r
$,
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN
PENGAWET TEWHADAP UMUR SIMPAN NIRA SIWALAH
( Borassos flaberifera Llnn. )
SERTA MUTU GULA MERAH
GULA SEMUT DAN SIRUP YAWG DlHASlLKAN
Oleh
MOHAMMAD W A H Y U FlHMANSYAH F 24. 0144
1 9 9 2
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN INSTITUT PERTANIAN BOGQR
Moh.' Wahyu Firmansyah. F 24.0144. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Terhadap Umur Simpan Nira Siwalan (Borassus flaberifera Linn.) serta Mutu Gula Merah, Gula Semut dan Sirup yang Dihasilkan. Di Bawah Bimbingan : Tien R. Muchtadi, Deddy Muchtadi dan Sutrisno Koswara.
Untuk merangsang peningkatan produksi gula dan mengu-
rangi impor dilakukan diversifikasi bahan baku, proses
maupun produk, antara lain pengolahan nira siwalan menjadi
gula merah, gula semut dan sirup.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan bahan pengawet terhadap umur simpan nira
siwalan dan mutu gula merah, gula semut dan sirup yang
dihasilkan.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap
awal dan lanjutan. Pada tahap awal dipelajari pengaruh
bahan pengawet terhadap umur simpan nira siwalan.
Perlakuan pengawet nira, digunakan 50 ppm, 100 ppm, 150 pprn dan 200 pprn Na-metabisulfit, 1000 pprn kapur dan laru. Pengawet nira yang terbaik yaitu 100 pprn Na-metabisulfit. Penelitian tahap lanjutan mempelajari pengaruh penggunaan
pengawet nira terhadap mutu gula merah, gula semut dan
sirup yang dihasilkan. Perlakuan pengawet nira, digunakan
1 0 0 ppm Na-metabisulfit, 1000 ppm kapur dan laru. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa rendemen, kadar air, total
padatan terlarut dan kadar bahan tak larut gula merah dan
gula semut tidak dipengaruhi nyata oleh penambahan
pengawet nira. Sedangkan kadar abu gula merah dan gula
semut dipengaruhi nyata oleh penambahan pengawet nira.
Tingkat kesukaan warna dan bau gula merah tidak
dipengaruhi nyata oleh penambahan pengawet nira. Tapi
tingkat kesukaan tekstur dipengaruhi nyata dan tingkat
kesukaan rasa dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan
pengawet nira. Rata-rata tingkat kesukaan warna, bau dan
rasa gula merah adalah antara suka dan biasa, tapi rata-
rata tingkat kesukaan tekstur gula merah adalah antara
biasa dan tidak suka. Kadar sukrosa gula merah sekitar
50,28
-
61,09 %, kadar fruktosa sekitar 1,40-
3,11 % dan kadar glukosa sekitar 4,24-
4,89 %.Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan warna dan tektur gula semut tidak dipengaruhi
nyata oleh penambahan pengawet nira. Tapi penambahan
pengawet nira berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan
bau dan berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kesukaan
rasa gula semut. Rata-rata tingkat kesukaan warna, bau,
tekstur dan rasa gula merah adalah antara suka dan biasa.
Kadar sukrosa gula semut sekitar 86,68
-
83,92 %, kadar fruktosa sekitar 1,82-
3,38 % dan kadar glukosa sekitar 3,82-
4,15 %. Sedangkan kadar logam Tembaga 2,32-
3,72 ppm, kadar Timbal 0,24-
8,36 ppm, kadar Air Raksa 0-
0,03 ppb, kadar arsen 1,12
-
2,40 ppb.Hasil analisis rendemen, total padatan terlarut dan
kadar bahan tak larut sirup tidak dipengaruhi nyata oleh
penambahan pengawet nira. Sedangkan analisis warna
kecoklatan dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan
pengawet nira, sirup dengan pengawet nira berupa 1000 pprn kapur berwarna paling coklat dan sirup dengan pengawet
nira berupa 100 pprn Na-metabisulfit berwarna paling kuning. Sirup dengan pengawet nira berupa 100 pprn Na- metabisulfit terdapat residu sulfit sebesar 16,12 ppm. Tingkat kesukaan warna, bau dan tekstur sirup tidak
MEMPELNARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP UMUR SIMPAN NlRA SIWALAN
(Bc>ra.~vuv fluheriferu Linn.) SEKI'A MUTU GULA MEUAI-I, GULA SEMUT DAN SIRUP YANG DIHASILKAN
Oleh
MOHAMMAD WAHYU FIRMANSYAH
F 24 0144
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZl
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian b g o r
1 9 9 2
FAKUUI'AS TEKNOLOGI PERTAN IAN INSTITUT PEKI'ANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOC I PERTAN IAN
MEMPEWARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP UMUR SIMPAN NlRA SIWALAN
(Boruxv~r Juherileru Linn.) SERTA MUTU GULA MERAH, GULA SEMUT DAN SIRUP YANG DIHASILKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MOHAMMAD WAHYU FRMANSYAH
F 24 0144
Dilahirkan pada tanggal 4 Nopember 1969
di Gresik
Tanggal lulus : 30 Mei 1992
Disetujui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT.
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian
mengenai penggunaan bahan pengawet pada nira siwalan
(Borassus falberifera Linn.) dan pengaruhnya terhadap mutu
gula merah, gula semut dan sirup yang dihasilkan.
Penelitian ini dilakukan selama 12 bulan di Desa Sedayu
Lawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,
dan di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
serta Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil Pertanian.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan bantuan
sejak penulis berada di tingkat I11 sampai penelitian
dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Ir. Sutrisno Koswara
selaku dosen pembimbing 11 dan I11 atas bimbingan dan
bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Pak Tahal, Pak Rifai dan Pak Nur yanq telah banyak
membantu dan memberikan fasilitas selama penelitian.
4. Rekan-rekan grup gula (Dodi, Beni dan Daniah) dan
Iswoyo, Bambang dan Luki) yang telah banyak membantu
dan mendorong selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis sangat mengharap adanya
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan
sripsi ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang memerlukannya.
Bogor, Pebruari, 1992
Halaman
KATA PENGANTAR
...
iii...
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR...
viiiDAFTAR LAMPIRAN
...
ixI
.
PENDAHULUAN...
1I1
.
TINJAUAN PUSTAKA...
3A
.
TANAMAN SIWALAN...
3B
.
PENYADAPAN SIWALAN...
5C
.
NIRA...
61
.
Komponen Nira...
62
.
Kerusakan Nira...
73
.
Pengawetan Nira...
9D
.
GULA MERAH...
10E
.
GULA SEMUT...
14F
.
SIRUP...
15I11
.
METODOLOGI PENELITIAN...
17A
.
ALAT DAN BAHAN...
17B
.
METODE PENELITIAN...
171
.
Penelitian Pendahuluan...
172
.
Penelitian Utama...
18C
.
RANCANGAN PERCOBAAN...
21D
.
PENGAMATAN...
21IV
.
HASIL DAN PEMBAHASAN...
35B
.
PENELITIAN UTAMA TAHAP AWAL...
3 9C
.
PENELITIAN UTAMA TAHAP LANJUTAN. . .
441
.
Gula Merah. . .
442
.
Gula Semut...
573
.
Sirup...
68V
.
KESIMPULAN DAN SARAN...
76A
.
KESIMPULAN...
761
.
Pengawetan Nira...
762
.
Gula Merah...
763
.
Gula Semut...
774
.
sirup...
77B
.
SARAN...
78DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
[image:12.602.71.529.137.704.2]Halaman
Gambar 1. Proses pembuatan gula merah (Dachlan, 1984)
...
12 Gambar 2. Proses pembuatan gula semut denganpengadukan intensif (Herman, 1984)
...
15Gambar 3. Proses pembuatan sirup dari nira (Herman, 1984)
...
16 Gambar 4. Skema penelitian utama tahap awal...
2 0Gambar 5. Peralatan untuk menetapkan kadar
menurut Metode Monier-Williams (Fardiaz e
al., 1986)
...
2 6 Gambar 6. Peralatan penyadapan...
37Gambar 7. Grafik perubahan kadar keasaman selama
penyimpanan
...
4 2 Gamabr 8. Grafik perubahan pH selama penyimpanan..
43 Gambar 9. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap...
kadar abu gula merah 4 8
Gambar 10. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
tekstur gula merah
...
53 Gambar 11. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap...
rasa gula merah 55
Gambar 12. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
...
kadar abu gula semut GO
Gambar 13. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
bau gula semut
...
64Gambar 14. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
...
rasa gula semut 66
Gambar 15. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
rasa sirup
. . .
7 3Gambar 1G. Histogram pengaruh pengawet nira terhadap
...
u j i warna kecoklatan sirup 74
Halaman
Lampiran 1. Data analisis total asam tertitrasi
..
8 3Lampiran 2. Data analisis pH nira selama penyimpanan
...
84Lampiran 3.
.
Data hasil analisis rendemen, kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, kadar bahan tak larut, kadar SO2, uji organoleptik dan kadar jenis gula dari gula merah...
8 5Lampiran 4. Analisis sidik ragam rendemen gula merah
...
8 6Lampiran 5. Analisis sidik ragam kadar air gula merah
...
8 6Lampiran 6a. Analisis sidik ragam kadar abu gula merah
...
8 6Lampiran 6b. Uji Duncan kadar abu gula merah
...
8 6Lampiran 7. Analisis sidik ragam total padatan terlarut gula merah
...
8 7Lampiran 8 . Analisis sidik ragam kadar bahan tak larut gula merah
...
8 7Lampiran 9. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
...
warna gula merah 8 7
Lampiran 10a. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan tekstur gula merah
...
8 8Lampiran lob. Uji Duncan tingkat kesukaan tekstur
...
gula merah 8 8
Lampiran 11. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
...
bau gula merah 8 8
Lampiran 12a. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
. . .
rasa gula merah 8 9
Lampiran 12b. Uji Duncan tingkat kesukaan rasa gula
...
merah 8 9
Lampiran 14. Data hasil analisis rendeman, kadar air, kadar abu, total padatan terlarut, kadar bahan tak larut, kadar uji organoleptik, kadar jenis gu a dan kadar cemaran logam dari
...
gula semutLampiran 15. Analisis sidik ragam rendemen gula semut
...
Lampiran 16. Analisis sidik ragam kadar air gulasemut
...
Lampiran 17a. Analisis sidik ragam kadar abu gulasemut
...
Lampiran 17b. Uji Duncan kadar abu gula semut
...
Lampiran 18. Analisis sidik ragam total padatan terlarut gula semut
...
Lampiran 19. Analisis sidik ragam kadar bahan tak larut gula semut...
Lampiran 20. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan warna gula semut
...
Lampiran 21. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan tekstur gula semut
...
Lampiran 22a. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
...
bau gula semut
Lampiran 22b. Uji Duncan tingkat kesukaan bau gula semut
...
Lampiran 23a. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan rasa gula semut
...
Lampiran 23b. Uji Duncan tingkat kesukaan rasa gula semut
...
Lampiran 24. Kromatogram,gula semut...
Lampiran 25. Data hasil analisis rendemen, total padatan terlarut, kadar bahan tak larut, kadar S O 2 , uji warna kecoklatan dan uji organoleptik dari sirup
...
Lampiran 27. Analisis sidik ragam total padatan
terlarut sirup
...
99Lampiran 28. Analisis sidik ragam kadar bahan tak
larut sirup
...
99Lampiran 29. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
...
warna sirup 99
Lampiran 30. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
tekstur sirup
...
100Lampiran 31. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
...
bau sirup 100
Lampiran 32a. Analisis sidik ragam tingkat kesukaan
rasa sirup
...
100Lampiran 32b. Uji Duncan tingkat kesukaan rasa
sirup
...
100 Lampiran 33a. Analisis sidik ragam warna kecoklatansirup
...
101 Lampiran 33b. Uji Duncan terhadap analisis warnakecoklatan sirup
...
101I. PENDAHULUAN
Gula termasuk salah satu dari sembilan kebutuhan
pokok masyarakat. Gula adalah senyawa kimia yang
termasuk karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut dalam
air. Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai
bahan makanan, karena gula sebagai pemanis dan sumber
energi yang mudah dicerna. Disamping itu, gula juga dapat
dipergunakan sebagai bahan pengawet, bahan baku alkohol
dan lain-lain.
Produksi gula di Jawa tahun 1990 sebesar 1 738 193 ton sedangkan produksi di luar Jawa sebesar 435 673 ton
(Kompas,26 Desember 1990). Impor gula pasir tahun 1989 sebesar 400 000 ton.
Untuk merangsang peningkatan produksi gula dan mengu-
rangi impor dilakukan diversifikasi. Diversifikasi adalah
suatu usaha untuk menganeka-ragamkan bahan baku, proses
maupun produk.
Diversifikasi bahan baku yaitu usaha untuk mencari
aneka-ragam bahan baku selain yang telah biasa
dipakai, untuk memperoleh suatu jenis produk. Usaha ini
dilakukan terutama untuk meningkatkan produksi dan mencari
pilihan bahan baku yang lebih murah.
Diversifikasi proses yaitu suatu usaha untuk menqane-
ka-ragamkan proses, dilakukan terutama untuk menekan biaya
sempurna untuk menghasilkan produk yang lebih baik.
Diversifikasi proses biasanya disertai dengan diversi-
fikasi peralatan.
Diversifikasi produk yaitu usaha untuk menganeka
ragamkan hasil olahan dari suatu jenis bahan baku. Usaha
ini terutama dilakukan untuk mengembangkan produk dan
pemasaran.
Bahan baku yang biasa digunakan untuk pembuatan gula
adalah tebu, bit dan berbagai jenis tanaman palma. Tana-
man tebu sudah biasa digunakan untuk memproduksi gula
pasir, sedangkan tanaman palma hanya digunakan untuk mem-
produksi gula merah dan gula semut. Jenis tanaman palma
tersebut adalah aren (Arenga pinnata W.), kelapa (Coconut
nucifera L.), nipah (Nypa fructicans W.) dan siwalan
(Borassus flaberifera L.). Diantara jenis palma-palma
ini, tanaman siwalan masih jarang dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan gula. Padahal siwalan ini mempunyai
beberapa kelebihan antara lain : (1) dapat tumbuh di
daerah kapur dan di tepi pantai, (2) sangat toleran
terhadap kemarau panjang dan justru menghasilkan nira
dengan mutu baik di saat tanaman lain kekeringan atau mati
dan, (3) tanaman siwalan dapat~ disadap sepanjang tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan bahan pengawet terhadap umur simpan nira
siwalan serta mutu gula merah, gula semut dan sirup yang
11. TlNJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN SIWALAN
Siwalan atau Borassus flaberifera Linn merupakan
tumbuhan besar yang termasuk genus Borassus dalam
famili Palmae (Burkill, 1935). Jenis palma ini
merupakan tanaman yang tumbuhnya tunggal dan berbatang
lurus yang dapat mencapai tinggi 30 meter. Batangnya
seperti batang tanaman kelapa bahkan lebih besar.
Kulit batangnya lebih halus dan berwarna agak kehitam-
hitaman. Daunnya berbentuk seperti kipas yang bulat.
Tepinya mempunyai banyak lekuk dan lancip. Daun yang
sudah tua tidak segera luruh tapi tetap melekat pada
ujung batang sehingga tajuknya menjadi bulat (Sastra-
praja et al., 1980).
Menurut Sastrapraja et al. (1980) tanaman siwalan
pada umumnya menyukai tempat yang terbuka dan kering,
dan berudara pantai. Pertumbuhannya akan optimal pada
ketinggian antara 0
-
500 meter diatas permukaan laut.Sedangkan menurut Ajung (1981) tanaman siwalan banyak
tumbuh di tepi pantai dan ditanam di tanah kapur.
Di Indonesia siwalan dijumpai pada wilayah pantai
di daerah yang beriklim kering, misalnya : Jawa Timur
(Tuban, Gresik, Lamongan dan Pulau Madura), Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Timur, Timor Timur dan Maluku
Di Nusa Tenggara Timur siwalan dapat dijumpai di
pesisir Timur dan Selatan Pulau Sumba dan pada pulau-
pulau kecil. Konsentrasi siwalan yang luas terdapat di
Kabupaten Kupang (Pulau Timor bagian Barat, Pulau Rote
dan Pulau Sabu), Kabupaten Sumba Timur (Kecamatan Rindi
Umalulu dan Kecamatan Pahungalodu dan Flores Timur)
(Pellokila dan Woha, 1989).
Pada tahun 1978 populasi tanaman siwalan
diperkirakan berjumlah 5 juta tanaman di Jawa Timur, 6
juta tanaman di Nusa Tenggara Timur, 4 juta tanaman di
Timor Timur sehingga berjumlah sekitar 15 juta tanaman
(Pellokila dan Woha, 1989).
Tanaman ,siwalan toleran terhadap kekeringan, ka-
dang-kadang menjadi primadona di musim kemarau panjang.
Di musim kemarau tanaman siwalan justru memberi hasil
yang maksimal dibandingkan hasil pertanian lainnya yang
menurun bahkan ada yang mati (Balai Penelitian Kelapa
Manado, 1990)
.
Burkill (1935) menyatakan bahwa siwalan termasuk
tanaman berumah dua dimana bunga jantan dan betina
tidak terdapat dalam.satu tanaman. Jadi dikenal ta-
naman jantan dan tanaman betina, yang dapat dibedakan
setelah bunganya tumbuh.
Bunga jantan maupun bunga betina tanaman siwalan
mempunyai ukuran lebih besar dibandingkan tanaman
kecoklatan dan berbentuk lonjong, sedangkan bunga
betina berbentuk bulat dan berwarna lebih gelap
(Burkill, 1935)
.
B. PENYADAPAN SIWALAN
Penyadapan dapat dilakukan pada tanaman jantan dan
tanaman betina. Pada umumnya para petani menyadap
tanaman jantan untuk dibuat gula sedangkan tanaman
betina hanya sebagai minuman atau makanan ternak karena
memiliki kadar gula yang rendah (Balai Penelitian Kelapa
Manado, 1990)
.
Tanaman siwalan yang disadap adalah yang sudah
berbunga dengan warna bunga yang melekat pada mayang
adalah kekuning-kuningan (Balai Penelitian Kelapa
Manado, 1990)
.
Tanaman siwalan ini mulai berbunga setelah berumur
14 tahun sehingga dapat mulai disadap sampai berumur 60 tahun (Ajung ,1981)
.
Dalam setahun tanaman siwalan dapat disadap nira-
nya selama 6 - 8 bulan dengan produktifitas 3 - 5 liter nira per mayang setiap harinya (Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri Surabaya, 1980). Bulan-bulan sadap jatuh pada bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus,
September, Oktober dan Nopember (Balai Penelitian
Penyadapan pada musim kemarau akan menghasilkan
nira dalam jumlah yang lebih sedikit tapi kadar gulanya
lebih tinggi sehingga akan menghasilkan mutu gula yang
lebih baik. Sebaliknya pada musim hujan jumlah nira
yang dihasilkan lebih banyak tapi kadar gulanya rendah.
Disamping itu, pada musim hujan kemungkinan nira lebih
kotor karena tetesan air yang masuk k e dalam bumbung,
serta hama dan ulat yang lebih banyak. Hama dan ulat
yang mengganggu dapat dicegah dengan menyiramkan
larutan Na-metabisulfit 0,l
-
0,2 persen selama kuranglebih tiga hari berturut-turut pada mayang yang akan
disadap (Dachlan, 1984).
Penyadapan nira siwalan dilakukan dua kali sehari
yaitu pada pagi dan sore hari (Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri Surabaya, 1980).
C. NIRA
1. Komponen Nira
Nira merupakan suatu jenis cairan atau ekstrak
yang mengandung kadar gula relatif tinggi, berasal
dari tanaman-tanaman (Herman, 1984). Dalam keadaan
segar nira mempunyai rasa manis dan berbau harum
serta mempunyai derajad keasaman dengan pH 5,5 - 6.
Rasa manis pada nira disebabkan karena adanya zat
karbohidrat lainnya. Nira mengandung juga protein,
lemak, bahan abu dan sejumlah air (Dachlan, 1984).
Menurut Goutara dan Wijandi (1985) komposisi n i ~ a
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
varietas tanaman, umur tanaman, kesehatan tanaman,
keadaan tanah, iklim, pemupukan dan pengairan.
Selain itu komposisi nira dipengaruhi pula oleh
metode analisis yang dipergunakan dan perubahan yang
terjadi sebelum nira dianalisis (Okafor, 1978).
Pada umumnya nira siwalan mengandung 85,87 %
air, 14,33 % gula sebagai sukrosa, 0,38 % protein,
0,27 % bahan abu dan 0'1 % lemak (Kanwil Deprin NTT,
1989).
, Kerusakan Nira
Pada umumnya nira yang mengalami kerusakan di-
tandai dengan rasanya yang asam, berbuih dan
berlendir. Kerusakan ini terjadi karena aktivitas
mikroba kontaminan yang memfermentasi gula yang
terdapat pada nira (Goutara dan Wijandi, 1985).
Menurut Rosario (1980) proses fermentasi
tersebut terjadi secara alamiah dan mikroba
penyebabnya bersumber dari udara, tangkai bunga,
bumbung, kotoran atau serangga terbang yang
Mikroba kontaminan dapat berupa bakteri, kapang
ataupun khamir tergantung pada lingkungan dimana
nira itu berada (Balai Penelitian dan Pengembangan
Industri Semarang, 1978).
Proses kerusakan nira diawali dengan proses
invertasi sukrosa, kemudian proses fermentasi dan
diakhiri dengan proses oksidasi menghasilkan asam
asetat. Reaksi yang terjadi yaitu (Dachlan, 1984) :
C12H22011 + H2°
-
'~~12'6 + C6H1206sukrosa glukosa fruktosa
Pada reaksi ini terjadi peristiwa invertasi
bila nira sedikit asam atau terdapat enzim.
2. 2 C6H1206
-
4 C02+
4 C2H50Hglukosa/fruktosa etanol
Pada reaksi ini terjadi proses fermentasi.
3. 4 C2H50H
+
4 O2-
4 CH3-COOH+
4 H20etilalkohol (etanol) asam asetat
Pada reaksi ini terjadi proses oksidasi
Peristiwa invertasi diatas terjadi karena su-
krosa terhidrolisa menjadi D-glukosa dan D-fruk-
tosa, ha1 ini disebabkan oleh aktivitas enzim
R-fruktofuronosidase (R-h-fruktosidase, invertase)
yang dihasilkan mikroba (Goutara dan Wijandi,
1985). Dan jika terjadi fermentasi lebih lanjut
meningkat kemudian terjadi peningkatan kadar asam
sehingga pH cenderung menurun (Okafor, 1978).
Untuk menghambat atau memperkecil terjadinya
proses fermentasi dapat dilakukan usaha-usaha
sebagai berikut : 1) tempat penampungan nira harus
bersih, kalau mungkin steril, 2) menghindari terja-
dinya kontaminasi mikroorganisme, 3) menambah bahan
pengawet nira (Nirawan, 1989).
3. Pengawetan Nira
Pengawetan nira yang dilakukan oleh petani di
kabupaten Sumenep, Madura, yaitu dengan penambahan
kapur dan kulit manggis yang ditumbuk (Balai Pene-
litian dan Pengembangan Industri Surabaya, 1980).
Kulit kayu yang digunakan untuk mengawetkan nira
diduga mengandung komponen tanin yang aktif sebagai
bahan antimikroba yang bersifat fungisida sehingga
dapat menghambat adsorbsi permukaan oleh khamir
(Maynard, 1970).
Menurut Dachlan (1984) kapur yang ditambahkan
sejumlah 1,5 gram kapur kering per liter nira atau
1
-
2 sendok makan per bumbung dengan kapasitassekitar 3 liter. Selain itu untuk mencegah
kerusakan nira dapat pula ditambahkan larutan Na-
lebih 5 sendok makan) untuk setiap bumbung dengan
kapasitas 3 liter.
Sardjono et al. (1983) menyatakan bahwa salah
satu cara pengawetan nira yang telah dilakukan
pengrajin adalah dengan mendidihkan nira secepat
mungkin sebelum diolah.
D. GULA MERAH
Prinsip pembuatan gula merah adalah menguapkan
nira sampai mencapai kekentalan tertentu dan kemudian
mencetaknya dalam bentuk yang diinginkan (Balai
Penelitian dan Pengembangan Industri Semarang, 1978).
Nira yang dipergunakan haruslah bermutu tinggi
agar dihasilkan gula dengan mutu baik. Mutu nira
ditentukan oleh kadar gula pereduksi dan keasamannya.
Kadar gula pereduksinya haruslah lebih kecil atau sama
dengan 8 % , sedang keasaman atau pH yang baik yaitu
6
-
7 (Sardjono, 1984).Nira yang diperoleh dari penyadapan biasanya
mengandung kotoran antara lain ranting, daun dan
lebahfserangga. Sebelum nira diolah menjadi gula
dilakukan beberapa tahap cara penyaringan yaitu :
1) kotoran kasar, seperti rantingfdaun, lebah dan
lainnya dibersihkan dengan cara disaring dengan
menggunakan kain blacu, 2) kotoran halus, dibersihkan
yang sedang dimasak, 3) kotoran lainnya seperti asam
asetatlpektin dipisahkan dengan cara diendapkan
(Sardjono, 1989).
Nira yang telah bersih dimasukkan ke dalam periuk
atau wajan kemudian dimasak. Nira yang dimasak pada
saat mendidih menimbulkan buih yang meluap-luap
berwarna kuning sampai kecoklat-coklatan. Peluapan ini
semakin tinggi. Untuk mengatasi agar nira tidak tumpah
keluar dapat ditambah parutan kelapa dan minyak goreng,
sambil diaduk terus. Selanjutnya pekatan nira diturun-
kan dari api dan mulai diaduk secara intensif, untuk
membentuk inti kristal dan kemudian dicetak dengan
menggunakan cetakan dari daun siwalan atau seng yang
sebeluninya dibasahi dengan air agar mudah dilepas
kembali. Lama pemasakan sekitar 4
-
5 jam untuk 30 -40 liter nira. Untuk mengetahui selesainya pemasakan
nira dapat dilakukan dengan mengambil dan diteteskan ke
dalam air, jika 1) terbentuk benang-benang gula yang
mudah putus/patah bila dipegang, 2) terjadi letupan-
letupan dari nira yang dipanaskan berarti pemasakan
telah selesai (Kanwil Deprin NTT, 1 9 8 9 ) .
Proses pembuatan gula merah dapat dilihat pada
Gambar 1.
Mutu gula merah terutama ditentukan oleh penam-
pilannya yaitu untuk warna dan kekerasan. Gula merah
1
Penyaringan I
1 +---- Na-metabisulfit
Pengua an nira Penyaringa I11
-
I
-
Penyaringan I1(pemisahan (menghilangkan
Ca pektat/pektin dsb) buih dan kotoran)
Pengadukan
-
Parutan Kelapa/1 minyak kelapa
p z z z x q
1
-
pengicikan Pencetakan1
Pendinginan 1
L
Pembungkusan atau pengepakan
1
[image:27.605.100.547.74.711.2]Pemasaran
Gambar 1. Proses pembuatan gula merah (Dachlan, 1984)
mempunyai harga yang lebih tinggi. Warna dan kekerasan
gula ditentukan oleh mutu nira. Nira yang telah
terfermentasi, memiliki kandungan gula pereduksi dan
kadar asam yang tinggi sehingga mempercepat kara-
melisasi yang mempengaruhi warna gula. Tingginya gula
pereduksi juga menyebabkan gula merah bersifat
hidroskopik sehingga gula merah cepat lembek dalam
penyimpanan. Selain disebabkan oleh kandungan gula
pereduksi, kekerasan dari gula merah juga dipengaruhi
jumlah protein dan pektin yang terkandung dalam gula,
lebih besar kandungan pektin dan protein, tekstur gula
Gula merah yang dihasilkan mempunyai rasa dan
aroma yang khas. Hal ini disebabkan kandungan asam-
asam orqanik dalam nira berbeda-beda. Nira siwalan
mengandung lebih banyak asam suksinat, nira aren banyak
mengandung asam malat sedangkan nira kelapa banyak
mengandung asam suksinat, piroglutamat dan asam sitrat
(Sardjono, 1989)
.
Produk akhir gula merah siwalan harus memenuhi
persyaratan mutu SII.2452-90 (Tabel 1):
Tabel 1. Syarat Mutu Gula Palma (SII No 2452-90)
*
Persyaratan Cetak Serbuk
1. Keadaan
1.1. Bentuk normal
1.2. Rasa & aroma normal, khas 1.3. Warna kunin ke-
cokla?an s/p coklat
2. Bahan-yang tak larut
dalam air, %, bb maks 1.0 3. Air, % , bb maks 10.0 4. Abu, %, bb maks 2.0 5. Gula pereduksi, %, bb maks 10.0 6. Jumlah gula sebagai
sukrosa, %, bb min 77 7. Cemaran loqam
7.1. Timbal (Pb) mg/kg maks 2.0 7.2. Tembaga (Cu) mg/kq maks 10.0 7.3. Seng (Zn) mg/kg maks 40.0 7.4. Timah (Sn) mg/kg maks 40.0 7.5. Raksa (Hg) mg/kg maks 0.03 8. Arsen (As) mg/kg maks 1.0
*
DEPRIN(1990)
normal
normal, khas
maks 0.2 maks 3.0 maks 2.0 maks 6.0
min 9 0
[image:28.602.109.529.72.749.2]E. GULA SEMUT
Gula semut sering pula disebut gula serbuk karena
bentuknya berupa serbuk. Gula semut merupakan salah
satu bentuk diversifikasi gula merah. Dibandingkan
dengan gula merah, gula semut ini mempunyai keunggulan
antara lain : 1) daya simpannya lebih lama, 2) karena
bentuknya serbuk, gula semut ini mudah dikemas dengan
kantong-kantong plastik yang dirancang dengan baik
sehingga mampu meningkatkan nilai tambah (Nirawan,
1989).
Pada dasarnya pembuatan gula semut tidak berbeda
dengan gula merah, sehingga unsur-unsur yang terkandung
di dalam kedua jenis gula tersebut sama. Perbedaannya
terletak pada tahap akhir pengolahan yaitu adanya
proses kristalisasi (Nirawan, 1989).
Pembentukan serbuk dapat dilakukan dengan cara
pengadukan intensif pekatan nira, atau penepungan dan
pengeringan gula merah. Pembuatan gula semut dapat
dilihat pada Gambar 2.
Selama pemanasan terjadi penguapan air dan pengen-
talan nira sehingga nira mengalami perubahan sifat
fisik maupun kimia. Selain itu terjadi pula perubahan
komposisi dan sifat bahan padat yang larut. Pemanasan
ini tidak boleh.menggunakan suhu yang terlalu tinggi.
Hal ini menyebabkan warna gula menjadi gelap dan
dapat terinversi oleh panas (Goutara dan Wijandi,
1985).
Produk gula semut siwalan harus memenuhi persya-
ratan mutu SII.2452-90 (Tabel 1).
Nira
E l
1
Penyaringan
Minyak goreng
-
1Pemanasan (4 jam)
I
Pendinginan dan pengadukan intensif
1
Pengayakan
1
Gula semut
I
Gambar 2. Proses pembuatan gula semut dengan pengadukan intensif (Herman, 1984).
F. GULA SIRUP
Sirup merupakan cairan kental yang sangat manis,
masih mempunyai wangi khas nira asalnya dan mengandung
gula sekitar 75 %. Sirup dapat dipakai sebagai minuman
setelah diencerkan dahulu (Herman, 1984). Menurut
Habeis (1985) pembuatan sirup dapat dilakukan secara
kimiawi (hidrolisis) dan enzimatis ataupun gabungan
dari kedua proses tersebut.
Proses pembuatan sirup disajikan pada Gambar 3.
Pembotolan sirup dilakukan setelah sirup siwalan dinqin
[image:30.602.128.528.65.486.2]terlebih dahulu. Memasukkan sirup ke dalam botol harus
melalui dinding botol untuk mencegah terbentuknya
gelembung-gelembung udara dan kemudian botol ditutup
rapat untuk menghindari serangan jamur (Nuraini dan
Rosidi, 1989).
Nira
-
Beberapa tetes
Minyak kelapa -+ 1
I
Penyaringan dengan kain saring
1
pemanasan 3 jam
1
Biarkan sampai dingin
1
Pembotolan
1
[image:31.602.131.528.80.523.2]1
Sirop dalam botol111. METODOLOG I PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN
Pembuatan gula merah, gula semut dan sirup pada
penelitian ini membutuhkan nira siwalan sebagai bahan
baku dan berbagai bahan yang lain yaitu Na-meta-
bisulfit, kapur sirih, bunga tanaman laru, biji jarak
dan lain-lain. Nira siwalan diambil dari Desa Sedayu
Lawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur
.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
alat penyadapan (pisau penyadap dan bumbung), alat
pembuatan gula merah, gula semut dan sirup (kompor,
panci, pengaduk, alat pencetak gula merah dan refrak-
tometer)
,
alat untuk analisis (kertas pH skala 1-14 dan1-5, kromatografi HPLC, Shimadzu Atomic Absorption
Spectrophotometer dan alat-alat analisis lainnya)
.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk
mengetahui saat dimana mayang siap diberi perlakuan
prapenyadapan, cara perlakuan prapenyadapan, cara
penyadapan dan analisa proksimat nira siwalan segar
sukrosa, kadar gula sebagai sukrosa, kadar protein
kasar dan kadar lemak kasar).
2. Penelitian U t a m a
Pada Penelitian utama ini dibagi atas dua tahap
yaitu penelitian utama tahap awal dan penelitian
utama tahap lanjutan.
a. Penelitian Utama Tahap Awal
Penelitian tahap ini dilakukan untuk me-
ngetahui pengaruh bahan pengawet terhadap umur
simpan nira siwalan. Penqambilan contoh nira
siwalan berasal dari satu pohon. Pelaksanaan
dari penelitian utama tahap awal ini disajikan
pada Gambar 4.
Perlakuan yang dicobakan adalah :
A. Bahan Pengawet
A1 = bumbung tanpa bahan pengawet
A2 = plastik tanpa bahan pengawet
Aj = bumbung dengan pengawet kapur 1000 ppm A4 = bumbung dengan pengawet bunga tanaman
laru
B. Lama Penyimpanan
Bo = penyimpanan 0 jam
Bl = penyimpanan 2 jam
B2 = penyimpanan 4 jam
B3 = penyimpanan 6 jam
B4 = penyimpanan 8 jam
B5 = penyimpanan 1 0 jam
B6 = penyimpanan 1 2 jam B7 = penyimpanan 1 4 jam
B8 = penyimpanan 1 6 jam
Bg = penyimpanan 1 8 jam
B10 = penyimpanan 2 0 jam
Bll = penyimpanan 2 2 jam
B12 = penyimpanan 2 4 jam
B13 = penyimpanan 2 6 jam
B14 = penyimpanan 2 8 jam
B15 = penyimpanan 3 0 jam
B16 = penyimpanan 3 2 jam
B17 = penyimpanan 3 4 jam BI8 = penyimpanan 3 6 jam
B19 = penyimpanan 38 jam
B20 = penyimpanan 4 0 jam
b. Penelitian Utama Tahap Lanjutan
Tahap ini merupakan kelanjutan dari peneli-
tian utama tahap awal dimana akan dipelajari
pengaruh bahan pengawet terhadap mutu gula merah,
gula semut dan sirup yang dihasilkan.
Perlakuan yang dicobakan adalah :
C. Bahan Pengawet
Co = tanpa bahan pengawet
CI = bahan pengawet kapur 1000 ppm
C2 = bahan pengawet tradisional (bunga
tanaman laru)
Cj = bahan pengawet sulfit 100 ppm
Cuci bumbung
I
1
Tambah pengawet sebaqian
(kira-kira dibawa konsentrasi yang diharapkan)
I
1
Ukur volume nira hasil sadapan
I
I
Tambah pengawet sampai konsentrasi tertentu
I
1
Didihkan nira kira-kira 3 menit
I
L
[image:35.602.132.529.111.628.2]Analisa pH dan keasaman setiap dua jam
C . RANCANGAN PERCOBAAN
Pada penelitian utama tahap lanjutan digunakan
rancangan acak lengkap dengan dua kali ulangan terhadap
setiap produk akhir (gula merah, gula semut dan sirup)
secara terpisah.
Model rancangan percobaan untuk setiap produk
(gula merah, gula semut dan sirup) secara terpisah
yaitu :
Keterangan :
Y . . = hasil pengamatan dari perlakuan C 1 3
I.1 = pengaruh nilai mutu tengah
i = pengaruh perlakuan C taraf ke-i
'ij = pengaruh kesalahan dari perlakuan C taraf ke-i, ulangan ke-j (j = 1, 2)
D. PENGAMATAN
Selama penyimpanan pada penelitian utama tahap
awal dilakukan analisis pH dan keasaman. Sedangkan
pada penelitian utama tahap lanjutan, setiap produk
(gula merah, gula semut dan sirup) dilakukan analisis
yang berbeda.
Analisis gula merah : kadar air, kadar abu, kadar
bahan tak larut, kadar total padatan terlarut, analisis
jenis gula, kadar SO2 dan uji organoleptik (uji
Analisis gula semut : kadar air, kadar abu, kadar
bahan tak larut, kadar total padatan terlarut, kadar
SO2, uji organoleptik (uji kesukaan) dan kadar cemaran
logam.
Analisis gula sirup : kadar bahan tak larut, total
padatan terlarut, kadar SoZ, organoleptik (uj i
kesukaan) dan analisis warna kecoklatan.
Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut :
1. Analisis pH, menggunakan kertas pH skala 1 - 14 dan skala 5
-
102. Total Asam Terlarut, Metode Titrasi (Fardiaz et al., 1986)
Contoh sebanyak 10 ml ditambah 2 - 3 tetes
indikator fenolftalein. Contoh dititrasi dengan 0,l
N NaOH sampai warna merah muda muncul.
Total asam terlarut - - v1
-
v2 x 10(ml 0.1 N NaOH/100 ml) V
V1 = volume NaOH setelah titrasi (ml)
V2 = volume NaOH sebelum titrasi (ml)
V = , volume contoh (ml)
3. Kadar Air, Metode Oven (Fardiaz et d l . , 1986)
Sekitar 5 g contoh ditempatkan dalam cawan
alumunium yang telah diketahui beratnya. Contoh
6 jam. Didinginkan dalam desikator, ditimbang dan
dikeringkan kembali dalam oven sampai diperoleh
berat yang tetap
A
-
BKadar air (bb) = x 100 %
A
A = berat contoh mula-mula (g)
B = berat contoh setelah dikeringkan (9)
4. Kadar Abu, Metode Tanur, SII.2453-90 (Deprin, 1990)
Cawan pengabuan sebelumnya dibakar dalam tanur,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak
2
-
3 g contoh ditimbang di dalam cawan, kemudiandiarangkan di atas .nyala pembakar, lalu diabukan
dalam tanur pada suhu 5 5 0 ~ ~ sampai pengabuan
sempurna. Setelah didinginkan dalam desikator lalu
ditimbang sampai berat tetap.
Kadar abu (bb) = W1
-
W2x
100%W
W = berat contoh sebelum diabukan (9)
W1 = berat contoh
+
cawan sesudah diabukan (g) W2 = berat cawan kosong (g)5. Kadar Bahan Tak Larut, Metode Penyaringan, 511.2453-90 (Deprin, 1990)
Ditimbang dengan seksama 20 g contoh, lalu
ml air panas, diaduk hingga larut. Dalam keadaan
panas, bagian yang tidak dapat larut dituangkan ke
dalam kertas saring yang telah dikeringkan dark
ditimbang. Gelas piala dan kertas saring dibilas
dengan air panas. Kemudian kertas saring
dikeringkan dalam oven pada suhu 1 0 5 ~ ~ selama 2 jam,
didinginkan dan ditimbang sampai berat tetap.
Kadar bahan tak larut = W 1 - W 2
x
100% WW = berat contoh (g)
W 1 = berat kertas saring berisi bagian yang tak larut (g)
W 2 = berat kertas saring kosong (g)
6. Total Padatan Terlarut, Alat Refraktometer
Ditimbang 5 g contoh dalam gelas piala, lalu
diisi dengan 2 5 ml air dan diaduk sampai larut.
Larutan contoh dipindahkan ke dalam labu takar 100
ml dan ditambah dengan air sampai tanda tera
Sebanyak 2
-
3 tetes larutan contoh diteteskan kerefraktometer lalu dibaca persen total padatan
terlarutnya.
100
Total padatan terlarut = T x
-
T = persen total padatan terlarut yang terbaca
( % )
7. eni is Gula, Kromatografi HPLC, SII.2454-90 (Deprin, 1990)
Penentuan jenis dan kadar gula (sukrosa, gluko-
sa dan fruktosa) dilakukan dengan menggunakan alat
HPLC. Sebanyak 0.3 gram sampel dilarutkan dalam 100
ml air dan disaring dengan kertas millipore berdia-
meter 0.45 mikrometer. Lalu 10 p1 filtrat disuntik-
kan ke dalam kolom yang sudah disiapkan, dengan
menggunakan pelarut High Pure Water. Analisa dila-
kukan dengan kondisi alat pada laju aliran fase
mobil 0.50 mllmenit, tekanan 33 bar, dan detektor
yang digunakan adalah RID (Refractive Index
Detector).
Dari hasil penyuntikan tersebut akan timbul
kurva berupa peak yang menunjukkan adanya gula ter-
tentu. Untuk mengetahui jenis gula pada contoh,
dilakukan perbandingan dengan waktu retensi kurva
standar.
Kadar masing-masing jenis gula dapat dihitung
dengan rumus:
G
Keterangan: Tc = Tinggi peak contoh Ts = Tinggi standar
Cs = Konsentrasi standar Df = Faktor pengenceran
8. Kadar SO2, Metode Monier-Williams (Fardiaz et al., 1986)
~angkaian alat untuk penetapan kadar SO2
[image:41.595.125.525.73.683.2]disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Peralatan untuk menetapkan kadar SO2
menurut metode Monier-Williams (Far- diaz et al., 1986)
Sebanyak 10 ml hidrogen peroksida 3% yang telah dinetralkan diisikan ke dalam tabung U
pertama. Tabung U kedua diisi dengan 5 ml hidrogen
peroksida 3%, 5 ml Barium khlorida 10% dan 0.5 ml HC1 pekat. Sedangkan labu utama diisi dengan air
kira-kira sepertiganya dan ditambahkan 20 ml HCl
C02 melalui alat untuk mengusir udara, dan
didinginkan sambil mengalirkan gas C02. Kemudian
dengan cepat ditambahkan ke dalamnya sejumlah contoh
dalam jumlah tertentu (kira-kira 50
-
100 g ,secukupnya untuk menghasilkan sekitar 0,1 - 0,2 g
Barium sulfat). Dididihkan selama satu jam atau
lebih sambil perlahan-lahan mengalirkan gas C02.
Pada akhir pemanasan, tabung U direndam dalam
air dingin, kondensor dimatikan tapi dibiarkan
menjadi panas, untuk mendorong setiap SO2 sisa ke
dalam labu utama.
Keasaman labu utama dan tabung U pertama dititrasi dengan NaOH 0,05 N menggunakan indikator
Bromofenol biru.
Tidak adanya endapan dalam tabung U kedua
menunjukkan bahwa semua SO2 telah diserap dalam dua
larutan pertama.
ml NaOH 1000 x 1000
so2
(mg/kg) = x M x 3 2 x1000 berat contoh
64 1000.000 atau = berat BaS04 x
-
x233 berat contoh
9. Kadar Protein, Metoda Semi Mikro Kjeldahl (Fardiaz et al., 1986)
Sampel ditimbang dan dimasukkan kedalam labu
H2S04. Kemudian ditambahkan batu didih dan
didestruksi sampai cairan menjadi jernih. Setelah
dingin ditambah air sedikit.
Selanjutnya isi labu dipindahkan ke dalam alat
destilasi, dibilas dengan aquades dan ditambah 8
-
10 ml larutan NaOH
-
Na2S203. Sebagai penangkapNH3 digunakan 5 ml larutan H3B03 yang telah diberi
indikator campuran metil merah dan metilen blue.
Destilasi dilakukan sampai destilat kira-kira 50 ml.
Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai
terjadi perubahan warna. Dilakukan juga penetapan
blanko.
Perhitungan :
(ml HC1 contoh
-
blanko)x
Nx
14.007x
100 % N =mg sampel
% protein (bb) = % N
x
faktor konversi 10. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)Uji organoleptik dilakukan terhadap warna, bau,
tekstur dan rasa produk akhir (gula merah, gula
semut dan sirup) dengan menggunakan uji kesukaan.
Contoh disajikan secara acak terhadap 20 orang
panelis agak terlatih dengan menggunakan 5 skala
yaitu : sangat suka (I), suka ( 2 ) , biasa ( 3 ) , tidak
11. Analisis Logam Berat (Fardiaz et al., 1986)
Analisis logam timbal (Pb) dan tembaga (Cu)
dilakukan dengan menggunakan Atomic Absorption/Flame
Emision Spectrofotometer (AAS) dan penyiapan sampel-
nya dilakukan dengan pengabuan kering. Analisis
logam raksa (Hg) menggunakan alat Mercury Analizer
System dengan penyiapan sampel pengabuan basah.
Analisa logam arsen (As) dilakukan dengan mengguna-
kan Spectrofotometer dengan penyiapan sampel penga-
buan basah.
Penaabuan Kerinq
Ditimbang 3 gram sampel dalam cawan silika yang
sudah diketahui beratnya dengan tepat. Cawan dipa-
naskan pada pembakar burner dengan api sedang.
Kemudian cawan dipindahkan k e tanur pada suhu 300'~
sampai semua karbon berwarna keabuan. Perlahan-
lahan suhu dinaikkan sampai 4 5 0 ~ ~ .
Apabila diperkirakan belum semua karbon terok-
sidasi, cawan tersebut didinginkan dan kemudian
ditambahkan 1-2 ml HN03 pekat. Lalu diabukan kemba-
li dalam tanur sampai pengabuan selesai.
Cawan dikeluarkan dari tanur dan ditutup dengan
yelas arloji dan perlahan-lahan ditambahkan HC1
pekat (1+1) menggunakan pipet. Selanjutnya cawan
angkat tutupnya dan dibilas. Pemanasan dilanjutkan
lagi 30 menit.
Ditambahkan 10 ml HC1 (1+1) dan air ke dalam
cawan. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas
Whatman No. 44, masukan ke dalam labu takar 100 ml.
bilas residu pada kertas saring, dan cawan dengan
menggunakan HC1 (ltl). Encerkan sampai tanda tera
dengan akuades.
Penqabuan Basah
Ditimbang 10 gram sampel dan dimasukkan k e
dalam labu kjehdahl. Ditambahkan 10 ml H2S04 dan 10
ml (atau lebih) HN03 dan beberapa batu didih.
Dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna
gelap, sambil dihindarkan pembentukan buih yang
berlebihan. Ditambahkan 1-2 ml HN03 dan pemanasan
dilanjutkan sampai larutan menjadi lebih gelap.
Penambahan HN03 dilanjutkan sampai larutan tidak
gelap lagi, serta kemudian didinginkan.
Ditambahkan 10 ml akuades (larutan menjadi
tidak berwarna atau menjadi kuning tua kalau mengan-
dung Fe) dan panaskan sampai berasap. Diamkan
larutan sampai dingin lalu tambahkan kembali 5 ml
a. Timbal (Pb)
Kadar timbal ditentukan dengan alat AAS pada
kondisi panjang gelombang 283.8 nm, lamp current
( 7 ) , slit width ( 3 . . 8 ) , sort of flame (udara-
C2H2), dan flame gas flow rate (2.6).
Diukur larutan standar, blanko dan sampel
dari pengabuan kering. Dibuat kurva standar
(hubungan absorpsi dengan kadar logam dalam
pglml). Konsentrasi logam pada sampel ditentukan
dari kurva standar yang diperoleh.
(a-b)
x
V Kadar logam (mg/1000 g) =W
Keterangan : W = Berat sampel (gram)
V = Volume ekstrak
a = Konsentrasi larutan sampel (1-~4/ml)
b = Konsentrasi larutan blanko b. Tembaga (Cu)
Kadar tembaga ditentukan dengan alat AAS
pada kondisi panjang gelombang 324.7 nm, lamp
current (7), slit width (3.8), sort of flame
(udara-C2H2), dan flame gas flow rate (2.3)
.
Cara pengukuran dan penghitungan kadar
tembaga dalam sampel sama dengan yang dilakukan
c. Raksa (Hg), Metode Mercury Analizer System
Hasil destruksi dari pengabuan basah dila-
rutkan dengan akuades hingga volume 100 ml, dan
ditambahkan KMn04 secukupnya. Kemudian dimasuk-
kan ke dalam botol BOD. Ditambahkan 5 ml HN03
5.6 N dan diaduk, diamkan selama 15 detik.
Kemudian ditambahkan 5 ml H2S04 18 N dan diaduk,
diamkan selama 15 detik.
Ditambahkan 5 ml NH20H.HC1 dan diaduk sampai
larutan menjadi jernih. Apabila larutan belum
jernih tambahkan kristal NH20H.HC1 sampai larutan
jernih. Ditambahkan 5 ml SnC12 dan segera
dimasukkan k e aerator. Kadar raksa dalam sampel
kemudian diukur dengan alat Mercury Analizer
System yang sudah dikalibrasi.
d. Arsen (As), SII.2460-90 (DEPRIN, 1 9 9 0 ~ )
Hasil destruksi dari pengabuan basah dima-
sukkan ke dalam generator arsen. Selanjutnya
hasil destruksi tersebut dinetralkan dengan NH40H
dengan menggunakan indikator fenolftalein, ditam-
bahkan 8 ml HCl, 5 ml larutan KI 20% dan 0.5 ml
larutan SnC12 40% dalam HC1 dan diencerkan sampai
volume 60 ml dengan air.
Ditambahkan 5 gram butiran Zn, kemudian
tabung penerima yang mengandung 3 ml larutan
perakdietilditiokarbonat 0.5% dalam piridin, dan
dibiarkan selama 1 jam. Diukur dengan alat spektrophotometer pada panjang gelombang 525 nm. Jumlah arsen dalam contoh ditentukan dengan kurva
standar.
(a-b) x V Kadar logam (mg/1000 g) =
W
Keterangan : W = Berat sampel (gram) V = Volume ekstrak
a = Konsentrasi larutan sampel ( ~ g / m l )
b = Konsentrasi larutan blanko
12. Warna Kecoklatan, Spektrofotometer
Warna kecoklatan diukur sebagai jumlah sinar
yang dapat melewati contoh pada panjang gelombang
tertentu.
Nilai panjang gelombang tersebut ditentukan
dengan mencari nilai penyerapan tertinggi dari
berbagai panjang gelombang dengan menggunakan alat
Shimadzu UV-Visible Spectrophotometer. Larutan yang
digunakan untuk penentuan panjang gelombang adalah
larutan contoh yang memiliki intensitas warna paling
nyata jika dilihat secara visual. Sebagai blanko
alat ini didapat panjang gelombang terpilih pada 289
nm, seperti terlihat pada Lampiran 2.
Pengukuran penyerapan sinar pada masing-masing
sirup selanjutnya dilakukan pada panjang gelombang
289 nm dengan alat Spectronic 2 1 0 Milton Roy dengan
pengenceran 200 kali.
Kadar Lemak Kasar
Sejumlah contoh ditambah Petrolium Ether (PE),
lalu dipanaskan sambil diaduk. petrolium Ether
dipisahkan dari fraksi air dengan menggunakan labu
pemisah dan ditampung dalam gelas piala. Petrolium
Ether diuapkan dengan penangas dan dilanjukan dengan
oven. Kemudian gelas piala ditimbang.
Kadar Lemak Kasar ( % ) = W 2 - W 1 x 1 0 0 %
W
W 1 = berat gelas piala (g)
IV. HASIL DAN PEMBAl-IASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Penyadapan tanaman siwalan dilakukan pada tangkai
mayangnya, baik tanaman jantan maupun tanaman betina.
Tangkai mayang mulai tumbuh pada saat awal musim hujan
(September), pertengahan musim hujan (Januari) dan
akhir musim hujan (April). Setelah tangkai mayang
berumur tiga bulan, tanaman siwalan dapat mulai
disadap
.
Balai Penelitian Kelapa Manado (1990) menyatakan
bahwa tanaman siwalan yang disadap adalah tanaman yang
sudah berbunga dimana warna bunga yang melekat pada
mayang adalah kekuning-kuningan.
Sebelum dilakukan penyadapan, mayang diberi
perlakuan prapenyadapan. Perlakuan prapenyadapan pada
dasarnya meliputi pemilihan mayang, pemukulan,
penghentian perkembangan buah dan bunga, dan
pelenturan. Perlakuan prapenyadapan yang dilakukan di
Tuban, Gresik dan Lamongan adalah sebagai berikut :
-
Hari pertamaPemilihan satu atau dua tandan (kumpulan tangkai
mayang) yang sudah saatnya untuk disadap. Setiap
tandan dipilih dua tangkal mayang yang terbaik
sedangkan tangkai mayang lainnva dipotong.
r
$,
MEMPELAJARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN
PENGAWET TEWHADAP UMUR SIMPAN NIRA SIWALAH
( Borassos flaberifera Llnn. )
SERTA MUTU GULA MERAH
GULA SEMUT DAN SIRUP YAWG DlHASlLKAN
Oleh
MOHAMMAD W A H Y U FlHMANSYAH F 24. 0144
1 9 9 2
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANlAN INSTITUT PERTANIAN BOGQR
Moh.' Wahyu Firmansyah. F 24.0144. Mempelajari Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Terhadap Umur Simpan Nira Siwalan (Borassus flaberifera Linn.) serta Mutu Gula Merah, Gula Semut dan Sirup yang Dihasilkan. Di Bawah Bimbingan : Tien R. Muchtadi, Deddy Muchtadi dan Sutrisno Koswara.
Untuk merangsang peningkatan produksi gula dan mengu-
rangi impor dilakukan diversifikasi bahan baku, proses
maupun produk, antara lain pengolahan nira siwalan menjadi
gula merah, gula semut dan sirup.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
penambahan bahan pengawet terhadap umur simpan nira
siwalan dan mutu gula merah, gula semut dan sirup yang
dihasilkan.
Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu tahap
awal dan lanjutan. Pada tahap awal dipelajari pengaruh
bahan pengawet terhadap umur simpan nira siwalan.
Perlakuan pengawet nira, digunakan 50 ppm, 100 ppm, 150 pprn dan 200 pprn Na-metabisulfit, 1000 pprn kapur dan laru. Pengawet nira yang terbaik yaitu 100 pprn Na-metabisulfit. Penelitian tahap lanjutan mempelajari pengaruh penggunaan
pengawet nira terhadap mutu gula merah, gula semut dan
sirup yang dihasilkan. Perlakuan pengawet nira, digunakan
1 0 0 ppm Na-metabisulfit, 1000 ppm kapur dan laru. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa rendemen, kadar air, total
padatan terlarut dan kadar bahan tak larut gula merah dan
gula semut tidak dipengaruhi nyata oleh penambahan
pengawet nira. Sedangkan kadar abu gula merah dan gula
semut dipengaruhi nyata oleh penambahan pengawet nira.
Tingkat kesukaan warna dan bau gula merah tidak
dipengaruhi nyata oleh penambahan pengawet nira. Tapi
tingkat kesukaan tekstur dipengaruhi nyata dan tingkat
kesukaan rasa dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan
pengawet nira. Rata-rata tingkat kesukaan warna, bau dan
rasa gula merah adalah antara suka dan biasa, tapi rata-
rata tingkat kesukaan tekstur gula merah adalah antara
biasa dan tidak suka. Kadar sukrosa gula merah sekitar
50,28
-
61,09 %, kadar fruktosa sekitar 1,40-
3,11 % dan kadar glukosa sekitar 4,24-
4,89 %.Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan warna dan tektur gula semut tidak dipengaruhi
nyata oleh penambahan pengawet nira. Tapi penambahan
pengawet nira berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan
bau dan berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat kesukaan
rasa gula semut. Rata-rata tingkat kesukaan warna, bau,
tekstur dan rasa gula merah adalah antara suka dan biasa.
Kadar sukrosa gula semut sekitar 86,68
-
83,92 %, kadar fruktosa sekitar 1,82-
3,38 % dan kadar glukosa sekitar 3,82-
4,15 %. Sedangkan kadar logam Tembaga 2,32-
3,72 ppm, kadar Timbal 0,24-
8,36 ppm, kadar Air Raksa 0-
0,03 ppb, kadar arsen 1,12
-
2,40 ppb.Hasil analisis rendemen, total padatan terlarut dan
kadar bahan tak larut sirup tidak dipengaruhi nyata oleh
penambahan pengawet nira. Sedangkan analisis warna
kecoklatan dipengaruhi sangat nyata oleh penambahan
pengawet nira, sirup dengan pengawet nira berupa 1000 pprn kapur berwarna paling coklat dan sirup dengan pengawet
nira berupa 100 pprn Na-metabisulfit berwarna paling kuning. Sirup dengan pengawet nira berupa 100 pprn Na- metabisulfit terdapat residu sulfit sebesar 16,12 ppm. Tingkat kesukaan warna, bau dan tekstur sirup tidak
MEMPELNARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP UMUR SIMPAN NlRA SIWALAN
(Bc>ra.~vuv fluheriferu Linn.) SEKI'A MUTU GULA MEUAI-I, GULA SEMUT DAN SIRUP YANG DIHASILKAN
Oleh
MOHAMMAD WAHYU FIRMANSYAH
F 24 0144
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk rnernperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZl
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian b g o r
1 9 9 2
FAKUUI'AS TEKNOLOGI PERTAN IAN INSTITUT PEKI'ANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOC I PERTAN IAN
MEMPEWARI PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP UMUR SIMPAN NlRA SIWALAN
(Boruxv~r Juherileru Linn.) SERTA MUTU GULA MERAH, GULA SEMUT DAN SIRUP YANG DIHASILKAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Jurusan TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
MOHAMMAD WAHYU FRMANSYAH
F 24 0144
Dilahirkan pada tanggal 4 Nopember 1969
di Gresik
Tanggal lulus : 30 Mei 1992
Disetujui,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT.
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian
mengenai penggunaan bahan pengawet pada nira siwalan
(Borassus falberifera Linn.) dan pengaruhnya terhadap mutu
gula merah, gula semut dan sirup yang dihasilkan.
Penelitian ini dilakukan selama 12 bulan di Desa Sedayu
Lawas, Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur,
dan di Laboratorium Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
serta Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil Pertanian.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS selaku dosen pembimbing I
yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan bantuan
sejak penulis berada di tingkat I11 sampai penelitian
dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Ir. Sutrisno Koswara
selaku dosen pembimbing 11 dan I11 atas bimbingan dan
bantuannya selama penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Pak Tahal, Pak Rifai dan Pak Nur yanq telah banyak
membantu dan memberikan fasilitas selama penelitian.
4. Rekan-rekan grup gula (Dodi, Beni dan Daniah) dan
Iswoyo, Bambang dan Luki) yang telah banyak membantu
dan mendorong selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis sangat mengharap adanya
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan
sripsi ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang memerlukannya.
Bogor, Pebruari, 1992
Halaman
KATA PENGANTAR
...
iii...
DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR...
viiiDAFTAR LAMPIRAN
...
ixI
.
PENDAHULUAN...
1I1
.
TINJAUAN PUSTAKA...
3A
.
TANAMAN SIWALAN...
3B
.
PENYADAPAN SIWALAN...
5C
.
NIRA...
61
.
Komponen Nira...
62
.
Kerusakan Nira...
73
.
Pengawetan Nira...
9D
.
GULA MERAH...
1