orang tua yang relatif pas-pasan atau bahkan miskin, (2) keterbatasan modal usaha dan akses yang terbatas terhadap sumber-sumber permodalan yang ada, (3) berkaitan dengan dimiliki-tidaknya koneksi yang dapat dimintai bantuan untuk mencari pekerjaan dan membuka akses untuk pengembangan kegiatan ekonomi, dan (4) jumlah kompetiter atau jumlah daftar pencari kerja yang dari waktu ke waktu terus bertambah, langsung atau tidak langsung tentunya akan mempengaruhi peluang para pengangguran terdidik dalam mencari pekerjaan yang diinginkan.

Studi ini dapat selesai tepat waktu sudah barang tentu berkat dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan terima

(8)

kasih kepada: (1) Rektor dan Ketua LPPM Universitas Airlangga yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini, (2) Dekan FISIP Unair atas dukungan yang telah diberikan, (3) Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur yang telah membantu memberikan data yang kami butuhkan, dan (4) para responden penelitian ini yang telah bersedia diwawancarai dan memberikan data yang kami butuhkan.

Kami berharap hasil studi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menyusun program penanganan pengangguran terdidik.

Surabaya, 1 November 2013

(9)

Penanganan Pengangguran Terdidik di Jawa Timur

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN... i

RINGKASAN... ii

PRAKATA... vi

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang Masalah... 1

2. Permasalahan Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

1. Perubahan Penting... 7

2. Jenis Pengangguran... 8

3. Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja... 11

4. Kesempatan Kerja Bagi Lulusan PT... 15

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN... 17

BAB IV METODE PENELITIAN... 18

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 20

1. Gambaran Umum Pendudukan dan Ketenagakerjaan di Jawa Timur... 21

1.1. Penduduk dan Tenaga Kerja di Jawa Timur... 21

1.2. Pendidikan Masyarakat Jawa Timur... 32

1.3. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur... 35

2. Pengangguran Terdidik: Temuan dan Analisis Data Primer... 40

2.1. Profil Sosial Pengangguran Terdidik... 41

2.2. Riwayat Selama Menganggur... 50

2.3. Tantangan dan Kendala yang Dihadapi... 64

2.4. Pekerjaan yang Diinginkan... 69

2.5. Kebutuhan Pengangguran Terdidik... 72

BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA... 75

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN... 77

1. Kesimpulan: Beberapa Temuan Utama... 77

2. Strategi... 80

3. Arah Kebijakan... 81

4. Saran... 82

DAFTAR PUSTAKA... 87

LAMPIRAN... 89

Gambar

Tabel 1Kebijakan dan Program Prioritas Penanggulangan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Agar teknologi dapat diterapkan secara efektif dan efisien, metode pelaksanaan kegiatan yang dilakukan meliputi perancangan dan pembuatan alat sesuai dengan kapasitas

Secara keseluruhan pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode inkuiri pada siklus I dan siklus II ini sudah sangat baik, terlihat dari terjadinya peningkatan pada

Tujuan dalam penelitian ini adalah : (1) untuk mendeskripsikan kemampuan guru merancang pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan metode demonstrasai yang dapat

Sedangkan Objek Forma Sosiologi Politik adalah bagaimana kemudian hubungan masyarakat dengan lembaga lembaga politik, misalnya sosialisasi politik, rekruitmen politik, komunikasi

yang artinya ada hubungan bermakna antara persepsi hambatan yang dirasakan responden dalam upaya berhenti merokok dengan tipe perilaku perokok. Hasil penelitian ini

Faktor-faktor yang menyebabkan peserta didik mengalami kesalahan yaitu peserta didik tidak memahami konsep dasar ayat jurnal penyesuaian, peserta didik mengalami

Interaksi adalah juga ruang untuk melakukan sosialisasi dalam mengenal pola-pola pewarisan tradisi kitab kuning dan proses belajar untuk mengembangkan intelektual

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan atau kajian bagi organisasi mengenai pengaruh motivasi eksistensi dan stres kerja pegawai