• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA KONSEP DIRI PADA ORANG DEWASA K

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DINAMIKA KONSEP DIRI PADA ORANG DEWASA K"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KORBAN CHILD ABUSED

Siti Nur Fatimah

Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas 9, Semaki, Umbulharjo, Yogyakarta 55166

tiety.psikologi@gmail.com.

Abstract

The purpose of this research was to determine the dynamics of self-concept among early adult who experienced child abused and to study the impact of self-concept on their behavior in the community. The subject of present study is 2 adult male and female who have been victims of child abused. Data collection techniques in this study was conducted using semi-structured interviews, non-participant observation and projective tests (BAUM, DAP, HTP). Data analysis was done in this research used content analysis. The purpose of content analysis is to describe the dynamics of self-concept among early adult who experienced child abused. The approach used in this research is case study. The results of this research indicated that after receiving a child

abused, two subjects had low confidence but after a subject growing up,

concept is formed on both subjects are positive concept. Positive self-concept is formed from available support and motivation from others (friends), the awareness of spirituality such as prayer and always take lessons from what has happened. The impact of a positive self concept makes better relationships with the community and the subject easier to get along with other people.

Keywords : self-concept, adult, child abused.

Abstrak

(2)

kepercayaan diri yang rendah tetapi setelah subjek beranjak dewasa, konsep diri yang terbentuk pada kedua subjek adalah konsep diri positif. Konsep diri positif tersebut terbentuk karena adanya dukungan dan motivasi orang lain (teman), kesadaran akan spiritualitas seperti shalat dan memperbanyak do’a, serta selalu mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Dampak konsep diri positif membuat hubungan dengan masyarakat semakin baik dan subjek lebih mudah bergaul dengan oranglain.

Kata kunci : Konsep Diri, Orang Dewasa, Child Abused

PENDAHULUAN

Setiap manusia memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan hidupnya terutama anak-anak. Menurut UUD RI No 23 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Anak pasal 4 dijelaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Sekretariat Negara RI, 2002).

Lebih rinci dijelaskan pada pasal 13, UUD RI No 23 tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Anak (Sekretariat Negara RI, 2002) yang menyebutkan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan : diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.

Kenyataannya, masih banyak anak indonesia yang belum memperoleh jaminan untuk terpenuhi hak-haknya, antara lain banyak yang menjadi korban kekerasan, penelantaran, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, dan perlakuan tidak manusiawi. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat, ada 2.508 kasus kekerasan terhadap anak terjadi sepanjang 2011. Dari jumlah itu, 62,7 persennya adalah bentuk kekerasan seksual. Angka tersebut meningkat jika dibandingkan pada 2010 yakni sebanyak 2.413 kasus. (VIVAnews, 2011)

Kekerasan pada anak ini dapat menimbulkan dampak baik secara fisik maupun psikologis. Dampak fisik yang diterima biasanya berupa bekas pukulan, lebam, luka kecil maupun besar, bekas sayatan, dan lainnya. Sedangkan dampak psikologis dapat berupa stress, manarik diri dari lingkungan, merasa tidak berguna, rendah diri dan lainnya. Kekerasan ini bisa menyebabkan anak menjadi trauma di masa kecilnya dan akan berdampak negatif di masa depannya.

Setiap individu memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri, baik bersifat positif maupun negatif. Penilaian terhadap diri sendiri tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah faktor lingkungan. Lingkungan dapat berperan dalam terbentuknya penilaian terhadap diri seseorang, jika lingkungan mendukung maka individu tersebut akan merasa berguna dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri atau harga diri pada diri seseorang begitu juga sebaliknya jika lingkungan tidak mendukung maka orang tersebut dapat merasa tidak berguna dan akhirnya menarik diri dari lingkungan.(Sosiawan, 2012).

(3)

Sullivan (Pardede, 2008) menjelaskan bahwa jika individu diterima orang lain, diterima dan disenangi karena keadaannya, maka individu akan bersikap menghormati dan menerima diri sendiri. Sebaliknya, jika orang lain selalu meremehkan, menyalahkan, dan menolak, maka kita tidak akan menyayangi diri sendiri.

Setiap individu memiliki konsep diri, begitu pula dengan anak yang mengalami kekerasan baik yang berasal dari keluarga maupun lingkungan. Konsep diri tersebut berbeda-beda, tergantung dari diri masing-masing individu.

Kajian teori

Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Berzonsky (1981) mengemukakan bahwa konsep diri adalah gambaran mengenai diri seseorang, baik persepsi terhadap diri nyatanya maupun penilaian berdasarkan harapannya yang merupakan gabungan dari aspek-aspek fisik, psikis, sosial, dan moral. Rakhmat (2003) lebih lanjut menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tapi juga penilaian diri tentang diri, meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri. Adanya proses perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.

Menurut Boorks (Rakhmat, 2003) menyatakan bahwa konsep diri adalah suatu pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya serta persepsi tentang dirinya, ini dapat bersifat psikis maupun sosial. Sejalan dengan pendapat tersebut dikemukakan oleh Cawagas (Pudjijogyanti, 1993) mengungkapkan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian dan kegagalannya. Tercapainya keinginan dan terealisasikannya kehidupan dapat diupayakan melalui konsep diri. Dapat dikatakan bahwa konsep diri juga merupakan kerangka kerja untuk mengorganisasikan pengalaman-pengalaman yang diperoleh seseorang.

Menurut Hurlock (2003) konsep diri merupakan pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya yang dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan jenis kelamin, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan rasa malu terhadap tubuhnya dan dimata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya, dan hubungannya dengan orang lain.

Dari banyak pengertian konsep diri di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah kayakinan, penilaian atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut dapat dilihat dari aspek fisik maupun psikologis.

Berzonsky (1981) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek konsep diri yang bersifat positif dan negatif, yaitu:

1. Konsep diri fisik

(4)

2. Konsep diri psikis

Konsep diri psikis berarti pandangan, pikiran, perasaan dan penilaian individu terhadap pribadinya sendiri. Seseorang digolongkan memiliki konsep diri positif bila memandang dirinya sebagai individu yang bahagia, optimis, mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai kemampuan. Sebaliknya, individu digolongkan sebagai orang yang memilki konsep diri negatif bila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak bahagia, pesimistik, tidak mampu mengontrol diri dan memiliki berbagai macam kekurangan.

3. Konsep diri sosial

Konsep diri sosial berarti pandangan, pikiran dan penilaian individu terhadap kecendrunngan sosial yang ada pada dirinya sendiri. Konsep diri sosial berkaitan dengan kemampuan yang berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu, dan berharga dalam lingkup interaksi sosial. Individu digolongkan memiliki konsep diri sosial positif bila memandang dirinya sebagai orang yang terbuka pada orang lain, memahami orang lain, merasa mudah akrab dengan orang lain, merasa diperhatikan, menjaga perasaan orang lain. Sebaliknya, individu yang memiliki konsep diri sosial negatif bila tidak memberi perhatian terhadap orang lain dan tidak aktif dalam kegiatan sosial.

4. Konsep diri moral

Konsep diri moral berarti pandangan, pikiran, perasaan, dan penilaian individu terhadap moralitas diri sendiri. Konsep diri moral berkaitan dengan nilai dan prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Digolongkan memiliki konsep diri moral positif bila memandang dirinya sebagai orang yang berpegang teguh pada nilai etik moral, namun sebaliknya, individu digolongkan memiliki konsep diri moral negatif bila memandang dirinya sebagai orang yang menyimpang dari standar nilai moral yang seharusnya diikutinya.

A. Child abuse

Siswanto (2007) Dalam bahasa indonesia, istilah Child Abused diterjemahkan sebagai “perlakuan yang salah/kejam terhadap anak”, yang sering dilakukan oleh orang lain dan umumnya dilakukan oleh orang dewasa. Kata abused sendiri memiliki banyak arti, antara lain: 1. penyalahgunaan, salah pakai. 2. Perlakuan kejam, siksaan. 3. Makian. 4. Menyalahgunakan (misuse). 5. Memperlakukan dengan kasar/kejam/keji (mistreat). 6. Memaki-maki, mencaci- maki (scold, insult). 7. Menghianati. Pengertian abused di atas sama seperti yang akan diuraikan lebih lanjut, yaitu meliputi penyalahgunaan, salah pakai, perlakuan kejam, siksaan, makian, menyalahgunaan, memperlakukan dengan kejam atau kasar atau keji dan memaki-maki atau mencaci maki.

Kata child diartikan sebagai “anak”. Istilah “anak” dirangkaikan dengan istilah penyalahgunaan (anak) dan tetap digunakan istilah child bila masih memakai kata abused karena terasa lebih enak didengar dan tidak aneh, karena menghubungkan dua kata dari bahasa yang sama. Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 Tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

(5)

meliputi physichal dan sexual abuse. Padahal ada beberapa macam abuse yang lain, yaitu emotional abuse dan neglect. Pengertian dari beberapa abuse tersebut menurut American Medical Association dan American Academy of Pediatrics (Siswanto 2007) adalah sebagai berikut :

1. Phyisical Abuse (perlakuan salah secara fisik)

Adalah ketika anak mengalami pukulan, tamparan, gigitan, pembakaran, atau kekerasan fisik lainnya. Seperti bentuk abuse lainnya, physical abuse biasanya berlangsung dalam waktu yang lama. Atau tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menyakiti fisik anak seperti: memukul, menendang, melempar, menggigit, menggoyang-goyang, memukul dengan sebuah objek, menyulut tubuh anak dengan rokok, korek api, menyiram anak dengan air panas, mendorong dan menenggelamkan anak di dalam air, mengikatnya, tidak memberi makanan yang layak untuk anak, dan sebagainya.

2. Sexual Abuse (perlakuan salah secara seksual)

Adalah ketika anak diikutsertakan dalam situasi seksual dengan orang dewasa atau anak yang lebih tua. Kadang ini berarti adanya kontak seksual secara langsung seperti persetubuhan, atau sentuhan atau kontak genital lainnya. Tetapi itu juga bisa berarti anak dibuat untuk melihat tindakan seksual, melihat kelamin orang dewasa, melihat pornografi atau menjadi bagian dari produksi pornografi.

3. Neglect (diabaikan/dilalaikan)

Adalah ketika kebutuhan-kebutuhan dasar anak tidak dipenuhi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi Kebutuhan-kebutuhan makan bergizi, tempat tinggal yang memadai, pakaian, kebersihan, dukungan emosional, cinta dan afeksi, pendidikan, keamanan, dan perawatan gigi serta medis. Atau tindakan yang menyangkut masalah tumbu kembang anak, seperti tidak menyediakan rumah dan memberi pakaian yang layak, mengunci anak di dalam kamar atau kamar mandi, meninggalkan anak di dalam periode waktu yang lama, menempatkan anak di dalam situasi yang membahayakan dirinya.

4. Emotional Abuse (perlakuan salah secara emosi)

Adalah ketika anak secara teratur di ancam, diteriaki, dipermalukan, diabaikan, disalahkan, atau salah penanganan secara emosional lainnya, seperti membuat anak menjadi lucu, memanggil namanya dan selalu dicari-cari kesalahannya adalah bentuk dari emosional abuse. Atau terjadi bila orang dewasa mengacuhkan, meneror, menyalahkan, mengecilkan dan sebagainya yang membuat anak merasa inkonsisten dan tidak berharga.

B. Dewasa

(6)

Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut Anderson (dalam Mappiare, 1983) terdapat 7 ciri kematangan psikologi sebagai berikut :

1. Berorientasi pada tugas : bukan pada diri atau ego, berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi.

2. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien : seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana yang pantas dan tidak pantas serta bekerja secara terbimbing menuju kearahnya.

3. Mengendalikan perasaan pribadi : seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaan-perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaan-perasaan orang lain.

4. Keobjektifan : orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan.

5. Menerima kritik dan saran : orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritik-kritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya.

6. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi : orang yang matang mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh, sehingga membutuhkan bantuan orang lain, tetapi tetap brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya.

7. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru : orang matang memiliki ciri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dinamika konsep diri pada orang dewasa korban

child abused dan dampak konsep diri pada perilaku di masyarakat.

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan strategi penyelidikan

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang dinamika konsep diri pada orang dewasa korban child abused. David Williams (Meleong, 2008) penelitian kualitatif adalah pengumpulan data suatu latar alamiah, dengan mengunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti yang tertarik secara alamiah.

(7)

Pendekatan dalam analisis data

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan,dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya kepada orang lain. (Bogdan &Biklen, 1982 dalam Zuriah, 2007)

Pendekatan yang digunakan dalam analisis data kualitatif ini adalah analisis isi (content

analysis). content analysis merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini

mendeskripsikan konsep diri pada korban child abused.

Sampling

Penelitian ini menggunakan subjek sejumlah 2 orang. Jumlah subjek yang hanya sedikit ini salah satunya disebabkan oleh masalah ketersediaan subjek yang memang sangat terbatas. Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan cara purposive sampling untuk memperoleh gambaran dan informasi yang jelas tentang tema penelitian dengan menggunakan jenis sampel

snowball dimana pemilihan subjek berdasarkan informasi dari orang yang satu ke orang lainnya

dan didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan populasi yang diketahui sebelumnya.

Metode pengambilan data

Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, observasi dan tes psikologi:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula (Zuriah, 2007).

2. Observasi

Menurut S. Margono (Zuriah, 2007) Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan itu dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Metode observasi sebagai alat pengumpul data, dapat dikatakan berfungsi ganda, sederhana dan dapat dilakukan tanpa menghabiskan banyak biaya.

3. Tes Psikologi

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Orientasi Kancah

Penelitian ini dilaksanakan di daerah Bantul. Kabupaten Bantul, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibu kotanya adalah Bantul. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman di utara, Kabupaten Gunung Kidul di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Kulon Progo di barat. Kabupaten Bantul terletak antara 07° 442 043 – 08° 002 273 Lintang Selatan dan 110° 122 343 – 110° 312 083 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bantul 508,85 Km2 (15,90 5 dari Luas wilayah Propinsi DIY).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 22 Mei hingga 30 Juni. peneliti melakukan survei untuk menentukan siapa yang akan menjadi subjek penelitian kemudian melakukan wawancara dan observasi awal untuk menjalin rapport yang baik dengan subjek penelitian yang tinggal di Piyungan Bantul Yogyakarta, penelitian ini menggunakan dua orang subjek yang merupakan anak korban Child Abused.

Peneliti memulai penelitian pada subjek pertama pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 19.00-20.30 WIB di kampus subjek. Pada tanggal 7 Juni peneliti melakukan wawancara lanjutan dengan subjek pertama karena masih ada yang perlu digali lagi dari hasil wawancara sebelumnya. Setelah melakukan inquiry dengan subjek pertama kemudian pada tanggal 10 Juni peneliti melakukan wawancara pada significant person subjek pertama yaitu ibu subjek.

Tanggal 12 Juni peneliti melakukan wawancara dan observasi pada subjek kedua di rumah subjek. Tanggal 15 Juni peneliti melakukan inquiry atas jawaban yang masih perlu digali kepada subjek.

Setelah melakukan wawancara pada kedua subjek, peneliti melakukan wawancara pada significant person subjek kedua yaitu kakak kandung subjek, tepatnya pada tanggal 20 Juni 2012. Informan menjawab pertanyaan peneliti dengan antusias dan sering tersenyum.

Temuan Penelitian

Dari hasil observasi dan wawancara, peneliti memperoleh beberapa temuan di lapangan berupa jawaban, ucapan ataupun perilaku yang tampak sebagai fenomena kemudian diolah menjadi data hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek. Dalam hal ini masing-masing subjek memiliki pengalaman yang berbeda terkait dengan pengalamannya sebagai anak korban kekerasan, selain itu sebagai data tambahan yang mendukung penelitian, peneliti juga mendapatkan informasi dari dua orang significant person.

PEMBAHASAN

Dinamika konsep diri pada dewasa awal korban child abused

(9)

jika mereka melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Perlakuan atau tindakan yang dilakukan orangtua secara berlebihan tersebut dikenal dengan child abused atau kekerasan pada anak.

Kekerasan terhadap anak ini dapat menimbulkan rasa sakit baik secara fisik maupun psikis sehingga lambat laun anak akan kehilangan rasa percaya diri. Rasa percaya diri yang dimiliki anak dapat membantu anak dalam mengenal dirinya sendiri. Jika rasa percaya diri anak rendah maka anak akan sulit mengembangkan kepercayaan pada orang lain, merasa tidak aman, dan anak juga akan menilai dirinya tidak berguna. Tetapi jika kepercayaan diri anak tinggi anak akan lebih mudah bergaul dengan orang lain, dapat mengembangkan kepercayaan pada orang lain dan merasa dibutuhkan dan berguna baik pada diri sendiri maupun orang lain. Penilaian terhadap diri sendiri ini disebut dengan konsep diri.

Subjek pertama mengalami kekerasan atau perlakuan tidak menyenangkan dalam bentuk kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan yang subjek alami sejak kecil menyebabkan perasaan kecewa, sedih dan marah atas apa yang telah dilakukan oleh orangtuanya. Hal tersebut mengakibatkan kepercayaan diri subjek menjadi rendah bahkan subjek sempat kehilangan kepercayaan pada orang lain sampai subjek tamat SD.

Tidak jauh berbeda dengan subjek pertama, subjek keduapun mengalami kekerasan yaitu kekerasan fisik, psikis dan pengabaian. Kekerasan tersebut mengakibatkan perasaan sedih, marah dan kecewa terhadap perlakuan orangtuanya. Hal tersebut menyebabkan subjek merasa tidak di anggap dan dikucilkan dalam keluarga.

Pernyataan kedua subjek tersebut sesuai dengan Nadia (Yesi, 2012) yang menyatakan bahwa kekerasan dapat meninggalkan bekas yang tersembunyi yang termanifestasikan dalam beberapa bentuk, seperti kurangnya rasa percaya diri, kesulitan membina persahabatan, perilaku merusak, menarik diri dari lingkungan, penyalahgunaan obat dan alkohol, ataupun kecenderungan bunuh diri.

Setelah subjek pertama pindah ke Jogja untuk melanjutkan sekolahnya, subjek banyak menemukan teman yang selalu mendukung dan memotivasi subjek agar selalu tetap bersemangat dalam menjalani kehidupan. Dari motivasi dan dukungan teman tersebut, subjek menjadi lebih bersemangat dan selalu berusaha untuk menjalani kehidupannya dengan lebih baik. Kegiatan yang ada di lingkungan sekitar subjekpun menjadi penunjang untuk mengembangkan kemampuan subjek dalam berbagai hal.

Subjek juga lebih cendrung mengasah spiritualitasnya seperti shalat, mengaji, mengikuti kajian, meminta pendapat kepada orang-orang yang lebih berkompeten dan lebih tinggi ilmu agamanya serta lebih terbuka meminta solusi dan pendapat dari teman-teman. Hal itu membuat subjek menjadi lebih tenang dalam menghadapi masalahnya dan perlahan-lahan membuat kepercayaan diri subjek menjadi lebih baik serta lebih optimis dalam menjalani hidup. Kepercayaan diri dan sikap optimis membuat hubungan subjek dengan orang lain menjadi lebih baik dan subjek pun selalu memandang positif tentang dirinya dan orang lain.

(10)

Perubahan yang dialami subjek pertama berawal dari motivasi dan dorongan yang selalu diberikan teman-temannya. Motivasi dan dorongan tersebut dapat membuat subjek lebih berpikir positif karena motivasi yang diberikan tersebut berupa kata-kata positif, sehingga subjek dapat lebih paham dan belajar tentang hidup serta lebih bersyukur terhadap apa yang ada dalam hidupnya.

Kesadaran akan kebutuhan spiritualitas seperti berserah diri, shalat dan mengaji merupakan cara yang subjek kedua lakukan. Cara itu dapat membuat subjek lebih tenang dan lebih mensyukuri apa yang subjek miliki. Rasa syukur tersebut membuahkan kepercayaan diri pada subjek sehingga subjek selalu memandang poritif diri sendiri maupun orang lain. Subjek juga lebih mudah berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.

Selain itu, kedua subjekpun lebih memilih untuk mengambil hikmah serta pelajaran dari apa yang mereka alami dulu. Pada subjek pertama, kekerasan fisik dan psikis yang diterima dahulu menjadikan subjek lebih disiplin terhadap segala sesuatu dan lebih teliti dalam mengerjakan semua hal. Hal tersebut sesuai dengan hasil tes grafis subjek yang menyatakan bahwa subjek memiliki kedisiplinan dan ketelitian yang tinggi. Sedangkan pada subjek kedua, kekerasan fisik, psikis maupun pengabaian yang diterimanya dahulu membuat subjek lebih bertanggung jawab terhadap keluarganya dan disiplin dalam semua hal. hal tersebut juga terungkap dari hasil tes grafis yang menyatakan bahwa subjek memiliki kedisiplinan yang tinggi dan kontrol diri yang baik.

Berdasarkan realita di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri yang kedua subjek miliki sekarang adalah konsep diri positif. Konsep diri positif tersebut terbentuk setelah subjek beranjak dewasa. Pada kenyataannya, tidak ada orang yang benar-benar sepenuhnya mempunyai konsep diri negatif atau positif (Rakhmat,2003). Pada subjek pertama konsep diri tersebut terbentuk karena dukungan dan motivasi orang lain (teman), memperkuat spiritualitasnya seperti shalat dan memperbanyak do’a sedangkan pada subjek yang kedua pembentukan konsep diri tersebut karena adanya kesadaran akan spiritualitas dari dalam diri subjek sendiri, selalu mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi. Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau kontak eksternal dengan lingkungan dan juga pengalaman internal tentang dirinya. Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman eksternalnya, dari kedua faktor tersebut terbentuklah konsep diri (Yahaya, A.S dkk 2009)

Kedua subjek dapat lebih memandang dirinya dan orang lain secara positif. Pandangan atau penilaian subjek terhadap penampilan fisik, psikis, moral dan sosial juga lebih positif. Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi positif dan dapat menerima dirinya apa adanya, Calhoun dan Acocella (1990),

Dukungan teman maupun kesadaran spiritualitas seperti sholat dan memperbanyak do’a tersebut dapat merubah pandangan subjek terhadap diri sendiri maupun orang lain menjadi lebih positif dan berdampak positif pula pada hubungan subjek dengan orang lain. Kedua subjek lebih mudah dalam menjalin hubungan yang positif dengan oranglain, bahkan antara subjek dan masyarakat telah terjalin keterikatan dan ketergantungan satu sama lain.

Dampak Konsep Diri

(11)

dalam berhubungan dengan orang lain.

Konsep diri yang terdapat pada kedua subjek adalah konsep diri positif. Konsep diri positif bisa berdampak pada perilaku dan pandangannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain (Hurlock, 2003). Pada kedua subjek, terlihat hubungan yang positif dengan masyarakat sekitar tempat tinggal subjek. Subjek juga mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat seperti gotong royong, membantu orang lain serta mengikuti kegiatan masyarakat lainnya. Subjek melakukan hal itu dengan senang hati karena masyarakat menghargai kehadiran maupun keberadaan subjek.

Hubungan atau relasi itu terjalin atas dasar kebutuhan dan saling menghargai antara subjek dengan masyarakat. Masyarakat sangat mengharapkan dan menantikan kehadiran subjek karena kontribusi subjek sangat besar di masyarakat. Tak hanya itu, subjek juga mengajak masyarakat agar senantiasa selalu berbuat kebaikan dan selalu mendekatkan diri kepada sang maha pencipta. Walaupun subjek mengalami hal yang tidak menyenangkan pada saat subjek masih kecil, hal itu tidak membuat subjek berpikiran negatif tentang dirinya dan orang lain. Subjek lebih bersyukur atas apa yang telah dialaminya saat masih kecil, karena subjek lebih bisa mengambil hikmah dari pengalaman tersebut. Subjek yang dulunya sering di pukul, jewer ataupun ditabok oleh orangtuanya karena berbagai alasan seperti bandel dapat membuat subjek sekarang lebih disiplin, menghargai kebersihan dan berhati-hati dalam memilih teman tetapi hal itu tidak membatasi subjek dalam bergaul dengan orang lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa setelah menerima kekerasan kedua subjek mengalami kepercayaan diri yang rendah tetapi setelah subjek beranjak dewasa, konsep diri yang terbentuk pada kedua subjek adalah konsep diri positif. Konsep diri positif tersebut terbentuk karena adanya dukungan dan motivasi orang lain (teman), kesadaran akan spiritualitas seperti shalat dan memperbanyak do’a, serta selalu mengambil hikmah dari apa yang telah terjadi.

Dampak dari konsep diri positif tersebut juga sangat baik bagi hubungan subjek dengan orang lain atau masyarakat. Subjek sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat seperti gotong royong, membantu orang lain, mengajak orang lain atau masyarakat kepada kebaikan dan kegiatan masyarakat lainnya.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi subjek, sebaiknya lebih meningkatkan religiusitasnya dengan selalu banyak beribadah dan berdoa, melibatkan diri dalam kegiatan yang dapat menggali potensinya dan lebih terbuka mengenai masalah yang sedang dihadapi.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti D & Rimadi L. 2012. Kekerasan Seks Terhadap Anak Meningkat. http:// metro.news.viva.co.id/news/read/273573-2011—kekerasan-seks-terhadap-anak-meningkat 21 Maret 2012

Anastasi A & Urbina S. 1997. Tes Psikologi; Psychological Testing 7e. Edisi Bahasa

Indonesia. Jilid 1. Jakarta : PT. Prenhallindo.

Berzonsky, M. D, 1981. Adolescence Development. New York : Mc Millan

Pubhlishings

Calhoun, J.F. Acocella, J.R. 1990. Psychology of Adjustment and Human

Relationship. New York: McGraw-Hill, Inc.

Elfia, D & Vivik, S. 2007.Hubungan Tindakan Kekerasan Terhadap Anak (Child Abuse) dengan Konsep Diri. Fakultas Psikologi UIN Suska Riau: Jurnal Psikologi. Vol.3 No. 2.

Ghufron, M. N., & Risnawati, R. S. 2010. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta : Arruzza Media.

Hurlock, E.B. 2003. Psikologi Perkembangan, Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan (edisi ke-5). Jakarta : Erlangga

Meleong, J.L. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung : Rosdakarya.

Meleong, J.L. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung : Rosdakarya.

Pardede, Y.O.K. 2008. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Jurnal Psikologi. Volume 1. No. 2

Pudjijogyanti, C.1993. Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta : Arcan

Rakhmat, J. 2009. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.

Rakhmat, J. 2003. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya.

Ramdan, D.M. 2011. HAN 2011, Lindungi Anak dari Eksploitasi. http://news.okezone.com/ read/2011/07/23/337/483266/han-2011-lindungi-anak-dari-eksploitasi 22 Oktober 2011

Siswanto. 2007. Kesehatan mental: konsep cakupan dan perkembangannya. Yogyakarta: Andi.

Sosiawan, A. 2012. Pengaruh Lingkungan Dalam Proses Pembentukan Konsep Diri

(Self-Concept).

(13)

Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002. tentang Perlindungan Anak. 2003. bandung :

Citra Umbara

Yahaya, A & Ramli, J. Dkk. 2009. The Relationship between Dimensions of Personality, Self Concept and Family Influence on Students in the FELDA Scheme in Johore Malaysia.

European Journal of Social Sciences. Volume 11. No 2

Yesi, G. 2012. Kekerasan Terhadap Anak.

http://geraldinyesi.blogspot.com/2012/06/karya-ilmiah-tentang-kekerasan-terhadap.html 13 September 2012

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, apabila sistem pembiayaan haji di PT Arminareka Perdana terdapat persamaan dalam sistem marketing pada bisnis MLM, maka tentunya akan menjadi problem

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika antara kelompok siswa yang mengikuti model pembelajaran

[r]

Studi ini menganalisis pengaruh pendidikan, pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, terhadap kemiskinan di kabupaten kota provinsi jawa timur tahun

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Program Studi Manajemen Strata

Syarat mutu biji kakao menurut SNI 2323-2008 ditentukan berdasarkan adanya serangga hidup atau benda asing, kadar air, adanya biji berbau asap abnormal atau berbau asing lainnya,

Oleh karena Pulau Gili Sulat dan Gili Lawang pada umumnya merupakan kawasan mangrove, sehingga daerah ini tidak berpenghuni atau tidak didiami secara menetap, kecuali pada