Nama : Guntur Wiguna S NIM : 15202241086 Kelas : PBI O/C
EKONOMI PACASILA
Indonesia, negara yang memiliki banyak kekayaan alam. Indonesia kaya akan
minyak, gas alam, bahan mentah dari sektor agraris maupun maritim dan sebagainya. Namun semua itu tidak dapat dinikmati oleh pemiliknya sendiri. Emas dikeruk oleh perusahaan asing, bahan-bahan mentah diimpor dengan harga murah kemudian dikembalikan menjadi produk yang tentu murah harganya. Belum juga pembukaan lahan industri asing yang
membunuh hutan-hutan di Indonesia. Apa yang tersisa untuk kita? Keadan diperparah dengan pertumbuhan ekonomi yang terpusat, daerah pinggiran sama sekali tidak terkena dampak pembangunan ekonomi. Sekitar 60% peredaran uang terjadi di Ibu kota yang merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat perekonomian. Tentu orang memilih berpindah ke tempat yang lebih menguntungkan. Mereka meninggalakn sawah-sawah mereka dan mulai bekerja pada sektor industri. Sebenarnya ekonomi Indonesia itu bertumpu pada sektor agraris, khususnya pertanian. Jika semua orang dan lahan berpindah pada sektor ekonomi, mau dikemanakan tumpuan perkonomian kita? Padahal pada dekade 70-an hampir separuh output perekonomian nasional tercipta di sektor pertanian. Pangsanya mencapai 45 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Pada saat yang sama, sekitar 67 persen angkatan kerja kita juga menggantungkan hidupnya di sektor pertanian
(http://www.kompasiana.com/kadirsaja/sensus-pertanian-2013_5513f6c5a333115b70ba800a).
Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, misalnya bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat (pasal 33 UUD 1945). Bunyi pasal tersebut sudah jelas untuk
mempergunakan kekayaan alam demi memakmurkan rakyat, namun para petinggi sendiri menggunakan wewenangnya tanpa memperhatikan artian dari pasal tersebut. Kebijakan untuk para petani juga malah semakin memperburuk keadaan. Kebijakan yang seharusnya dibuat untuk kepentingan umum malah disalah gunakan untuk mengisi kantong pribadi. Kebijakan membuka lahan dengan cara dibakar misalnya, kebijakan ini jelas merugikan dari segi polusi. Masyarakat lebih memilih mgalihkan lahannya untuk sektor perundistrian. Belum lagi meningkatnya harga pupuk membuat petani “malas” dengan pekerjaannya. Indonesia yang pada dasarnya adalah negara agraris lambat laun mulai melupakan jati dirinya.
Indonesia pernah mencanangkan swasembada pangan yang waktu itu mungkin petani benar-benar makmur dengan persediaan beras yang cukup. Namun apa yang kita punya sekarang? Impor beras dari luar negri, ini seakan-akan mecerminkan bahwa petani sudah benar-benar mati dibunuh oleh kebijakan negrinya sendiri.
Maka dari itu, bila diralisasikan dengan benar, petani sekarang berada di kalangan menengah ke atas, bukan malah sebaliknya. Ekonomi Pancasila sendiri adalah ekonomi yang didasarkan pada lima sila yang dalam Pancasila (wikipedia.org). Jika diwujudkan dengan baik, bukan tidak mungkin rakyat Indonesia menjadi makmur. Eknomi pacasila seharusnya adalah: 1. Ekonomi yang bermoral
2. Mendasarkan kegiatan ekonomi pada asas-asas kemanusiaan 3. Kepentingan ekonomi berdasarkan kepentingan bangsa 4. Ekonomi yang merakyat
5. Ekonomi yang mewujudkan keadilan bagi rakyat Indonesia
Kesenjangan pembangunan yang drastis memaksa rakyat pinggiran berpindah ke pusat pembangunan. Jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan menambah keterpurukan perekonomian di Indonesia. Banyaknya pengangguran