243
Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan
PENGARUH PIJAT
WOOLWICH
TERHADAP PRODUKSI ASI
DI BPM APPI AMELIA BIBIS KASIHAN BANTUL
Oleh
Liberty Barokah, M.Keb
1, Faradila Utami, Amd. Keb
1 1Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Achmad Yani Yogyakarta.
Jl Ringroad Barat Ambarketawang Gamping SlemanYogyakarta. Telp (0274)
434200 Email : [email protected]
ABSTRAK
Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sudah dibuktikan secara ilmiah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah ibu kurang percaya diri bahwa ASI-nya dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya. ASI yang tidak keluar atau hanya keluar sedikit membuat ibu merasa ASI-nya tidak cukup. Kurangnya produksi ASI menjadi salah satu penyebab ibu memutuskan memberikan susu formula pada bayinya. Adanya rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran, menyebabkan terhambatnya pengeluaran hormon oksitosin. Hormon ini berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai stimulasi produksi ASI. Salah satu upaya untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin adalah memberikan sensasi rileks pada ibu, yaitu dengan melakukan pijat woolwich. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pijat Woolwich terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. Manfaat untuk membantu ibu postpartum agar produksi ASI-nya meningkat, sehingga diharapkan ibu memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Metode penelitian menggunakan Quasi Experimental Design dengan rancangan penelitian two group only post-test design. Kelompok kontrol adalah ibu postpartum tanpa dipijat Woolwich dan kelompok perlakuan adalah kelompok ibu postpartum yang dipijat Woolwich. Analisis data menggunakan uji independent t test dan
paired sample t test. Hasil penelitian ada perbedaan yang bermakna (p=0,011< ) produksi ASI antara kelompok kontrol (3021,88 ± 159,88) dengan kelompok perlakuan (3265,63 ± 320,79). Perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan bayi pada kelompok perlakuan lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol. Selain itu hasil juga menunjukkan bahwa ada perbedaan
yang bermakna (p=0,026< ) produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich. Pijat
Woolwich memengaruhi produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul Tahun 2016.
Kata Kunci:
Pijat Woolwich, Produksi ASI
ABSTRACT
244
Method of the research using Quasi-Experimental Design with two research group only posttest design. The control group is the postpartum mother treat without Woolwich message and a treatment group is a group of postpartum mothers who treat with Woolwich message Woolwich. Data analysis using independent t-test and paired sample t-test. The results of the research there is a meaningful difference (p = 0,011 <∝) production of Breast Milk between the control group (3021.88 ± 159.88) and group treatment (3265.63 ± 320.79). This difference is seen in the average weight of babies at greater treatment group compared with the control group. In addition, the results also showed that there is a meaningful difference (p = 0.026 <∝) production of Breast Milk before and after the Woolwich massage done. Woolwich massage influences the production of Breast Milk in BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul in 2016.
Keywords:
Woolwich Massage, The Production of Breast Milk
PENDAHULUAN
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar setiap bayi baru lahir
mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
sudah dibuktikan secara ilmiah dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi (Roesli, 2008). Namun,
ASI eksklusif merupakan salah satu program yang cukup sulit dikembangkan karena berkaitan
dengan berbagai permasalahan sosial di masyarakat. Sampai dengan tahun 2008 cakupan ASI
eksklusif di provinsi DIY baru mencapai 39,9%, menurun pada tahun 2009, yaitu sebesar 34,56%,
dan meningkat menjadi 40,03% pada tahun 2010,sedangkan pada tahun 2011, cakupan ASI
eksklusif kembali menunjukkan peningkatan menjadi 49,5%. Lebih rinci, cakupan ASI eksklusif di
Kabupaten Sleman sudah mencapai ≥ 60%, di Gunungkidul masih 20 - 39%, sedangkan di
kabupaten/kota yang lain masih berkisar antara 40 - 39% (Dinkes DIY, 2012).
Salah satu alasan penyebab ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif ini adalah ibu
kurang percaya diri bahwa ASI yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayinya (Roesli,
2008). Hal ini terjadi karena ASI yang tidak keluar atau hanya keluar sedikit pada hari-hari pertama
setelah melahirkan. Hasil Riskesdas (2013) menyatakan bahwa persentase proses bayi mulai
mendapat ASI antara 1-6 jam sebesar 35,2%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI antara
7-23 jam sebesar 37,2%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI antara 24-47 jam sebesar
13,0%, persentase proses bayi mulai mendapat ASI lebih dari 47 jam sebesar 13,7% (Kemenkes RI,
2014).
Dalam kondisi yang penuh kekhawatiran dan tidak percaya diri karena merasa ASI-nya
tidak cukup, ibu memerlukan bantuan dan dukungan untuk dapat mempertahankan produksi ASI.
Dengan rasa tidak percaya diri dan kekhawatiran akan menyebabkan terhambatnya pengeluaran
hormon oksitosin. Hormon oksitosin berdampak pada pengeluaran hormon prolaktin sebagai
stimulasi produksi ASI pada ibu selama menyusui (Amin, 2011).
Pamuji (2014) menyatakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk merangsang
hormon prolaktin dan oksitosin pada ibu setelah melahirkan adalah memberikan sensasi rileks pada
245
diteruskan ke hipotalamus dan direspons oleh hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon
prolaktin, yang akan dialirkan oleh darah ke sel mioepitel payudara untuk memproduksi ASI. Hasil
penelitian Pamuji (2014) didapatkan bahwa kombinasi metode pijat Woolwich dan endorphine
berpengaruh terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume ASI ibu postpartum.
Penelitian Desmawati (2008) didapatkan hasil bahwa ibu postpartum yang diberi intervensi
kombinasi areola massage dengan rolling massage mempunyai peluang 5,146 kali untuk terjadi
pengeluaran ASI kurang dari 12 jam postpartum.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis meneliti pengaruh pijat Woolwich
terhad
ap produksi ASI di BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul. Penelitian ini bertujiuan
untuk mengetahui pengaruh pijat
Woolwich
terhadap produksi ASI di BPM Appi Amelia
Bibis Kasihan Bantul.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian Quasi Experimental Design dengan uji beda dua mean independent
dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah two group only post-test design. Kelompok
kontrol adalah kelompok ibu postpartum tanpa dipijat Woolwich. Kelompok perlakuan adalah
kelompok ibu postpartum yang dipijat Woolwich. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu
postpartum hari pertama yang melahirkan di BPM BPM Appi Amelia Bibis Kasihan Bantul.
Pemijatan dilakukan pada pagi hari ± 15 menit selama tiga hari, dari hari pertama sampai
ketiga postpartum. Penimbangan berat badan dilakukan sebelum menyusu dan satu jam setelah
menyusu. Jumlah sampel tiap kelompok adalah 16 ibu postpartum. Analisis data menggunakan
Independent t test dan Paired t test.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok kontrol
Tabel 1. Distribusi frekuensi produksi ASI hari ke-4 kelompok kontrol
Sumber: Data Primer,2016.
Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi ASI pada kelompok kontrol semua dalam kategori
cukup 16 (100%).
Produksi ASI
(Berat Badan Bayi) N %
Cukup 16 100
Kurang 0 0
246
Gambaran Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok perlakuan
Tabel 2. Distribusi frekuensi produksi ASI hari ke-4 kelompok perlakuan
Sebelum dilakukan uji statistik parametrik, maka dilakukan uji normalitas data sebagai uji
prasyarat parametrik. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk
Tabel 3. Hasil uji normalitas data
Variabel Kelompok N p
BB Bayi Kontrol 16 0,544
Perlakuan 16 0,097
Keterangan:
Jika p-value<0.05 berarti tidak berdistribusi normal
p-value> 0.05 berarti data terdistribusi normal
Tabel 3 menunjukkan nilai p-value semuanya lebih besar dari taraf signifikansi = 0,05.
Data yang dihasilkan telah memenuhi uji prasyarat parametrik, yaitu data terbukti terdistribusi
normal.
Hasil uji perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan
Tabel 4.Hasil uji perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan
Jika p-value<0.05 berarti ada perbedaan yang bermakna Jjika p-value> 0.05 berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna.
Pada Tabel 4 berdasarkan hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna (p=0,012< ) produksi ASI (berat badan bayi) antara kelompok kontrol (3021,88 ±
159,88) dengan kelompok perlakuan (3265,63 ± 320,79). Perbedaan ini terlihat pada rerata berat
247
Hasil Uji perbedaan produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijatWoolwich
Tabel 5.Hasil uji perbedaan produksiASI sebelum dan sesudah dilakukan pijatWoolwich
Variabel CI 95%
SE Mean Lower Upper p-value
Pre-post berat badan bayi (Perlakuan)
45,529 - 209,543 - 15,456 0,026 <
Keterangan:
Jika p-value<0.05 berarti ada perbedaan yang bermakna jika p-value> 0.05 berarti tidak ada perbedaan yang bermakna
Tabel 5 berdasarkan hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang
bermakna (p=0,026< ) produksi ASI (berat badan bayi) sebelum dan sesudah dilakukan pijat
Woolwich.
Produksi ASI Hari ke-4 pada kelompok kontrol dan perlakuan
Hasil penelitian menunjukkan dari 32 bayi pada hari ke-4 tidak ada yang kehilangan berat
badan lebih dari 8% berat badan lahir. Produksi ASI cukup atau tidak dapat dilihat dari berbagai
indikator, seperti: perubahan berat badan, jumlah BAK, dan Jumlah BAB. Tanda yang paling dapat
dipercaya adalah pertambahan berat badan bayi (UNICEF, 2011).
Bila dilihat dari hasil penelitian bahwa semua bayi tidak ada yang mengalami penurunan
sebanyak 8% maka dapat disimpulkan bahwa bayi mendapatkan cukup ASI dan produksi ASI
dikatakan lancar. Berat badan bayi merupakan salah satu indikator dari kelancaran ASI yang
menurut kriteria bila ASI lancar maka berat badan bayi tidak akan turun 10% pada minggu pertama
lahir bahkan bila bayi mendapatkan ASI ekslusif penurunan hanya terjadi 3-5% pada hari ke-3 dan
berat badan pada minggu kedua minimal sama atau bahkan mengalami kenaikan (Bobak, Perry dan
Lawdermik, 2005)
Perbedaan produksi ASI antara kelompok kontrol dan perlakuan
Perbedaan ini terlihat pada rerata berat badan bayi pada kelompok perlakuan lebih besar
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini sesuai dengan Pamuji dkk. (2014)
tentang pengaruh kombinasi metode pijat Woolwich dengan endorphien terhadap kadar hormon
prolaktin dan volume ASI (Studi pada ibu postpartum di Griya Hamil Sehat Mejasem Kabupaten
Tegal) bahwa ada perbedaan bermakna rata-rata kadar hormon prolaktin dan volume ASI pada
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.
Pemberian intervensi pijat Woolwich akan merangsang keluarnya hormon endorphin.
Endorphin merupakan molekul protein yang diproduksi sel-sel dari sistem saraf dan beberapa
bagian tubuh yang berguna untuk bekerja sama dengan reseptor sedativa untuk mengurangi rasa
248
kunci bagi tubuh dan pikiran, diantaranya mengurangi rasa sakit dan menghilangkan stres (Aprillia,
2010). Jika ibu merasa tenang dan tidak stres maka hormon oksitosin akan lebih mudah diproduksi.
Faktor yang menyebabkan hormon oksitosin dikeluarkan adalah rasa tenang, nyaman, ibu tidak
stres, ibu senang dengan bayi dan keadaannya. Untuk itu hormon oksitosin juga disebut sebagai
hormon cinta (UNICEF, 2011).
Selain memperlancar ASI, pijat Woolwich juga memberikan kenyamanan pada ibu nifas,
mengurangi bengkak (engorgement), mengurangi sumbatan ASI, merangsang pelepasan hormon
oksitosin, mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Wulandari, 2014)
Perbedaan produksi ASI sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich
Hasil uji t sampel menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p=0,026< )
produksi ASI (berat badan bayi) sebelum dan sesudah dilakukan pijat Woolwich.Penatalaksanaan
non-farmakologi untuk meningkatkan produksi ASI dengan metode pijat Woolwich merupakan
salah satu alternatif untuk meningkatkan kenyamanan dan relaksasi ibu postpartum selama masa
menyusui, sehingga dapat meningkatkan volume ASI. Metode pijat Woolwich memberikan
stimulasi refleks pembentukan ASI (prolaktin reflex) dan pengeluaran ASI (let down reflex)
(Pamuji dkk., 2014)
Dengan dilakukan pemijatan akan menimbulkan rasa percaya diri pada ibu sehingga tidak
muncul persepsi tentang ketidakcukupan suplai ASI, selain itu efek dari pemijatan menyusui juga
memberikan ketenangan alami (Astutik, 2014). Pemijatan payudara juga bertujuan untuk
merangsang pelepasan hormon oksitosindan prolaktin yang sangat berperan dalam peningkatkan
produksi ASI serta kualitas ASI pada ibu menyusui. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
pemijatan payudara sangat berkontribusi dalam meningkatkan produksi kolostrum di hari-hari awal
kelahiran saat bayi belum aktif menyusui, selain itu pemijatan ini juga dapat mempertahankan
produksi ASI, mengatasi kesulitan menyusui dan mencegah terjadinya kelainan pada payudara ibu
selama proses menyusui. Selain itu hormon oksitosin dapat membuat ibu lebih rileks dan lebih
tenang sehingga ASI pun dapat keluar secara spontan (Depkes RI, 2007).
Hasilpenelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bowel (2011) yang
bertujuan untuk melihat efektivitas pijat payudara terhadap produksi ASI yang dilakukan terhadap
30 ibu yang masing-masing dibagi dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan,di mana
dalam penelitiannya ini para bayi dari ibu pada kedua kelompok terlebih dahulu ditimbang sebelum
dan setelah menyusui untuk mengetahui jumlah susu yang tertelan. Dari hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa bayi dari kelompok yang dilakukan pijat payudara mengonsumsi rata-rata
22,3 g ASI setiap kali menyusui dibandingkan bayi yang berada pada kelompok yang tidak
249
pada kelompok perlakuan rata-rara mengonsumsi 4,5 ons ASI lebih banyak dibanding bayi pada
kelompok kontrol.
Iffrig dalam Bowel (2011) juga menyatakan bahwa salah satu stimulan yang kuat untuk
sekresi ASI adalah pijatan pada payudara. Penelitian yang telah dilakukan mengenai efektivitas
pijat payudara menunjukkan bahwa bayi dalam kelompok eksperimen mengonsumsi ASI rata-rata
22,30 g. Rata-rata ini merupakan angka yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata konsumsi
ASI pada kelompok kontrol.