Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 81 DAYA SAING INVESTASI DAN PERDAGANGAN KEPULAUAN RIAU SEBAGAI GARDA TERDEPAN PERBATASAN INDONESIA-SINGAPURA
Oleh Ade Priangani
Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS Bandung
Abstrak
Istilah daya saing (competitiveness), meskipun setidaknya telah “diawali” oleh konsep keunggulan komparatif (comparative advantage) Ricardo sejak abad 18, kini mendapat perhatian yang semakin besar terutama tiga dekade belakangan ini. Daya saing, satu dari sekian jargon yang sangat populer, tetapi tetap tak sederhana untuk dipahami. Seperti diungkapkan oleh Garelli (2003), konsep yang multidimensi ini sangat memungkinkan beragam definisi dan pengukuran. Tidaklah mengejutkan jika perkembangan pandangan dan diskusi tentang daya saing tak luput dari kritik dan perdebatan yang juga terus berlangsung hingga kini.
Kata Kunci: Daya saing, investasi, perdagangan, Kepulauan Riau.
Pendahuluan
Dalam literatur, istilah “daya saing” (competitiveness) mempunyai
interpretasi/tafsiran beragam. Tak satupun yang penulis klaim sebagai
“definisi baku” yang diterima semua pihak. Tentang ini, barangkali benar
yang disampaikan Michael Porter: “There is no accepted definition of
competitiveness. Whichever definition of competitiveness is adopted, an
even more serious problem has been there is no generally accepted theory
to explain it . . .. “ (Porter, 1990). “Competitiveness remains a concept that is
not well understood, despite widespread acceptance of its importance . . . .
“(Porter, 1990).
Perkembangan terakhir mengindikasikan bahwa perumusan
paradigma untuk pengembangan daya saing itu harus memperhatikan
faktor-faktor: kompetisi, intervensi minimal dari pemerintah (negara),
penemuan ide-ide asli (genuine idea), dan perhitungan secara cermat
dampak globalisasi terhadap kehidupan sosial-politik satu bangsa. Dari
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 82
Maksudnya rumusan atau
pemahaman terhadap ketiga faktor
yang lain sangat ditentukan oleh
pemahanian kita mengenai "apa
itu globalisasi"
Konsep daya saing, dalam
kamus besar Bahasa Indonesia
adalah kemampuan makhluk hidup
untuk dapat tumbuh (berkembang)
secara normal di antara makhluk
hidup lainnya sebagai pesaing
dalam satu habitat (dalam satu
bidang usaha dsb); sedangkan
menurut Riswanda Imawan dalam
Jurnal Politika, Vol. 6, No.1, Juli
2002, berkaitan dengan aktivitas
perekonomian dan hal itupun
biasanya dipahami dalam
kerangka pikir ekonomik. Konsep
ini pada dasarnya menjelaskan
upaya peningkatan bargaining
position dalam rangka
memaksimalkan pencapaian
tujuan kita berhadapan dengan
posisi dan tujuan pihak lain.
(Riswanda, 2002: 79-80)
Dalam ekonomi, menurut
Farrel, M.J. dalam Journal of the
Royal Statistic Society, Series A,
CXX, Part 3, 253-290, dikatakan
bahwa daya saing pada tingkat
mikro (perusahaan – firm level)
sering diartikan sebagai : satu,
Kemampuan suatu perusahaan
menguasai, meningkatkan dan
mempertahankan suatu posisi
pasar; dua, Kemampuan suatu
perusahaan mengatasi perubahan
dan persaingan pasar dalam
memperbesar dan
mempertahankan keuntungannya
(profitabilitas), pangsa pasar,
dan/atau ukuran bisnisnya (skala
usahanya); dan tiga, Kapasitas
menjual produk secara
menguntungkan (Cockburn, et al.,
1998).
Dalam pandangan Porter
(1990), Konsep keunggulan
kompetitif adalah suatu cara yang
dilakukan oleh perusahaan untuk
memperkuat posisinya dalam
menghadapi pesaing dan mampu
menunjukkan
perbedaan-perbedaan dengan lainnya.
Selanjutnya Porter
menyatakan bahwa pusat
perhatian perusahaan untuk
memelihara dan menciptakan
keunggulan kompetitif adalah
mencapai kinerja yang besar,
sedangkan yag dimaksudkan
kinerja yang baik adalah yang
memenuhi kondisi berikut : satu,
Tujuan yang jelas dan pemenuhan
kebijaksanaan fungsi manajemen
seperti produksi dan pemasaran
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 83
memperlihatkan posisi yang kuat
di pasar; dua, Tujuan dan
kebijaksanaan tersebut tumbuh
berdasarkan kekuatan serta
diperbaharui secara terus menerus
sesuai dengan perubahan peluang
dan ancaman lingkungan
eksternal; tiga, Harus memenuhi
eksploitasi dan kompetisi khusus
(distentive competency) sebagai
faktor pendorong (drives factors)
untuk menjalankan sebuah
perusahaan serta dapat dilakukan
dinamis.
Kompetitif dalam hal ini
adalah salah satu cara yang
dilakukan oleh perusahaan untuk
menerapkan cara membedakan
dirinya dengan para pesaingnya.
Di samping itu, Porter melihat
bahwa salah satu faktor yang
paling penting untuk menghadapi
persaingan global adalah
kemampuan kompetitif yang
dimiliki suatu negara. Jika suatu
negara mempunyai keunggulan
dalam hal faktor biaya atau mutu
faktor yang digunakan untuk
menghasilkan suatu produk, maka
negara itu akan menjadi tempat
produksi dan ekspor akan mengalir
ke negara lain. Lebih lanjut
dikatakan bahwa untuk mencapai
keunggulan kompetitif diperlukan 3
(tiga) strategi: (1) strategi
keunggulan biaya; (2) strategi
diferensiasi, dan (3) strategi fokus.
Dalam era globalisasi
ekonomi, keunggulan kompetitif
menjadi faktor yang tidak bisa
diabaikan. Oleh karena dalam era
seperti ini tidak cukup hanya
mengandalkan keunggulan
komparatif yang dimiliki suatu
negara, sebab dalam konteks daya
saing komoditas yang akan
diperdagangkan memiliki
keunggulan komparatif dari segi
kelimpahan faktor, tetapi belum
tentu kompetitif. Oleh karena itu
Thurow (1996) mengungkapkan
bahwa suatu saat konsep
keunggulan komparatif itu akan
bergeser memperhitungkan
teknologi sebagai unsur dinamis,
oleh karena penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi telah
mampu menghasilkan peralatan
canggih untuk menggeser
sebagian besar tenaga kerja
manusia, sehingga ratio
modal/tenaga kerja bukan lagi
menjadi variabel-variabel penting,
walaupun tenaga kerja tetap
dibutuhkan namun peranannya
menjadi sangat kurang dalam
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 84
Gunawan (1998)
selanjutnya mengemukakan
bahwa competitive advantage
adalah suatu usaha yang lebih
baik dibandingkan dengan wilayah
lain termasuk kemampuan
penyesuaian teknologi hardware
(mesin produksi). Untuk
memelihara keunggulan kompetitif
yang berkelanjutan (sustainable
competitive advantage) adalah
merupakan tugas yang harus
direalisasikan.
Dalam konteks lainnya,
Tambunan (1996) mengemukakan
bahwa daya saing suatu
komoditas di pasar internasional
juga ditentukan oleh teknologinya.
Di masa depan tuntutan teknologi
merupakan karakteristik dalam
proses pengembangan ekspor
dengan mengambil dasar
pemikiran dan asumsi-asumsi
yang dibangun oleh teori klasik,
oleh karena teori-teori klasik tidak
melihat pentingnya pengaruh
proses teknologi terhadap pola
perdagangan dunia. Pada akhirnya
dikatakan bahwa keunggulan
kompetitif akan lebih menentukan
daya suatu negara atau suatu
komoditas daripada keunggulan
komparatifnya. Paltts dan Gregory
(1991) mengungkapkan bahwa
faktor pemilihan tergantung pada
keunggulan suatu komoditi yang
dihasilkan oleh perusahaan atau
industri tergantung pada
permintaan konsumen terhadap
produk cukup signifikan
mendorong perusahaan untuk
lebih kompetitif.
Berkaitan dengan daya
saing suatu komoditas, pola
perdagangan sekarang ini tidak
serta merta melihat pendekatan
pasar sebagai dasar untuk
melakukan strategi (market based
strategy) di dalam melakukan
perdagangan internasional, tetapi
juga didasarkan pada pentingnya
pendekatan yang disebut dengan
resource based strategy diamana
faktor sumber daya menjadi lebih
penting.
Indeks daya saing menurut
World Economic Forum (WEF)
dibentuk oleh 3 unsur utama, yaitu
persyaratan dasar, penopang
efisiensi, faktor inovasi dan
kecanggihan.
Menurut Porter, suatu
negara memperoleh keunggulan
daya saing / competitive
advantage (CA) jika perusahaan
(yang ada di negara tersebut)
kompetitif. Daya saing suatu
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 85
kemampuan industri melakukan
inovasi dan meningkatkan
kemampuannya. Perusahaan
memperoleh (CA) karena tekanan
dan tantangan. Perusahaan
menerima manfaat dari adanya
persaingan di pasar domestik,
supplier domestik yang agresif,
serta pasar lokal yang memiliki
permintaan tinggi. Perbedaaan
dalam nilai-nilai nasional, budaya,
struktur ekonomi, institusi, dan
sejarah semuanya memberi
kontribusi pada keberhasilan
dalam persaingan. Perusahaan
menjadi kompetitif melalui inovasi
yang dapat meliputi peningkatan
teknis proses produksi atau
kualitas produk. Selanjutnya Porter
mengajukan Diamond Model (DM)
yang terdiri dari empat determinan
(factor-faktor yang menentukan)
National Competitive Advantage
(NCA). Empat atribut ini adalah:
factor conditions, demand
conditions, related and supporting
industries, dan firm strategy,
structure, and rivalry. (Cho dan
Moon, 2003)
Factor conditions mengacu
pada input yang digunakan
sebagai faktor produksi, seperti
tenaga kerja, sumber daya alam,
modal dan infrastruktur. Argumen
Porter, kunci utama faktor produksi
adalah “diciptakan” bukan
diperoleh dari warisan. Lebih jauh,
kelangkaan sumber daya (factor
disadvantage) seringkali
membantu negara menjadi
kompetitif. Terlalu banyak (sumber
daya) memiliki kemungkinan
disia-siakan, ketika langka dapat
mendorong inovasi.
Demand conditions,
mengacu pada tersedianya pasar
domestik yang siap berperan
menjadi elemen penting dalam
menghasilkan daya saing. Pasar
seperti ini ditandai dengan
kemampuan untuk menjual
produk-produk superior, hal ini
didorong oleh adanya permintaan
barang-dan jasa berkualitas serta
adanya kedekatana hubungan
antara perusahan dan pelanggan.
Related and Supporting
Industries, mengacu pada
tersedianya serangkaian dan
adanya keterkaitan kuat antara
industri pendukung dan
perusahaan, hubungan dan
dukungan ini bersifat positif yang
berujung pada penngkatan daya
saing perusahaan. Porter
mengembangkan model dari faktor
kondisi semacam ini dengan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 86
agglomeration, yang memberi
manfaat adanya potential
technology knowledge spillover,
kedekatan dengan dengan
konsumer sehingga semakin
meningkatkan market power.
Firm strategy, Structure and
Rivalry, mengacu pada strategi
dan struktur yang ada pada
sebagian besar perusahaan dan
intensitas persaingan pada industri
tertentu. Faktor Strategi dapat
terdiri dari setidaknya dua aspek:
pasar modal dan pilihan karir
individu. Pasar modal domestik
mempengaruhi strategi
perusahaan, sementara individu
seringkali membuat keputusan
karir berdasarkan peluan dan
prestise. Suatu negara akan
memiliki daya saing pada suatu
industri di mana personel kuncinya
dianggap prestisius. Struktur
mengikuti strategi. Struktur
dibangun guna menjalankan
strategi. Intensitas persaingan
(rivalry) yang tinggi mendorong
inovasi. (Cho dan Moon, 2003)
Porter juga menambahkan
faktor lain: peran pemerintah dan
chance, yang dikatakan memiliki
peran penting dalam menciptakan
NCA. Peran dimaksud, bukan
sebagai pemain di industri, namun
melalui kewenangan yang dimiliki
memberikan fasilitasi, katalis, dan
tantanan bagi industri. Pemerintah
menganjurkan dan mendorong
industri agar mencapai level daya
saing tertentu. Hal-hal tersebut
dapat dilakukan pemerintah
melalui kebijakan insentif berupa
subsidi, perpajakan, pendidikan,
fokus pada penciptaan dan
penguatan factor conditions, serta
menegakkan standar industri.
Poin utama dari DM, Porter
mengemukakan model penciptaan
daya saing yang self-reinforcing, di
mana persaingan domestik
men-stimulasi tumbuhnya industri dan
secara bersamaan membentuk
konsumen yang maju
(sophisticated) yang selalu
menghendaki peningkatan dan
inovasi. Lebih jauh DM juga
mempromosikan industrial cluster.
Kontribusi Porter menjelaskan
hubungan antara
firm-industry-country, serta bagaimana
hubungan ini dapat mendukung
negara dan sebaliknya.
Faktor dalam menentukan
daya saing menurut IMD World
Competitiveness Yearbook terbagi
menjadi 4 kategori yaitu, kinerja
ekonomi, efisiensi pemerintah,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 87
Setiap kategori memiliki beberapa
kriteria. IMD World
Competitiveness Yearbook (WCY)
memeringkat dan menganalisis
kemampuan suatu negara dalam
menciptakan dan menjaga
lingkungan di mana perusahaan
dapat bersaing. Persaingan akan
membawa suatu negara lebih
kompetitif dibandingkan dengan
negara lain.
Kinerja ekonomi terdiri dari
77 kriteria mengenai evaluasi
makro ekonomi domestik. Kriteria
kinerja ekonomi meliputi ekonomi
domestik, perdagangan
internasional, investasi
internasional, pengangguran dan
harga.
Efisiensi pemerintah terdiri
dari 72 kriteria mengenai kebijakan
pemerintah yang mempengaruhi
iklim kompetitif. Kriteria efisiensi
pemerintah meliputi keuangan
publik, kebijakan fiskal, kerangka
kerja institusi, peraturan bisnis,
dan kerangka kerja sosial.
Efisiensi bisnis terdiri dari
68 kriteria yang mempengaruhi
kinerja perusahaan dalam inovasi,
keuntungan dan tanggung jawab.
Kriteria efisiensi bisnis meliputi
produktivitas dan efisiensi, pasar
tenaga kerja, pembiayaan, perilaku
dan praktik manajemen.
Faktor infrastruktur terdiri
dari 95 kriteria yang berhubungan
dengan segala kebutuhan dasar
untuk bisnis, teknologi, ilmiah, dan
sumber daya manusia. Faktor
infrastruktur meliputi infrastruktur
dasar, infrastruktur teknologi,
infrastruktur ilmiah, kesehatan,
lingkungan dan pendidikan.
Menurut asisten Deputi
Urusan Koordinasi Ekonomi dan
Pembiayaan Regional Kementrian
Koordinator Bidang Perekonomian,
Huda Bahweres, ada empat hal
yang dapat dilakukan dalam
peningkatan daya saing. Pertama,
perbaikan kemudahan berusaha.
Kedua, memperbaiki tata kelola
ekonomi seperti akses lahan,
infrastruktur, kualitas peraturan
daerah, dibiaya transaksi dan
keamanan. Ketiga, identifikasi dan
reformasi peraturan yang tumpang
tindih. Dan, Keempat,
penyederhanaan perizinan
terutama terkait dengan
kemudahan berusaha. (Padang
Ekspres, 29 September 2011)
Parameter daya saing
menurut pandangan Dong-Sung
Cho dan Hwy-Chang Moon, 2003,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 88
lingkungan bisnis; industri terkait
dan pendukung; permintaan
domestik (keseluruhannya
termasuk dalam faktor fisik);
pekerja; politisi dan birokrat;
wirausahawan; manajer dan
insinyur profesional
(keseluruhannya termasuk dalam
faktor manusia); peluang peristiwa.
Kalau kita bandingkan
model Diamond dari Porter dan
Model Sembilan Faktor dari
Dong-Sung Cho dan Hwy-Chang Moon
didapat sebagai berikut:
Perbandingan Model Diamond dan Model Sembilan
Faktor 2. Strategi
Perusaha 3. Industri
terkait dan pendukun 3. Industri terkait dan pendukung 6. Politisi dan
Birokrat
Sumber: Dong-Sung Cho and Hwy-Chang Moon, 2003. Terjemahan . “From Adam Smith to Michael
Porter, Evolusi Teori Daya Saing” Salemba Empat. Jakarta. Dengan perbaikan
Jika diperbandingkan
secara internasional, kemampuan
antar negara sangat berbeda
dalam dayasaingnya. Hal ini
dimungkinkan karena sejarah
perkembangannyapun memiliki
awal yang berbeda. Kaitannya
dengan siklus hidup daya saing
maka Indonesia perlu
mempertimbangkan beberapa
aspek yang menonjol atas faktor
fisik dan faktor manusia. Seorang
marketer perlu mempertimbangkan
strateginya dengan melihat
keunggulan dan faktor yang
berpengaruh atas situasi
persaingan tersebut. Negara
seperti Indonesia, faktor manusia
yang sangat menonjol adalah
politisi dan birokrat. Politisi dan
birokrat perlu dimobilisasi untuk
mendukung pengembangan
dayasaing ekspor. Dengan begitu,
kemauan politis untuk membangun
national competitiveness sangat
kuat, seperti halnya negara Korea
pada 10 tahun lalu atau Thailand
di masa kini.
Sehingga menurut Ryan
Kiryanto (Kepala Ekonom BNI),
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 89
panjang, Indonesia tidak bisa lagi
bertumpu pada faktor keunggulan
pasar, namun juga harus
memperbaiki faktor-faktor lainnya
yang selama ini dinilai masih
menjadi kelemahan agar peringkat
daya saingnya melonjak
setidaknya setara dengan sesama
negara-negara di kawasan
ASEAN. (Infobank news.com, 11
Juni 2013)
Pembahasan
Dalam melakukan analisis
daya saing, penulis mengacu pada
parameter daya saing menurut
pandangan Dong-Sung Cho dan
Hwy-Chang Moon, 2003, terdiri
dari sumberdaya alam; lingkungan
bisnis; industri terkait dan
pendukung; permintaan domestik
(keseluruhannya termasuk dalam
faktor fisik); pekerja; politisi dan
birokrat; wirausahawan; manajer
dan insinyur profesional
(keseluruhannya termasuk dalam
faktor manusia); peluang peristiwa.
Sumber Daya Alam
Kepulauan Riau memiliki
berbagai macam sumber daya
alam meliputi: bidang pertanian,
perikanan, perkebunan,
kehutanan, pertambangan, dan
lain-lain. Peranan sektor pertanian
merupakan sektor kontribusi
5,32% terhadap PDRB 2005,
Sektor tersebut belum
berkembang maksimal karena luas
lahan lebih kecil dibandingkan luas
perairan. Di luar itu, tanah merah
di kepulauan ini pun hanya bisa
ditanamin jenis tanaman tertentu
yang memerlukan penelitian dan
pengembangan khusus untuk
meningkatkan produksinya.
Luas lahan sawah di
provinsi ini mencapai 1.792 ha
sedangkan lahan bukan sawah
terdiri atas lahan kering dan lahan
lainnya mencapai 694.924 ha dan
74.607 ha, Luas lahan hortikultura
mencapai 42.728 ha. Lahan sawah
irigasi teknis mencapai 130 ha,
lahan sawah irigasi sederhana
mencapai 104 ha, sementara
lahan sawah dengan irigasi desa
mencapai luas 309 ha dan lahan
sawah tadah hujan seluas 1.249
ha. Luas lahan panen seluruh
kabupaten di Kepulauan Riau
mencapai 94 ha clan dapat
memproduksi padi sebanyak 249
ton dengan rata-rata produksi 5,20
ton/ha.
Hasil palawija adalah
jagung dengan luas lahan panen
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 90
kayu dengan luas lahan panen 708
ha dan produksi 4,927 ton; ubi
jalar 1.159 ton; dan kacang tanah
dengan lahan panen 124 ha dan
produksi 179 ton.
Produksi sayur-mayur hasil
produksi 723 ton, kacang panjang
dengan hasil produksi 1.295 ton,
bayam dengan hasil produksi
26.715 ton dan kangkung dengan
hasil produksi 842 ton.
Dari sektor perkebunan,
komoditas yang, berpotensi di
provinsi kepulauan Riau adalah
cengkeh dengan luas lahan 14.716
ha perkebunan kelapa seluas
39.491 ha, perkebunan karet
seluas 34.891 ha, perkebunan
lada seluas 449 ha, perkebunan
sagu seluas 3.949 ha, dan
perkebunan gambir seluas 996 ha.
Sektor peternakan
dibedakan menjadi tiga jenis
kelompok, masing-masing ternak
berternak lele dan unggas. Pada
kelompok ternak, kambing adalah
ternak dengan populasi terbanyak
hingga 18.166 ekor, diikuti 9.976
ekor sapi dan 422.655 ekor babi.
Populasi unggas terdiri atas
585.226 ekor ayam buras, 347.800
ekor ayam petelur, 452.510 ekor
ayam pedaging 21.634 ekor itik
26.270 ekor puyuh.
Selain perikanan tangkap,
pengembangan budidaya
perikanan yang meliputi usaha
pembenihan sampai pemanfaatan
teknologi budidaya sangat cocok di
provinsi ini. Di Kabupaten Bintan,
Karimun dan Natuna terdapat
budidaya ikan yang bernilai
ekonomis seperti ikan kerapu,
napoleon dan kakap. Potensi
budidaya ikan air tawar dapat
dikembangkan di Kabupaten
Bintan, Kabupaten Karimun,
Kabupaten Lingga, dan Kabupaten
Natuna. Pada 2006, Total produksi
perikanan tangkap mencapai
217.094,91 ton dan produksi ikan
budidaya 3.475,70 ton.
Wilayah Kepulauan Riau
memiliki potensi ekonomi yang
tinggi karena sebagian dan
kabupaten memiliki potensi hasil
tambang seperti bauksit dan timah,
sementara di bawah laut terdapat
minyak dan gas. Cadangan
minyak bumi mencapai 298,81
million meter barrel oil (MMBO),
sementara cadangan gas alam
sebanyak 55,3 triliun square cubic
feet (TSCF) terdapat di Kabupaten
Natuna. Timah dengan jumlah
cadangan, mencapai 11.360.500
m3 terdapat di Pulau Karimun.
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 91
15.880,000 ton terdapat di Pulau
Bintan dan Tanjong Pinang. Granit
dengan total cadangan mencapai
858.384.000 m3 terdapat di Pulau
Karimun dan Pulau Bintan.
Sementara pasir darat dengan
total cadangan mencapai
39.826.400 ton terdapat di Putau
Karimun dan Pulau Bintan.
Kepulauan Riau memiliki
potensi sumber daya alam mineral
dan energi yang relatif cukup
besar dan bervariasi baik berupa
bahan galian A (strategis) seperti
minyak bumi dan gas alam, bahan
galian B (vital) seperti timah,
bauksit dan pasir besi, maupun
bahan galian golongan C seperti
granit, pasir dan kuarsa.
Lingkungan Bisnis
Iklim menjalankan bisnis di
Indonesia semakin membaik,
dilihat dari daftar Doing Business
Report 2013 yang dilansir oleh
International Finance Corporation
(IFC), berada di peringkat 128 dari
185 negara. Posisi Indonesia
dalam daftar tersebut diapit oleh
Ethiopia dan Bangladesh.
Perbaikan iklim
menjalankan bisnis di Indonesia
disebabkan oleh semakin
mudahnya proses mendapatkan
sambungan listrik untuk bisnis.
Disamping itu, Kepulauan Riau,
khususnya Pulau Batam adalah
daerah yang strategis dengan
letak geografis yang berada dekat
Singapura dan Malaysia,
merupakan daerah yang cukup
baik untuk berinvestasi. Dengan
tersedianya sarana dan prasarana
yang mendukung sepenuhnya
kebutuhan usaha seperti
pelabuhan bingkar muat
berstandar international,
ketersediaan kawasan industrial
baik elektronik, perkapalan, pipa
dan lainnya. Didukung dengan
Free Trade Zone area menjadikan
Batam sebagai lokasi yang
strategis sehingga pengembangan
usaha di Batam mampu
menawarkan iklim investasi yang
berbeda dengan daerah lainnya.
Dari data yang dikeluarkan
Otorita Batam (OB) diperoleh
gambaran jumlah realisasi
investasi asing di kawasan bebas
Batam terus membaik. Pada 2011
untuk penanaman
Data Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM)
menyebutkan pada 2011 nilai
investasi Singapura mencapai US$
5,1 miliar. Pada tahun 2012 nilai
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 92
mengalami penurunan menjadi
sekitar US$ 4,9 miliar. Sedangkan
pada semester I tahun 2013
sekitar US$ 1,9 miliar.
Masa depan Batam masih
tergantung situasi Singapura,
sebab . 71,4% investasi di Batam
adalah dari Singapura. Minat
investor Singapura sangat besar
atas Provinsi ini karena alasan
tenaga kerja, teknologi dasar,
sumberdaya alam dan
ketersediaan lahan (Heng, 2006).
Singapura juga merupakan
mitra dagang terbesar dan
warganya merupakan wisatawan
mancanegara terbanyak ke Kepri.
(Media Indonesia.com, 6 Oktober
2012). Meski trend investasi
menggembirakan, neraca
perdagangan Kepulauan Riau
(Batam/Bintan) masih terlihat
sangat kecil dibandingkan dengan
potensi yang dimilikinya, namun
Singapura tetap menjadi negara
tujuan ekspor dan impor terbesar
Provinsi Kepulauan Riau.
Singapura menjadi negara tujuan
utama Kepri karena secara
geografis berdekatan. Dari struktur
ekspor, Singapura mendominasi
hingga 63,06 persen dari total
ekspor Kepri rata-rata US$ 6,82
miliar setiap tahun. Sedangkan
struktur impor Kepri untuk
Singapura sebesar 62,32 persen
dari total impor rata-rata US$ 19,7
miliar per tahun.
Berdasarkan data BPS, laju
pertumbuhan ekspor Kepri 10,95
persen tiap tahun. Sementara laju
impor Kepri terus meningkat sejak
pemerintah menetapkan Kawasan
Perdagangan Bebas di Batam,
Bintan dan Karimun. Jika sebelum
FTZ, pada 2006-2007 impor lebih
rendah dibanding ekspor yaitu
sebesar US$ 1,97 miliar dan US$
6,49 miliar, maka setelah FTZ
tahun 2008 berlaku, impor
meningkat tajam menjadi US$
12,17 miliar dibanding ekspor US$
7,47 miliar. Tahun 2008 terjadi
defisit neraca perdagangan US$
4,7 miliar. (AntaraNews, 22
Januari 2011)
Ekspor Batam tahun 2008
mencapai US$ 6,49 miliar. Lima
komoditas utamanya ekspor yakni
mesin/peralatan listrik,
mesin-mesin/pesawat mekanik, produk
besi dan baja, kapal laut dan
perangkat optik. Sementara impor
tahun 2008 US$ 10.061 juta.
Komoditas impor utama impor
yakni mesin/peralatan listrik,
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 93
pesawat mekanik, produk besi dan
baja, serta besi dan baja.
Industri pengolahan di
Batam umumnya industri substitusi
impor yang tergantung pada bahan
baku impor cukup besar
jumlahnya. Industri ini merupakan
model yang paling kompetetitif
dilihat dari biaya produksi tiap
negara. Terkait teori lokasi
Industri, saat ini Indonesia
bersaing dengan China, Vietnam
dan India. Seperti yang
diungkapkan Paul Krugman
(2008), peraih Nobel Ekonomi
2008, dalam bukunya Ekonomi
Internasional: Teori dan kebijakan,
tentang pola perdagangan dan
lokasi aktivitas ekonomi. Selain itu,
sebagian besar hasil produksi
Batam juga dikirim ke daerah lain
di Indonesia, baik bahan setengah
jadi maupun produk akhir. Ini tentu
menguntungkan Batam sebagai
basis produksi, namun Batam
perlu juga hati-hati terkait "pintu
masuk" impor nasional yang masih
terlihat juga barang illegal.
Nilai ekspor Provinsi
Kepulauan Riau tahun 2009
mencapai US$ 8.268,81 juta.
Ekspor ke Singapura selama tahun
2009 mencapai US$ 4.773,24 juta
dengan konstribusi 57,73 persen.
Sedangkan nilai impor Provinsi
Kepulauan Riau mencapai US$
9,16 miliar. Negara pemasok
barang impor Provinsi Kepulauan
Riau Desember 2009 terbesar
ditempati oleh Singapura dengan
nilai US$ 415,73 juta dengan
pangsa 53,56 persen.
Industri Terkait dan Pendukung
Batam sebagai salah satu
daerah industri yang cukup
strategis, membuat keberadaan
industri berkembang cukup pesat.
Dengan letak yang geografis yakni
berbatasan dengan Singapura dan
Malaysia serta terletak di Selat
Melaka yang merupakan jalur
pelayaran sibuk di dunia,
menjadikan Batam mempunyai
nilai jual lebih serta tenaga kerja
yang cukup dengan jumlah
perusahaan mencapai ribuan
perusahaan.
Keberadaan industri di
Batam di letakan pada suatu
kawasan industri yang dibagi
kepada tingkat industri itu sendiri.
Adapun macam industri di Batam
khususnya Industri ringan yang
meliputi industri manufacturing,
industri elektronika, industri
garment, industri plastik dan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 94
Industri terkait dan
pendukung di Kepulauan Riau
sudah cukup memadai hal ini
ditandai dengan adanya
kawasan-kawasan industri ringan dan berat
yang telah berdiri di Batam dan
sekitarnya. Diantaranya Kawasan
Industri ringan sebagai berikut:
Kawasan Industri Ringan Batam
Disamping kawasan industri ringan,
di Batam telah berdiri kawasan industri berat
di daerah berikut:
Kawasan Industri Berat Batam
1 Kabil Industrial Park
2 Seafront Industrial City
3 Sekupang Makmur Abadi
Sumber:http://www.batamfast.com
Dalam upaya
pengembangan kawasan industri,
Badan Pengusahaan (BP) Batam
mulai fokus mengembangkan
"Batam Techno Park" untuk
mendukung industri berbasis
teknologi di kawasan pelabuhan
dan perdagangan bebas (FTZ).
Saat ini pembangunan "Batam
Techno Park" digunakan untuk
memfasilitasi industri teknologi dan
juga memfasilitasi startup UKM
yang berbasiskan IT.
Disamping itu, kawasan
Industri Batamindo, menjadi
kawasan industri terbaik di luar
pulau Jawa. Dari 74 kawasan
industri di Indonesia yang lolos
seleksi, Batamindo sukses
memborong tiga penghargaan
sekaligus pada Penganugerahan
Kawasan Industri yang digelar oleh
Kementerian Perindustrian pada
24 Oktober 2013. Gelar pertama
yang direbut Batamindo yakni
sebagai kawasan industri terbaik di
Luar Pulau Jawa. Lalu kedua
sebagai kawasan industri terbaik
ke-3 se Indonesia dan ketiga
sebagai kawasan industri yang
memiliki pengelola lingkungan
terbaik peringkat ke-2 seluruh
Indonesia.
Permintaan Domestik
Permintaan Domestik
Kepulauan Riau pada hakekatnya
sejalan dengan permintaan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 95
nasional. Permintaan Domestik
Kepulauan Riau dinilai oleh Dana
Moneter Internasional (IMF)
tumbuh kuat dan berkelanjutan.
Indonesia memiliki posisi yang
kuat di tengah situasi global yang
tidak menentu. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang mencapai
6 persen pada tahun 2012 dan 6,3
persen pada tahun 2013.
Meskipun demikian, IMF menilai
pertumbuhan Indonesia
membutuhkan reformasi lebih
lanjut.
IMF mencatat langkah
reformasi kebijakan dan struktur
makro ekonomi selama lebih dari
satu dekade terakhir telah
membuat Indonesia memiliki posisi
yang kuat di tengah krisis global.
Keseimbangan sektor keuangan
dan korporasi Indonesia cukup
sehat. Turunnya utang
memberikan kelonggaran bagi
pemerintah untuk lebih leluasa
mengeluarkan stimulus.
IMF memprediksi
permintaan domestik Indonesia
yang kuat akan mendorong
tumbuhnya kredit dan
mengakibatkan inflasi di angka 5
persen pada akhir tahun 2013. IMF
memperkirakan transaksi berjalan
Indonesia akan menyentuh level
defisit tahun 2013 akibat
pelemahan permintaan global.
Dalam jangka menengah,
defisit masih akan terjadi akibat
tingginya impor barang modal
yang dibiayai oleh investasi asing
langsung. Defisit terjadi bukan
karena pelemahan fundamental
ekonomi Indonesia, tapi lebih
karena upaya pemerintah
mendorong peningkatan investasi
asing langsung.
Pekerja/Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan
faktor utama dalam pembangunan
nasional, regional dan sektoral.
Provinsi Kepulauan Riau memiliki
letak geografis yang strategis
berbatasan langsung dengan 5
(lima) negara tetangga, memiliki
keunggulan investasi internasional
dan menjadi lokomotif
perekonomian nasional di bidang
industri dan perdagangan.
Sampai saat ini masalah
ketenagakerjaan masih cukup
kompleks, seperti besarnya jumlah
penganggur seiring jumlah
angkatan kerja yang kian
meningkat. Sumber Sakernas
Agustus 2012 jumlah penganggur
terbuka di Provinsi Kepulauan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 96
5,37 persen dan jumlah angkatan
kerja 871.365 orang.
Selain itu kualitas tenaga
kerja yang masih rendah serta
informasi pasar kerja yang relatif
masih terbatas, permasalahan
menyangkut pengupahan pekerja
yang masih rendah baik yang
diakibatkan produktivitas pekerja
yang masih rendah maupun akibat
penerapan upah yang diterapkan
oleh perusahaan.
Masalah utama
ketenagakerjaan diantaranya
adalah besarnya pengangguran
terbuka, jumlah setengah
penganggur yang sangat besar,
serta masalah lain seperti
rendahnya kualitas angkatan kerja,
rendahnya produktivitas kerja, dan
rendahnya kesejahteraan pekerja,
sehingga bersifat multi
dimensional antara berbagai faktor
ekonomi, faktor sosial, dan faktor
lainnya. Oleh karena itu diperlukan
kebijakan yang komprehensif dan
multi dimensi. Untuk itu maka
diperlukan suatu perencanaan
tenaga kerja yang dapat dijadikan
acuan oleh seluruh pemangku
kepentingan di Provinsi Kepulauan
Riau.
Politisi dan Birokrat
Politik blok birokrasi atau
(bahasa Inggris: building blocks)
dalam administrasi publik adalah
menyangkut umumnya dilakukan
oleh para politisi hasil dari sebuah
pemilu dan para birokrat dalam
kriteria normatif kebijakan untuk
mengalokasikan tugas pembuat
kebijakan oleh politisi non birokrat
dalam pendelegasian dan
menunjukkan bidang kerja
birokrasi yang bersinambung
bahwa keduanya umumnya dapat
berbeda secara umum disebut
jabatan karier dan non karier
dalam bentuk dan tatanan yang
mengandung struktur dan kultur,
struktur yang mengetengahkan
sebuah susunan dari suatu
tatanan dan kultur yang
mengandung nilai (values), sistem
kebiasaan yang dilakukan oleh
para pelakunya yang dapat
mencerminkan perilaku dari
sumberdaya manusianya.
Hubungan antara pejabat
politik (political leadership) dan
birokrasi yang akan menjadikan
suatu hubungan yang konstan
(bersinambung) antara fungsi
kontrol dan dominasi dalam
hubungan seperti ini maka akan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 97
mengontrol siapa dan siapa pula
yang menguasi, memimpin dan
mendominasi siapa, persoalan ini
sebenarnya merupakan persoalan
klasik sebagai perwujudan
dikotomi politik dan administrasi
kemudian timbul dua pertanyaan
yakni apakah birokrasi sebagai
subordinasi dari politik (executive
ascendancy) atau birokrasi sejajar
dengan politik (bureaucratic
sublation).
Gangguan politikus
terhadap birokrasi kerap terjadi di
semua daerah, termasuk
Kepulauan Riau. Sedangkan
birokrasinya sendiri masih menjadi
hambatan bagi investor untuk
mengembangkan investasinya di
Indonesia, khususnya di
Kepulauan Riau. Reformasi
birokrasi yang sudah
terus-menerus diupayakan dan
digulirkan oleh pemerintah, tidak
serta-merta bisa memenuhi
harapan para pengusaha.
Birokrasi masih saja dianggap
rumit dan berbelit-belit.
Pemerintah pun berupaya
memberikan kenyamanan dan
pelayanan kepada investor. Tidak
hanya dengan menjaga kondisi
keamanan wilayah, tetapi
terus-menerus berupaya menciptakan
dan menjaga iklim berinvestasi
dalam bentuk kelancaran birokrasi.
Sebagai salah satu realisasi
konkret dari upaya itu, Sejak bulan
Juli 2013, dari pemerintah pusat
melalui BKPM (Badan Koordinasi
Penanaman Modal) telah
dilakukan perbaikan Tata Cara
Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal. Perbaikan itu
melalui Peraturan Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) Nomor 5 Tahun 2013,
terkait Tata Cara Perizinan dan
Non Perizinan Penanaman Modal,
yang merevisi Peraturan Kepala
BKPM sebelumnya, yaitu Perka
BKPM Nomor 12 Tahun 2009.
Hal itu dilakukan dalam
rangka penyerderhanaan norma,
standar, prosedur, dan kriteria
Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal. Sebagai
panduan pelaksanaan pelayanan
penanaman modal terkait prosedur
pengajuan dan persyaratan
permohonan perizinan dan non
perizinan di instansi
penyelenggaraan PTSP
(Pelayanan Terpadu Satu Pintu) di
bidang Penanaman Modal, para
pelaku dan usaha, serta
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 98
Pedoman dan Tata Cara
Perizinan dan Nonperizinan
Penanaman Modal tersebut
bertujuan untuk mewujudkan
kesamaan dan keseragaman
prosedur pengajuan dan
persyaratan tata cara Perizinan
dan Non perizinan Penanaman
Modal di Instansi penyelenggaraan
PTSP di bidang Penanaman
Modal di seluruh Indonesia. Di
samping itu akan memberikan
informasi kepastian waktu
penyelesaian permohonan
Perizinan dan Nonperizinan
Penanaman Modal dan akhirnya
diharapkan dapat tercapainya
pelayanan yang mudah, cepat,
tepat, akurat, transparan, dan
akuntabel. Yang, tentu saja sesuai
dengan kewenangan
masing-masing kabupaten/kota maupun
provinsi sendiri.
Kemajuan berarti dari Perka
BKPM No 5 Tahun 2013 itu, yaitu,
untuk memulai usaha, investor
sudah tidak perlu lagi melakukan
pendaftaran penanaman modal.
Tetapi, investor bisa langsung
mengajukan permohonan untuk
mendapatkan Izin Prinsip
Penanaman Modal.
Maka, sesuai
kewenangannya, pemerintah
provinsi hanya akan mengeluarkan
izin sesuai urusan dan
kewenangan yang menjadi
kewenangan provinsi. Akan tetapi
khusus kewenangan perizinan di
kawasan bebas Batam Bintan
Karimun diatur tersendiri, yaitu
para pengusaha dapat
mengajukan permohonan
perizinan ke Badan Pengusahaan
Batam Bintan Karimun.
Khusus untuk wilayah Kepri,
maka urusan Pemerintah di
Bidang Penanaman Modal yang
diberikan pelimpahan wewenang
kepada Gubernur dan
urusan-urusan pemerintah Provinsi yang
ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan
untuk wilayah Natuna Anambas
Lingga (NAL) dan Tanjungpinang
masih dikeluarkan oleh Badan
Penanaman Modal dan Promosi
Daerah (BPMPD), dan pada akhir
tahun 2013 akan dikeluarkan oleh
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) Provinsi Kepri. Perda
PTSP-nya sendiri sedang dalam
proses penyelesaian pada triwulan
IV ini.
Adapun jenis-jenis layanan
Perizinan dan Non-perizinan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 99
1. Layanaan Perizinan
Penanaman Modal: Izin
Prinsip Penanaman Modal;
Izin Usaha untuk berbagai
sektor usaha; Izin Prinsip
Perluasan Penanaman
Modal; Izin Usaha
Perluasan untuk berbagai
sektor usaha; Izin Prinsip
Perubahan Penanaman
Modal; Izin Usaha
Perubahan untuk berbagai
sektor usaha; Izin Prinsip
Penggabungan Perusahaan
Penanaman Modal; Izin
Usaha Penggabungan
Perusahaan Penanaman
Modal untuk berbagai
sektor usaha; Izin
Pembukaan Kantor
Cabang; Izin Kantor
Perwakilan Perusahaan
Asing (KPPA) dan, Surat
Izin Usaha Perwakilan
Perusahaan Perdagangan
Asing (SIUP3A).
2. Layanan Nonperizinan:
Fasilitas bea masuk atas
import mesin; Fasilitas bea
masuk atas import barang
dan bahan; Usulan fasilitas
Pajak Penghasilan (PPh)
Badan untuk Penanam
Modal di bidang- bidang
usaha tertentu dan/atau di
daerah-daerah tertentu;
Angka Pengenal Importir
Produsen (APIP) Angka
Pengenal Importir Umum
(API-U); Rencana
Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA);
Rekomendasi Visa untuk
Bekerja (TA.01); Izin
Memperkerjakan Tenaga
Asing (IMTA).
Proses perizinan dan
legalitas usaha di Provinsi Kepri,
bisa dikatakan unik karena daerah
ini memiliki karakter yang berbeda
dengan wilayah lain di Indonesia.
Provinsi Kepri memiliki, Kawasan
Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas (Free Trade
Zone/FTZ). Masing-masing
wilayah ini sudah mengantongi
ketentuan-ketentuan dalam
prosedur legalitas usaha.
Semuanya telah diatur dalam
undang-undang, sehingga
diharapkan tidak terjadi tumpang
tindih produk hukum, yang
akhirnya dapat membingungkan
bagi investor.
Untuk itu, Pemerintah
Provinsi Kepri telah membuat
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 100
Perda No 5 tahun 2011, Tentang
Organisasi dan Tata Kerja
Inspektorat dan Badan
Perencanaan Pembangunan
Daerah, Lembaga Teknis Daerah,
Satuan Polisi Pamong Praja, dan
lembaga lain Provinsi Kepri.
Tujuan pembuatan Ranperda
tersebut adalah untuk
merumuskan upaya peningkatan
pelayanan publik, khususnya
pelayanan perizinan terpadu satu
pintu bidang penanaman modal
dan non penanaman modal,
dengan pembentukan organisasi
perangkat daerah yang sesuai
dengan kaidah pembentukan
organisasi perangkat daerah
sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Wirausahawan
Berkembangnya kewira
usahaan di Kepulauan Riau saat
ini, adalah salah satu keuntungan
dari letak strategisnya. Dimana
Kepri bertetangga dengan 2
negara, yaitu Singapura dan
Malaysia. Sehingga, perdagangan
ekspor impor menjadi mata
pencaharian hampir seluruh
masyarakat di Kepri, khususnya
kota Batam.
Kewirausahaan di
Kepulauan Riau diawali dengan
adanya industrial park di berbagai
pulau, salah satunya adalah Pulau
Batam yang dahulunya menjadi
tempat penyimpanan minyak. Di
Kepulauan Riau salah satu tempat
perdagangan bebas tepatnya di
Batam, banyak investor yang
membuka perusahaan di Batam
karena mudahnya mengimpor
bahan-bahan baku yang di
butuhkan mereka.
Untuk meningkatkan animo
masyarakat menjadi wiusahawan,
Kadin Kota Batam menyediakan
uang bantuan wirausaha bagi
mahasiswa di Batam sebesar
Rp160 juta dalam program
pembinaan kewirausahaan
mahasiswa. Mahasiswa yang
memiliki usaha cukup mengirimkan
proposal ke Kadin Batam. Usaha
yang dijalankan bisa sendiri atau
kelompok. Dan nantinya akan
diberikan bimbingan dalam usaha
yang akan dilaksanakan.
Manajer dan Insinyur Profesional
SDM merupakan faktor
utama dan strategis bagi
tercapainya keberhasilan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 101
yang kuat dan berdaya saing tinggi
dalam berbagai aspek akan
mendukung peningkatan
pembangunan, baik di bidang
ekonomi maupun di bidang sosial
dan budaya. SDM yang berdaya
saing tinggi merupakan salah satu
faktor kunci keberhasilan di era
globalisasi yang diwarnai dengan
semakin ketatnya persaingan serta
tiadanya batas antar negara
(borderless nation) dalam interaksi
hidup dan kehidupan manusia.
Oleh karena itu, untuk
memenangkan dan menangkap
peluang yang ada, pengembangan
SDM harus ditekankan pada
penguasaan kompetensi yang
fokus pada suatu bidang tertentu
yang pada gilirannya akan mampu
meningkatkan daya saing di
tingkat nasional maupun
internasional.
SDM yang berkualitas akan
mendorong terciptanya
produktivitas yang tinggi yang
akan menjadi modal dasar bagi
keberhasilan pembangunan
perekonomian secara nasional.
Selain itu, dalam menjawab
berbagai tantangan dan peluang
ke depan, dibutuhkan pula SDM
yang berjiwa wirausaha, yang
dapat memanfaatkan keunggulan
sumber daya (comparative
advantage) menjadi keunggulan
daya saing (competitive
advantage) dengan proses
transformasi nilai tambah (added
value) dan tranformasi teknologi
sebagai acuan. Dengan
tumbuhnya masyarakat yang
berjiwa wirausaha diharapkan
akan mampu menjadi modal dasar
dalam membangun perekonomian
nasional untuk mensejahterakan
kehidupan bangsa dan pada
akhirnya akan memperkuat
Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Dalam
mewujudkan SDM seperti yang
dicita-citakan tersebut diperlukan
kerja keras untuk menghadapi
berbagai kendala dan tantangan
yang berat.
Peluang Peristiwa
Peristiwa yang sedang
berlangsung di kepulauan Riau
yang diyakini akan memberikan
kontribusi pada peningkatan daya
saing adalah FTZ. Sejak
diterbitkan UU 44/2007 Tentang
Perubahan atas UU 36/2000
Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU 1/2000
Tentang Kawasan Perdagangan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 102
baru dalam pengelolaan
pertumbuhan ekonomi makin
bebas dan terbuka. implementasi
UU ini melalui PP 46/2007, PP
47/2007, dan PP 48/2007 sebagai
Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, Bintan,
dan Karimun.
Berbagai insentif di
kawasan bebas ini diharapkan
menjadi magnet bagi investor.
Aglomerasi ekonomi menjadikan
Batam sebagai salah satu yang
termasuk kawasan bebas (free
trade zone). Letaknya yang 15 km
dari Singapura menjadikan Batam
kawasan andalan Indonesia,
sebagai kawasan industri maupun
lalu lintas perdagangan
internasional.
Otonomi daerah juga
menentukan keberhasilan
pembangunan di Kepulauan Riau
terutama di wilayah Batam, Bintan,
dan Karimun (BBK). Dengan FTZ,
peluang daerah dalam
pengembangan industri dengan
investasi terbuka luas. Keuntungan
BBK dari segi geografis
(geographical advantage)
meningkatkan volume distribusi
barang dan jasa dan economies of
scale dan akhirnya penciptaan
lapangan kejra baru yang menjadi
ekspektasi masyarakat. Kini, FTZ
BBK belum signifikan mendorong
kinerja ekonomi Kepri karena
masih belum optimalnya peran
FTZ BBK. Secara teori, FTZ akan
menjadikan Kepri sebagai pusat
pertumbuhan regional ke pasar
internasional seperti
Singapura-Malaysia dan Thailand.
Optimalisasi peran FTZ
perlu terus didorong agar cita-cita
sebagai pusat poertumbuhan
ekonomi regional menjadi
kenyataan. Untuk lebih
mengotimalkan peran FTZ BBK,
kebijakan lanjutan adalah:
Pertama adalah mengembangkan
komponen barang-barang modal
dengan kemampuan dalam negeri.
Daya dukung sumberdaya
(endowment) Indonesia sangat
besar, sumber daya alam dan
manusia. Dalam jangka panjang,
efek substitusi (substitution effect)
dan efek income (income effect)
akan terjadi akibat pengurangan
komponen biaya produksi.
Kedua, perlu kembangkan
infrastruktur maritim dengan
regulasi pendukung sehingga
menunjang pelayaran dalam
negeri.
Ketiga, Perlu perbaikan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 103
agar konsentrasi industri di
kawasan BBK menyebar.
Dukungan pemerintah pusat
diperlukan seluruh kawasan FTZ.
Keempat, pemerintah pusat
dan daerah harus makin terbuka
dan profesional sehingga checklist
masalah dan key strategy harus
dijelaskan dengan transparan.
Regulasi harus konsisten dengan
perilaku birokrasi agar tercipta
kepastian hukum.
Dilihat dari 9 (sembilan)
parameter yang dikemukakan oleh
Dong-Sung Cho dan Hwy-Chang
Moon, maka kondisi kepulauan
Riau, terutama Batam dan
sekitarnya memiliki peluang daya
saing yang tinggi, tinggal sekarang
adalah bagaimana memanfaatkan
semua potensi yang ada untuk
ditingkatkan.
Kalau kita berkaca pada
The Toyota Ways, perlu adanya
sustainable innovation, sehingga
memiliki peluang sustainable of
success. Toyota Way Menjelaskan
bagaimana sistem produksi Toyota
berkembang sebagai sebuah
paradigma baru dari keunggulan
manufaktur, dan
perusahaan-perusahaan dalam industri yang
menggambarkan beragam seperti
kesehatan, teknik, farmasi dan
konstruksi, yang menggunakan
metode Toyota secara dramatis
meningkatkan kinerja mereka.
Sistem Manajemen Operasi
untuk mencapai sasaran yaitu:
kualitas terbaik, biaya terendah,
dan lead time terpendek dengan
cara mendorong orang menuju ke
sasaran. Dengan berpedoman
kepada 14 (empat belas) prinsip,
yaitu: Prinsip 1: Dasarkan
keputusan manajemen anda pada
filosofi jangka panjang, bahkan bila
harus mengorbankan tujuan
keuangan jangka pendek. Prinsip
2: Buat alur proses yang kontinyu
untuk mengangkat permasalahan
ke permukaan. Prinsip 3:
Gunakan sistem "tarik" (pull) untuk
menghindari produksi yang
berlebihan. Prinsip 4: Ratakan
beban kerja (heijunka). (Bekerjalah
seperti kura-kura, bukan seperti
kelinci). Prinsip 5: Bangun budaya agar berhenti untuk memperbaiki
masalah, sehingga kualitas yang
tepat diperoleh sejak pertama kali.
Prinsip 6: Tugas dan proses yang terstandar merupakan dasar untuk
perbaikan secara terus-menerus
dan pemberdayaan karyawan.
Prinsip 7: Gunakan pengendalian visual agar tidak ada masalah
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 104
Gunakan hanya teknologi yang
dapat dipercaya dan benar-benar
teruji untuk melayani orang-orang
dan proses. Prinsip 9:
Kembangkan pemimpin yang
benar-benar memahami
pekerjaannya, menjiwai filosofinya,
dan mengajarkannya kepada
orang lain. Prinsip 10:
Kembangkan orang-orang dan tim
yang luar biasa, yang bersedia
mengikuti filosofi perusahaan
Anda. Prinsip 11: Hormati jaringan mitra dan pemasok dengan cara
terus menantang mereka dan
membantu mereka memperbaiki
diri. Prinsip 12: Pergi dan melihat
sendiri untuk dapat benar-benar
memahami situasi (genchi
genbutsu). Prinsip 13: Ambil
keputusan secara perlahan-lahan
dengan konsensus, seksama
dalam mempertimbangkan semua
pilihan; mengimplementasikan
keputusan dengan cepat
(nemawashi). Prinsip 14: Menjadi organisasi pembelajar melalui
refleksi yang terus-menerus
(hansei) dan perbaikan yang
berkesinambungan (kaizen).
(Jeffrey K. Liker)
Penutup
Belajar dari 14 prinsip the
toyota ways, bahwa pada
hakekatnya untuk menjadi yang
terbaik (memiliki daya saing),
sebuah perusahaan atau
organisasi perlu terus
mengupayakan inovasi. Dalam
konteks ini adalah penerapan IBM
merupakan sebuah inovasi untuk
meningkatkan derajat keberhasilan
dalam meningkatkan daya saing
Indonesia terutama di investasi
dan perdagangan.
Untuk mewujudkan
sustanable inovations tadi, maka
pemerintah perlu mencoba
beberapa alternatif pengelolaan
perbatasan, manakala model yang
selama ini telah diterapkan seperti
SIJORI atau FTZ belum optimal
meningkatkan daya saing
Indonesia di wilayah perbatasan
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 105 Daftar Pustaka
Bob S. Hadiwinata. 2002. Politik
Bisnis Internasional.
Jogjakarta: Kanasius.
Bruton, G., Ahlstrom, D. and Wan,
J. (2004). Turnaround in East
Asian firms. Strategic
Management Journal, Vol. 24.
Burhan Tsani. 1990. Hukum dan
hubungan internasional.
Yogyakarta: Liberty.
Cho, Dong-Sung dan Hwy-Chang
Moon. 2003. From Adam
Smith to Michael Porter: Evolusi Teori Daya Saing. Jakarta: Salemba Empat.
C.S. George Jr. 1972. The History
or Management Thought, ed. 2nd. Upper Saddle River, NJ. Prentice Hall.
Coulter, Mary. 2002. Strategic
Management in Action. 2nd ed. New Jersey: Prentice Hall.
Cobing, EJ., 1992, The granite of
the South-Easth Asian Tin
Belt. London: British
Geological Survei.
David, Fred R. 2004. Manajemen
Strategis: Konsep-konsep (Edisi Kesembilan). PT Indeks Kelompok Gramedia. ISBN 979-683-700-5.
Darma A.S.I. 2006. Menghadapi
Singapura di Masa Depan.
Makalah Diskusi di Lab. Pertahanan “Defensia” UPN Yogyakarta, 3 Oktober 2006.
Dahuri. Rokhmin. 2009.
Enhanching Sustainable Ocean Development. Jakarta: Penerbit Anada.
Garelli, Stephane.2003. Menjadi
Nomor 1 Diabad Ke-21.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Paul A. Samuelson dan William D.
Nordhaus. 1991. Ekonomi.
diterjemahkan oleh A. Jaka Wasana. Ed. ke-12. Jakarta: Erlangga.
Porter, Michael E. 1980. CompetitiveStrategy:
Techniques for Analizing Industries and Competitors. New York: The Free Press.
Porter, Michael E. 1990. The
Competitive Advantage of Nations. 6th ed. London & Basingstoke: Macmillan Press.
Porter, Michael E. 1998a. “Clusters and the New Economics of
Competitions”. Harvard
Business Review, November-Desember.
Robert Gilpin. 1987. The Political
Economy of International
Relations, New Jersey:
Princeton University Press, Princeton.
Robbins, Stephen P and Coulter,
Mary. 2009. Manajemen.