• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan pendahuluan asuhan keperawatan k (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "laporan pendahuluan asuhan keperawatan k (2)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Suzanne, 2002).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan atau terjadi penumpukan cairan dalam rongga pleura (Soemantri, 2009).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis (Muttaqin, 2012).

Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan pariental berupa transudat dan eksudat akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi yang proses penyakitnya biasanya merupakan penyakit sekunder.

2. Anatomi Fisiologi a. Anatomi Pleura

Pleura adalah suatu membran serosa yang membungkus pulmo, mempunyai asal yang sama dengan

peritoneum. Pleura terdiri atas dua yaitu pleura parietalis dan

pleura visceralis. Diantara kedua lapisan pleura tersebut terbentuk suatu rongga (celah) tertutup, disebut cavum pleurae, yang memungkinkan pulmo bebas bergerak pada

(2)

waktu respirasi. Pleura normal memiliki permukaan licin,mengkilap dan semitransparan. Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70 kg.

1) Pleura Viseralis

Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µ), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedangkan lapisan terbawah terdapat jaringan intertisial subpleural yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan brachialis serta kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada parenkim paru.

2) Pleura Parietalis

Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih tebal atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari

arteri intercostalis dan mammaria interna, kelenjar getah bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rangsangan nyeri. Di tempat ini juga terdapat perbedaan temperatur. Sistem persarafan berasal dari

(3)

parietalis ini menempel dengan mudah, tetapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.

Gambar 1 : Pleura (Sumber: www.kalbemed.com)

b. Cairan Pleura

Didalam cavum pleurae terdapat sedikit cairan serous yang membuat permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis menjadi licin sehingga mencegah terjadinya gesekan. Cairan ini diproduksi oleh pleura parietalis dan diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfa dan kembali ke darah. Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20mL.

(4)

kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20-25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ionatrium lebih rendah 3-5% dan kadari ion klorida lebih rendah 6-9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan dengan pH plasma.

c. Fisiologi Pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura menimbulkan tekanan transpulmonar yang selanjutnya mempengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi rekoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan

starling (laju filtrasi kapiler di pleura parietal) yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura. Bila terserang penyakit, pleura mungkin akan meradang, selain itu udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura sehingga menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

d. Fisiologi Tekanan Pleura

(5)

Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan

elastic recoil dinding dada ke arah luar dengan elastic recoil

paru ke arah dalam. Nilai tekanan pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura; lebih negatif di apeks

paru dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal; perbedaan tekanan pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O. Tekanan alveolus relatif rata diseluruh jaringan paru normal sehingga gradien tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan. Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi.

e. Fisiologi Cairan Pleura

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan rongga peritoneum.

(6)

sehingga tekanan onkotik resultan 34 – 5 = 29 cmH2O. Gradien tekanan yang ditimbulkan adalah 35 – 29 = 6 cmH2O sehingga terjadi pergerakan cairan dari kapiler pleura parietal menuju rongga pleura. Pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga koefisien filtrasi pleura viseral lebih kecil dibandingkan pleura parietal. Koefisien filtrasi kecil pleura viseral menyebabkan resultan gradien tekanan terhadap pleura viseral secara skematis bernilai 0 walaupun tekanan kapiler pleura viseral identik dengan tekanan vena pulmoner yaitu 24 cmH2O. Perpindahan cairan dari jaringan interstitial paru ke rongga pleura dapat terjadi seperti akibat peningkatan tekanan baji jaringan paru pada edema paru

maupun gagal jantung kongestif.

Gambar 2 : Skema tekanan dan pergerakan cairan pada rongga pleura manusia

(7)

3. Etiologi

Penyebab efusi pleura dibedakan atas: a. Transudat

Pleuritis serosa, serofibronosa dan fibrinosa

semuanya disebabkan oleh proses yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumnya pada fase perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat serosa atau serofibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa yang lebih parah. Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli paru, sirosis hati (penyakit intrabdominanl), dialisis peritoneal,

hipoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi garam, atau pasca by-pass koroner.

b. Eksudat

Penimbunan non-inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura disebut hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal, dan imunologik. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif. Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya berasal dari pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu karena mengandung emulsi halus lemak.

(8)

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 mL cairan dalam rongga pleura berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorbsi oleh kapiler dan saluran limfa pleura parietalis dengan kecepatan seimbang dengan kecepatan pembentukannya.

Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan penimbunan cairan patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu:

a. Kenaikan tekanan hindrostatik dan penurunan tekanan osmotik pada sirkulasi kapiler.

b. Penurunan tekanan cavum pleura.

c. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfa dari rongga pleura.

(9)

nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktifa, keganasan, atelektaksis paru dan pneumothoraks.

Efusi eksudat bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotel berubah menjadi bulat atau

kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena Mycrobacterium tubercolosis dan dikenal sebagai

pleuritis eksudativa tubercolosa.

Klitotoraks paling sering disebabkan oleh trauma duktus torasikus atau sumbatan yang secara sekunder menyebabkan ruptur saluran limfa besar. Penyakit ini dijumpai pada keganasan yang timbul di dalam rongga toraks yang menyebabkan obstruksi saluran limfa utama. Kanker yang terletak jauh dapat bermetastasis melalui limfa dan tumbuh di dalam limfa kanan atau duktus torasikus untuk menyebabkan obstruksi.

5. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru terganggu. Klien dengan efusi pleura biasanya akan mengalami keluhan:

a. Batuk

b. Sesak napas c. Nyeri pleuritis

d. Rasa berat pada dada e. Berat badan menurun

(10)

tinggi (kokus), subfebril (tuberkolosis) banyak keringat, batuk.

g. Deviasi trachhea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

h. Pada pemeriksaan fisik:

1) Inflamasi dapat terjadi friction rub

2) Atelektaksis kompresif (kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus.

3) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan.

4) Vocal fremitus melemah pada perkussi didapati pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis damoiseu).

5) Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang diperkussi redup timpani dibagian atas garis ellis damoiseu.

Segitiga grocco-rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain. Pada auskulutasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronchi.

6. Tes Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

(11)

dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 cc, sedangkan denga posisi PA paling tidak cairan dapat diketahui sebanyak 300 cc.

b. Biopsi Pleura

Dapat menunjukkan 50-70% diagnosis kasus pleuritis tuberkolosis dan tumor pleura. Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur

perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.

c. Analisa Cairan Pleura

Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan : 1) Warna cairan

a) Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkolosis.

b) Yellow exudate pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.

c) Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.

2) Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi. 3) Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis

atau dominasi sel tertentu untuk melihat adanya keganasan.

Tabel 1. Perbedaan transudasi dan eksudasi

Parameter Transudat Eksudat

(12)

Kadar protein dalam efusi <0,5 >0,5 Kadar LDH dalam efusi (IU) <200 >200 Kadar LDh dalam efusi <0,6 >0,6 Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016

Rivalta Negatif Positif

4) Bakteriologi

Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang sering ditemukan adalah

Pneumococcus, E.Coli, Clebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

d. Ultrasonografi dan CT Scan Dada

Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan dalam rongga pleura. Keuntungan dari ultrasound dapat membedakan tebalnya pleura parietal dan pleura nodul serta bentuk vokal dari pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut terutama pada efusi yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada, adanya perbedaan antara cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Hanya saja pemeriksaan ini tidak dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal.

(13)

Pengelolahan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan.

a. Penatalaksanaan Farmakologis

Tujuan pengobatan adalah menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar seperti gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis. Bila penyebab dari malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.

b. Penatalaksanaan Non Farmakologis

1) Thorakosintesis

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapeutik. Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 ml pada aspirasi guna mencegah terjadinya edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

Indikasi :

a) Menghilangkan sesak napas yang disebakan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.

b) Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.

c) Bila terjadi akumulasi cairan.

Kerugian :

a) Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.

(14)

2) Pemasangan Water Seal Drainage (WSD)

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang thoraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Indikasi :

a) Hematothoraks b) Pneumothoraks

Tujuan pemasangan WSD:

a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura.

b. Untuk mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura.

c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolaps. d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam

rongga dada.

Jenis WSD:

a) Single Botel Water Seal System

Sistem satu botol digunakan pada kasus

(15)

atau udara pada rongga intrapleural tidak dapat dikeluarkan.

b) Two bottle system

Sistem ini terdiri dari botol water seal

ditambahan botol penampungan cairan drainase. Drainase sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan pleural terkumpul, underwater seal system tidak terpengaruh oleh volume drainase. Botol pertama adalah penampungan drainase yang berhubungan langsung dengan klien dan botol kedua berfungsi sebagai water seal yang dapat mencegah peningkatan tekanan dalam penampungan sehingga drainase dada dikeluarkan secara optimal. Dengan sistem ini jumlah drainase dapat diukur secara tepat.

c) Three bottle system

Pada sistem ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol jumlah cairan suction yang digunakan. Sistem ini menggunakan 3 botol yang masing-masing berfungsi sebagai penampung, “water seal” dan pengatur; yang mengatur tekanan pengisap. Jika drainase yang ingin dikeluarkan cukup banyak biasanya digunakan mesin pengisap (suction) dengan tekanan sebesar 20 cm H20 untuk mempermudah pengeluaran.

Tempat insersi :

a) Untuk mengeluarkan udara pada ICS 2-3 linea midclavicularis.

b) Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada ICS 7-8-9

(16)

Tabel 2. Perbedaan WSD sistem satu botol, dua botol,

- Campuran darah dari drainase dan udara menimbulkan kesempatan untuk terjadinya kesalahan dalam perakitan dan pemeliharaan

(17)

Bertujuan untuk melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan seperti

tiotepa, bleomisin, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin.

8. Komplikasi a. Fibrothoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis akibat efusi pleura yang tidak ditangani dengan drainase yang baik. Jika

fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut. b. Atelektaksis

Atelektasis merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis.

(18)

yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

9. Pencegahan

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa belum dapat ditegakkan.

B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian

Pengkajian pada efusi pleura ini mengacu pada 11 pola Gordon a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Data subjektif : riwayat kebiasaan penggunaan obat-obatan, merokok, minum alkohol.

Data objektif : ada obat-obatan b. Pola nutrisi dan metabolik

Data subjektif : kebiasaan makan dan minum, terjadinya penurunan nafsu makan.

Data objektif : turgot kulit jelek, mukosa kering dan penurunan berat badan.

c. Pola eliminasi

Data subjektif : penurunan frekuensi BAB, penurunan peristaltik usus, otot-otot traktus digestivus dan peningkatan BAK.

(19)

Data subjektif : sesak nafas, kelelahan, nyeri dada, penurunan aktifitas.

Data objektif : penurunan aktifitas secara mandiri. e. Pola tidur dan istirahat

Data subjektif : sulit tidur, penurunan kebutuhan tidur karena adanya sesak, nyeri dada dan peningkatan suhu tubuh.

Data objektif : palpebra inferior warna gelap dan wajah mengantuk.

f. Pola persepsi dan kognitif

Data subjektif : perasaan nyeri Data objektif : bingung dan gelisah

g. Pola hubungan dan peran

Data subjektif : perubahan peran interpersonal. Data objektif : kurang berinteraksi.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Data subjektif : perubahan persepsi diri.

Data objektif : perhatian kurang, kontak mata. i. Pola mekanisme koping

Data subjektif : stress, bertanya-tanya tentang penyakitnya.

Data objektif : ansietas j. Pola reproduksi dan seksualitas

Data subjektif : penurunan libido Data objektif : keterbatasan gerak k. Pola sistem dan kepercayaan

(20)

Data objektif : agama yang dianut oleh pasien.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi.

b. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas (produksi mukus berlebih). c. Hipertermi berhubungan dengan penyakit.

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera (kimia).

e. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis: penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan strukur abdomen; mual muntah.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum; ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. g. Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian mengenai

prognosis penyakit; persepsi mendekati kematian.

h. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi.

3. Perencanaan Keperawatan

a. Ketidakefektifan pola napas b/d dengan sindrom hipoventilasi.

Hasil yang diharapkan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

(21)

Rontgen thoraks tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

Intervensi :

1) Identifikasi faktor penyebab.

R/: dengan mengidentifikasi penyebab, kita dapat menentukan jenis efusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.

2) Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, serta laporkan setiap perubahan yang terjadi.

R/: dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi klien.

3) Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-900

atau dimiringkan kearah yang sakit.

R/: penurunan diafragma dapat memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. Miringkan ke arah sisi yang sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga ekspansi akan maksimal.

4) Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan). R/: peningkatan frekuensi napas dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. 5) Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas yang

efektif.

R/: menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

6) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2,

(22)

R/: memberian O2, dapat menurunkan beban pernapasan

dan mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia. Dengan foto thoraks, dapat memonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

7) Kolaborasi untuk tindakan thorakosintesis.

R/: tindakan thorakosintesis bertujuan untuk mengeluarkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.

b. Ketidakefektifan pembersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas (produksi mukus berlebih). Hasil yang diharapkan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam, bersihan jalan napas kembali efektif.

Kriteria evaluasi :

1) Klien mampu batuk efektif 2) Menunjukkan jalan napas paten

3) Mempunyai irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal (16-24x/menit)

4) Tidak ada penggunaan otot bantu napas 5) Bunyi napas normal

6) Rh - /-Intervensi :

1) Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu napas).

R/: penurunan bunyi napas menunjukkan atelektaksis,

(23)

2) Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, catat karakter dan volume sputum.

R/: pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek infeksi dan hidrasi tidak adekuat).

3) Berikan posisi semifowler/ fowler tinggi.

R/: posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya bernapas.

4) Ajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif.

R/: ventilasi maksimal membuka daerah atelektaksis dan meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan.

5) Pertahankan intake cairan minimal 2500mL/ hari bila tidak dikontaindikasikan.

R/: hidrasi yang adekuat untuk membantu mengencerkan sekret dan mengefektifkan pembersihan jalan napas. 6) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan

pengisapan (suction).

R/: mencegah obstruksi dan aspirasi. Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret.

Suction sebaiknya dilakukan dalam waktu kurang dari 10 menit.

7) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/: pengobatan antibiotik digunakan untuk mengobati kausa efusi pleura seperti pneumonia dan TBC

8) Kolaborasi untuk pemberian mukolitik sesuai indikasi . R/: agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.

(24)

Hasil yang diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam diharapkan suhu tubuh kembali normal.

Kriteria evaluasi : suhu tubuh dalam keadaan normal (36-370C)

Intervensi:

1) Kaji saat timbulnya demam R/ : mengindentifikasi pola dema

2) Kaji tanda-tanda vital secara periodik (tiap 3 jam) R/ : acuan untuk mengetahui keadaan umum klien. 3) Berikan kebutuhan cairan ekstra.

R/ : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan cairan yang banyak.

4) Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipatan paha.

R/ : kompres hangat menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah sehingga evaporasi suhu meningkat. 5) Kenakan pakaian minimal

R/ : pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.

6) Kolaborasi untuk terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik.

R/ : pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan

hipertermi untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat

evaporasi berlebih dan antipiretik bertujuan memblok respons panas sehingga suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.

(25)

R/ : hipertermi dapat disebabkan oleh infeksi sehingga diperlukan antibiotik.

d. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera (kimia).

Hasil yang diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau teratasi.

Kriteria hasil:

1) Secara subjektif menyatakan nyeri berkurang atau teratasi.

2) Skala nyeri 0-4.

3) TTV dalam batas normal. 4) Ekspresi wajah rileks. Intervensi :

1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST.

R/ : pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien.

2) Berikan posisi yang nyaman.

R/ : posisi yang nyaman menurunkan tekanan-tekanan pada.

3) Istirahatkan pasien saat nyeri muncul.

R/ : istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal.

(26)

R/ : distraksi atau pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus internal.

6) Kolaborasi untuk pemberian analgetik

R/ : analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri berkurang.

e. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan faktor biologis: penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan strukur abdomen; mual muntah.

Hasil yang diharapkan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 3x24 jam diharapkan selera makan pasien meningkat.

Kriteria evaluasi :

1) Mentoleransi diet yang dianjurkan.

2) Melaporkan tingkat energi yang adekuat. Intervensi :

1) Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat mual/muntah, dan diare. R/ : memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk menetapkan intervensi yang tepat.

2) Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien (sesuai indikasi).

R/: memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake nutrisi.

3) Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (setiap hari).

(27)

4) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut.

R/: menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan, sisa sputum atau obat pada pernapasan yang dapat merangsang muntah.

5) Berikan dalam porsi sedikit tapi sering.

R/: memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar.

6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis diet yang tepat.

R/: merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien sesuai dengan indikasi.

7) Kolaborasi untuk pemberian multivitamin.

R/: multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan laju metabolisme umum seperti pada TB paru.

f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan kelemahan umum; ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

Hasil Yang Diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 2 x 24 jam diharapkan pasien toleransi dalam beraktiftas.

Kriteria Evaluasi:

1) Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR

2) Mampu melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri Intervensi:

(28)

R/: mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang diharapkan.

2) Tunda aktifitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat dan klien mengeluh sesak napas dan kelelahan, tingkatkan aktifitas secara bertahap untuk mengidentifikasi toleransi.

R/: gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktifitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktifitas meningkat dan daya tahan tubuh klien bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat diantara aktifitas. 3) Bantu klien dalam melaksanakan aktifitas sesuai dengan

kebutuhannya. Beri klien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai aktifitas.

R/: membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktifitas.

4) Konsultasikan dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau bertambah berat saat istirahat.

R/: hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal napas.

f. Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian mengenai prognosis penyakit; persepsi mendekati kematian.

Hasil Yang Diharapkan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam 1 x 24 jam diharapkan klien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.

(29)

1) Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping yang ada. R/: pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stres. 2) Ajarkan teknik relaksasi.

R/: mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.

3) Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.

R/: hubungan saling percaya membantu memperlancar proses terapeutik.

4) Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas. R/: tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

5) Bantu klien mengenali dan mengakui rasa cemasnya. R/: Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik, maka perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber-sumber informasi.

Hasil yang diharapkan : setelah dilakukan tindakan keperawaran dalam 1 x 24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan.

Kriteria evaluasi:

1) Klien menyatakan dan mendemontrasikan tentang apa yang diajarkan.

(30)

1) Kaji kemampuan kien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan suasana yang tepat).

R/: keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif. 2) Jelaskan tentang jenis terapi, frekuensi , kerja yang

diharapkan, dan alasan mengapa terapi tersebut diberikan.

R/: meningkatkan partisipasi klien dalam program terapi. 3) Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk

mengidentifikasi gejala/tanda reaktivasi penyakit.

R/: dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit yang memerlukan evaluasi lanjut.

4. Discharged Planning

a. Ajarkan pada klien tentang tanda dan gejala yang perlu diperhatikan seperti kesulitan bernapas, nyeri dada, peningkatan suhu, atau batuk menetap.

b. Anjurkan klien untuk memeriksakan kesehatan secara rutin. c. Anjurkan klien untuk menaati pola hidup sehat seperti makan

seimbang, olah raga secara teratur, menghindari rokok dan alkohol.

Gambar

Gambar 1 : Pleura (Sumber: www.kalbemed.com)
Gambar 2 : Skema  tekanan  dan  pergerakan  cairan  pada
Tabel 2. Perbedaan WSD sistem satu botol, dua botol,dan tiga botol

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Sakit hadir untuk menjawab kebutuhan lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) masyarakat Kabupaten Bireuen dan masyarakat Kabupaten sekitarnya seperti Bener Meriah,

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM/)- biasa disebut mikro hidro* Microhydro merupakan sebuah isti%ah ang terdiri dari kata mikro ang artina keci% sedangkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Instrumen Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Biologi pada Materi Fungi Kelas X SMA/MA

 beren%aru- ter-ada ter-ada i&amp;iran, i&amp;iran, in%atan, in%atan, dan dan erasaan erasaan *an% *an% $e$bentu&amp; $e$bentu&amp; &amp;esadaran

Naskah yang dapat dimuat dalam Jurnal Tarabawi ini meliputi kajian keilmuan manajemen pendidikan atau hasil penelitian manajemen pendidikan.. Artikel memuat

batu. Agar temperatur udara didalam ruang palka dingin, tiap dinding ruang palka diisolasi dengan sterofoam, bahan isolasi tersebut digunakan karena dari segi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN

Maka dengan demikian untuk masyarakat Desa Peunayan yang harus lebih utama diprioritaskan adalah mengadakan penyuluhan yang rutin oleh petugas kesehatan karena penyuluhan masih