• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal Pada Lesbian (Studi Deskriptif Pada Organisasi Cangkang Queer Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Komunikasi Nonverbal Pada Lesbian (Studi Deskriptif Pada Organisasi Cangkang Queer Medan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Komunikasi merupakan aktivitas makhluk sosial. Dalam praktik

komunikasi terjadi pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan, himbauan,

permohonan, saran, usul, bahkan perintah. Proses komunikasi tersebut

memungkinkan seseorang atau sekelompok orang menerima informasi bahkan

membangun persepsi terhadap suatu hal (Effendy, 2009: 5).

Lebih lanjut, komunikasi merupakan suatu proses sosial yang sangat

mendasar dan vital dalam kehidupan manusia. Komunikasi dikatakan mendasar

karena setiap manusia, baik yang primitif maupun yang modern, berkeinginan

untuk mempertahankan suatu persetujuan mengenai berbagai aturan sosial melalui

komunikasi. Kemudian, komunikasi dikatakan vital karena setiap individu

memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan individu – individu lainnya,

sehingga meningkatkan kesempatan individu tersebut dapat bertahan hidup.

Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan individu

lainnya. Selain itu, manusia juga berhubungan dengan lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak bisa dipisahkan dari

individu – individu lain maupun lingkungan di sekitarnya. Manusia dikatakan

makhluk sosial karena manusia hidup secara berkelompok untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya. Tindakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah

berlangsung sejak manusia itu ada dan disebabkan oleh berbagai faktor

pendorong. Faktor pendorong tersebut dapat bersifat alamiah seperti dorongan

untuk mempertahankan hidup dan dorongan untuk mempertahankan kelompok.

Untuk dapat memenuhi kebutuhannya, manusia jelas membutuhkan komunikasi

dengan individu – individu lain atau lingkungan sekitarnya. Disini, komunikasi

merupakan suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi manusia dalam hidup

bermasyarakat.

Tidak hanya dalam kehidupan sosial, komunikasi juga memegang peranan

(2)

menjadi dinamika transaksional yang mempengaruhi perilaku, yang mana sumber

(komunikator) dan penerimanya (komunikan) sengaja menyandi (to code)

perilaku mereka untuk menghasilkan pesan guna merangsang atau memperoleh

sikap atau perilaku tertentu sebagai konsekuensi dari hubungan sosial.

Komunikasi juga merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti

halnya bernafas. Kebutuhan manusia untuk berhubungan/berkomunikasi dengan

sesamanya sudah dimulai sejak zaman Adam dan Hawa. Oleh karena itu,

sepanjang manusia ingin mempertahankan hidupnya, maka manusia harus

berkomunikasi. Jadi jelas bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Bagi sosiolog, komunikasi terpusat pada struktur sosial yang

mempengaruhi tingkah laku; bagi ahli bahasa, komunikasi terletak pada tata

bahasa, tata kalimat, dan makna kata; bagi biolog, komunikasi terpusat pada

komposisi fisik dan organis manusia; sementara bagi psikolog, komunikasi

terpusat pada perasaan atau motif manusia (Roqib, 2009: 55).

Dari perspektif psikologi, komunikasi merupakan cara manusia untuk

mengungkapkan perasaan. Perasaan dapat diartikan sebagai suatu rasa yang

berkaitan dengan situasi konfrontasi antara nilai pribadi dengan nilai yang lain,

sehingga menimbulkan nilai yang berbeda-beda rasanya bagi tiap orang. Oleh

karena itu, perasaan seseorang terhadap suatu hal tidak selalu sama dengan orang

lain yang juga menanggapi hal yang sama. Misal, seseorang merasa senang dapat

membantu seorang nenek yang hendak menyebrangi jalan raya, sedangkan orang

yang lainnya bisa saja merasa tidak senang. Hal ini jelas dipengaruhi dengan nilai

pribadi dan nilai-nilai lain yang menjadi penyebab perbedaan perasaan tersebut.

Kemudian, dalam mengungkapkan perasaan yang dimilikinya, manusia sering kali

melibatkan emosinya.

Manusia sejak lahir telah memiliki emosi dasar yaitu cinta, kegembiraan,

keinginan, benci, dan kagum. Sejak kecil pula manusia sudah diajarkan mengenai

cinta, baik cinta terhadap Tuhan, orang tua, teman, diri sendiri, dan sebagainya

(Marliany, 2010: 28). Dengan perantara cinta, manusia memiliki wadah untuk

(3)

Abraham Maslow, tokoh psikologi beraliran humanisme, dalam hierarki

kebutuhan yang disusunnya menempatkan cinta dan ketergolongan pada hierarki

ketiga, tepatnya berada di tengah-tengah kebutuhan biologis dan rasa aman, serta

kebutuhan akan harga diri ( self-esteem) dan aktualisasi diri. Jadi, kebutuhan

manusia akan cinta merupakan kebutuhan yang tak kalah pentingnya. Bahkan,

menurut Maslow dalam buku Mazhab Ketiga (1987) mengatakan bahwa

kegagalan kebutuhan cinta dan rasa memiliki menjadi penyebab hampir semua

bentuk psikopatologi.

Pengimplementasian cinta setiap manusia dalam suatu hubungan

percintaan berbeda-beda. Hubungan percintaan manusia terbagi atas tiga jenis,

yaitu relasi heteroseksual, homoseksual, dan biseksual. Relasi heteroseksual

merupakan seseorang yang memiliki ketertarikan seksual dengan seseorang yang

berbeda jenis kelamin dengannya. Relasi homoseksual merupakan seseorang yang

memiliki ketertarikan seksual dengan seseorang yang memiliki jenis kelamin yang

sama dengan dirinya, sedangkan relasi biseksual yaitu seseorang yang memiliki

ketertarikan seksual dengan seseorang yang memiliki jenis kelamin yang sama

dengannya dan juga seseorang yang memiliki jenis kelamin yang berbeda dengan

dirinya.

Homoseksual merupakan orientasi seksual yang ditandai dengan

timbulnya rasa suka terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sejenis atau

identitas gender yang sama. Istilah yang sudah umum dikenal masyarakat untuk

orang yang termasuk homoseksual adalah gay (untuk laki-laki), dan lesbian

(perempuan) (Oetomo, 2001: 75).

Lesbian adalah seorang perempuan yang memiliki ikatan emosional-erotis

dan seksual terutama dengan perempuan atau yang melihat dirinya terutama

sebagai bagian dari sebuah komunitas yang mengidentifikasikan dirinya seorang

lesbian. Munculnya organisasi lesbian dan gay mulai berkembang pesat sejak

diselenggarakannya Kongres Lesbian & Gay Indonesia di Kaliurang, Daerah

Istimewa Yogyakarta, pada bulan Desember 1993.

(http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_psi_0705144_chapter1.pdf).

(4)

perempuan yang memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama perempuan. Akan

tetapi, kelompok ini ada di dalam masyarakat. Hal ini terbukti dengan banyaknya

bermunculan organisasi atau komunitas yang tersebar hampir di seluruh negara,

bahkan di Indonesia sendiri. Meskipun tergolong, minoritas, kelompok ini hidup

di tengah masyarakat Indonesia.

Lesbian sebagai bagian dari homoseksual, mengalami berbagai kesulitan

dalam berinteraksi dengan masyarakat. Beberapa diantaranya cenderung tertutup

dengan menyembunyikan identitasnya sebagai seorang lesbian. Ketidaksiapan

akan konsekuensi yang mungkin akan diterima, juga mendorong semakin

tertutupnya para lesbian, tak hanya kepada masyarakat saja, bahkan juga kepada

orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, dan lain-lain.

Proses pengakuan dan pengukuhan diri agar diterima oleh masyarakat

sebagai lesbian dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan

membentuk organisasi yang diharapkan dapat menjadi jembatan efektif untuk berkomunikasi dengan masyarakat “normal” yang pada umumnya menilai para lesbian adalah orang-orang yang harus dijauhi karena menyimpang dari kaidah

norma kesusilaan.

Kesamaan hobi atau aktifitas dapat menyebabkan terbentuknya organisasi.

Dewasa ini, mudah sekali dijumpai organisasi yang terbentuk berdasarkan hobi

dan akitifitas. Sebagai contoh organisasi para mahasiswa yang mencintai dunia

pers, organisasi para aktivis, dan lain-lain. Disamping itu, organisasi yang

terbentuk atas kesamaan orientasi seksual pun juga ikut terbentuk, sebagai contoh

adanya organisasi lesbian dan gay. Organisasi ini sering berkumpul dan

berinteraksi untuk mengembangkan jaringan komunikasinya sebagai orang-orang

dengan kesamaan orientasi seksual.

Di Indonesia, terdapat beberapa organisasi lesbian yang hidup di tengah

masyarakat. Sebagai contoh, organisasi Arus Pelangi. Arus pelangi adalah sebuah

organisasi yang menaungi Lesbian, gay, bisexual, transgender, dan Intersex

(LGBTI).

Di kota Medan sendiri, lesbian mempunyai organisasinya agar dapat

melakukan berbagai aspek kehidupan dan mengekspresikannya dengan sesama

(5)

Cangkang Queer Medan merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan

Lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT).

Organisasi yang telah berdiri pada 10 Februari 2012 ini menaungi

puluhan anggota yang tercatat aktif yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja.

Mereka telah memasuki tahap dewasa awal atau bahkan sudah menjadi dewasa

akhir, sehingga mereka mengerti tentang problematika identitas diri

masing-masing. Oleh sebab itu, masih banyak diantara mereka yang cenderung menutup

identitas lesbiannya, baik dengan keluarga maupun dengan lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu, mereka memilih organisasi ini sebagai wadah dalam

mengekspresikan diri.

Organisasi yang diketuai oleh seorang gay ini memiliki slogan “Youth

Medan Revolution Of Sexuality”. Di mana melalui slogan ini, diharapkan mereka ke depannya dapat diterima di tengah masyarakat, sehingga tidak perlu

menutup-nutupi identitasnya, baik lesbian maupun gay.

Di dalam Organisasi Cangkang Queer Medan, lesbian bebas

mengekspresikan jati dirinya. Penampilan fisik adalah salah satu bentuk ekspresi

diri yang paling penting bagi mereka. Sebab, penampilan fisik yang ditampilkan

seorang lesbian dapat diidentifikasi identitas dirinya oleh lesbian yang lain. Dalam

lesbian sendiri, terdapat beberapa peran yaitu lesbian yang berperan sebagai

laki-laki yang disebut butch. Kemudian lesbian yang berperan sebagai perempuan

yang disebut femme. Setelah itu, lesbian yang bisa sebagai laki-laki atau

perempuan yang disebut andro, dan lesbian yang bukan berperan laki-laki ataupun

perempuan yang disebut no lebel.

Penampilan fisik merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal.

Menurut Larry A Samovar (Mulyana, 2002: 343), komunikasi nonverbal

mencakup rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting

komunikasi oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu yang

mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Jadi, definisi ini

mencakup perilaku yang disengaja juga yang tidak disengaja sebagai bagian dari

keseluruhan proses komunikasi. Kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa

(6)

Menurut Ronald Adler dan George Rodman, komunikasi nonverbal

memiliki empat karakteristik yaitu keberadaannya, kemampuannya

menyampaikan pesan tanpa bahasa verbal, sifat ambiguitasnya dan

ketertarikannya dalam suatu kultur tertentu (Sendjaja, 2002: 6.17).

Eksistensi atau keberadaan komunikasi nonverbal akan dapat diamati

ketika kita melakukan tindakan komunikasi secara verbal, maupun pada saat

bahasa verbal tidak digunakan. Dengan kata lain, komunikasi nonverbal akan

senantiasa muncul dalam setiap tindakan komunikasi, baik disadari maupun tanpa

disadari. Misal, saat pembicara dalam sebuah seminar menyampaikan materinya

dengan tangan dimasukkan ke dalam saku, atau saat seseorang yang hendak

melamar pekerjaan dengan mengenakan kaos dan celana robek. Komunikasi

nonverbal akan sangat berpengaruh dalam berkomunikasi.

Karakteristik lain dari komunikasi nonverbal adalah sifat ambiguitasnya.

Sifat ambiguitas ini memiliki banyak kemungkinan penafsiran terhadap sebuah

perilaku atau simbol-simbol yang digunakan. Sifat ambigu atau mendua ini sangat

penting bagi penerima atau komunikan untuk menguji setiap interpretasi sebelum

sampai pada kesimpulan tentang makna dari suatu pesan nonverbal.

Karakteristik yang terakhir adalah komunikasi nonverbal terikat dalam

suatu kultur atau budaya tertentu. Disini dimaksudkan bahwa perilaku-perilaku

yang memiliki makna khusus dalam satu budaya, akan mengekspresikan

pesan-pesan yang berbeda dengan kultur atau budaya lainnya. Misal, seseorang yang

menggelengkan kepala bermakna “tidak” bagi masyarakat Indonesia pada

umumnya. Namun, lain halnya dengan masyarakat India. Mereka kerap

menggelengkan kepalanya saat menyetujui sesuatu. Hal ini jelas memiliki

perbedaan makna dalam komunikasi nonverbal bagi masyarakat Indonesia dan

India.

Secara umum, DeVito dalam bukunya Komunikasi Antarmanusia (2011)

membagi jenis komunikasi nonverbal menjadi tiga, yaitu komunikasi tubuh;

ruang, kewilayahan, dan komunikasi sentuhan; parabahasa dan waktu.

Komunikasi nonverbal lebih lanjut dikategorikan dalam beragam jenis,

komunikasi tubuh melalui gerakan-gerakan tubuh, gerakan wajah, dan gerakan

(7)

kewilayahan, dan komunikasi sentuhan. DeVito (2011) menjelaskan bahwa

pemusatan perhatian dalam pembahasan terkait komunikasi ruang adalah jarak

ruang yang terdiri dari : jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, jarak publik.

Selanjutnya, Kewilayahan yang memiliki hubungan dengan kekuasaan. Setelah

itu, Komunikasi sentuhan atau disebut dengan haptics. Terakhir, parabahasa dan

waktu.

Tak berbeda jauh dengan DeVito, Sendjaja menjelaskan dalam Modul

Teori Komunikasi (2002) bahwa komunikasi nonverbal terdiri dari vocalics atau

paralanguage, kinesics yang mencakup gerakan tubuh, lengan, dan kaki, serta

ekspresi wajah (facial expression), perilaku mata (eye behavior), lingkungan yang

mencakup objek benda dan artifak, proxemics: yang merupakan ruang dan teritori

pribadi, haptics (sentuhan), penampilan fisik (tubuh dan cara berpakaian),

chronemics (waktu), dan olfaction (bau).

Dalam konteks lesbian, selain sebagai bentuk pengekspresian diri mereka

seperti pakaian, parfum, aksesoris, dan lain-lain, komunikasi nonverbal juga dapat

digunakan sebagai alat pertukaran informasi antara lesbian yang satu dengan

lesbian yang lain. Misal, melalui pakaian, seorang butch kerap berpenampilan

tomboi. Hal ini dapat diidentifikasi lebih mudah dibandingkan dengan femme

maupun andro. Jika pada femme, mereka cenderung berpakaian perempuan yang

memiliki ketertarikan pada lawan jenisnya atau dengan kata lain heteroseksual.

Femme cenderung berpakaian feminim, sehingga jika membaur di tengah masyarakat, identitasnya sebagai lesbian sulit terungkap. Begitu juga dengan

andro. Andro tidak memiliki penampilan fisik yang tetap.

Lebih lanjut, andro kerap mengubah penampilannya tergantung pada

peran yang dikehendakinya. Misal, saat ingin berperan sebagai laki-laki, andro

cenderung berpenampilan tomboi, namun tidak begitu mencolok layaknya butch.

Lain halnya jika ingin berperan sebagai perempuan, andro akan menyesuaikan

penampilannya agar terlihat sebagai perempuan seperti biasanya. Oleh karena itu,

penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana komunikasi nonverbal pada lesbian di

Kota Medan yang tergabung dalam Cangkang Queer Medan. Selain untuk

(8)

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat

dikemukakan fokus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

“Bagaimana komunikasi nonverbal pada lesbian yang tergabung dalam Organisasi Cangkang Queer Medan?”. Kemudian, penelitian ini hanya menguraikan bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yang digunakan pada lesbian yang tergabung dalam

Organisasi Cangkang Queer Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk komunikasi nonverbal di kalangan

lesbian yang tergabung dalam Organisasi Cangkang Queer Medan.

2. Untuk mengungkap identitas lesbian melalui komunikasi nonverbal

yang diketahui.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berdaya guna sebagai

berikut:

a. Secara akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif

terhadap perkembangan keilmuan Ilmu Komunikasi, khususnya

mengenai komunikasi nonverbal.

b. Secara teoritis

Penulis dapat menerapkan ilmu dan pengetahuan yang di dapat

selama masa perkuliahan melalui penelitian ini dan juga sekaligus

memperkaya wawasan penulis, serta hasil penelitian ini diharapkan

dapat melengkapi dan menambah pengetahuan dan wawasan orang

lain, khususnya mengenai komunikasi nonverbal.

c. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

masyarakat secara umum tentang komunikasi nonverbal pada lesbian

Referensi

Dokumen terkait

2) menempatkan evaluasi/latihan pada media yang dibuat yang bermaksud untuk mengingat dan salah satu upaya menginternalisasikan nilai kepahlawanan yang mulia bagi

Hasil : Kadar glukosa darah pada kelompok tidak sarapan dikategorikan kurang (70.4%) dan kelompok sarapan dikategorikan cukup (62.9%). Kesimpulan : Ada hubungan

Jenis game dalam penelitian ini adalah game RPG (Role Playing Game), salah satu jenis game yang menitikberatkan pada peran dan jalan cerita yang memiliki tujuan.. Player

pengawasan fungsional atas kelebihan pembayaran oleh Pemerintah Daerah dari kegiatan tahun yang lalu. Denda keterlambatan pekerjaan adalah lamanya waktu keterlambatan penyelesaian

Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan ruang parkir dengan ruang parkir yang tersedia pada off street parking , lokasi parkir yang masih mencukupi adalah lokasi

Penerapan UU NO: 32 tahun 2012 pemerintahan daerah sebagai pengganti UU NO: 23 tahun 1999,sangat di warnai oleh adanya paradigm enovasi

Apakah terdapat pengaruh secara simultan dari Normal Book-Tax Different (NBTDs) dan Abnormal Book-Tax Differences terhadap biaya modal ekuitas?..

Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ibi bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama