• Tidak ada hasil yang ditemukan

POSISI KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "POSISI KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSKU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

POSISI KERJA DAN KELUHAN SUBYEKTIF MUSKULOSKELETAL PADA TENAGA KERJA BAGIAN PACKING DI PT. Y GRESIK

Awan Santoso, Noeroel Widajati Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Fakultas Vokasi, Universitas Airlangga Email: awansantoso18@gmail.com

ABSTRACT

Working postures in manual handling may affect the effectiveness and efficiency of work, productivity and may also be a cause factor of accident and also work-related disease like low back pain and musculoskeletal disorders. This research was an observational with cross-sectional approach. Sample of this research were all of packing section workers totally 11 workers. Data were collected using questionair e, interview and observation. Observing and assessing working postures have done using OWAS, while musculoskeletal complaints have done using Nordic Body Map. The data were analyzed descriptively, descr ibed narratively. Ba sed on the result of this resea rch, supplying product into packing machine and lifting product were categorized as unsafe working postures or high r isk on musculoskeletal complaint. Musculoskeletal complaint were complained by most of workers (90,10%) with most complaint on waist and hip (81,80%) and also right shoulder (54,55%) of all workers. Awkward postures, wrong process of lifting and carrying may be cause factors of musculoskeletal complaint. So that, the company should provide training on ergonomic and monitoring the working postures frequently to reduce and prevent musculoskeletal complaint.

Keywords: Working postures, musculoskeletal compla int

ABSTRAK

Postur kerja dalam penanganan bahan secara manual dapat mempengaruhi efektivitas, efisiensi dan produktifitas kerja serta dapat menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan maupun penyakit akibat kerja seperti nyeri punggung bawah dan keluhan pada sistem muskuloskeletal. Penelitian ini merupakan peneltian observasional denga n pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian melibatkan seluruh tenaga kerja bagian packing sebanyak 11 orang. Data diperoleh menggunakan kuesioner, wawancara dan observasi. Metode yang digunakan dalam melakukan observasi dan penilaian postur kerja adalah Ovako Working Analysis System (OWAS) dan untuk mengetahui keluhan subyektif muskuloskeletal menggunakan Nordic Body Map (NBM). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan dijelaskan dalam bentuk narasi dan tabulasi silang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada pekerjaan supply produk ke atas mesin dan mengangkat produk termasuk kategori tidak aman. Keluhan subyektif muskuloskeletal dialami sebagian besar tenaga kerja, yaitu 90,10% dengan keluhan terbanyak pada bagian pinggang dan pinggul sebesar 81,80% dan bahu kanan sebesar 54,55% dari seluruh tenaga kerja. Postur kerja, cara mengangkat dan mengangkut yang salah dapat menjadi faktor penyebab ataupun memperparah keluhan muskuloskeletal, sehingga tenaga kerja pada bagian packing perlu diberikan pelatihan mengenai ergonomi dan dilakukan pemantauan postur kerja untuk mencegah atau mengurangi keluhan muskuloskeletal.

(2)

PENDAHULUAN

Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia kaitannya dengan pekerjaannya (Wignjosoebroto, 1995). Menurut Nurmianto (2004) Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, rumah dan tempat rekreasi.

Sebagai suatu bidang studi mutidisiplin, ergonomi mencakup berbagai aspek ilmu yang luas. Tarwaka (2010) menyatakan bahwa pada dasarnya ergonomi dapat dibagi menjadi empat kelompok spesialisasi ilmu, yaitu:

1. Ergonomi fisik, yang berkaitan dengan disiplin ilmu tentang anatomi kerja, antropometrik, fisiologi dan karakteristik biomekanis, sikap kerja, aktivitas mengangkat beban atau manual handling, gerakan repetitif, penyakit muskuloskeletal akibat kerja, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja. 2. Ergonomi kognitif, utamanya

berkaitan proses mental, seperti persepsi, memori, penalaran, respon motor. Ergonomi kognitif meliputi beban mental akibat kerja, pengambilan keputusan, penampilan keterampilan kerja, interaksi manusia - mesin, pelatihan yang berhubungan dengan sistem perencanaan pekerja. 3. Ergonomi organisasi, berkaitan

dengan optimalisasi sistem socio - teknik juga meliputi komunikasi, manajemen sumber daya pekerja, perencanaan tugas, perencanaan waktu kerja, kerja sama tim kerja, perencanaan partisipasi kerja, ergonomi komunitas, paradigma kerja yang baru, pola kerja jarak jauh dan manajemen kualitas kerja.

4. Ergonomi lingkungan kerja, berkaitan dengan masalah faktor fisik

lingkungan kerja, seperti pencahayaan, temperatur atau iklim kerja, kebisingan dan getaran. Ergonomi lingkungan kerja meliputi beberapa kajian seperti; perancangan ruang kerja, house keeping dan kenyamanan pemakaian APD.

Menurut MacLeod (1999) dalam jurnalnya yang berjudul “the rules of work, a practical engineer ing guide to ergonomics” ergonomi fisik dapat diperinci sebagai satu set sepuluh prinsip yang saling terkait, yaitu:

1. Bekerja pada posisi tubuh yang netral atau posisi alamiah tubuh 2. Mengurangi pengerahan kekuatan

yang berlebihan

3. Menjaga segala sesuatu dalam jangkauan yang mudah

4. Bekerja di ketinggian yang tepat 5. Mengurangi gerakan berlebihan 6. Minimalkan kelelahan dan beban

statis

7. Minimalkan titik-titik tekan pada tubuh

8. Menyediakan ruang bebas untuk tubuh atau clearance

9. Latihan atau olahraga

10. Menjaga lingkungan kerja yang nyaman

Proses kerja manual handling di Indonesia masih banyak dijumpai. Pekerjaan mengangkat dan mengangkut barang merupakan salah satu contoh manual handling. Menurut Nurmianto (2004) manual handling dipilih karena bila dibandingkan dengan penanganan material menggunakan alat bantu memiliki kelebihan berupa fleksibilitas gerakan yang dapat dilakukan untuk beban-beban ringan, akan tetapi postur yang dilakukan berisiko besar sebagai penyebab penyakit tulang belakang atau low back pain.

(3)

(MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Tarwaka, 2010). Gejala adanya keluhan pada sistem muskuloskeletal meliputi rasa nyeri, kekakuan, pembengkakan, mati rasa, dan kesemutan (NIOSH, 2012).

Menurut European Agency for Safety and Hea lth at Work (2008) Keluhan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan atau biasa disebut work-related musculoskeletal disorders (WMSDs) adalah kerusakan struktur tubuh yang disebabkan atau diperparah terutama oleh performa kerja dan efek dari lingkungan kerja.

Keluhan sistem muskuloskeletal disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok utama, yaitu faktor individu, psikososial, dan fisik. Faktor fisik merupakan faktor penyebab keluhan muskuloskeletal yang paling banyak dikenal secara umum, seperti beban kerja fisik, postur tubuh, aktivitas berulang dan memerlukan tenaga berlebihan, beban otot statis, getaran dan suhu dingin (Dohyung, 2007).

Tarwaka (2010) menjelaskan bahwa, terdapat lima faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal antara lain:

1. Peregangan otot yang berlebihan Pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat dan mengangkut. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara

terus menerus dengan gerakan tubuh berulang, seperti pekerjaan mengetik, mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dan lain sebagainya. Khaizun (2013) menyatakan bahwa gerakan yang terlalu sering, cepat dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan keluhan otot karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus menerus tanpa melakukan relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk dan kepala terangkat. Kuswati (2008) menyatakan bahwa postur tidak alamiah dapat menyebabkan otot tidak dapat bekerja secara efisien, oleh karena itu otot memerlukan kekuatan yang lebih untuk dapat menyelesaikan tugasnya, hal ini dapat meningkatkan beban yang dapat menyebabkan kelelahan dan ketegangan pada otot dan tendon.

4. Faktor penyebab sekunder

Terdapat penyebab lain yang dapat menjadi faktor terjadinya keluhan muskuloskeletal, antaran lain adanya tekanan pada jaringan otot, getaran, mikroklimat atau paparan suhu ekstrim dan paparan bahan kimia.

5. Penyebab kombinasi

(4)

Selain ke-lima faktor penyebab terjadinya keluhan pada sistem muskuloskeletal tersebut di atas, faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktifitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.

Tarwaka (2010) menyatakan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Siswanto (1991) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan efisiensi jantung secara keseluruhan.

Bukhori (2010) menjelaskan tentang mekanisme merokok dengan kejadian MSDs, yaitu nikotin yang masuk ke dalam tubuh melalui asap rokok bisa mempengaruhi berkurangnya aliran darah ke jaringan tubuh, selain itu merokok juga dapat menyebabkan terjadinya kekurangan kandungan mineral pada tulang, sehingga menyebabkan nyeri akibat keretakan atau kerusakan pada tulang.

National Health Interview Study (NHIS) (2008) melaporkan bahwa muskuloskeletal disorders (MSDs) merupakan penyebab dari 50% penyakit akibat kerja pada ekstremitas atas atau anggota gerak tubuh bagian atas yang meliputi bahu, lengan atas, siku, lengan bawah, pergelangan tangan dan telapak tangan. The Bureau of Labor Statistics (BLS) melaporkan bahwa pada tahun 2011 MSDs menyumbang 33% dari semua kasus cedera akibat kerja dan penyakit akibat kerja dengan jumlah kasus 387.820 (Tarwaka, 2010).

Data mengenai insiden “over exertion lifting and carrying” yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih, telah mencapai nilai rata – rata 18% dari seluruh kecelakaan selama tahun 1982 – 1985 menurut data statistik tentang kompensasi para pekerja di negara bagian New South Wales, Australia. Dari data kecelakaan ini 93% di antaranya diakibatkan oleh strain (rasa nyeri yang berlebihan) sedangkan 5%

lainnya pada hernia. Dari data tentang strain 61% di antaranya berada pada bagian punggung (Nurmianto, 2004).

Survei yang dilakukan Labour Force Inggris, menyatakan bahwa jumlah kasus MSDs di Inggris pada periode 2011/2012 adalah 439.000 dari total semua penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan sebanyak 1.0730.000 dan pekerjaan utama penyebab keluhan pada sistem muskuloskeletal ini adalah manual handling, pekerjaan dengan posisi yang melelahkan (Ramadhani, 2014).

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan di PT. Y Gresik pada bagian packing terlihat beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan prinsip ergonomi dilakukan oleh tenaga kerja. ketidaksesuaian tersebut seperti postur kerja yang membungkuk, cara mengangka t menggunakan kekuatan punggung dan adanya penghalang pada stasiun kerja pada proses memasukkan produk ke bagian atas mesin, sehingga tenaga kerja harus membungkuk untuk melakukan tugasnya. Selain itu, adanya tenaga kerja yang mengaku mengalami keluhan nyeri punggung. Keluhan nyeri punggung tersebut dapat menjadi tanda adanya keluhan sistem muskuloskeletal.

Berdasarkan hasil pengamatan dan banyaknya angka kejadian keluhan muskuloskeletal yang telah disebutkan di atas, maka penting untuk dilakukan penelitian mengenai keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja packing di PT. Y Gresik untuk mengetahui lebih dini penyebab keluhan tersebut dan mencegah serta mengurangi adanya keluhan pada sistem muskuloskeletal.

Penelitian ini difokuskan mengenai posisi kerja dan keluhan subyektif muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik.

(5)

oleh tenaga kerja bagian packing menggunakan metode OWAS, mempelajari karakteristik individu tenaga kerja bagian packing (berupa umur, kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga), mengidentifikasi adanya keluhan muskuloskeletal menggunakan lembar Nordic Body Map (NBM), serta untuk mempelajari karakteristik individu terhadap keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik.

METODE

Ditinjau dari sifatnya termasuk dalam penelitian deskriptif. Berdasarkan cara yang digunakan dalam pengumpulan datanya termasuk dalam penelitian observasional karena data yang didapat berasal dari data primer melalui wawancara, observasi, dan kuesioner. Ditinjau berdasarkan segi waktunya, penelitian ini termasuk cross-sectional karena pengamatan terhadap variabel dilaksanakan pada waktu yang bersamaan.

Penelitian tentang posisi kerja dan keluhan subyektif muskuloskeletal pada tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik dan dilakukan pada tanggal 7 s.d 15 Mei 2015.

Populasi dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang ada pada bagian packing di PT. Y Gresik yang berjumlah 11 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi tenaga kerja pada bagian packing di PT. Y Gresik. Data yang telah dikumpulkan diolah secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.

HASIL

PT. Y Gresik merupakan salah satu perusahaan nasional milik swasta yang bergerak di bidang manufaktur dengan jumlah tenaga kerja sekitar 100 orang. Salah satu produk yang dihasilkan adalah bahan pengawet dan bahan tambahan untuk makanan.

Setiap hari dalam proses produksinya terdapat tiga shift kerja, yaitu dimulai jam 8.00 s.d. 16.00 pada shift pertama, jam 16.00 s.d. 00.00 untuk shift ke dua dan jam 00.00 s.d. 08.00 untuk shift ke tiga.

Pada bagian packing juga mengikuti jam kerja tiga shift tersebut. Jumlah hari kerja pada bagian packing hanya lima hari kerja, yaitu hari senin sampai dengan hari jumat, sedangkan pada bagian produksi setiap hari, namun tetap lima hari kerja dengan perputaran jadwal kerja dari masing- masing kelompok shift kerja.

Tenaga kerja bagian packing bekerja dengan target produksi setiap harinya sekitar 9 ton hingga 13 ton. Target produksi tersebut dibagi pada tiga shift kerja dengan jumlah total tenaga kerja sebanyak 11 orang.

Terdapat beberapa tahap atau bagian dalam pekerjaan pa cking, di antaranya adalah pembentukan kardus, pengisian produk pada bagian atas mesin, pengoperasian mesin, memasukkan produk dari hasil mesin packing ke dalam kardus kemudian mengangkut kardus yang telah berisi produk tersebut ke palet forklift. Seluruh proses kerja tersebut dilakukan secara manual.

Lingkungan kerja pada bagian packing tergolong kurang nyaman, di antaranya disebabkan suhu ruangan yang cukup panas pada siang hari dengan minimnya ventilasi, hanya terdapat kipas kecil yang diletakkan di dekat tenaga kerja yang memasukkan produk ke dalam kardus. Posisi kerja pada saat memasukkan produk ke dalam kardus yang duduk pada kursi kecil dengan alas duduk keras tanpa busa, selain itu posisi kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja ketika memasukkan produk ke dalam mesin packing pada bagian atas mesin yang terhalang oleh dinding menyebabkan tenaga kerja kesulitan dalam melakukan pekerjaannya, sehingga harus membungkuk untuk melakukan pekerjaan tersebut.

(6)

diperlukan, namun tergolong pekerjaan yang cukup berat karena memerlukan pengerahan otot yang cukup besar, misalnya saat mengangkut produk dalam karung maupun kardus dengan berat 25 kg. Namun demikian, meskipun pekerjaan packing diberikan target harian, apabila tenaga kerja merasa lelah saat bekerja dapat beristirahat sejenak, berjalan-jalan, atau mengobrol dengan rekan kerja mereka kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa umur tenaga kerja bagian packing berkisar antara 24 s.d.33 tahun. Penelitian ini membagi kategori umur menjadi 2 kategori, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun. Diperoleh data umur tenaga kerja packing terbanyak pada kategori ≤ 30 tahun sebanyak tujuh orang (63,64%).

Kebiasaan merokok tenaga kerja bagian packing dibagi menjadi dua kategori yaitu mempunyai kebiasaan merokok dan tidak mempunyai kebiasaan merokok. Berdasarkan kuesioner dan wawancara, diperoleh data kebiasaan merokok dengan jumlah tenaga kerja bagian packing lebih banyak yang merokok dibanding dengan yang tidak merokok, yaitu sebanyak enam orang (54,55%).

Kebiasaan Olahraga dibagi menjadi 2 kategori yaitu teratur dan tidak teratur melakukan olahraga. Dikatakan teratur melakukan olahraga jika tenaga kerja bagian packing melakukan olahraga sebanyak tiga kali dalam seminggu selama minimal 30 menit setiap kali olahraga. Data hasil kuesioner dan wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja bagian packing tidak teratur melakukan olahraga, yaitu sebanyak 10 orang (90,90%) atau hanya satu orang tenaga kerja yang melakukan olahraga secara teratur.

Aplikasi metode OWAS didasarkan pada hasil pengamatan dari berbagai posisi yang diambil pada tenaga kerja selama melakukan pekerjaannya dan digunakan untuk mengidentifikasi sampai dengan 252 posisi yang berbeda, sebagai hasil dari

kemungkinan kombinasi postur tubuh. Posisi punggung (4 posisi), posisi lengan (3 posisi), posisi kaki (7 posisi), dan pembebanan (3 interval) (Tarwaka, 2010).

1. Posisi punggung: 1) Tegak atau lurus

2) Membungkuk ke depan atau ke belakang

3) Berputar dan bergerak ke samping (memuntir)

4) Berputar dan bergerak ke samping dan ke depan (ditekuk memutar)

Gambar 1. Klasifikasi posisi punggung 2. Posisi lengan:

1) Kedua lengan di bawah ketinggian bahu

2) Salah satu lengan berada di atas ketinggian bahu

3) Kedua lengan berada di atas ketinggian bahu

Gambar 2. Klasifikasi posisi lengan 3. Posisi kaki:

1) Duduk

2) Berdiri dengan kedua kaki lurus

3) Berdiri dengan beban pada salah satu kaki (salah satu kaki menekuk)

4) Berdiri dengan kedua lutut sedikit ditekuk

5) Berdiri dengan salah satu lutut ditekuk

6) Jongkok dengan satu atau kedua kaki

7) Bergerak atau berpindah (berjalan)

1 2 3 4

(7)

Gambar 3. Klasifikasi posisi kaki

4. Beban atau kekuatan yang ditopang (force):

1) < 10 kg.

2) 10 kg. S.d. 20 kg. 3) > 20 kg.

5. Klasifikasi kategori posisi kerja: 1) Skor 1, posisi normal tanpa

efek yang dapat mengganggu pada sistem muskuloskeletal (risiko rendah)

2) Skor 2 , yaitu posisi kerja yang dapat menyebabkan kerusakan muskuloskeletal (risiko sedang)

3) Skor 3, yaitu posisi kerja dengan efek berbahaya pada sistem muskuloskeletal (risiko tinggi)

4) Skor 4, yaitu posisi kerja dengan efek sangat berbahaya pada sistem muskuloskeletal (risiko sangat tinggi)

6. Kombinasi posisi punggung, lengan, kaki, dan beban yang diangkat:

Skor akhir yang diperoleh (skor 1 s.d. 4) merupakan hasil tabulasi silang dari masing- masing posisi tubuh yang diteliti. Berikut di bawah ini tabel tabulasi silang tersebut.

Tabel 1. Tabel kombinasi posisi tubuh

Punggung Lengan

Kaki

1 2 3 4 5 6 7

Beban Beban Beban Beban Beban Beban Beban

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 1 2

2

1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3

2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

3

1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1

2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1

3 2 2 3 1 1 1 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1

4

1 2 3 3 2 3 3 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

Prosedur ringkas analisis posisi kerja menggunakan metode Ovako Working Analysis System (OWAS) secara ringkas sebagai berikut:

1. Pertama adalah menentukan apakah pengamatan pekerjaan harus dibagi menjadi beberapa fase atau tahapan dalam rangka memfasilitasi

pengamatan (fase penilaian tunggal atau multi).

2. Menentukan total waktu pengamatan pekerjaan (20 s.d. 40 menit).

3. Menentukan panjang interval waktu untuk membagi pengamatan.

4. Mengidentifikasi selama pengamatan pekerjaan atau fase, posisi yang

1 2 3 4

(8)

berbeda yang dilakukan oleh pekerja. Untuk setiap posisi, tentukan posisi punggung, lengan dan kaki dan beban yang diangkat.

5. Pemberian kode pada posisi yang diamati untuk setiap posisi dan pembebanan dengan membuat “kode posisi” identifikasi.

6. Menghitung untuk setiap kode posisi, kategori risiko yang mana dia berasal, untuk mengidentifikasi posisi kritis atau yang lebih tinggi tingkat risikonya bagi pekerja.

7. Menghitung persentase repetitif atau frekuensi relatif dari masing- masing posisi punggung, lengan dan kaki yang berhubungan dengan posisi lainnya.

8. Penentuan hasil identifikasi pekerjaan pada posisi kritis, tergantung pada frekuensi relatif dari masing- masing posisi, kategori risiko didasarkan pada masing- masing posisi dari berbagai bagian tubuh (punggung, lengan dan kaki).

9. Penentuan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk redesain pekerjaan didasarkan pada estimasi risiko. Jika telah dilakukan suatu perubahan untuk perbaikan, baik perbaikan postur kerja atau area kerja maka harus dilakukan review terhadap pekerjaan dengan menggunakan metode OWAS kembali untuk menilai efektivitas perbaikan yang telah diimplementasikan (Tarwaka, 2010).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui terdapat beberapa proses dalam pekerjaan packing, di antaranya adalah pembentukan kardus, pengisian produk pada bagian atas mesin, memasukkan produk dari hasil mesin packing ke dalam kardus, mengangkat dan mengangkut karung dan kardus yang telah berisi produk ke palet forklift.

Analisis postur kerja berdasarkan skematik analisis postur tubuh menggunakan metode OWAS, pembentukan kardus dilakukan dengan posisi punggung dominan agak membungkuk (kategori 2), posisi kaki

duduk (kategori 1) dan posisi kedua lengan berada di bawah bahu (kategori 1), beban kardus dan kekuatan yang ditopang kurang dari 10 kg (kategori 1), skor akhir posisi tersebut adalah 2, posisi kerja pembentukan kardus termasuk kategori risiko sedang.

Gambar 4. Posisi kerja membentuk kardus Posisi tubuh pada pekerjaan selanjutnya adalah supply produk ke bagian atas mesin. berdasarkan skematik analisis postur tubuh menggunakan metode OWAS, posisi kerja pada supply produk dominan dilakukan dengan posisi punggung membungkuk (kategori 2), posisi kaki jongkok atau kedua lutut agak menekuk (kategori 5), posisi lengan berada di bawah bahu (kategori 1) dan beban yang ditopang 25 kg (kategori 3), skor akhir posisi ini adalah 3, posisi kerja supply produk ke bagian atas mesin termasuk kategori risiko tinggi.

(9)

Posisi kerja berikutnya adalah memasukkan produk dari hasil mesin ke dalam kardus. Posisi tubuh pada tahap memasukkan produk ke dalam kardus dominan dilakukan dengan posisi punggung memuntir untuk mengambil produk (kategori 3), posisi kaki duduk (kategori 1), kedua lengan berada di bawah bahu (kategori 1) dan beban yang ditopang kurang dari 10 kg (kategori 1), skor akhir posisi tersebut adalah 1, posisi kerja memasukkan produk dari hasil mesin ke dalam kardus termasuk kategori risiko rendah.

Gambar 6. Posisi kerja memasukkan produk ke dalam kardus Proses kerja selanjutnya adalah pengangkutan kardus berisi produk dilakukan secara manual ke palet forklift. Pada pengangkutan dibagi menjadi dua proses kerja, yaitu proses mengangkat dan mengangkut. Pada proses mengangkat dilakukan dominan dengan posisi punggung membungkuk (kategori 2), kaki berdiri dengan posisi dari kedua kaki lurus (kategori 2), kedua lengan berada di bawah ketinggian bahu (kategori 1) dan beban yang diangkat 25 kg (kategori 3), skor akhir posisi ini adalah 3, posisi kerja mengangkat kardus berisi produk termasuk ke dalam kategori risiko tinggi, tindakan korektif diperlukan segera.

Gambar 7. Posisi kerja mengangkat kardus berisi produk

Proses kerja mengangkat termasuk kategori risiko tinggi, sedangkan pada proses mengangkut dilakukan dengan posisi dominan dengan posisi punggung lurus (kategori 1), posisi kaki berjalan (kategori 7), kedua lengan berada di bawah ketinggian bahu (kategori 1) dan beban yang ditopang 25 kg (kategori 3), skor akhir posisi kerja mengangkut kardus berisi produk adalah 1, posisi ini termasuk kategori risiko rendah.

Tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik tidak hanya memiliki satu tugas khusus pada proses pekerjaan packing tertentu. hanya pekerjaan pembentukan kardus yang dilakukan oleh satu orang yang tetap, sedangkan pada proses lainnya seperti supply produk pada mesin, memasukkan produk ke dalam kardus, mengangkat dan mengangkut dilakukan secara bergantian oleh tenaga kerja yang ada pada bagian packing tersebut.

(10)

Tabel 2. Keluhan muskuloskeletal tenaga kerja bagian packing

No Otot Skeletal

Keluhan Muskuloskeletal

Total

Ada Tidak Ada

n % n % N %

0 Leher Bagian Atas 4 36,36 7 63,64 11 100,0 1 Leher Bagian Bawah 3 27,30 8 72,70 11 100,0 2 Bahu Kiri 5 45,45 6 54,55 11 100,0 3 Bahu Kanan 6 54,55 5 45,45 11 100,0 4 Lengan Atas Kiri 0 0 11 100 11 100,0 5 Punggung 3 27,30 8 72,70 11 100,0 6 Lengan Atas Kanan 0 0 11 100 11 100,0 7 Pinggang 9 81,80 2 18,20 11 100,0

8 Pinggul 9 81.80 2 18,20 11 100,0

9 Pantat 1 9,10 10 90,90 11 100,0

10 Siku Kiri 0 0 11 100 11 100,0

11 Siku Kanan 0 0 11 100 11 100,0

12 Lengan Bawah Kiri 1 9,10 10 90,90 11 100,0 13 Lengan Bawah Kanan 1 9,10 10 90,90 11 100,0 14 Pergelangan Tangan Kiri 0 0 11 100 11 100,0 15 Pergelangan Tangan Kanan 0 0 11 100 11 100,0

16 Tangan Kiri 0 0 11 100 11 100,0

17 Tangan Kanan 0 0 11 100 11 100,0 18 Paha Kiri 1 9,10 10 90,90 11 100,0 19 Paha Kanan 1 9,10 10 90,90 11 100,0 20 Lutut Kiri 1 9,10 10 90,90 11 100,0 21 Lutut Kanan 1 9,10 10 90,90 11 100,0 22 Betis Kiri 1 9,10 10 90,90 11 100,0 23 Betis Kanan 1 9,10 10 90,90 11 100,0 24 Pergelangan Kaki Kiri 0 0 11 100 11 100,0 25 Pergelangan Kaki Kanan 0 0 11 100 11 100,0 26 Kaki Kiri 1 9,10 10 90,90 11 100,0

27 Kaki Kanan 0 0 11 100 11 100,0

Berdasarkan data pada tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa keluhan muskuloskeletal yang dialami oleh tenaga kerja bagian packing terbanyak pada bagian pinggang dan pinggul, yaitu sebanyak sembilan dari 11 orang (81,80%) serta pada bagian bahu bagian kanan sebanyak enam orang (54,55%).

Keluhan sistem muskuloskeletal berdasarkan karakteristik individu berupa umur, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Berdasarkan umur sebagian besar

tenaga kerja yang berumur > 30 tahun mengalami keluhan muskuloskeletal, yaitu tiga dari empat orang (75%), sedangkan yang berumur ≤ 30 tahun seluruhnya mengalami keluhan muskuloskeletal (100%).

(11)

mengalami keluhan muskuloskeletal, yaitu sebanyak lima orang (100%).

Berdasarkan kebiasaan olahraga, tenaga kerja yang teratur melakukan olahraga hanya satu orang dan tidak

mengalami keluhan muskuloskeletal, sedangkan yang tidak teratur melakukan olahraga seluruhnya mengalami keluhan muskuloskeletal, yaitu sebanyak sepuluh orang (100%).

Keluhan muskuloskeletal berdasarkan karakteristik individu tenaga kerja pada bagian packing dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Keluhan muskuloskeletal berdasarkan karakteristik individu

Karakteristik Individu

Keluhan Muskuloskeletal

Ada Tidak Jumlah

n % n % N %

Usia (Tahun)

≤ 30 7 100 0 0 7 100

>30 3 75 1 25 4 100

Kebiasaan Merokok

Ya 5 83,30 1 16,70 6 100

Tidak 5 100 0 0 5 100

Kebiasaan Olahraga

Teratur 0 0 1 100 1 100

Tidak teratur 10 100 0 0 10 100

PEMBAHASAN

Umur

Berdasarkan hasil penelitian, tenaga kerja pa cking yang berumur ≤ 30 tahun lebih banyak dibandingkan yang berumur > 30 tahun. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Bridger (2003) dalam Karuniasih (2009) sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi pada tulang dan keadaan ini mulai terjadi saat seseorang berusia 30 tahun yang berupa kerusakan jaringan, pergantian jaringan menjadi jaringan parut serta terjadi pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan stabilitas pada otot dan tulang menjadi berkurang. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja yang berusia > 30 tahun, yaitu tiga dari empat orang (75%) mengalami keluhan muskuloskeletal.

Kebiasaan me rokok

Kebiasaan merokok akan dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga untuk mengonsumsi oksigen menurun dan akan berakibat pada penurunan tingkat kesegaran tubuh. Jika yang bersangkutan

melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mempercepat terjadinya kelelahan karena kandungan oksigen dalam darah adalah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Tarwaka, 2010).

Bukhori (2010) menjelaskan mengenai mekanisme merokok dengan kejadian MSDs, yaitu nikotin yang masuk bisa mempengaruhi berkurangnya aliran darah ke jaringan, selain itu merokok dapat pula menyebabkan kekurangan kandungan mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat keretakan atau kerusakan pada tulang.

(12)

Kebiasaan olahraga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa hanya terdapat satu orang yang melakukan olahraga secara teratur tiga kali seminggu dan tidak mengalami keluhan pada sistem muskuloskeletal, sedangkan sepuluh orang lainnya tidak melakukan olahraga secara teratur dan seluruhnya mengalami keluhan pada sistem muskuloskeletal. Olahraga dapat mempengaruhi kebugaran jasmani seseorang. Olahraga yang dilakukan secara teratur dapat memberikan dampak pada jasmani menjadi lebih bugar dan tidak mudah lelah.

Tarwaka (2010) menyatakan bahwa tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik. Siswanto (1991) menyatakan bahwa aktivitas fisik yang teratur membantu meningkatkan efisiensi jantung secara keseluruhan.

Posisi kerja

Tenaga kerja bagian packing di PT. Y Gresik tidak hanya memiliki satu tugas khusus pada proses pekerjaan packing tertentu. hanya pekerjaan pembentukan kardus yang dilakukan oleh satu orang yang tetap, sedangkan pada proses lainnya seperti supply produk pada mesin, memasukkan produk ke dalam kardus, mengangkat dan mengangkut dilakukan secara bergantian oleh tenaga kerja yang ada pada bagian packing tersebut.

Berbagai jenis pekerjaan yang dilakukan menyebabkan tenaga kerja melakukan posisi kerja yang berbeda-beda, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa posisi tertentu pada proses pekerjaan yang ada di bagian packing 250 gram memberikan dampak terhadap keluhan muskuloskeletal pada tenaga kerja, namun hanya dapat diidentifikasi proses kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja pada bagian packing tersebut termasuk dalam kategori posisi kerja dengan risiko rendah hingga risiko sangat tinggi. Posisi kerja

yang termasuk dalam kategori risiko tinggi adalah pada proses supply produk ke bagian atas mesin dan proses mengangkat kardus maupun karung berisi produk, yaitu posisi punggung yang membungkuk dengan berat beban > 20 kg.

SIMPULAN

Posisi kerja yang termasuk kategori risiko tinggi adalah pada pekerjaan mengangkat kardus berisi produk dan supply produk ke mesin packing 250 gram, sedangkan posisi kerja pembentukan kardus, memasukkan produk 250 gram ke dalam kardus dan mengangkut kardus berisi produk 250 gram termasuk kategori aman. Sebagian besar tenaga kerja pada bagian packing 250 gram PT. Metabisulphite Nusantara berumur kurang dari 30 tahun, memiliki kebiasaan merokok dan tidak melakukan olahraga secara teratur.

Hampir seluruh tenaga kerja pada bagian packing 250 gram PT. Metabisulphite Nusantara mengalami keluhan muskuloskeletal dengan keluhan terbanyak pinggang, pinggul dan bahu bagian kanan. Diketahui bahwa hanya terdapat satu tenaga kerja yang melakukan olahraga secara rutin tiga kali dalam seminggu dan tidak mengalami keluhan muskuloskeletal.

DAFTAR PUSTAKA

Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Risiko Pekerjaan Dengan

Terjadinya Keluhan

Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Tukang Angkut Beban Penambang Emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta European Agency for Safety and Health at

(13)

Kee, Dohyung; Karwowski, Waldemar. 2007. A comparison of three observational techniques for assessing postural loads in industry. Keimyung University. Korea

Khaizun, 2013. Faktor Penyebab Keluhan subjektif Pada Punggung Pekerja Tenun Sarung. volume 3 no 2. Unnes Journal of Public Health Kuswati, A; Wahyudi; Ratifah. 2008.

Pengetahuan Pekerja Pengrajin Tempe Tentang Penggunaan Metode Terapi Latihan Model William dan Kenzie di Desa Pliken Kembaran Banyumas. volume 3 no 2. The Soedirman Journal of Nursing

MacLeod, Dan. 1999. The Rules of Work, A Practical Engineering Guide to Ergonomics. CRC Press LLC. Florida

NIOSH. 2012. Home Hea lthcere Workers: How to Prevent Musculoskeleta l

Disorders. DHHS (NIOSH) Publication No. 2012–120

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Edisi ke dua. Prima Printing. Surabaya Ramadhani, Emira T. 2014. Keluhan

Subyektif Muskuloskeletal Pada Karyawan Kantor di PT. X Sidoarjo. Tugas Akhir. FKM Universitas Airlangga. Surabaya Siswanto, A. 1991. Ergonomi. Jakarta:

Depnaker

Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat Kerja. Harapan Press. Surakarta

Gambar

Gambar 1. Klasifikasi posisi punggung
Tabel 1. Tabel kombinasi posisi tubuh
Gambar 4. Posisi kerja membentuk kardus Posisi tubuh pada pekerjaan selanjutnya adalah supply produk ke bagian atas mesin
Gambar 7.  Posisi kerja mengangkat kardus berisi produk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dari penelitian ini juga dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki tingkat harga diri rendah adalah sebanyak 0 (0%) subjek yang artinya subjek

Seperti landasan teori di bab 2 yang menjelaskan bahwa Metoda QIP adalah metoda yang mengkaji setiap proses mulai dari produksi sampai produk jadi maka langkah pertama

Bila dilihat dari pernyataan yang di jawab oleh guru-guru SMA Negeri di Kota Pariaman perencanaaan pembelajaran guru penjasorkes memberikan penilaian jawaban

Ekosistem SDM Talenta Digital Berkelanjutan 17 KKNI SKKNI Sertifikasi Kompetensi INDUSTRI PENDIDIKAN (Perguruan Tinggi) Peta

Perlindungan hukum desain Indistri Secara substantif, dalam Undang-Undang Desain Industri terdiri dari 57 pasal tersebut mengatur beberapa hal penting berkaitan

Dalam penelitian yang sudah ada [7] aplikasi pengenalan wajah menggunakan citra wajah yang diambil dari pose frontal dan memiliki jarak pengambilan citra yang relatif sama

Robbins, Organization Behavior, Concepts, Controversies, Application , Seventh Edition (Englewood Cliffs dan Jakarta: PT.. Jadi dalam hal ini, penelitian kualitatif

Pangan Perumahan/ Permukiman/ Prasarana Dasar Prog. Klaster 2: Kelompok program penanggulang- an kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk