• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Eksperimen Unjuk Kerja Sistem Refrigerasi Single State dengan Variasi Expansion Device

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Eksperimen Unjuk Kerja Sistem Refrigerasi Single State dengan Variasi Expansion Device"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

AbstrakAir conditioner/AC (pengkondisi udara) telah menjadi kebutuhan umum pada rumah tangga dan perkantoran di kota-kota besar seperti S urabaya. Pengkondisi udara sangat diperlukan karena Indonesia memiliki iklim tropis dan kondisi udara yang cenderung lembab. Eksperimen kali ini adalah memodifikasi sistem pengkondisian dengan tipe AC split. AC split yang tersusun dari sebuah indoor unit dan outdoor unit dirangkai dengan alat ekspansi berupa Thermostatic Expansion Valve(TXV) dan pipa kapiler, serta alat ukur berupa flowmeter, termokopel, dan pressure gauge. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan variasi alat ekspansi Thermostatic Expansion Valve (TXV) dan pipa kapiler dengan beban evaporator (low, medium, high). Pada setiap variasi, pengambilan data dilakukan sebanyak tigabelas kali dengan interval 5 menit. Performa sistem refrigerasi yang telah dimodifikasi adalah COP untuk kecepatan fan low dengan nilai 3,622 dengan penggunaan TXV dan 3,779 dengan penggunaan pipa kapiler, COP untuk kecepatan fan medium dengan nilai 3,707 dengan penggunaan TXV dan 3,913 dengan penggunaan pipa kapiler, dan COP untuk kecepatan fan high dengan nilai 3,764 dengan penggunaan TXV dan 3,439 dengan penggunaan pipa kapiler. S edangkan HRR untuk kecepatan fan low dengan nilai 1,276 dengan penggunaan TXV dan 1,265 dengan penggunaan pipa kapiler, HRR untuk kecepatan fan medium dengan nilai 1,270 dengan penggunaan TXV dan 1,256 dengan penggunaan pipa kapiler, dan HRR untuk kecepatan fan high dengan nilai 1,291 dengan penggunaan TXV dan 1,266 dengan penggunaan pipa kapiler. Terjadi peningkatan COP dan HRR seiring dengan peningkatan beban pendinginan.

Kata Kunci — AC split, Alat ekspansi, Beban evaporator, COP, HRR

I. PENDAHULUAN

IR conditioner/AC (pengkondisi udara) telah menjadi kebutuhan umum pada rumah tangga dan perkantoran di kota-kota besar seperti Surabaya. Pengkondisi udara sangat diperlukan karena Indonesia memiliki iklim tropis dan kondisi udara yang cenderung lembab. Sistem pendingin atau sistem refrigerasi adalah proses penurunan temperatur dengan cara pelepasan kalor dari suatu substansi dan pemindahan kalor ke substansi lainnya. Unjuk kerja AC dinyatakan oleh nilai COP, atau perbandingan efek refrigerasi yang dihasilkan evaporator dengan kerja kompresor. Salah satu metode peningkatan unjuk kerja AC dengan memodifikasi alat ekspansi. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain AC split, refrigeran R-22, pelumas mineral base oil. AC split yang tersusun dari sebuah indoor unit dan outdoor unit dirangkai dengan alat ekspansi berupa Thermostatic

Expansion Valve(TXV) dan pipa kapiler, serta alat ukur berupa flowmeter, termokopel, dan pressure gauge. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan variasi alat ekspansi Thermostatic Expansion Valve (TXV) dan pipa kapiler dengan beban evaporator (low, medium, high). Pada setiap variasi, pengambilan data dilakukan selama 1 jam dengan interval 5 menit. Penelitian ini akan mencari tahu performa sistem refrigerasi dengan penggunaan Thermostatic Expansion Valve (TXV) dan penggunaan pipa kapiler.

II. URAIAN PENELITIAN A. Tinjauan Pustak a

Gambar 1. Diagram p-h siklus uap ideal [1].

Siklus kompresi uap adalah sistem dimana fluida kerja mengalami proses penguapan dan pengembunan, serta proses kompresi dan ekspansi secara terus -menerus. Sistem pendinginan udara merupakan sistem yang memanfaatkan siklus kompresi uap standar. Fluida kerja yang biasanya digunakan untuk memindahkan panas dalam siklus refrigerasi adalah refrigeran. Refrigera n menyerap kalor dengan proses evaporasi dan membuang kalor ke ruangan lain dengan proses kondensasi. Pada sistem ini terdapat dua alat penukar panas. Alat penukar panas yang pertama evaporator yang berfungsi menyerap panas dari ruangan dan memindahkannya ke fluida kerja (refrigeran). Alat penukar panas yang kedua adalah kondensor yang berfungsi untuk memindahkan panas yang diterima oleh fluida kerja ke udara luar. Siklus kompres i uap standar yang diaplikasikan pada sistem pendinginan udara standar terdiri dari empat komponen utama, komponen-komponen tersebut bekerja secara bersama-sama membentuk suatu proses yang berulang (siklus) dengan refrigeran sebagai media yang digerakkan. Siklus

Studi Eksperimen Unjuk Kerja Sistem

Refrigerasi

Single State

dengan Variasi

Expansion Device

Saiful Maulida Irsyad dan Ary Bachtiar Krishna Putra

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

e-mail

: arybachtiar90@gmail.com

(2)

kompresi uap standar pada sistem pendinginan udara standar bisa digambarkan sebagai berikut:

B. Sistem Refrigerasi

Gambar 2. Siklus refrigerasi standar [1].

Proses-proses yang membentuk daur kompresi uap standar adalah sebagai berikut:

 Proses 1-2: Refrigeran berfasa uap-jenu ditekaan oleh kompresi hingga menjadi uap bertekanan tinggi dan berubah fasa menjadi superheated. Hal tersebut diikuti dengan kenaikan temperatur pada refrigeran dan proses ini terjadi secara isentropik (entropi konstan)

 Proses 2-3: Uap referigeran dalam kondisi fasa superheated tersebut akan masuk melewa t i kondensor dan mengalami pendinginan yang mengakibatkan terjadinya perubahan fasa pada referigeran menjadi fasa cair-jenuh. Proses pendinginan tersebut terjadi secara isobarik (tekanan konstan). Proses pendinginan terjadi karena adanya pertukaran panas dari dala m kondensor dengan udara luar atau air pendingin.  Proses 3-4: Referigeran berfasa cair-jenuh

tersebut masuk ke dalam katup ekspansi. Ekspansi terjadi melalui throttle secara isoenthalpi (entalpi konstan). Ekspansi mengakibatkan penurunan tekanan juga temperatur dan membuat referigeran berubah fasa menjadi campuran uap-cair.

 Proses 4-1: Referigeran berfasa campuran uap-cair akan menguap karena perpindahan panas. Pada umumnya udara dari ruang yang akan dikondisikan dihembuskan menggunakan fan melewati koil pendingin yang berisi referigeran. Panas dari uda udara tersebut dipindahkan dari udara ke koil yang mengakibatkan referigeran berfasa campuran uap-cair berubah fasa menjad i uap jenuh. Sementara udara yang keluar dari evaporator bertemperatur lebih rendah dari sebelumnya karena perpindahan panas.

Referigeran berfasa uap jenuh tersebut kemudian dihisap oleh kompresor dan begitu seterusnya hingga terjadi keseimbangan termal pada ruangan.

1. Kompresor

Kompresor berfungsi untuk menghisap uap refrigera n bertekanan rendah dari evaporator dan mengkompresinya menjadi uap bertekanan tinggi sehingga uap akan tersirkulasi.

𝑊̇ = 𝑚̇(ℎ2− ℎ1) (1)

2. Kondensor

Kondensor menkondensasikan uap refrigeran yang mengalir dari kompresor. Dalam kondesor, refrigera n yang masuk dalam fasa superheated berubah menjad i berfasa cair-jenuh pada tekanan konstan. Dalam proses kondensasi terjadi pelepasan kalor dari dalam sistem menuju lingkungan.

𝑄̇𝑐𝑜𝑛𝑑 = 𝑚̇(ℎ2− ℎ3) (2)

3. Evaporator menguapkan refrigeran yang masuk dala m fasa uap-cair berubah menjadi fasa uap jenuh. Dala m prose evaporasi terjadi perpindahan kalor dari lingkungan masuk ke dalam sistem.

𝑄𝑒̇ = 𝑚̇(ℎ1− ℎ4) (3)

4. Alat ekspansi berfungsi untuk mengekspansikan atau menurunkan tekanan refrigeran yang keluar dari kondenser dan berfasa cair-jenuh menjadi berfasa uap-cair. Proses ideal ekspansi berlangsung secara isoentalpi.

ℎ3= ℎ4 (4)

C. Heat Rejection Ratio (HRR)

Heat Rejection Ratio (HRR) atau rasio pelepasan panas didapat dari perbandingan kapasitas kondensor dengan kapasitas evaporator.

𝐻𝑅𝑅 =𝑄̇𝑐𝑜𝑛𝑑 𝑄̇𝑒 =

𝑚̇(ℎ2−ℎ3)

𝑚̇(ℎ1−ℎ4) (5) D. Koefisien Unjuk Kerja (COP)

Koefisien unjuk kerja (COP) adalah unjuk kerja secara teoritis yang didapatkan dari perbandingan kalor yang diserap oleh evaporator dengan kerja yang dibutuhkan kompresor. penelitian dengan judul “Kaji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Pendingin Kompresi Uap Dengan Menggunakan Pipa Kapiler dan Katup Ekspansi”. Eksperimen dilakukan menggunakan air conditioner trainer yang terdiri dari kompresor reciprocating hermetik, kondensor dan evaporator jenis finned-tube heat exchanger berbahan dasar tembaga, serta TXV dan pipa kapiler.

Gambar 3. Grafik dampak pendinginan fungsi tegangan fan [2].

(3)

Perbandingan performa sistem dengan penggunaan pipa kapiler dan katup ekspansi diamati dengan variasi tegangan fan 120, 140, 150, 180, 200 dan 220 volt. Hasil eksperimen pada Gambar 3 menunjukkan energi yang diserap dengan penggunaan katup ekspansi d apat mencapai kapasitas yang lebih tinggi daripada pipa kapiler. Dimana dengan penggunaan pipa kapiler nilai yang dicapai berkisar antara 3,03-4,1 kW, sedangkan dengan katup ekspansi nilai dampak pendinginannya antara 3,74-8,74 kW.

Gambar 4. Grafik COP fungsi tegangan fan [2].

Pada Gambar 4 menunjukkan bahwa COP yang dicapai dengan penggunaan katup ekspansi lebih tinggi dibandingkan dengan pipa kapiler. Dimana nilai COP dengan penggunaan katup ekspansi mencapai nilai antara 3,41-7,53, sedangkan dengan pipa kapiler mencapai nila i 2,82-3,6. Dari grafik hasil penelitian terlihat bahwa nila i COP semakin menurun dan berbanding terbalik dengan kenaikan tegangan fan.

III. MET ODOLOGI PENELITIAN A. Sk ema Modifik asi Sistem Pengk ondisi udara

Gambar 5. Skema modifikasi sistem pengkondisi udara

Gambar 5 adalah sistem pengkondisi udara yang telah dimodifikasi yang memiliki terdapat komponen -komponen, yaitu kompresor, kondensor,alat ekspansi TXV dan pipa kapiler serta evaporator.

B. Alat Uk ur menggunakan refrigeran R-22 dan memvariasikan alat ekspansi menggunakan Automatic Expansion Valve (AXV) serta pipa kapiler dengan variasi beban evaporator. Pengambilan data dilakukan setelah sistem dalam kondisi tunak atau stabil. Untuk mengetahui nilai-nilai terbaik dari data yang diambil, maka setelah sistem dalam keadaan stabil dilakukan pengambilan data tigabelas kali setiap lima menit.

IV. HASIL DAN ANALISA

A. Grafik Kapasitas Evaporator Fungsi Beban Evaporator

Gambar 6. Grafik kapasitas evaporator fungsi beban evaporator

Gambar 6 menunjukkan tren yang mengala mi kenaikan dari Q evaporator, dimana pembebanan semakin besar maka semakin besar pula nilai kapasitas evaporator yang didapat. Dari grafik di atas terlihat perbedaan antara kapasitas evaporator dengan penggunaan Thermostatic Expansion Valve (TXV) dan dengan pipa kapiler dimana kapasitas evaporator dengan TXV lebih tinggi dibandingkan dengan pipa kapiler. Kapasitas evaporator dengan TXV dan pipa kapiler terendah yaitu 2,878 kW dan 2,656 kW, sedangkan kapasitas evaporator dengan TXV dan pipa kapiler tertinggi yaitu 3,311 dan 2,716.

Tren kenaikan grafik di atas sesuai akibat semakin tinggi kecepatan fan evaporator semakin tinggi pula kapasitas evaporator. Peningkatan kecepatan fan evaporator secara langsung meningkatkan koefisien konveksi dimana semakin besar koefisien konveksi maka semakin besar kalor yang berpindah dari lingkungan ke refrigerant dimana nilai entalpi akan semakin meningkat . Kenaikan tren grafik di atas sesuai dengan persamaan 3.

(4)

B. Grafik Kerja Kompresor Fungsi Beban Evaporator

Gambar 7. Grafik kapasitas evaporator terhadap beban

Gambar

7

menunjukkan

tren

yang

mengalami kenaikan dari Q evaporator, dimana

pembebanan semakin besar maka semakin besar pula

nilai kapasitas evaporator yang didapat. Dari grafik di

atas terlihat perbedaan antara kapasitas evaporator

dengan penggunaan

Thermostatic Expansion Valve

(TXV)

dan dengan pipa kapiler dimana kapasitas

evaporator dengan TXV lebih tinggi dibandingkan

dengan pipa kapiler. Kapasitas evaporator dengan

TXV dan pipa kapiler terendah yaitu 2,878 kW dan

2,656 kW, sedangkan kapasitas evaporator dengan

TXV dan pipa kapiler tertinggi yaitu 3,311 dan 2,716.

Tren kenaikan grafik di atas sesuai akibat

semakin tinggi kecepatan

fan

evaporator semakin

tinggi

pula kapasitas evaporator. Peningkatan

kecepatan

fan

evaporator

secara

langsung

meningkatkan koefisien konveksi dimana semakin

besar koefisien konveksi maka semakin besar kalor

yang berpindah dari lingkungan ke

refrigerant

dimana nilai entalpi akan semakin meningkat.

Kenaikan tren grafik di atas sesuai dengan persamaan

2.6.

C. Grafik HRR Fungsi Beban Evaporator

Gambar 8. Grafik HRR fungsi beban evaporator

Gambar menunjukkan tren HRR yang cenderung stabil untuk masing-masing expansion device. Dimana dengan penggunaan Thermostatic Expansion Valve (TXV) trennya adalah selalu menurun dari pembebanan rendah, menengah hingga pembebanan tinggi. Sedangkan dengan penggunaan pipa kapiler mengalami penurunan rasio dari pembebanan rendah ke medium dan meningkat saat

pembebanan tinggi. Untuk rasio terendah dengan penggunaan TXV terjadi pada pembebanan tinggi dan pipa kapiler pada pembebanan menengah dengan besar masing -masing yaitu 1,266 dan 1,256. Sedangkan untuk rasio tertinggi dengan penggunaan TXV terjadi pada pembebanan rendah dan pipa kapiler pada pembebanan tinggi dengan nilai masing-masing yaitu 1,276 dan 1,291.

Dari grafik di atas tren yang dibentuk oleh ekspansi TXV dan pipa kapiler cenderung stabil. Ini disebabkan oleh penigkatan kapasitas evaporator dan kapasitas kondensor yang sebanding seiring peningkatan beban. Tren grafik sudah sesuai dengan persamaan 5.

D. Grafik COP Fungsi Beban Evaporator

Gambar 9. Grafik COP fungsi beban evaporator

Gambar 9 menunjukkan tren COP yang konstan untuk expansion device dengan penggunaan Thermostatic Expansion Valve (TXV) dan pipa kapiler dari pembebanan rendah, menengah dan pembebanan tinggi. Dengan penggunaan TXV dengan pembebebanan rendah, menengah dan tinggi masing-masing nilai yang dicapai adalah 3,622, 3,707 dan 3,764, kemudian dengan penggunaan pipa kapiler masing-masing nilai yang dicapai adalah 3,779, 3,913, dan 3,439.

Tren kenaikan nilai COP dengan penggunaan TXV dan pipa kapiler sudah sesuai karena tingkat kenaikan kapasitas evaporator sebanding dengan besar peningkatan kapasitas kompresor sesuai dengan persamaan 6.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil studi eksperimen dengan variasi alat ekspansi pada sistem refrigerasi adalah sebagai berikut:

1. Sistem dengan penggunaan alat ekspansi TXV dapat menyerap kalor lebih besar dibandingkan dengan pipa kapiler, dimana nilai besar kalor yang diserap oleh sistem dengan penggunaan TXV adalah sebesar 3,311 kW dan pipa kapiler sebesar 2,716 kW dengan nilai COP relatif sama (COPTXV = 3,764; COPkapiler = 3,439).

2. Dengan variasi beban low, medium dan high, nilai COP dan HRR yang dicapai oleh sistem dengan penggunaan TXV relatif stabil.

(5)

HRR (low = 1,276; medium = 1,270; high = 1,291)

1. Dengan variasi beban low, medium dan high, nilai COP dan HRR yang dicapai oleh sistem dengan penggunaan pipa kapiler relatif stabil.

COP (low = 3,779; medium = 3,913; high = 3,439)

HRR (low = 1,265; medium = 1,256; high = 1,266)

DAFTARPUSTAKA

[1] H. N. Moran, Michael J. Shapiro, Fundamentals of Eenginering Therm odynamics, 8th. United State of America: John Wiley & Sons Inc, 2006.

[2] A. F. Suryono and H. Van Hoten, “Kaji Eksperimental Perbandingan Performansi Mesin Pendingin Kompresi Uap

Gambar

Gambar 1. Diagram p-h siklus uap ideal [1].
Gambar 3. Grafik dampak pendinginan fungsi tegangan fan [2].
Gambar 4. Grafik COP fungsi tegangan fan [2].
Gambar 8. Grafik HRR fungsi beban evaporator

Referensi

Dokumen terkait

Hebronstar mendefinisikan 13 grup bisnis yang dianggap sebagai satu bisnis baru dimana pelanggan dapat maju dengan pengertian dasar dalam struktur industri dan dinamika pasar. PT

perusahaan ( income decreasing ), demikian pula yang akan dilakukan oleh CEO yang baru menjabat. Artinya, ia akan melakukan income decreasing , bahkan big bath pada

Steganografi merupakan teknik menyebunyikan suatu data atau teks di dalam file yang lain sehingga untuk hasil akhir dari proses steganografi.. tidaklah berbeda jauh dengan

Berdasarkan data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa tingkat bobot badan yang berbeda pada sapi Simental tidak mempengaruhi volume semen yang dihasilkan dan

[r]

Hasil dari penelitian ini adalah terbentuknya suatu sistem yang merancang penentuan jumlah kebutuhan bibit ikan berdasarkan permintaan pasar pada Dinas Perikanan dan Kelautan

C (suhu ruang); 2) pengkajian pengaruh ketebalan plastik film kemasan dari bahan LDPE terhadap mutu brokoli selama penyimpanan dengan MAP; dan 3) pengkajian pengaruh simulasi

Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah diberikan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi