POLITIK DAN KAPITALISME PENDIDIKAN
Disusun untuk Memenuhi Matakuliah Pengantar Pendidikan Dibimbing oleh Bapak Ahmad Nurabadi
Oleh Kelompok 12:
Ahmad Rifai
150533601342
Annisa Rettob
150533600085
Devi Rusilawati
150533600496
S1 PTI’15 OFFERING A
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pengantar Pendidikan dengan judul “Politik dan Kapitalisme Pendidikan” ini.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hubungan antara politik pendidikan dengan kapitalisme pendidiakn. Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis khususnya.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi makalah yang lebih baik ke depannya.
Malang,November 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……… i
KATA PENGANTAR ……… ii
DAFTAR ISI ……… iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah ……… 1
Rumusan Masalah ……… 1
Tujuan ……… 1
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Politik Pendiikan …………...……… 2 Pengertian Kapitalisme Pendidika ………...……… 3 Contoh Kebijakan Politik dan Kapitalisme Pendidikan ...5 Dampak Politik dan Kapitalisme Dalam Dunia Pendidikan ………… 9 Solusi Dari Kebijakaan Politik dan Kapitalisme Pendidikan …...…… 10
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ……… 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan undang-undang tentang sistem pendidikan nasional (UU 30 Tahun 2003) pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan masih dipercaya sebagai tempat terjadinya proses yang mampu mencetak generasi muda Bangsa Indonesia yang menguasai informasi dan ilmu pengetahuan yang disertai dengan tanggung jawab yang tinggi.
Seiring dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun pendidikan Indonesia biaya pendidikan semakin mahal. Tentu saja pendidikan mahal bukanlah suatu hal yang diinginkan oleh kebanyakan orang terutama di kalang masyarakat kelas bawah. Bagi kalangan masyarakat kelas atas tingginya biaya pendidikan tidak menjadi suatu masalah baginya, karena menurut mereka pendidikan merupakan simbol yang memiliki makna tersendiri bagi mereka, yang dapat menggambarkan dan mempertahankan status sosial ekonominya, sehingga dengan biaya pendidikan yang mahal bagi masyarakat kalangan atas akan masih bisa dijangkau.
Biaya pendidikan yang semakin mahal adalah suatu bentuk penindasan khususnya penindasan bagi kalangan masyarakat kelas bawah, lembaga pendidikan saat ini sudah tidak lagi menjadi media pembelajaran dalam mentransformasi nilai dan instrumen memanusiakan manusia (humanisasi), melainkan menjadi lahan basah bagi para pengelola pendidikan untuk mengeruk keuntungan finansial sebanyak-banyaknya. Nyarisnya hampir semua jenjang pendidikan di Indonesia baik itu jenjang SD, SMP, SMA, dan Universitas banyak yang menjadi lahan kapitalis, dimana hanya sebagian besar masyarakat kalangan atas yang mampu menempuhnya.
Salah satu budaya yang lahir dari masyarakat barat adalah pada akhir abad pertengahan yang masih sangat berpengaruh pada masyarakat modern dewasa ini adalah paham kapitalis, atau yang lebih akrab disebut kapitalisme. Kapitalisme sebagai sebuah budaya sekaligus sebagai ideology masyarakat barat, mulai sejak lahirnya sampai saat sekarang ini telah member pangaruh yang cukup besar terhadap segala segi kehidupan masyarakat, termasuk dalam hal ini segi pendidikan.
Kapitalisme dan materialisme adalah anak kandung dari moderinisasi, sehingga ketika modernisasi menjamah seluruh lapisan masyarakat. Maka mau tidak mau, kapitalisme dan materialisme juga ikut mempengaruhi pola pikir masyarakat. Akibat perubahan pola pikir ini terjadi perubahan yang sangat radikal atas cara pandang masyarakat terhadap pendidikan saat ini. Cita-cita luhur pendidikan yang begitu luhur saat ini telah terabaikan oleh masyarakat. Keinginan untuk melahirkan pribadi-pribadi yang memiliki kecerdasan emosional/spritual, kecerdasan intelektual serta memiliki keterampilan tereduksi sedemikian rendanya. Pendidikan pada akhirnya dilihat oleh masyarakat dari cara pandang materialisme dan kapitalisme.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah ini adalah sebagai berikut : 1. Apa yang dimaksud dengan politik pendidikan ?
2. Apa yang dimaksud dengan kapitalisme pendidikan ?
3. Apa saja contoh kebijakan politik dan kapitalisme pendidikan sekarang ini? 4. Bagaimana dampak politik dan kapitalisme dalam dunia pendidikan?
5. Bagamaina solusi dari kebijakaan politik dan kapitalisme pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
2. Untuk mengetahui perkembangan politik dan kapitalisme pendidikan sekarang ini.
3. Untuk mengetahui contoh kebijakan politik dan kapitalisme pendidikan sekarang ini.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik
Politik pendidikan adalah segala usaha, kebijakan dan siasat yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya politik pendidikan adalah penjelasan atau pemahaman umum yang ditentukan oleh penguasa pendidikan tertinggi untuk mengarahkan pemikiran dan menentukan tindakan dengan perangkat pendidikan dalam berbagai kesamaan dan keanekaragaman beserta tujuan dan program untuk merealisasikannya. (Ahmad Zaki Badawi,1980:200) Dengan demikian politik pendidikan adalah segala kebijakan pemerintah suatu negara dalam bidang pendidikan yang berupa peraturan perundangan atau lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan demi tercapainya tujuan negara. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka politik pendidikan mengandung lima hal sebagai berikut.
1) Pertama
politik pendidikan mengandung kebijakan pemerintah suatu negara yang berkenaan dengan pendidikan.
2) Kedua
politik pendidikan bukan hanya berupaperaturan perundangan yang tertulis, melainkan juga termasukkebijakan lainnya.
3) Ketiga
Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
ia dianggap semakin sejahtera. Tidak mengherankan jika kemudian mereka mengumpulkan sebanyak-banyaknya kaput untuk mengembangkan usaha dan mengejar kesejahteraan. Maka menjadi jelas, mengapa kita menterjemahkan capital
sebagai “modal”. Lantas, kita tahu bahwa ism mengacu kepada “paham”, “ideologi” yang maknanya sudah diterangkan di atas.
Secara terminologi, Kapitalisme berarti suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya dengan bebas untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Sementara itu pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama, tapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan, negara tidak membatasi kepemilikan perorangan di dalam sektor pendidikan, artinya satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut. Pengelola sektor pendidikan (pihak swasta) ini, mulai bersaing antara satu dengan lainnya. Bagi pihak pengelola pendidikan yang memenangkan persaingan akan mendapatkan pengguna jasa pendidikan lebih banyak. Modal dari pihak pengelola sektor pendidikan pun akan masuk dan dapat diakumulasikan. Ketika mengikat maka akan terjadi monopoli, sehingga penentuan harga (biaya pendidikan) tanpa ada penawaran dan permintaan terlebih dahulu dengan para pengguna jasa pendidikan. Pengelola pendidikan pun menawarkan harga (biaya pendidikan) tanpa memikirkan kemampuan dari pihak pengguna jasa pendidikan. Jelas hal ini akan merugikan bagi pihak pengguna jasa pendidikan, karena mereka tidak diberi kesempatan untuk menawar harga (biaya pendidikan). Akhirnya, akan muncul kesenjangan-kesenjangan bahwa orang yang kaya lah yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut. Sedangkan bagi pihak pengguna jasa pendidikan yang kurang mampu, akan kesulitan dalam mendapatkan pendidikan tersebut.
C. Contoh Kebijaan Politik dan Kapitalisme Pendidikan di Indonesia
1. Contoh Kebijakan politik
salah satu produk kebijakannya, menyebutkan bahwa:”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU. Sisdiknas, 20 th.2003)”.
Untuk mencapai tujuan pendidikan ini, disusun kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan juga metode pembelajaran. Kurikulum tersebut mencakup fokus program, media instruksi, organisasi materi, strategi pembelajaran, manajemen kelas, dan peranan pengajar. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Selanjutnya untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi. Ujian Nasional (selanjutnya, istilah Ujian Nasional disingkat menjadi UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai produk dari sistem politik pendidikan di Indonesia.
Di dalam tujuan pendidikan nasional terdapat beberapa kata kunci antara lain iman dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan demokratis . Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan harus mampu melihat, sejauh mana ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan pendidikan. Demikian pula evaluasi harus mampu menjawab semua permasalahan tentang tingkat pencapaian tujuan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
proyekisme (yang dipelesetkan kick and rush, cekik dan peras (http:/ / www.suparlan.com).
Dalam Undang-Undang 20/2003 mengenai sistem pendidikan nasional, pengertian pendidik sangat luas. Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Artinya, komponen biaya rutin seperti gaji yang akan dimasukan dalam anggaran pendidikan jauh lebih banyak dari perkiraan sekarang. Sudah pasti dalam proses penganggaran, pembayaran gaji akan menjadi prioritas. Sedangkan program untuk membuka akses bagi warga dan meningkatkan kualitas pelayanan tinggal menunggu sisa anggaran. Dimasukanya gaji pendidik merupakan anti-klimaks dari dari pemenuhan anggaran pendidikan. Pemerintah lupa bahwa substansi dari amanat UUD 1945 yang mewajibkan tersedia anggaran 20 persen untuk sektor pendidikan bukan hanya agar pemerintah bisa menyediakan hak dasar bagi warga, tapi juga karena pendidikan merupakan kebutuhan yang amat penting setelah merdeka.
2. Contoh Kebijakan Kapitalisme Pendidikan
Pada intinya kapitalisme pendidikan bersumber pada sepuluh kebijakan yang dirumuskan dalam Neoliberal Washington Consensus, di mana seluruh ajaran ini membawa pengaruh yang luar biasa terhadap formasi system social, ekonomi, politik, dan budaya. Pendidikan sebagai salah satu system social, juga mengalami dampak yang sama. Konsekuensi yang harus dibayar oleh lembaga pendidikan adalah perubahan logika pendidikan yakni lembaga pendidikan berupa sekolah dan perguruan tinggi yang semula merupakan pelayanan public (public servant) dengan memposisikan siswa dan mahasiswa sebagai warga Negara (citizein) yang berhak mendapat pendidikan yang layak. Namun, ketika status BHMN( badan hukum milik negara ) menjadi target, PTN (privatisasi pendidikan) tidak lebih sebagai produsen, sedangkan mahasiswa dan siswa sebagai konsumennya.
privatisasi PTN tersebut diantaranya adalah komodifikasi kampus dan kenaikan biaya operasional yang eksesnya langsung dirasakan oleh mahasiswa dan calon mahasiswa. Wacana privatisasi pendidikan ini makin menemukan momentumnya di Indonesia, tatkala pemerintah mengajukan RUU Badan Hukum Pendidikan. Sedangakan Komoditasi merupakan proses transformasi yang menjadikan sesuatu menjadi komoditi atau barang untuk diperdagangkan demi mendapatkan keuntungan. Maka komoditi pendidikan jelaslah merupakan implikasi dari privatisasi pendidikan yang mana pendidikan difungsikan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Akibatnya sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini. Kalau penyelenggara pendidikan swasta yang melakukan pungutan biaya sesuai dengan keinginan mereka dari para peserta didik, mungkin hal itu masih bisa dianggap wajar, karena lembaga itulah yang menjadi sumber dana primer untuk pembiayaan segala aspek yang menggerakkan roda pendidikannya, termasuk biaya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur sekolah dan para guru. Tetapi kalau yang melakukannya adalah sekolah-sekolah dibawah naungan pemerintah, ini yang menjadi masalah yang serius. Dan hal ini menjadi kenyataan dalam dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini, yaitu adanya kastanisasi pendidikan.
Inilah yang menjadi bagian kegelisahan dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini, karena pendidikan yang diharapkan menjadi agen dalam usaha untuk mencerdaskan seluruh bangsa Indonesia, tetapi kontaminasi oleh praktek-praktek pendidikan kapitalis, sehingga pendidikan yang diharapkan dapat membantu masyarakat dalam menemukan solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan social bangsa, tetapi justru pendidikan itu sendiri yang sering menjadi persoalan social yang sulit diteukan solusinya, seperti persoalan biayanya, lingkungannya, sarana-prasarananya, kurikulumnya dan lain-lain.
Kebijakan politik memiliki dampak positif dan negatif, dampak positifnya antara lain meningkatnya anggaran pendidikan dalam APBN, dibentuknya kurikulum pendidikan yang disesuai dengan perkembangan zaman dan lain-lain, dan dampak negatifnya antara lain penyelewengan anggaran oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, pelaksanaan kurikulum baru yang setengah-setengah sehingga hanya menghabiskan anggaran dan lain-lain.
Kapitalisme pendidikan telah melahirkan mental yang jauh dari cita-cita pendidikan sebagai praktik pembebasan dan agenda pembudayaan. Dengan menjadi pelayan kapitalisme, sekolah saat ini tidak mengembangkan semangat belajar yang sebenarnya. Sekolah tidak menanamkan kecintaan pada ilmu, atau mengajarkan keadilan, antikorupsi, atau antipenindasan. Sekolah lebih menekankan pengajaran menurut kurikulum yang telah dipaket demi memperoleh sertifikat selembar bukti untuk mendapatkan legitimasi bagi individu untuk memainkan perannya dalam pasar kerja yang tersedia. (Illich, 2000).
Dunia pendidikan telah terlihat wajah buramnya. Pendidikan telah tercerabut dari makna filosofisnya. Guru kemudian menjadi sosok yang berwajah letih. Dan si murid menjadi makhluk yang antusias melakukan kekerasan. Mereka menjadi mangsa dunia industri dengan melahap semua produk yang disodorkan oleh iklan. Kompetisi dan globalisasi telah menciutkan dunia dari jangkaun manusia. Semua manusia modern saling berkopentisi melakukan akumulasi modal. Maka tak heran sekolah ibarat perusahaan katering yang menyediakan layanan menu enak dan siap antar untuk memenuhi kebutuhan perut. Semua sekolah berlomba untuk memberikan fasilitas yang lengkap, karena sekolah harus beradabtasi dengan iklim global.
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
Hilangnya peran negara dalam pendidikan, akan berdampak semakin banyaknya kemiskinan yang ada di negeri ini. Hal ini terjadi dikarenakan banyak anak yang gagal dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi.
masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah kurang bisa mengakses pendidikan tersebut.
Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Indonesia akan tetap berada dalam sistem kapitalis global pada berbagai sektor kehidupan terutama dalam sistem perekonomiannya. Hal ini sudah terbukti, bahwa kapitalisme tidak hanya berlaku pada sistem perekonomian, namun dalam sistem pendidikan pun saat ini sudah terpengaruh oleh kapitalisme.
Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator
Pada sistem kapitalis ini, peran negara hanya sebagai regulator/ fasilitator. Yang berperan aktif dalam sistem pendidikan adalah pihak swasta, sehingga muncul otonomi-otonomi kampus atau sekolah yang intinya semakin membuat negara tidak ikut campur tangan terhadap sekolah pendidikan. Hal tersebut berakibat bahwa sekolah harus kreatif dalam mencari dana bila ingin tetap bertahan. Mulai dari membuka bisnis hingga menaikan biaya pendidikan, sehingga pendidikan memang benar-benar dikomersilkan dan sulit dijangkau masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas.
Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan pendidikan hanya diperuntukan bagi masyarakat yang mampu sedangkan bagi warga yang kurang mampu merasa kesulitan dalam memperoleh pendidikan.
Praktik KKN semakin merajalela.
Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat para orangtua yang memiliki penghasilan tinggi akan memasukan anaknya dengan memberikan sumbangan uang pendidikan dengan jumlah yang sangat besar meskipun kecerdasan dari peserta didik tersebut sangatlah kurang. Sehingga nantinya, uang akan dijadikan patokan lolos atau tidaknya calon siswa baru diterima di sebuah lembaga pendidikan.
Kapitalisme pendidikan bertentangan dengan tradisi manusia.
manusia, diganti oleh suatu visi yang meletakkan pendidikan sebagai komoditi.
Tidak ada dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya sistem kapitalisme pendidikan ini. Semua dampak tersebut bermula karena adanya privatisasi yaitu penyerahan tanggung jawab pendidikan ke pihak swasta. Yang menyebabkan lembaga pendidikan dikelola oleh pihak swasta dan tentunya pemerintah sudah tidak ikut campur tangan dalam pengelolaan sistem pendidikan.
Disini peran pemerintah hanya sebagai regulator/ fasilitator dan kebijakan sepenuhnya diserahkan ke pihak swasta. Dari dampak-dampak yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa dampak akibat penerapan kapitalisme dalam sistem pendidikan di Indonesia menyebabkan pemerataan pendidikan kurang merata, karena masih banyak warga yang belum bisa mengakses dan mendapatkan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan semakin mahalnya biaya pendidikan yang tidak dapat dijangkau oleh sebagian kalangan masyarakat.
E. Solusi Kapitalisme Pendidikan
Dari dampak-dampak tersebut ada beberapa solusi yang bisa diterapkan, guna untuk mengurangi terjadinya penerapan kapitalisme pendidikan. Secara garis besar ada dua solusi yang bisa diberikan yaitu:
1) Solusi sistemik
Yaitu solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui bahwa sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalis yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
Undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 2 yang berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”, begitu juga dengan Undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang sistem pendidikan nasional (USPN) pasal 46 yang menyatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi tanggungjawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat”. Hal ini berarti bahwa sumber pendanaan atau biaya pendidikan bukan hannya dibebankan kepada orangtua saja, namun juga menjadi tanggungjawab pemerintah. Sehingga yang diharapkan dari sini adalah bahwa pemerintah tidak hanya sekedar membuat peraturan ataupun perundang-undangan, namun pemerintah juga harus bisa merealisasikan dan mewujudkan hal tersebut.
2) Solusi teknis
Yaitu solusi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan. Bahwa secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka pemerintahakan dapat menyelesaikan permasalahan pendidikan dengan memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat pada usia sekolah dan yang belum sekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP) maupun pendidikan menengah (SMA). Atau misalnya lagi yaitu menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.
Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang ber-SDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat. Banyak sekali faktor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
1. Secara etimologi kapitalisme berasal dari kata kapital. Kapital berasal dari bahasa Latin yaitu
capitalis yang sebenarnya diambil dari kata kaput (bahasa Proto-Indo-Eropa) berarti “kepala”. Arti ini menjadi jelas jika kita gunakan dalam istilah “pendapatan per kapita” yang berarti pendapatan per kepala. Juga masih memiliki arti yang sama, ketika dipakai dalam kalimat capital city (kota utama).
2. Kapitalisme pendidikan terjadi apabila prinsip kapitalisme digunakan di dalam sektor pendidikan. Dalam sistem kapitalis ini negara tidak membatasi kepemilikan perorangan dalam sektor pendidikan, yang artinya bahwa satuan penyelenggara pendidikan dapat dikuasai oleh perorangan (sektor swasta atau aktor non negara), dimana segala kebijakannya diatur oleh sektor swasta tersebut dan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator tanpa ada ikut campur dalam pengelolaan pendidikan.
3. Penerapan sistem kapitalis dalam dunia pendidikan ini banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi suatu negara. Salah satu dampak yang paling mendasar adalah biaya pendidikan semakin mahal yang menyebabkan tidak semua masyarakat bisa mengakses pendidikan, sehingga akan semakin sedikit kesempatan bagi warga yang kurang mampu dalam memperoleh pendidikan. Akibatnya, pemerataan pendidikan tidak akan bisa berjalan, karena masih banyak warga yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menempuh jenjang pendidikan.
4. Akibatnya dari kapitalisme pendidikan sekolah adalah tempat untuk mendapatkan ijazah, karena ijazah adalah syarat utama untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini berimplikasi pada sikap dan prilaku baik masyarakat maupun peserta didik yang rela melakukan apa saja demi mendapatkan ijazah. Tradisi menyontek, plagiat, menyuap, membayar ijazah, membayar skripsi, dll lahir dari paradigma materialism ini.
5. Ada beberapa dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kapitalisme pendidikan ini. Kebanyakan dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif. Di bawah ini beberapa dampak dari kapitalisme pendidikan yaitu sebagai berikut:
Peran negara dalam pendidikan semakin menghilang.
Masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial-ekonomi. Indonesia juga akan tetap berada dalam kapitalisme global.
Dalam sistem kapitalis, negara hanya sebagi regulator/ fasilitator Pendidikan hanya bisa diakses golongan menengah ke atas. Praktik KKN semakin merajalela.
6. Guna untuk menanggulangi dampak-dampak yang terjadi akibat kapitalisme ini ada dua solusi yang bisa digunakan yaitu solusi sistemik dan solusi teknis. Jika, kedua solusi tersebut bisa dijalankan, maka pendidikan di Indonesia pun juga akan semakin baik.Tidak hanya itu, diharapkan juga ada kerjasama dari berbagai kalangan masyarakat terutama pihak swasta yang menggunakan sistem kapitalis ini. jika negara ini semakin maju dan lebih baik terutama dalam hal pendidikannya, maka seharusnya mereka menerapkan undang-undang dasar 1945 yang mana isinya sudah sesuai dengan keadaan dan kondisi dari negara ini. seiring dengan adanya perkembangan zaman ini, dibutuhkan generasi-generasi bangsa yang mampu bersaing dikancah internasional. Jika bangsa ini masih banyak yang kesulitan dalam memperoleh pendidikan, bagaimana bisa negara ini bisa bersaing dengan negara maju yang lain.
7. Politik pendidikan adalah segala usaha, kebijakan dan siasat yang berkaitan dengan masalah pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya politik pendidikan adalah penjelasan atau pemahaman umum yang ditentukan oleh penguasa pendidikan tertinggi untuk mengarahkan pemikiran dan menentukan tindakan dengan perangkat pendidikan dalam berbagai kesamaan dan keanekaragaman beserta tujuan dan program untuk merealisasikannya.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Chossudovsky, Michael. 1997. The Globalization of Poverty: Impact of IMF and World Bank Reforms. Penang: Third World Book. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Francis Wahono. 2001. Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetisi dan Keadilan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. . (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Kartini Kartono. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional: Beberapa Kritik dan Sugesti. Jakarta: Pradnya Paramita. . (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Mahmud Al Khalidi. 2002. Kerusakan dan Bahaya Sistem Ekonomi Kapitalis. Jakarta: Wahyu Press. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Mochtar Buchori. 1995. Transformasi Pendidikan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. (diakses pada tanggal 16 November 2015)
Triwibowo Budi Santoso. (ed.). 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Prenada Media. (diakses pada tanggal 16 November 2015)