• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Konservasi dalam Lingkungan Hidup. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Reklamasi Pantai di Teluk Benoa Provinsi Bali: Studi terhadap Peraturan Presiden Repub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan tentang Konservasi dalam Lingkungan Hidup. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Reklamasi Pantai di Teluk Benoa Provinsi Bali: Studi terhadap Peraturan Presiden Repub"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan tentang Konservasi dalam Lingkungan Hidup.

2.1.1. Pengertian Konservasi.

Menurut kamus Oxford, kata konservasi berasal dari to conserve, yang berarti: (i) to

use as little of something as possible so that it last long (menggunakan sesuatu sedikit mungkin

sehingga ia dapat bertahan lama), (ii) to protect something and prevent it from being changed

or destroyed (melindungi sesuatu dan mencegahnya dari perubahan dan kerusakan). Dalam

pengertian yang pertama, Konservasi berarti Penghematan. Pengertian ini dipakai dalam istilah konservasi air (water conservation). Tumbuh-tumbuhan di daerah melakukan adaptasi morfologis dan fisiologis untuk mengkonservasi air, alias menghemat air. Pengertian kedua memiliki arti yang serupa dengan perlindungan. Menurut The Harper Collins dictionary of environmental science, conservation: the management, protection and preservation of natural

resources and environment. Dalam pengertian ini, Konservasi mencakup arti yang luas,

mencakup pengelolaan, perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.1 Konservasi adalah pelestarian atau perlindungan. Secara harfiah, konservasi berasal dari bahasa Inggris, (Inggris) Conservation yang artinya pelestarian atau perlindungan.2 Sedangkan

1 Wiryono,2013, Pengantar Ilmu Lingkungan, Pertelon Media: Bengkulu, cet. 1, hal. 152.

2 Reif, J.A. Levy, Y. 1993. Password: Kamus Bahasa Inggris Untuk Pelajar. PT. Kesaint Blanc Indah Corp.

(2)

menurut ilmu lingkungan, Konservasi adalah (a) Upaya efisiensi dari penggunaan energi, produksi, transmisi, atau distribusi yang berakibat pada pengurangan konsumsi energi di lain pihak menyediakan jasa yang sama tingkatannya. (b) Upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam; (c) (fisik) Pengelolaan terhadap kuantitas tertentu yang stabil sepanjang reaksi kimia atau transformasi fisik; (d) Upaya suaka dan perlindungan jangka panjang terhadap lingkungan; (e) Suatu keyakinan bahwa habitat alami dari suatu wilayah dapat dikelola, sementara keaneka-ragaman genetik dari spesies dapat berlangsung dengan mempertahankan lingkungan alaminya.3 Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dengan berpedoman pada asas pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati di sekitarnya yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.4 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Konservasi Sumber Daya Alam adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keragamannya.5 Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam menurut Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.6 Dan Pengertian Konservasi sumber daya alam dijelaskan juga menurut Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang

3 http://www.biology-online.org/dictionary/Conservation dikunjungi pada tanggal 25 Juli 2017 pukul 14.08.

4 KEHATI, Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru Betiri, Malang, 2000, hal. 8. 5 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2005

cet. 3, hal. 589.

6 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya

(3)

Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Konservasi Sumber Daya Alam adalah Pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.7

2.1.2. Sasaran Konservasi.

Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran konservasi yaitu: (a) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga kehidupan). (b) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan. (c) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun di perairan dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi, polusi dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).8

2.1.3. Tujuan dan Manfaat Konservasi.

7 Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

8 Departemen Kehutanan, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Konservasi Sumber Daya Alam,

(4)

Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.9 Selain tujuan yang tertera di atas tindakan konservasi

mengandung tujuan: (a) Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber daya alam terhadap eksploitasi komersial, untuk memperpanjang pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi dan tata guna air; (b) Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan masa lalu yang telah membahayakan produktivitas pengkalan sumber daya alam; (c) Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji mangga, biji salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi bahan organik yang dapat diolah menjadi bahan makanan; (d) Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lain-lainnya. Penanganan sampah secara modern masih ditunggu-tunggu; (e) Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber yang telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir menggantikan minyak bumi; (f) Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam pemilihan sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara optimal, misalnya pembuatan waduk yang serbaguna di Jatiluhur, Karangkates, Wonogiri, Sigura-gura; (g) Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi pemborosan, atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya, pemanfaatan mata air untuk suatu kota tidak harus mengorbankan kepentingan pengairan untuk persawahan.10 Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya memiliki fungsi dan manfaat serta berperan penting sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat digantikan. Tindakan tidak

9 Ibid., hal.5.

(5)
(6)

obyeknya yang karakteristik merupakan kawasan ideal sebagai saran rekreasi atau wisata alam.11

2.1.4. Strategi Konservasi.

Strategi pelestarian nasional memberi ringkasan mengenai sumber daya alam terpulihkan dari negara tersebut yang berkenaan dengan ekosistem, sumber daya genetik, sistem produksi alami (hutan margasatwa, perikanan) hidrologi dan kawasan tangkapan air, ciri-ciri estetika dan geologi, situs budaya dan potensi rekreasi. Juga perlu diidentifikasi bagaimana suatu bangsa ingin menggunakan sumber daya alamnya serta pola desain tata guna lahan yang akan tetap menjaga ketersediaan sumber daya alam secara umum memaksimalkan manfaat jangka panjang dalam batas-batas yang ditentukan oleh kebutuhan spesifik negara tersebut, seperti ruang untuk hidup, lahan pertanian, hasil hutan, ikan, energi dan industri. Strategi ini biasanya berupa keputusan untuk menetapkan atau mempertahankan suatu sistem nasional kawasan yang dilindungi, lebih disukai bila mencakup beberapa kategori kawasan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Strategi Konservasi nasional yaitu: (a) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan Berdasarkan fungsi utama kawasan dalam penataan ruang, maka kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan suaka alam, hutan bakau, taman nasional, cagar alam, taman wisata alam dan kawasan rawan bencana alam termasuk dalam kawasan lindung yang keberadaannya perlu dijaga dan di lindungi. Usaha-usaha dalam tindakan perlindungan sistem penyangga kehidupan, antara lain: (i) Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang berlereng curam dan mudah terjadi erosi dengan membentuk hutan-hutan dilindungi; (ii) Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang terkendali bagi daerah hutan bakau dan hutan pantai serta daerah hamparan karang; (iii) Perlindungan

(7)

daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan tepi sungai, danau dan ngarai (revine) dengan pengelolaan yang terkendali terhadap vegetasi; (iv) Pengembangan daerah aliran sungai sesuai dengan rencana pengembangan secara menyeluruh; (v) Perlindungan daerah hutan luas misalnya dijadikan taman nasional, suaka marga satwa dan cagar alam; (vi) Perlindungan tempat-tempat yang mempunyai nilai unik, keindahan yang menarik atau memiliki ciri khas budaya (cagar budaya); (vii) Mengadakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai suatu syarat mutlak untuk melaksanakan semua rencana pembangunan.12 (b)

Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta ekosistemnya Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan dengan cara menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Perlindungan terhadap ekosistem dilakukan dengan cara penetapan kawasan suaka alam. (c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menigkatkan mutu kehidupan manusia. Pemanfaatan secara lestari dilakukan melalui kegiatan: (i) Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam secara nonkonsumtif seperti pariwisata, penelitian, pendidikan dan pemantauan lingkungan; (ii) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar antara lain dengan pengembangan perikanan, kehutanan dan pemunguntan hasil hutan secara lestari, pengaturan perdagangan flora fauna melalui peraturan dan pengawasan dalam menentukan jatah (quota) dan perijinan, memajukan bududaya dan perbaikan selektif (permuliaan) semua jenis yang mempunyai nilai langsung bagi manusia.13

2.1.5. Cara-cara Konservasi.

12 Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, PT RajaGrafindo Persada:

Jakarta, cet. 2, hal. 179.

(8)

Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sampai batas-batas tertentu yang tidak mengganggu kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun eksitu. (a) Konservasi

insitu (di dalam kawasan) adalah konservasi flora fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam

habitat aslinya agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan contoh-contoh perwakilan ekosistem darat dan laut beserta flora fauna di dalamnya. Konservasi insitu dilakukan dalam bentuk kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa), zona inti taman nasional dan hutan lindung. Tujuan konservasi insitu untuk menjaga keutuhan dan keaslian jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya secara alami melalui proses evolusinya. Perluasan kawasan sangat dibutuhkan dalam upaya memelihara proses ekologi yang esensial, menunjang sistem penyangga kehidupan, mempertahankan keanekaragaman genetik dan menjamin pemanfaatan jenis secara lestari dan berkelanjutan. (b) Konservasi eksitu (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara pengumpulan jenis, pemeliharaaan dan budidaya (penangkaran). Konservasi

eksitu dilakukan pada tempat-tempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan raya,

(9)

untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayati. Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pendidikan dan penyuluhan. Dalam hubungan ini dikenal adanya kelompok pecinta alam, kader konservasi, kelompok pelestari sumber daya alam, LSM dan lain-lainnya.14

2.1.6. Sejarah Konservasi di Indonesia.

Konservasi sumber daya alam hayati di Indonesia dimulai dengan peraturan mengenai kehutanan di Jawa dan Madura, yaitu dengan ditetapkannya Reglement op het beheer en de

exploitatie der houtbossen op Java en Madoera pada tahun 1865. Peraturan ini diganti dengan

suatu boschreglement yang baru pada tahun 1874. Pada tahun 1897 diagnti lagi dengan

Reglement voor het den dienst van het Boschwezen op Java en Madoera, keduanya berlaku

sampai tahun 1913. Adapun yang dipakai sebagai landasan kerja Jawatan Kehutanan adalah yang ditetapkan pada tahun 1927, yaitu Reglement voor het beheer der bosschen van den Lande

op Jawa en Madoera, yang dikenal juga sebagai Boschordonnantie voor Jawa en Madoera

1927.

Untuk hutan di luar Jawa dan Madura pada waktu itu tidak ada peraturannya. Pada permulaan tahun 1937 telah diajukan Rancangan Boschordonnantie Buitengewesten kepada Volksraad, akan tetapi sampai pecah Perang Dunia ke-II, rancangan tersebut belum selesai dibicarakan. Ordonansi yang penting di bidang perlindungan satwa adalah

Dierenbeschermingsordonnantie yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 1931 untuk seluruh wilayah

Hindia Belanda (Indonesia ). Berdekatan dengan ordonansi ini adalah peraturan tentang perburuan, yaitu Jachtordonnantir 1931 dan Jachtordonnantie Java en Madoera 1940. Ordonansi yang mengatur perlindungan alam adalah Natuurbeschermingsordonnantie 1941.

(10)

Ordonansi ini mencabut ordonansi yang mengatur cagar-cagar alam dan suaka-suaka margasatwa, yaitu Natuurmonumenten en Wildreservatenordonnantie 1932 dan menggantikannya dengan Natuurbeschermingsordonnantie 1941 tersebut.

Ordonansi tersebut dikeluarkan untuk melindungi kekayaan alam di Hindia Belanda (Indonesia). Peraturan-Peraturan yang tercantum di dalamnya berlaku terhadap suaka-suaka alam atau Natuurmonumenten, dengan perbedaan atas suaka-suaka margasatwa dan cagar-cagar alam. Keempat ordonansi tersebut di atas, yaitu Dierenbeschermingsordonnantie 1931, Jachtordonnantie 1931, Jachtordonnantie Java en Madoera 1940, dan Natuurbeschermingsordonnantie 1941 dicabut berlakunya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang diundangkan pada tanggal 10 Agustus 1990. 15

Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tersebut di antaranya menyatakan bahwa Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang. Modal dasar sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan dan keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila. Sumber

15 Koesnadi Hardjasoemantri, 1991, Hukum Perlindungan Lingkungan; Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

(11)

daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang perlindungan tumbuhan dan satwa yang dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin lagi. Oleh karena sifatnya yang luas dan menyangkut kepentingan masyarakat secara keseluruhan, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Peran serta rakyat akan diarahkan dan digerakkan oleh Pemerintah melalui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu, Pemerintah berkewajiban meningkatkan pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat dalam rangka sadar konservasi.

(12)

kebutuhan manusia yang menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan (pengawetan sumber plasma nutfah); (c) mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara optimal, baik di darat maupun perairan, dapat mengakibatkan timbulnya gejala erosi genetik, polusi, dan penurunan potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).

(13)

seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah mengalami Perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1988, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan belum mengatur secara lengkap dan belum sepenuhnya dapat dipakai sebagai dasar hukum untuk pengaturan lebih lanjut. Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang bersifat nasional dan menyeluruh sangat diperlukan sebagai dasar hukum untuk mengatur perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar dapat menjamin pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu kehidupan manusia.16

2.2. Pengaturan (Regulasi) tentang berbagai Ketentuan yang mengatur

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan

Kebijakan Strategis Nasional dalam Penataan Ruang secara Nasional dan

Daerah.

2.2.1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

(14)

Pasal 18 ayat (1) berbunyi Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 18 ayat (2) berbunyi Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan.

Pasal 18 ayat (3) berbunyi Pemerintahan Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

Pasal 18 ayat (4) berbunyi Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.

Pasal 18 ayat (5) berbunyi Pemerintah Daerah menjalankan Otonomi seluas-luasnya, kecuali Urusan Pemerintahan yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai Urusan Pemerintah Pusat.

Pasal 18 ayat (6) berbunyi Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan Peraturan-Peraturan lain untuk melaksanakan Otonomi dan Tugas Pembantuan.

Pasal 18 ayat (7) berbunyi Susunan dan Tata Cara Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur dalam Undang-Undang.17

(15)

Pasal 18A ayat (1) berbunyi Hubungan Wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota atau antara Provinsi dan Kabupaten dan Kota, diatur dengan Undang-Undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman Daerah.

Pasal 18A ayat (2) berbunyi Hubungan Keuangan, Pelayanan Umum, Pemanfatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang.18

Pasal 18B ayat (1) berbunyi Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.

Pasal 18B ayat (2) berbunyi Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.19

2.2.2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Undang Kehutanan ini diundangkan pada tanggal 24 Mei 1967. Undang-Undang ini telah mengalami beberapa perubahan berhubung semakin penting akan pengawasan hutan dan pelestarian dalam perkembangan hidup di zaman modern ini.

18 Pasal 18A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(16)

Pasal 1 Angka 9 berbunyi Hutan Konservasi adalah Kawasan Hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.20

Pasal 6 ayat (1) berbunyi Hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu: (a) Fungsi Konservasi; (b) Fungsi Lindung, dan; (c) Fungsi Produksi.

Pasal 6 ayat (2) berbunyi Pemerintah menetapkan Hutan berdasarkan Fungsi Pokok sebagai berikut: (a) Hutan Konservasi; (b) Hutan Lindung, dan; (c) Hutan Produksi.21

Pasal 7 berbunyi Hutan Konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a terdiri dari: a) Kawasan Hutan Suaka Alam; b) Kawasan Hutan Pelestarian Alam, dan; c) Taman Buru.22

Pasal 8 ayat (1) berbunyi Pemerintah dapat menetapkan Kawasan Hutan tertentu untuk tujuan khusus.

Pasal 8 ayat (2) Penetapan kawasan hutan dengan tujuan khusus, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan untuk kepentingan umum seperti: a) penelitian dan pengembangan; b) pendidikan dan latihan, dan; c) religi dan budaya.

Pasal 8 ayat (3) Kawasan Hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak mengubah Fungsi Pokok Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.23

20 Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167).

21 Perhatikan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167).

22 Perhatikan Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167).

23 Perhatikan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

(17)

2.2.3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Undang-Undang ini diundangkan pada tanggal 11 Maret 1982, selanjutnya disingkat UULH (Undang-Undang Lingkungan Hidup).

Pasal 2 berbunyi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilaksanakan berdasarkan asas: a) tanggung jawab negara; b) kelestarian dan keberlanjutan; c) keserasian dan keseimbangan; d) keterpaduan; e) manfaat; f) kehati-hatian; g) keadilan; h) ekoregion; i) keanekaragaman hayati; j) pencemar membayar; k) partisipatif; l) kearifan lokal; m) tata kelola pemerintahan yang baik; dan n) otonomi daerah.24

Pasal 3 berbunyi Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan: a) melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b) menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia; c) menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d) menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e) mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup; f) menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan; g) menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia; h) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i) mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan j) mengantisipasi isu lingkungan global.25

Pasal 57 ayat (1) berbunyi Pemeliharaan Lingkungan Hidup dilakukan melalui upaya: a) Konservasi Sumber Daya Alam; b) Pencadangan Sumber Daya Alam; dan/atau c) Pelestarian Fungsi Atmosfer.

24 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059).

25 Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan

(18)

Pasal 57 ayat (2) berbunyi Konservasi Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan: a) Perlindungan Sumber Daya Alam; b) Pengawetan Sumber Daya Alam; dan c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.

Pasal 57 ayat (3) berbunyi Pencadangan Sumber Daya Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Sumber Daya Alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 57 ayat (4) berbunyi Pelestarian Fungsi Atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a) Upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b) Upaya Perlindungan lapisan ozon; dan c) Upaya Perlindungan terhadap hujan asam.26

2.2.4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Undang-Undang ini yang selanjutnya disebut Undang-Undang Konservasi Hayati (UUKH), diundangkan pada tanggal 10 Agustus 1990. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Penulis mendefinisikan Konsiderans (Pertimbangan) dalam UUKH bahwa Sumber Daya Alam Hayati Indonesia dan Ekosistemnya; serta Unsur-unsur Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang mempunya kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, dimana pada dasarnya saling tergantung antara satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi sehingga kerusakan dan kepunahan salah satu unsur akan berakibat terganggunya ekosistem, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang serta terpelihara dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan. Dalam hal ini, Penulis memaparkan aturan atau

26 Perhatikan Penjelasan Pasal 57 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

(19)

ketentuan yang mengatur tentang pemanfaatan, pelestarian, pengawetan dan perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 2 berbunyi bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.27

Pasal 2 berbunyi bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya berasaskan Pelestarian Kemampuan dan Pemantapan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara serasi dan seimbang28

Pasal 3 berbunyi bahwa Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.29

Pasal 5 berbunyi Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: a) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan; b) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.30

2.2.5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

27 Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).

28 Perhatikan Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).

29 Perhatikan Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).

30 Perhatikan Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

(20)

Pasal 4 berbunyi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan: (a) melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; (b) menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (c) memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan d) meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.31

Pasal 23 ayat (1) berbunyi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.

Pasal 23 ayat (2) berbunyi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut: (a) konservasi; (b) pendidikan dan pelatihan; (c) penelitian dan pengembangan; (d) budidaya laut; (e) pariwisata; (f) usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari; (g) pertanian organik; dan/atau; (h) peternakan.

Pasal 23 ayat (3) berbunyi kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya wajib: (a) memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan; (b) memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; serta c) menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.

31 Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

(21)

Pasal 23 ayat (4) berbunyi Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi persyaratan pada ayat (3) wajib mempunyai HP-3 yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 23 ayat (5) berbunyi Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah dengan Masyarakat yang bersangkutan.32

Pasal 28 ayat (1) berbunyi Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diselenggarakan untuk: (a) menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; (b) melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain; (c) melindungi habitat biota laut; dan d) melindungi situs budaya tradisional.

Pasal 28 ayat (2) berbunyi Untuk kepentingan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi.

Pasal 28 ayat (3) berbunyi Kawasan Konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan Ekosistem diselenggarakan untuk melindungi: (a) sumber daya ikan; (b) tempat persinggahan dan/atau alur migrasi biota laut lain; (c) wilayah yang diatur oleh adat tertentu, seperti sasi, ma mane'e, panglima laot, awig-awig, dan/atau istilah lain adat tertentu; dan (d) ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan.33

32 Pasal 23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).

33 Perhatikan Penjelasan Pasal 28 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007

(22)

2.2.6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang merupakan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang. Undang-Undang tersebut selanjutnya disingkat UU Penataan Ruang atau UU Tata Ruang.

Pasal 2 berbunyi Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas: (a) keterpaduan; (b) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; (c) keberlanjutan; (d) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; (e) keterbukaan; (f) kebersamaan dan kemitraan; (g) pelindungan kepentingan umum; (h) kepastian hukum dan keadilan; dan (i) akuntabilitas.34

2.2.7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 57 berbunyi Penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD dibantu oleh Perangkat Daerah.

Pasal 58 berbunyi Penyelenggara Pemerintahan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang terdiri atas: (a) kepastian hukum; (b) tertib penyelenggara negara; (c) kepentingan umum; (d) keterbukaan; (e) proporsionalitas; (f) profesionalitas; (g) akuntabilitas; (h) efisiensi; (i) efektivitas; dan (j) keadilan.35

34 Perhatikan Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

35 Perhatikan Penjelasan Pasal 58 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang

(23)

2.2.8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulan Bencana.

Pasal 5 berbunyi bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi penanggung jawab dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.36

Pasal 6 berbunyi bahwa Tanggung jawab Pemerintah dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana meliputi: (a) pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; (b) pelindungan masyarakat dari dampak bencana; (c) penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; (d) pemulihan kondisi dari dampak bencana; (e) pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai; (f) pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan (g) pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.37

2.2.9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia mengatur tentang Kebijakan dan Strategis Penataan Ruang Wilayah Nasional yang diatur sebagai berikut:

Pasal 4 berbunyi Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang.38

Pasal 5 ayat (1) berbunyi Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: (a) peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat

36 Perhatikan Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

37 Perhatikan Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).

38 Perhatikan Penjelasan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

(24)

pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan (b) peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.

Pasal 5 ayat (2) berbunyi Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi: (a) menjaga keterkaitan antarkawasan perkotaan, antara Kawasan Perkotaan dan Kawasan Perdesaan, serta antara Kawasan Perkotaan dan Wilayah di sekitarnya; (b) mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; (c) mengendalikan perkembangan kota-kota pantai; dan (d) mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya.

Pasal 5 ayat (3) berbunyi Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana meliputi: (a) meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; (b) mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi; (c) meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; (d) meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan (e) meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi, serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional yang optimal.39

Pasal 6 berbunyi bahwa Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi: (a) Kebijakan dan Strategi pengembangan Kawasan

39 Perhatikan Penjelasan Pasal 5 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

(25)

Lindung; (b) Kebijakan dan Strategi pengembangan Kawasan Budi Daya; dan (c) Kebijakan dan Strategi pengembangan Kawasan Strategis Nasional.40

Pasal 7 ayat (1) berbunyi Kebijakan pengembangan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi: (a) pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi Lingkungan Hidup; dan (b) pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan Lingkungan Hidup.

Pasal 7 ayat (2) Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi Lingkungan Hidup meliputi: (a) menetapkan Kawasan Lindung di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; (b) mewujudkan Kawasan berfungsi Lindung dalam satu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; dan (c) mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budi daya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah.

Pasal 7 ayat (3) berbunyi Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi: (a) menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup; (b) melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; (c) melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya; (d) mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; (e) mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa

40 Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang

(26)

kini dan generasi masa depan; (f) mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap.41

Pasal 8 ayat (1) berbunyi Kebijakan pengembangan Kawasan budi daya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi: (a) perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya; dan (b) pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Pasal 8 ayat (2) berbunyi Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi: (a) menetapkan Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan Pemanfaatan Ruang wilayah; (b) mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam Kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan wilayah sekitarnya; (c) mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi; (d) mengembangkan dan melestarikan kawasan budi daya pertanian pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional; (e) mengembangkan pulau-pulau kecil dengan pendekatan gugus pulau-pulau untuk meningkatkan daya saing dan mewujudkan skala ekonomi; dan (f) mengembangkan kegiatan pengelolaan sumber daya kelautan yang bernilai ekonomi tinggi di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, dan/atau landas kontinen untuk meningkatkan perekonomian nasional.

Pasal 8 ayat (3) berbunyi Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan meliputi: (a) membatasi

41 Perhatikan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

(27)

perkembangan kegiatan budi daya terbangun di kawasan rawan bencana untuk meminimalkan potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana; (b) mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan kompak; (c) mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; dan (d) membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan besar dan metropolitan untuk mempertahankan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya. (e) mengembangkan kegiatan Budi Daya yang dapat mempertahankan keberadaan Pulau-Pulau Kecil.42

2.3.0. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Pasal 2 berbunyi Pengaturan penataan ruang diselenggarakan untuk: a) mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan penataan ruang; b) memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan c) mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam seluruh aspek penyelenggaraan penataan ruang.43

2.3.1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang.

Pasal 3 berbunyi Peraturan Pemerintah ini mengatur bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang pada tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di tingkat Nasional, Provinsi, dan/atau Kabupaten/Kota.44

42 Perhatikan Penjelasan Pasal 8 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun

2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833).

43 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan

Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103).

44 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2011 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

(28)

Pasal 4 berbunyi Tujuan pengaturan bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam Penataan Ruang adalah: a) menjamin terlaksananya hak dan kewajiban masyarakat di bidang penataan ruang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; b) mendorong peran masyarakat dalam penataan ruang; c) menciptakan masyarakat yang ikut bertanggung jawab dalam Penataan Ruang; d) mewujudkan pelaksanaan Penataan Ruang yang transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan e) meningkatkan kualitas pelayanan dan pengambilan kebijakan penataan ruang.45

2.3.2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang setiap Perencanaan atau Pelaksanaan Pembangunan suatu wilayah dalam Pola Tata Ruang Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota wajib diperlukan sebagai dasar pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut:

Pasal 2 ayat (1) berbunyi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip Pembangunan Berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau Kebijakan, Rencana, dan/atau Program.

Pasal 2 ayat (2) berbunyi KLHS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan ke dalam penyusunan atau evaluasi: (a) Rencana Tata Ruang Wilayah beserta rencana rincinya, RPJP Nasional, RPJP Daerah, RPJM Nasional, dan RPJM Daerah; dan (b) Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko Lingkungan Hidup.46

45 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran

Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160).

46 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016 Tentang Kajian Lingkungan Hidup

(29)

Pasal 3 ayat (1) berbunyi Selain rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, KLHS wajib dilaksanakan dalam penyusunan atau evaluasi rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta rencana rincinya, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu untuk pulau-pulau kecil terluar serta rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan.

Pasal 3 ayat (2) berbunyi Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b, meliputi: (a) Kebijakan, Rencana, dan/atau Program pemanfaatan ruang dan/atau lahan yang ada di daratan, perairan, dan udara yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko Lingkungan Hidup yang meliputi: 1) perubahan iklim; 2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati; 3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan; 4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam; 5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan; 6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau 7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia; dan (b) Kebijakan, Rencana, dan/atau Program lain berdasarkan permintaan masyarakat.

Pasal 3 ayat (3) berbunyi Penyusun Kebijakan, Rencana, dan/atau Program menetapkan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang wajib dilaksanakan KLHS berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a.47

2.3.3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan.

47 Perhatikan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016

(30)

Dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang usaha/kegiatan yg dimiliki oleh orang itu baik itu orang-perseorangan dan/atau badan hukum dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan adalah sebagai berikut:

Pasal 1 Angka 1 berbunyi Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.48

Pasal 1 Angka 2 berbunyi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.49

Pasal 1 Angka 3 berbunyi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.50

Pasal 2 ayat (1) berbunyi Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan.

48 Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285).

49 Pasal 1 Angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285).

50 Pasal 1 Angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan

(31)

Pasal 2 ayat (2) berbunyi Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi: a) penyusunan Amdal dan UKL-UPL; b) penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan c) permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.51

2.3.4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Pasal 2 ayat (1) berbunyi Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.

Pasal 2 ayat (2) berbunyi Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.

Pasal 2 ayat (3) berbunyi Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan/atau kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan dalam kawasan.52

Pasal 7 ayat (1) berbunyi Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.53

Pasal 14 ayat (1) berbunyi Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan analisis dampak lingkungan hidup disusun oleh pemrakarsa.54

Pasal 17 ayat (1) berbunyi Pemrakarsa menyusun analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup,

51 Pasal 2Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285).

52 Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak

Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59).

53 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59).

54 Pasal 14 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai

(32)

berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.

Pasal 17 ayat (2) berbunyi Penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, berpedoman pada pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.55

2.3.5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 2 ayat (3) berbunyi Reklamasi tidak dapat dilakukan pada Kawasan Konservasi dan alur laut.56

Pasal 3 ayat (1) berbunyi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib membuat perencanaan Reklamasi.

Pasal 3 ayat (2) berbunyi Perencanaan Reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan: (a) penentuan lokasi; (b) penyusunan rencana induk; (c) studi kelayakan; dan (d) penyusunan rancangan detail.57

Pasal 26 berbunyi bahwa Pelaksanaan Reklamasi wajib menjaga dan memperhatikan: (a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; (b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; serta (c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.58

55 Pasal 17 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59).

56 Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 267).

57 Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 267).

58 Pasal 26 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah

(33)

Pasal 31 ayat (1) berbunyi Monitoring dan Evaluasi Reklamasi dilakukan oleh Menteri, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati/Walikota atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 31 ayat (2) berbunyi Monitoring dan Evaluasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada tahap pelaksanaan Reklamasi agar sesuai dengan perencanaan dan Izin Lingkungan.59

2.3.6. Peraturan Menteri Pekerjaan dan Perumahan Umum Nomor 40/PRT/M Tahun 2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

Pasal 2 ayat (1) berbunyi Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai dimaksudkan untuk memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam perencanaan tata ruang pada kawasan yang sudah dilakukan Reklamasi.

Pasal 2 ayat (2) berbunyi Pengaturan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai bertujuan untuk mewujudkan Rencana Tata Ruang di Kawasan Reklamasi Pantai agar sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.60

2.3.7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

Pasal 2 berbunyi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi didasarkan asas: (a) Tri Hita Karana; (b) Sad Kertih; (c) keterpaduan; (d) keserasian, keselarasan dan keseimbangan; (e) keberlanjutan; (f) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; (g) keterbukaan; (h) kebersamaan

59 Pasal 31 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi Di Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 267).

60 Pasal 2 Peraturan Menteri Pekerjaan dan Perumahan Umum Nomor 40/PRT/M Tahun 2007 Tentang Pedoman

(34)

dan kemitraan; (i) perlindungan kepentingan umum; (j) kepastian hukum dan keadilan; dan (k) akuntabilitas.61

2.3.8. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Badung Tahun 2013-2033.

Pasal 3 berbunyi Penataan Ruang Wilayah Kabupaten bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Badung sebagai Pusat Kegiatan Nasional dan destinasi pariwisata internasional yang berkualitas, berdaya saing dan berjatidiri budaya Bali melalui sinergi pengembangan Wilayah Badung Utara, Badung Tengah dan Badung Selatan secara berkelanjutan berbasis kegiatan pertanian, jasa dan kepariwisataan menuju kesejahteraan masyarakat sebagai implementasi dari falsafah Tri Hita Karana.62

B. LANDASAN TEORITIS 2.3. Teori Legislasi.

Teori Legislasi merupakan salah satu teori yang sangat penting di dalam kerangka menganalisis tentang proses penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Karena dengan adanya teori itu, dapat digunakan untuk menilai tentang produk Perundang-undangan yang akan dibuat, apakah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat tersebut, sesuai atau tidak dengan teori legislasi. Teori Legislasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu legislation

of theory, bahasa Belandanya, disebut dengan theorie van de wetgeving (teori membuat atau

menyusun Undang-Undang), sedangkan dalam bahasa Jerman disebut theorie der

gesetzgebung.

61 Perhatikan Penjelasan Pasal 2 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15).

62 Pasal 3 Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(35)

Ada dua suku kata yang terdapat dalam teori legislasi, yaitu teori dan legislasi. Pengertian Legislasi disajikan dari pandangan para ahli dan yang tercantum dalam kamus hukum. Anis Ibrahim menyajikan pengertian legislasi, Legislasi sebagai: suatu proses pembuatan hukum dalam rangka melahirkan hukum positif. Legislasi ini dimulai dari tahap perencanaan pembuatan hukum, penyusunan, formulasi, pembahasan, pengesahan, pengundangan, hingga sosialisasi produk hukum. (dalam arti hukum Perundang-undangan/Peraturan Perundang-undangan).63 Undang-Undang yang mengatur tentang

penyusunan legislasi telah ditentukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang telah disempurnakan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan/Peraturan Perundang-undangan dengan Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis.

Landasan Filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebantinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan Landasan Sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat. Sedangkan Landasan Yuridis menggambarkan bahwa Peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.64

63 Anis Ibrahim, Legislasi Dalam Perspektif Demokrasi: Analisis Interaksi Poltiik Dan Hukum Dalam Proses

Pembentukan Peraturan Daerah Di Jawa Timur, Program Doktor Ilmu Hukum Undip, Semarang, 2008, hal. 114.

64 H. Salim HS, Penerapan Teori Hukum pada Peneltiian Tesis dan Disertasi (Edisi Pertama), cet. 4, Rajawali

(36)

2.4. Teori Kewenangan.

Istilah teori kewenangan berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu authority of

theory, istilah yang digunakan dalam bahasa Belanda, yaitu theorie van het gezag, sedangkan

dalam bahasa Jermannya, yaitu theorie der autoritat. Teori Kewenangan berasal dari dua suku kata, yaitu teori dan kewenangan. Sebelum dijelaskan pengertian teori kewenangan, berikut ini disajikan konsep teoretis tentang kewenangan H.D. Stoud, seperti dikutip Ridwan HR, menyajikan pengertian tentang kewenangan. Kewenangan adalah keseluruhan aturan-aturan yang berkenan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam hubungan hukum publik.65 Ada dua unsur yang terkandung dalam pengertian konsep kewenangan yang disajikan oleh H.D. Stoud, yaitu: (i) adanya aturan-aturan hukum; dan (ii) sifat hubungan hukum. Menurut Ateng Syafrudin, ada dua unsur-unsur yang tercantum dalam kewenangan, meliputi: (i) adanya kekausaan formal; dan (ii) kekuasaan diberikan oleh undang-undang.66 Sementara itu, pengertian kewenangan ditemukan dalam Black’s Law Dictionary. Kewenangan atau authority adalah: Right to exercise powers; to implement and enforce laws; to to exact obedience; to command; to judge. Control ever; jurisdiction. Often

synonymous with power.67 Dalam Konstruksi ini, kewenangan tidak hanya diartikan sebagai

hak untuk melakukan praktik kekuasaan, namun kewenangan juga diartikan: (i) untuk menetapkan dan menegakkan hukum; (ii) ketaatan yang pasti; (iii) perintah; (iv) memutuskan; (v) pengawasan; (vi) yurisdiksi; atau (vii) kekuasaan. Pada umumnya, kewenangan diartikan sebagai kekuasaan. Kekuasaan merupakan: Kemampuan dari golongan atau golongan untuk menguasai orang lain atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, kewenangan, kharisma atau kekuatan fisik.68 Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber kewenangan

65 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2008, hal. 110.

66 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab,

Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan: Bandung, 2000, hal. 22.

67 Henry Campbel Black, Black’s Law Dictionary, West Publishing Co.: Amerika Serikat, 1978, hal. 121. 68 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi

(37)

dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum, baik dalam hubungannya dengan hukum publik maupun dalam hubungannya dengan hukum privat.69

2.5. Teori Kebijakan Publik.

Harold Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikannya sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan praktik-praktik tertentu (a

projected program of goals, values, and practices). David Easton mendefinisikan sebagai

akibat aktivitas pemerintah (the impact of government activity). James Anderson mendefinisikannya sebagai a relative stable, purposive course of action followed by an actor

or set of actors in dealing with a problem or matter of concern. James Lester dan Robert

Steward mendefinisikannya sebagai a process or a series or pattern of governmental activities

or decissions that are design to remedy some public problem, either real or imagined. Austin

Ranney mendefinisikannya sebagai a selected line of action or declaration of intern. Steven A. Peterson mendefinisikannya sebagai government action to adress some problem. B.G. Peters mendefinisikannya sebagai the sum of government activities, wheter acting directly or through

agents, as it ahs an influence on the lives of citizens. Carl I. Friedrick mendefinisikannya

sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. William Jenkins mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the

selection of goals and the means of achieving them within a specified situations where those

decisions should, in principle, be within the power of those actors to achieve . . . . public policy

is agoal oriented behavior on the part of government . . . Public Policies are decisions

(38)

taken by government which define a goal and set out means toachieve it. Michael Howlett dan M. Ramesh mengemukakan bahwa public policy is a complex phenomenon consisting of numerous decisions amde by numerous individual and organizations. It is often shaped by

earlier policies and is frequently linked closely with other semingly unrelated decisions.

Thomas R. Dye mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (What government do why they do it, and what difference irt makes). Public Policy is a set of action guildelines or rules that results from the actions or lack of actions of

governmental entities. Public policy related to the social or legislative ramifications of

government policies. The corollary glossary term political aspects is customarily applied to

the process of arriving at those policies. Kita bisa menemukan lebih dari selusin definisi

Referensi

Dokumen terkait

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011.. Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara

7 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran.. Negara Republik

tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);. Peraturan

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2OO5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO5 Nomor 140, Tambahan lembaran Negara

Peraturan Peinerintah Nomor Sg Tahun 2OOS tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor