• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dimanakah Letak Pancasila Sebagai Paradi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Dimanakah Letak Pancasila Sebagai Paradi"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Dimanakah Letak Pancasila Sebagai

Paradigma Pembangunan Bangsa Dalam

Bidang Pendidikan?

OPINI

| 13 March 2013 | 20:06 Dibaca: 1100 Komentar: 0

0

Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republik serta negara yang

mendasarkan segala sesuatunya atas dasar hukum atau dengan kata lain Indonesia merupakan

negara hukum. Sebagai bangsa yang besar, tentunya harus memiliki idiologi yang kuat untuk

menunjang pelaksanaan pembangunan bangsa, misalnya pembangunan bidang pendidikan,

politik, ekonomi, sosial-budaya, hukum, agama dan sebagainya. Pancasila merupakan idiologi

bangsa Indonesia yang dijadikan sumber rujukan pembangunan bangsa dalam berbagai aspek

bidang pembangunan yang telah disebutan diatas.

Pancasila tidak lahir secara

instan

tanpa adanya pemikiran yang pelik, akan tetapi merupakan

hasil pemikiran secara kefilsafatan yaitu suatu pemikiran yang mendalam dari para pendiri

bangsa Indonesia. Oleh sebab itu Pancasila merupakan suatu pemikiran yang memuat pandangan

dasar dan cita-cita mengenai sejarah manusia, masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber

dari kebudayaan Indonesia.

Pancasila merupakan falsafah negara yang memuat nilai-nila non-operasinal, sehingga tanggung

jawab setiap generasi untuk merealisasikan nilai-nilai dasar ini dalam berbagai bidang

kehidupan. Lalu, dimanakah letak Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa dalam

bidang pendidikan? Menurut Notonagoro dalam buku Pendidikan Pancasila (Rukiyati, dkk)

menyebutkan bahwasannya pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di

luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Melihat definisi tersebut tentunya pendidikan

memegang peranan sentral dalam rangka pembangunan manusia yang utuh dalam arti manusia

yang bermartabat. Oleh sebab itu pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar pancasila.

Sehingga semestinya masalah-masalah dalam pendidikan nasional harus diselesaikan

berdasarkan ajaran Pancasila yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian masalah pendidikan

nasional. Untuk itu Pancasila harus dijadikan paradigma atau acuan untuk pengembangan

pendidikan, dimana untuk kedepannya pendidikan nasional dikembangkan dengan mengacu pada

nilai-nilai luhur pancasila. Hal ini tidak menutup kemungkinan kita mengambil sistem

(2)

Nilai - Nilai Pancasila Sebagai Ideologi Negara dan Dasar Negara

1. Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi

Nilai-nilai Pancasila yang terkandung di dalamnya merupakan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan keadilan. Ini merupakan nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Nilai-nilai Pancasila tergolong nilai kerokhanian yang di dalamnya terkandung nilai-nilai lainnya secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, vital, kebenaran (kenyataan), estetis, estis maupun religius.

Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dan subjektif, artinya hakikat nilai-nilai Pancasila bersifat universal (berlaku di manapun), sehingga dapat diterapkan di negara lain.

Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif, maksudnya:

1) Rumusan dari Pancasila itu sendiri memiliki makna yang terdalam, menunjukan adanya sifat umum Universal dan abstrak.

2) Inti dari nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia

3) Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.

Sedangkan nilai-nilai Pancasila bersifat subjektif, bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu terlekat pada bangsa Indonesia sendiri, karena:

1) Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia

2) Niali-nilai Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia

(3)

Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, maksudnya sumber acuan dalam bertingkah laku dan bertindak dalam menentukan dan menyusun tata aturan hidup berbangsa dan bernegara.

Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai yang digali, tumbuh dan berkembang dari budaya bangsa Indonesia, sehingga menjadi ideologi yang tidak diciptakan oleh bangsa lain.

Menjadikan Pancasila sebagai ideology juga merupakan sumber nilai, sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian bagi tertib hokum Indonesia, dan meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari UUD 1945 serta mewujudkan cita-cita hokum bagi hokum dasar negara.

Pancasila mengharuskan UUD mengandung isi yanag mewajibkan pemerintah untuk memelihara serta menjaga budi pekerti kemanusiaan dan cita-cita moral rakyat yang luhur.

2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara menjadikan setiap tingkah laku para penyelenggara negara dan pelaksana pemerintahan harus selalu berpedoman pada Pancasila. Pancasila sebagai sumber nilai menunjukkan identitas bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, hal ini menandakan bahwa dengan Pancasilamenolak segala penindasan dan penjajahan.

Pancasila juga sebagai paradigm bangunan, artinya sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu.

Pancasila mengarahkan pembangunan agar selalu dilaksanakan demi kesejahteraan umat manusia dengan rasa nasionalisme, kebesaran bangsa dan keluhuran bangsa. Pembangunan di segala bidang selalu mendasar pada nilai-nilai Pancasila.

Di bidang politik misalnya, Pancasila menjadi landasan bagi pembangunan politik, dan dalam prakteknya menghindarkan sikap tak bermoral dan tak bermartabat.

(4)

Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai acuan dalam etika penegakan hukum yang berkeadilan yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan.

Di bidang Sosial Budaya, Pancasila merupakan sumber normative dalam pengembangan aspek sosial budaya yang mendasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, ketuhanan, dan keberadaban.

Pancasila sebagai Identitas dan Nilai Luhur Bangsa: Analisis

tentang Peran Pancasila sebagai Modal Sosial Berbangsa dan

Bernegara

Oleh: SUSANTO

Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan

FISIP Universitas Diponegoro - Semarang

Peran Pancasila sebagai Identitas dan Nilai Luhur Bangsa

Pancasila merupakan dasar pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila pun harus diwariskan kepada generasi muda bangsa Indonesia berikutnya melalui pendidikan. Setiap bangsa memiliki kepedulian kepada pewarisan budaya luhur bangsanya. Oleh karena itu, perlu ada upaya pewarisan budaya penting tersebut melalui pendidikan Pancasila yang dilaksanakan dalam pendidikan formal (sekolah). Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan dengan Pancasila sebagai kaidah yuridis-konstitusional pada dasarnya tidak berlaku dan harus dicabut. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah negara berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara (Dipoyudo: 1984). Hal ini berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi sumber tertib negara dan sumber tertib hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan (A. T. Soegito, dkk, 2009: 6).

(5)

yang dibawa oleh paham baru yang masuk sehingga lupa dari mana, di mana, dan untuk siapa sebenarnya mereka hidup. Seakan-akan mereka melupakan bangsanya sendiri yang dibangun dengan semangat juang yang gigih dan tanpa memandang perbedaan. Dalam perkembangan masyarakat yang secara kultur, masyarakat lebih cenderung menggunakan Pancasila sebagai dasar pembentukan dan penggunakan setiap kegiatan yang mereka lakukan. Peran Pancasila dalam hal ini sebenarnya adalah untuk menciptakan masyarakat “kerakyatan”, artinya masyarakat Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat mempunyai kedudukan dan hak yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya selalu memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan negara dan masyarakat. Karena mempunyai kedudukan, hak serta kewajiban harus seimbang dan tidak memihak ataupun memaksakan kehendak kepada orang lain. Dalam pokok-pokok kerakyatan, masyarakat dituntut untuk saling menghargai dan hidup bersama dalam lingkungan yang saling membaur dan bisa membentuk sebuah kepercayaan (trust) sebagai modal untuk membangun bangsa yang berjiwa besar dan bermoral sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila.

Pancasila disebut sebagai identitas bangsa dimana Pancasila mampu memberikan satu pertanda atau ciri khas yang melekat dalam tubuh masyarakat. Hal ini yang mendorong bagaimana statement masyarakat mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut. Sebagai contoh nilai keadilan yang bermakna sangat luas dan tidak memihak terhadap satu golongan ataupun individu tertentu. Unsur pembentukan Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri. Sejarah Indonesia membuktikan bahwa nilai luhur bangsa yang tercipta merupakan sebuah kekayaan yang dimiliki dan tidak bisa tertandingi. Di Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada Tuhan, hal tersebut terbukti dengan adanya tempat peribadatan yang dianggap suci, kitap suci dari berbagai ajaran agamanya, upacara keagamaan, pendidikan keagamaan, dan lain-lain merupakan salah satu wujud nilai luhur dari Pancasila khususnya sila ke-1.

Bangsa Indonesia yang dikenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut terhadap sesama mampu memberikan sumbangan terhadap pelaksanaan Pancasila, hal ini terbukti dengan adanya pondok-pondok atau padepokan yang dibangun mencerminkan kebersamaan dan sifat manusia yang beradab. Pandangan hidup masyarakat yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

(6)

rambu-rambu yuridis dan code of conduct dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, yang diharapkan akan mencerminkan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh bangsa yang bersangkutan (Solly Lubis: 2003). Masyarakat Indonesia sekarang ini tidak hanya mendambakan adanya penegakan peraturan hukum, akan tetapi masalah yang muncuk ke permukaan adalah apakah masih ada keadilan dalam penegakan hukum tersebut. Hukum berdiri diatas ideologi Pancasila yang berperan sebagai pengatur dan pondasi norma masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada masa Orde Baru menginginkan pemerintahan yang ditandai dengan keinginan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Penanaman nilai-nilai Pancasila pada masa Orde Baru dilakukan secara indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang meresap ke dalam kehidupan masyakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang nyata sehingga Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur bangsa dan merupakan landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, bagi rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna apapun. Lebih-lebih pendidikan Pancasila dan UUD 45 yang dilakukan melalui metode indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila. Cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam pendidikan yang disebut penataran P4 atau PMP ( Pendidikan Moral Pancasila), atau nama sejenisnya, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Mereka yang setiap hari berpidato dengan selalu mengucapkan kata-kata keramat: Pancasila dan UUD 45, tetapi dalam kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin. Selain itu Pancasila digunakan sebagai asas tunggal bago organisasi masyarakat maupun organisasi politik (Djohermansyah Djohan: 2007).

(7)

dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan pada masa Orde Baru. Namun dalam praktik pada masa reformasi yang terjadi adalah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan fundamentalism. Hal inilah yang menandai bahwa pada masa itulah masyarakat Indonesia sedang mengalami krisis identitas bangsa.

Pancasila sebagai Wujud Modal Sosial Bangsa

Modal sosial (social capital) bisa dikatakan sebagai kelompok individu atau grup yang digunakan untuk merealisasi kepentingan manusia. Kalau mau didefinisikan sebagai satu kata maka trust (kepercayaan) adalah kata yang bisa mempresentasikan kondisi tersebut (Konioko dan Woller, 1999). Sedangkan James Coleman sebagaimana yang dikutip oleh Francis Fukuyama dalam bukunya Trust: The Social and Creation of Prosperity (1995) mendefinisikan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama di dalam berbagai kelompok organisasi.

Trust (kepercayaan) sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini dikarenakan kepercayaan bersifat fundamental. Bahkan dapat dikatakan kualitas relasi sosial terletak pada sejauh mana nilai fundamental itu mendapat perhatian. Ketika sebuah nilai kepercayaan itu hilang maka yang timbul adalah perpecahan yang sifatnya mendarah daging. Sangat jelas bahwa kepercayaan menyentuh sendi kehidupan yang paling mendasar dari sisi kemanusiaan baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial.

Sebagai bahan analisis yang menjadikan kepercayaan itu merupakan sebuah faktor utama dari pelaksanaan Pancasila, sebut saja 4 (empat) pilar kehidupan berbangsa. Antara lain Pancasila, UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar tersebut ibaratkan sebuah kepercayaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang rukun dan tanpa adanya sebuah keganjalan seperti konflik dan sebagainya. Namun sebuah fenomena dan kelangsungan dari perjalanan reformasi memberikan ruang bagi para masyarakat yang tidak mengerti akan hal tersebut, sehingga disini rawan terjadinya konflik di dalam masyarakat itu sendiri.

(8)

merupakan cermin lunturnya nilai-nilai dalam Pancasila. Sebagai dasar negara Pancasila mempunyai keunggulan dalam mengatur kehidupan masyarakat Indonesia, yang mengandung makna saling menghormati, menghargai, menjunjung tinggi kebersamaan, dan sebagainya justru kenyataannya adalah sebaliknya. Paham fundamentalisme yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia yang menyebabkan semua itu. Kerusuhan tersebut menyebabkan berbagai fasilitas umum menjadi rusak dan identitas bangsa sebagai negara yang menjunjung persatuan dan kesatuan sedikit demi sedikit sudah mulai luntur.

Pada 12 Februari 2010 lalu, Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) mengeluarkan data, yang menurut mereka dalam tahun 2007 ada 100 buah gereja yang diganggu atau dipaksa untuk ditutup. Tahun 2008, ada 40 buah gereja yang mendapat gangguan. Tahun 2009 sampai Januari 2010, ada 19 buah gereja yang diganggu atau dibakar di Bekasi, Depok, Parung, Purwakarta, Cianjur, Tangerang, Jakarta, Temanggung dan Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas (Sumatera Utara).

Menurut data FKKJ tersebut, selama masa pemerintahan Presiden Soekarno (1945 -1966) hanya ada 2 buah gereja yang dibakar. Pada era pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998) ada 456 gereja yang dirusak atau dibakar. Pada periode 1965-1974, ada 46 buah gereja yang dirusak atau dibakar. Sedangkan dari tahun 1975 atau masa setelah diberlakukannya SKB 2 Menteri tahun 1969 hingga saat lengsernya Soeharto tahun 1998, angka gereja yang dirusak atau dibakar sebanyak 410 buah. Sebenarnya kasus yang terdapat di Bekasi tersebut bukan merupakan kasus kebebasan beribadat dan beragama ataupun yang berbau SARA, namun merupakan kasus tempat beribadat dan persoalan perijinan mendirikan bangunan.

Hilangnya kepercayaan (trust) sebagai wujud modal sosial dalam kehidupan masyarakat merupakan awal munculnya beberapa akibat adanya paham fundamentalis dan kapitalis di Indonesia. Adanya kebutuhan yang mendesak dan ketidakterbatasan masyarakat juga ikut serta dalam mewujudkan sebuah konflik tersebut terjadi.

Krisis Identitas dalam Kehidupan Berbangsa

(9)

“Bangsa Indonesia krisis identitas. Pluralisme yang menjadi alasan berdirinya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), terancam,” ucap Gus Dur, selanjutnya beliau menjelaskan sejarah Indonesia sejak abad ke-18 telah menunjukkan kultur bangsa dan semangat yang berkobar, antara lain adanya konflik yang berbau SARA dan lain sebagainya. Meskipun demikian bangsa Indonesia pada tataran selanjutnya masih banyak terjadi konflik yang berbau SARA, seperti konflik yang terjadi antara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan Ahmadiyah.

Konflik tersebut menjadi konflik yang struktural, artinya konflik tersebut berlanjut dan dengan adanya tindakan nyata dari kedua belah pihak untuk saling memenangkan argumen mereka. Menurut MUI, pemerintah kurang tegas dalam menangani masalah tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang bersifat struktural dan berkelanjutan.

Faktor yang mendorong krisis identitas dalam mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara terdiri dari dua faktor yang mendasar, yaitu faktor internal dan Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor pendorong krisis identitas dari luar substansi, salah satunya yaitu setelah kehancuran Perang Dingin (1947-1991) antara Uni Soviet dengan Amerika Serikat sehingga memperkuat pertahanan keamanan di Amerika Serikat, sehingga Amerika Serikat disebut sebagai polisi dunia. Namun pengakuat sebagai polisi dunia pada negara Amerika Serikat tidak bisa dilakukan, hal tersebut dikarenakan jika Amerika Serikat menjadi polisi dunia maka Amerika Serikat berhak dan berkewajiban untuk melindungi semua negara di dunia ini. Adanya faktor-faktor tersebut Indonesia tidak lepas dari dampaknya yaitu adanya krisis identitas bangsa, dimana paham-paham yang muncul ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia. Ketika itu, banyak paham yang masuk seperti globalisasi dan fundamentalis.

Korupsi sebagai Wujud Krisis Identitas Bangsa

(10)

Adanya tindak pidana korupsi disebabkan karena lemahnya moral individu, di samping itu, lemahnya penegakan hukum dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi yang semakin merajalela. Perspektif ke depan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan UUD 1945 yang memiliki dasar negara Pancasila, sehingga diperlukan kajian tentang konsepsi sistem hukum di Indonesia. Hal ini dengan tegas dinyatakan pada Pembukaan UUD 1945 alenia IV dan pada Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004 disebutkan bahwa Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum, kedudukan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi yang dalam tata hukum global disebut ground norm atau staat fundamental norm mengingat sesuai kenyataan sejarah (legal history) selama 60 tahun tidak goyah sebagai ideologi dan dasar negara hukum di Indonesia.

Berdasarkan tesis Hans Kelsen, kedudukan Pancasila dalam UUD 1945 berada pada tingkat tertinggi (Ilham Bisri: 2005). Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai kaidah dasar yang mempunyai arti sebagai sumber dari segala sumber hukum serta menjadi dasar bagi berlakunya UUD 1945. Penyimpangan dan implementasi dari sistem hukum yang berlapis seperti dijelaskan pada gambar di atas adalah ketidakkonsistenan dalam interaksi dan penerapan dari pasal tersebut yang dapat menjadi akar masalah korupsi di Indonesia.

Perbuatan korupsi telah digolongkan sebagai kejahatan internasional karena telah ditetapkan melalui Konvensi Internasional (Atmasasmita, 2004: 40). Praktik penegakan hukum dan peradilan yang timpang dengan rasa keadilan masyarakat sebagai wujud terkikisnya nilai Pancasila yang berperan sebagai modal sosial bangsa, contoh vonis bebas korupsi atau SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan) lebih banyak di tingkat penyidikan dibandingkan kasus-kasus pencurian ayam bahkan sering kali korban penganiayaan yang dihakimi oleh masa. Kondisi seperti ini sangat bertentangan sengan rasa keadilan sebagai salah satu nilai ideologi yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan peran Pancasila sebagai modal sosial.

(11)

yang terkandung dalam Pancasila itu. Selain krisis identitas yang bersifat moralitas dan kekuasaan, muncul kasus fundamentalis agama dalam hal tindak pidana korupsi. Faktor pendidikan dikalangan keagamaan menjadi sangat penting dan strategis dalam membangun moral, mental, dan karakter bangsa yang peka dan anti korupsi.

Fundamentalisme Agama sebagai akibat Lemahnya Pengamalan Nilai Ideologi Pancasila

Agama merupakan pondasi hidup setiap manusia, tanpa adanya agama manusia tidak bisa berpikir secara naluri dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Indonesia merupakan negara yang meyakini keberadaan agama sebagai hal tersebut, ada 6 keyakinan yang terdapat di Indonesia dan masing-masing keyakinan mempunyai dasar ataupun pedoman sesuai dengan keyakinannya. Pancasila khususnya Sila ke-1 menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, sudah jelas dan tidak diragukan lagi, setiap manusia pasti mempunyai Tuhan dan percaya bahwa Tuhan itu ada. Keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat yang berbeda kepercayaan merupakan wujud nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam bentuk keharmonisan, kebersamaan, ketentraman, dan sebagainya. Perbedaan keyakinan yang terdapat di dalam masyarakat itu merupakan multikulturalisme bangsa Indonesia. Namun, tidak jarang hal tersebut justru mendorong berbagai keributan/kerusuhan. Substansi kerusuhan tersebut sangat sempit dan kecil, tapi bisa juga menjadi kerusuhan berskala besar dan sulit untuk menemukan jalan tengahnya, dan bahkan bisa membawa nama masing-masing kelompok tersebut dalam ranah konflik yang bersifat SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).

(12)

Fenomena yang disebut sebagai fundamentalisme agama tersebut memang tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat kita. Kegagalan pemerintah mengatasi kemiskinan dan masalah-masalah ekonomi selalu membuat masyarakat tergoda untuk melakukan kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Di samping itu, ketidaktegasan aparat juga turut memberi andil bagi kelangsungan hidup organisasi yang identik dengan kekerasan dalam mengemukakan pendapatnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa selama tidak ada perubahan dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi masyarakat dan selama aparat tidak tegas dalam menindak kejadian-kejadian seperti itu, hal-hal itu tetap akan terus berlangsung.

Perang Salib (1069-1291) merupakan perang antar umat Kristen Eropa dengan umat Islam yang memperebutkan Yerussalem/Palestina. Perang Salib berlangsung hinggga tujuh kali (Perang Salib VII tahun 1270-1291) status Yerusalem/Palestina tidak berubah, yaitu tetap dikuasai umat Islam. Bahkan kedudukan Barat/Kristen di Syira dan Palestina hilang. Keuntungan dari peperangan itu, Barat menjadi mengenal dan memanfaatkan kebudayaan umat Islam yang sudah lebih tinggi daripada yang mereka miliki saati itu. Selain itu, hubungan dagang Asia-Eropa menjadi lebuh hidup dan berkembang.

Sumber:

1. Atmasasmitha. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional. Bandung: Maju Mundur.

2. Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia.

3. Bisri, Ilham. 2008. Sistem Hukum Prudensia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

4. Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

5. Dhont, Frank, dkk. 2010. Pancasila's Contemporary Appeal: Re-legitimizing Indonesia's Founding Ethos. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

6. Douglas, Stephen. 1974. Student Activism in Indonesia. Boston: The Litle, Brown and Company.

7. Fukuyama, Francis. 1995. Trust, The Social Virtues and The Creation of Prosperity. New York: Free Press.

8. Ir. Soekarno. 2006. Filsafat Pancasila menurut Bung Karno (Penyunting: Floriberta Aning). Yogyakarta: Media Pressindo.

(13)

10.Nurdjana, Igm. 2010. Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi: "Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum". Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

11.Putnam, Robert. 1993. Making Democracy Work: Civic Tradisions in Modern Italy. Princeton, New Jersey: Princeton University Press.

12.Rahma, Srijanti A dan Purwanto S. K. 2008. Etika Berwarga Negara: Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Salemba Empat.

13.S, Ubed Abdilah. 2002. Politik Identitas Etnis. Magelang: Indonesiatera.

14.Soegito, A. T, dkk. 2009. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan MKU-MKDK Unnes.

15.Suwarno, P. J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP 1. Sejarah Lahirnya Pancasila

(14)

Istilah Pancasila telah dikenal sejak dulu, yaitu digunakan sebagai acuan moral/etika dalam kehidupan banga Indonesia sehari-hari. Misal, dari karya-karya pujuangga besar Indonesia semasa berdirinya kerajaan MAjapahiy yang dilukiskan dalam tulisan Empu Prapanca tentang Negara Kertagama, dan Empu Tantular dalam bukunya Sutasoma. Dalam buku Sutasoma terdapat istilah Pancasila Krama mempunyai arti.

Lima Dasar TIngkah Laku atau Perintah Kesusilaan yang lima, yang meliputi :

1. Tidak boleh melakukan kekerasan (ahimsa) 2. Tidak boleh mencuri (asteya)

3. Tidak boleh berjiwa dengki (indriya nigraha) 4. Tidak boleh berbohong (amrsawada)

5. Tidak boleh mabuk minum-minuman keras (dama)

Selain itu dalam Kitab Sutasoma terdapat semboyan BhinnekaTunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua yang mengandung arti meskipun agama itu kelihatannya berbeda bentuk atau sifatnya namun pada hakikatnya satu juga, yang kemudian menjadi motto lambing Negara kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Hal tersebut mencerminkan keluhuran budaya bangsa Indonesia pada saat itu, yang dipersepsikan dari adanya toleransi kehidupan umat beragama antara pemeluk agama Budha dan agama Hindu.

Secara harfiah Pancasila terdiri dari dua kata, yaitu Pnca yang berarti Lima, dan Sila berarti Dasar. Jadi Pancasila mempunyai makna Lima Dasar. Istilah “sila” diartikan juga sebagai aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa; kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan santun);akhlak dan moral.

(15)

2.Pengertian Bangsa

Menurut Ernest Renan, seorang guru besar dan pujangga yang termasyur dari Perancis, dalam pidatonya yang diucapkan di Universitas Sorbonne (Paris) tanggal 11 Maret 1882 berjudul “Qu’est ce qu’une nation” (apakah bangsa itu), menurutnya bangsa itu adalah soal perasaan, soal kehendak (tekad) semata-mata untuk tetap hidup bersama (le desir de vivre ensemble) yang timbul antara segolongan besar manusia yang nasibnya sama dalam masa yang lampau, terutama dalam penderitaan- penderitaan bersama. Jadi bangsa ialah segerombolan manusia yang mau bersatu, dan merasa dirinya bersatu. Sedangkan Otto Bauer mengartikanbangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib.

Menurut Bung Karno, bangsa adalah manusia yang menyatu dengan tanah airnya.

Menurut Mohammad Hatta, bangsa ditentukan oleh keinsyafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan ini bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam didalam hati dan otak.

3. Pengertian Pandangan Hidup

Pandangan hidup berkenaan dengan sikap manusia didalam memandang diri dan lingkungannya. Sikap manusia ini dibentuk oleh adanya kekuatan yang bersemayam pada diri manusia, yakni iman, cipta, rasa dan karsa, yang membentuk pandnagan hidup perorangan yang kemudian beradaptasi dengan pandangan hidup perorangan lainnya menjadi pandngan hidup kelompok. Hubungan antara kehidupan kelompok yang satu dengan kelompok lainnya melahirkan suatu pandangan hidup bangsa.

(16)

• Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Pancasila disebut sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, karena nilai-nilai yang terkandung dala sila-silanya tersebut dari waktu ke waktu dan secara tetap telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan Bangsa Indonesia.

• Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, digunakan sebagai petunjuk hidup sehari- hari, dan digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan didalam segala bidang. Tidak boleh bertentangan dengan norma-norma kehidupan, baik norma agama, norma kesusilaan, norma sopan santun maupun norma hukum yang berlaku.

• Pandangan hidup bangsa dapat digunakan untuk mencapai hidup yang kokoh, guna mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapai, karena tanpa memiliki pandangan hidup, suatu bangsa akan terus berombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri maupun persoalan- persoalan besar umat manusia dlam pergaulan masyrakat bangsa-bangsa di dunia. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa-bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman dalam memecahkan masalah-masalah politik, ekonomi, social dan budaya yang timbul dalam gerak kehidupan masyarakat yang makin maju, serta didalam membangun dirinya.

• Definisi atau batasan tentang pandangan hidup suatu bangsa ini pernah kita dapati

dalam buku pengantar pemahaman atas latar belakang Ketetapan No. II/MPR/1978

tentang Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila atauEkaprasetia

Pancakarsa.

• Berdasarkan hasil Sidang Istimewa MPR-RI bulan November 1998 Ketetapan No. II/MPR/1978 tersebut di atas telah dinyatakan dicabut dengan Ketetapan MPR-RI No. XVIII/MPR/1998.

(17)

• Istilah-istilah lain sebagai sinonim dari pengertian pandangan hidup dikenal dengan

sebutan: way of life, Weltanschauung, wereldbeschouwing, wereld en levens

beschouwing, pandangan dunia, pegangan hidup, pedoman hidup dan petunjuk hidup.

B. Pancasila Sebagai Dasar Negara RI

Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai dasar Falsafah Negara, Philosofische Gronddslag dari Negara, Ideologi Negara, Staatsidee.

Pancasila sebagai Dasar Negara RI berarti Pancasila dijadikan dasar dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan Negara. Rumusan Pancasila sebagai dasar Negara RI tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 aline keempat.

Pancasila sebagai tempat menuangkan aturan-aturan dasar/pokok yang tertulis yang kemudian dijabarkan lagi kedalam berbagai Ketetapan MPR, dan aturan yang tidak tertulis terpelihara dalam konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Pancasila punyai sifat kengikat, keharusan, imperative artinya norma-norma hukum yang tidak boleh dikesampingkan namun dilanggar, sedangkan pelanggaran atasnya dapat berakibat hukum dikenakannya suatu sanksi

(18)

Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa

Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Melalui kepribadian inilah setiap pribadi seseorang memiliki ciri khas masing-masing. Begitu pula dengan sebuah negara. Setiap negara juga memiliki kepribadian masing-masing. Melalui kepribadian tersebut sebuah negara dikenal luas. Kepribadian tersebut tidak akan lepas dari sejarah negara tersebut.

Indonesia sendiri memiliki sebuah kepribadian yang menjadi ciri khas dari Indonesia itu sendiri yaitu Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila justru telah dibicarakan bahkan sebelum Indonesia menyatakan kemerdekaannya melalui pembacaan proklamasi oleh Ir. Soekarno dan Hatta. Membutuhkan proses pembahasan yang panjang sebelum akhirnya memperoleh keputusan final seperti teks Pancasila yang kita kenal saat ini.

(19)

Dan sebagai bentuk kepribadian bangsa Pancasila membuat Indonesia hadir dengan ciri khas yang membedakannya dengan negara lain.

Ciri khas tersebut dapat dicermati dari setiap sila dari Pancasila itu sendiri, yaitu :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, sejak zaman dahulu bangsa Indonesia bisa dikatakan sebagai bangsa yang sudah mengenal konsep ‘Tuhan’ yang dilakukan dengan berbagai cara oleh setiap lapisan masyarakat. Misalnya dengan menyembah batu besar, pohon besar, meletakkan sesajian pada sungai dan lainnya. Hingga akhirnya masuklah agama Hindu, Budha, Kristen, Katholik, Islam, Konghucu dan berbagai kepercayaan lainnya. Adanya kepercayaan tersebut membuat masing-masing individu memperoleh ketenangan dan berusaha melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan sesuai petunjuk agama maupun kepercayaan masing-masing.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sila kedua ini bisa dilihat dari masyarakat Indonesia yang terkenal dengan keramahannya. Bahkan sifat ramah ini dikenal dan diakui oleh bangsa lain. Sifat ramah merupakan bagian dari sikap kemanusiaan dimana masyarakat Indonesia ingin hidup berdampingan dengan siapapun secara damai. Maka tidak heran jika di Indonesia bisa melihat gereja dan masjid berdampingan begitu pula dengan pura maupun tempat ibadah lainnya. Di berbagai kampung meskipun memiliki agama atau kepercayaan berbeda namun ketika tetangga sakit tetap menjenguk begitu pula saat ada keluarga tetangga meninggal juga ikut berbelasungkawa.

3. Persatuan Indonesia, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya bahwasanya Indonesia lahir dari perbedaan. Perbedaan pendapat, suku, agama, bahasa, budaya dan lainnya. Tradisi persatuan telah mengakar di Indonesia bakan sejak zaman kerajaan. Adanya jiwa persatuan mendorong adanya kekuatan untuk melawan penjajah. Dan tentu tidak akan lupa dengan peristiwa ‘Sumpah Pemuda’ pada 28 Oktober 1928. Dimana saat itu pemuda pemudi dari berbagai suku, pulau berkumpul dan mengikrarkan sumpah yang antara lain mengaku berbangsa satu bangsa Indonesia, bertanah air satu tanah air Indonesia serta menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Selain itu yang juga perlu diingat bahwasanya Indonesia juga memiliki semboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

(20)

RT, kepala dusun, kepala kampung, menyelesaikan konflik antar tetangga dan lainnya.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sila terakhir ini jika diresapi merupakan perwujudan apabila dari sila-sila sebelumnya yaitu sila pertama, kedua, ketiga dan keempat benar-benar dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana akhirnya benar-benar terwujud rasa adil lahir maupun batin.

Sederhananya adalah apabila setiap individu menerapkan kelima sila tersebut yaitu sila pertama dengan benar-benar menerapkan anjuran Tuhan dan menjauhi larangan Tuhan maka tidak akan ada korupsi, pembunuhan dan kejahatan lainnya. Begitu pula dengan sila kedua maka tidak akan ada perpecahan maupun perselisihan antar sesamanya dan lebih mengedepankan toleransi dan saling membantu. Dan hal ini diperkuat dengan adanya jiwa yang ada di sila ketiga. Sementara perwujudan sila keempat apabila dilaksanakan para pemimpin maupun pemerintahan maka akan benar-benar melahirkan sebuah kebijakan yang tidak mewakili golongan apapun namun akhirnya benar-benar bisa memujudkan sila kelima, keadilan sosial lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila bisa dikatakan sebagai identitas bangsa Indonesia dan apabila setiap generasi memahami tidak hanya sekedar mengetahui kelima sila tersebut maka berbagai dampak yang kurang baik yang muncul dari budaya luar sebagai efek globalisasi bisa dibentengi. Budaya barat tidak selalu memiliki efek buruk. Karena pada dasarnya budaya tidak akan berhenti namun akan terus berkembang maka mencegah budaya luar ke Indonesia tentu tidak bisa dilakukan.

Namun bisa tetap diterima dengan tetap tidak meninggalkan identitas bangsa. Mungkin bisa dipahami sebagai bagian dari proses akulturasi. Misalnya dalam musik dangdut merupakan seni budaya asli Indonesia sedangkan musik jazz merupakan seni budaya dari luar dan ketika digabungkan bisa menjadi seni budaya baru yang mengagumkan dan bisa diterima.

(21)

internet yang juga terus berkembang. Tentu adanya budaya tersebut tidak bisa dicegah namun bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal yang bermanfaat.

Misalnya dengan PC tersebut membuat tulisan mengenai budaya bangsa, menyampaikan pemikiran kita tentang berbagai hal yang bermanfaat bagi orang lain. Kemudian melalui internet tulisan tersebut bisa dipublikasikan sehingga lebih banyak orang yang bisa membacanya. Apabila jiwa atau kepribadian bangsa yaitu Pancasila benar-benar dihayati dan dipahami maka hal-hal yang ditulis atau dipublikasikan misalnya video juga bukan hal-hal yang negatif seperti pornografi, ajakan menggunakan narkoba, dan lainnya.

Begitu pula perkembangan internet dengan hadirnya jejaring sosial seperti twitter, facebook kemudian blog maupun berbagai situs informasi. Kita tidak mencegah hadirnya teknologi tersebut. Namun setidak tetap menggunakan teknologi tersebut dengan bijak tanpa meninggalkan identitas bangsa. Misalnya menyampaikan hal baik, share gambar yang baik dan lainnya.

Bahkan gaya hidup seperti makan di restoran mewah atau cepat saji bisa juga ditiru bagaimana restoran cepat saji tersebut dalam melayani. Akhirnya bukan tidak mungkin akan hadir angkringan, warung makan Padang, warteg tetapi dengan pelayanan ramah, pelayan yang mampu berbahasa Inggris, dan lainnya. Akhirnya tetap mempertahan budaya yaitu masakan khas Indonesia seperti nasi Padang, nasi kucing, wedang jahe, dan lainnya dengan ciri khas Indonesia yaitu keramahan didukung budaya luar yaitu penguasaan bahasa asing misalnya bahasa Inggris.

Indonesia lahir dari banyaknya perbedaan. Setiap perbedaan tidak harus selalu disamakan. Namun bisa dicari solusi meskipun berbeda bisa berjalan berdampingan menuju tujuan yang sama yaitu kedamaian yang melingkupi berbagai aspek. Begitu pula berbagai budaya yang lahir dari komunitas global yang melibatkan berbagi negara juga tidak bisa dicegah. Seperti yang disampaikan Umar Khayam bahwa kebudayaan tidak bisa dilihat sebagai produk yang selesai (Umar Khayam dalam Slamet, 1983 : 4). Artinya akan terus adanya perkembangan kebudayaan yang tidak hanya terdiri dari seni namun juga teknologi, bahasa, fashion maupun hasil pemikiran lainnya.

(22)

pembacaan teks Pancasila setiap upacara bendera hari Senin. Namun dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari perlu benar-benar diberikan agar benar-benar bisa dipahami dan akhirnya benar-benar diterapkan. Karena inilah Pancasila yang benar-benar membedakan Indonesia dengan negara lain.

Pancasila adalah dasar negara. Semua tentu pernah mendengar bahwa Pancasila adalah landasan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kita semua sudah tahu, semua sudah paham, tapi sudahkah kita semua ”mematenkan” Pancasila? ”Mematenkan” bukan untuk sekadar diketahui dan didengarkan, melainkan untuk terutama sungguh-sungguh dijadikan sebagai roh, sebagai nyawa bangsa dan negara dalam melaksanakan berbagai kegiatan berkehidupan.

Pada 68 tahun lalu, tepatnya pada 1 Juni 1945, bapak proklamator kita dengan lantang bersuara, ”Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan lima bilangannya. Namanya bukan Pancadarma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa, namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.”

(23)

beserta Pancasila menjadi dua hal relevan yang takkan lekang dimakan zaman.

Pancasila dalam cita-cita mereka adalah butiranbutiran asas yang akan membawa Indonesia menjadi negara besar dan berbudi luhur. Seharusnya ini tak berhenti hanya sampai sebuah cita-cita. Cita-cita para pendahulu kita seharusnya telah kita realisasi saat ini.

Pancasila kita telah mengalami berbagai proses dialektika. Namun, sayangnya, panjangnya proses tersebut bukan bermuara pada satu titik fokus ideologi negara, melainkan malah berpencar ke banyak aliran.

Lihat bagaimana saat ini mayoritas bangsa Indonesia bersikap, semakin jauh dari lima prinsip dasar bernegara. Semakin bertambah jumlah era politik negara, semakin rumit posisi Pancasila.

Era Reformasi menjadi tantangan dalam perjalanan panjang keberadaan Pancasila sebagai dasar ideologi negara. Selain karena masih membawa luka Orde Baru (Orba) dengan Pancasila pernah dijadikan ”ikon” kekuasaan Orba, era Reformasi yang penuh dengan kebebasan membuat Pancasila sering kali terlihat abu-abu. Reformasi yang sarat dengan kebebasan sering kali menjadikan semua

serbakebablasan.

Ambil saja hak asasi manusia (HAM) sebagai salah satu contoh. HAM yang terus-menerus didengungkan hampir tak pernah diikuti dengan dengungan kewajiban asasi. Alhasil, yang terjadi adalah banyaknya orang yang sering kali menuntut hak mereka tanpa memperhatikan kewajiban.

Konsekuensi logisnya adalah banyak terjadi konflik, separatisme di mana-mana. Ini jelas melangkahi sila-sila dalam Pancasila. Tentu masih banyak krisis berbagai bidang yang terjadi di Indonesia.

Hal tersebut menunjukkan Pancasila tak lagi dianggap sebagai jati diri bangsa. Namun jika dikerucutkan menjadi sebuah masalah, pada dasarnya segala krisis yang terjadi di Indonesia adalah buah dari kelalaian akan sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena pada dasarnya empat sila yang terdapat dalam Pancasila adalah sila turunan dari sila pertama.

Sila-sila dalam Pancasila adalah sesuatu yang tidak dapat diantitesiskan.

(24)

Oleh karenanya, semakin ditinggalkannya Pancasila oleh bangsa kita, jelas, karena begitu banyak yang melalaikan sila pertama dalam Pancasila.

Memudarnya jiwa Pancasilais kita tentu tak dapat dibiarkan. Saat ini, begitu banyak hal yang mencerminkan bahwa kita tidak lagi menganut prinsipprinsip yang dimuat dalam Pancasila.

Bangsa kita seolah kehilangan nyawanya. Indonesia tanpa Pancasila bagaikan raksasa mati. Bagaikan seonggok makhluk besar tanpa nyawa, begitulah Indonesia sekarang.

Keberadaan Pancasila mutlak adalah sesuatu yang akan selalu diperlukan

Indonesia. Saat ini, ada banyak pihak yang menyebutkan ”revitalisasi Pancasila”.

Namun apa sebenarnya yang dimaksud dengan ”revitalisasi Pancasila”? Pada

dasarnya, jika kita ingin merevitalisasi Pancasila, kita dapat melihatnya dari tiga hal.

Pertama, secara idealitasnya, Pancasila tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang utopis. Pancasila memang lima prinsip yang ideal, tapi tetap harus aplikatif.

Salah satu caranya adalah memaknai ideologi Pancasila sebagai ”kesatuan kata kerja” sehingga Pancasila mampu membangkitkan semangat setiap rakyat Indonesia yang membacanya untuk kemudian menerapkannya.

Kedua, secara realitasnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila haruslah direfleksikan secara objektif ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

Dengan demikian, Pancasila mampu menjadi sebuah prinsip yang membumi dan kontekstual.

Ketiga, secara fleksibilitasnya. Pancasila bukanlah sesuatu yang statis, kaku, dan beku. Pancasila sangatlah terbuka bagi perkembangan zaman sehingga senantiasa mampu menjadi ideologi dalam setiap perubahan zaman tersebut.

Dengan demikian tanpa kehilangan nilai hakikinya, Pancasila akan selalu menjadi aktual, relevan, serta fungsional sebagai tiang-tiang penyangga bagi kehidupan bangsa dan negara.

Kita perlu kembali mencatat bahwasanya dahulu kala para founding fathers menginginkan negara kita berdiri dan berjalan bukan hanya dengan Pancasila, melainkan juga dengan UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

(25)

juga dikatakan bahwa Indonesia tampak seperti raksasa lansia yang perlahan kehilangan fungsi tulangnya. Tulang yang dimaksud adalah Bhinneka Tunggal Ika.

Kemajemukan Indonesia menciptakan sebuah kecenderungan konflik tingkat tinggi. Tulang Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, sering kali tidak berfungsi sebagaimana harusnya.

Lihat saja begitu banyak bentrok antarsuku sana-sini, belum lagi daerah-daerah yang ingin memerdekakan diri sebagai negara. Oleh karenanya, selain revitalisasi Pancasila, keberadaan empat pilar kebangsaan menjadi salah satu solusi jitu untuk mengatasi hal ini.

Reformasi yang cenderung berbuah pada kata ”kebablasan” harus kembali pada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

Mengapa? Jelas agar Indonesia mampu kembali menjadi negara yang dicita-citakan para founding fathers kita. Sekali lagi, kita harus kembali meresapi bahwa Pancasila sedikit pun tidak boleh digerus, apalagi oleh zaman yang semakin edan.

Melestarikan Pancasila artinya menjaga roh bangsa ini, spirit bangsa ini.

Mengamalkan Pancasila maknanya membangun negara ini, menyelamatkan negara dari kehancuran. Pancasila adalah taken for granted karena ini adalah ideologi negara yang tercipta dari cita- cita luhur para pendahulu kita karena Pancasila adalah nyawa kita.

DEWI ARYANI

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan

(26)

Makna lima sila dalam Pancasila

akan dijelaskan pada artikel ini.

Pancasila

terdiri atas lima

asas moral yang relevan menjadi dasar negara RI. Dalam kedudukannya sebagai falsafah hidup

dan cita-cita moral, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa:

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa; menuntut setiap warga negara mengakui Tuhan Yang

Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun dalam

tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah

Pancasila

menuntut umat beragama dan

kepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinan.

Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab; mengajak masyarakat untuk mengakui dan

memperlakukan setiap orang sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta

hak-hak dan kewajiban asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan

hak-hak asasinya atau bertindak adil dan beradap terhadapnya.

Makna lima sila dalam Pancasila

untuk sila Ketiga, Persatuan Indonesia; menumbuhkan sikap

masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan

kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga

negara.

Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawarahan/perwakilan; mengajak masyarakat untuk bersikap peka dan ikut serta dalam

kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak secara tidak langsung bersama sesama

warga atas dasar persamaan tanggung jawab sesuai dengan kedudukan masing-masing.

Makna lima sila dalam Pancasila

untuk sila Kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia; mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan

kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan

umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat.

Etika Politik Kenegaraan

Dalam kedudukannya sebagai etika politik kenegaraan, ditegaskan bahwa

makna lima sila

dalam Pancasila

:

Sila pertama, negara wajib:

(1) Menjamin kemerdekaan setiap warga negara tanpa diskriminasi untuk beribadah menurut

agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik.

(2) Memajukan toleransi dan kerukunan agama

(3) Menjalankan tugasnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab

yang suci.

(27)

(1) Negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai manusia yang dikaruniai

martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban kewajiban asasi

(2) Semua bangsa sebagai warga dunia bersama-sama membangun di dunia baru yang lebih baik

berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial

Sila ketiga mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai suatu

negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina dan menjunjung

tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan kepentingan nasional.

Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui dan menghargai kedaulatan rakyat serta

mengusahakan agar rakyat melaksanakan kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi

melalui wakil-wakilnya. Negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan

kepentingan seluruh rakyat.

Sila Kelima mewajibkan negara untuk:

(1) Mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya

Membagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua warha negara

dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi

ketidakadilan serta kewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah.

Referensi

Dokumen terkait

Good maternal knowledge, good maternal personal hygiene, and good environmental sanitation decrease the risk of diarrhea in children under five.. Village has a substantial

Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan ketertarikan dan jumlah wirausaha muda khususnya di Desa Tlogoguwo Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang efek blok refugia ( A. difussa ) terhadap pola kunjungan Arthropoda di perkebunan apel

Penerapan Model Advance Organizer dengan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif serta Self Esteem Matematis Siswa

tahun ajaran 2017/2018 ”. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk pada jenis penelitian eksperimen dengan jenis penelitian quasi eksperimen. Dikatakan

Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem proporsional dengan stelsel daftar terbuka sehingga pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung

Berdasarkan hasil temuan yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya, diketauhi bahwa peran guru PAI sebagai fasilitator untuk meningkatkan kecerdasan emosional dan

siswa yang memiliki kemampuan matematika sedang berada pada tahapan aksi,.